Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188746 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khoerunnisa Tuankotta
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang hubungan pengeluaran keluarga untuk makanan dengan kecukupan total asupan energi pada anak usia 24-59 bulan di provinsi jawa barat tahun 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara pengeluaran keluarga untuk makanan, karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan total asupan energi yang cukup pada anak usia 24-59 bulan di provinsi jawa barat tahun 2010. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional dengan menggunakan data sekunder Riskesdas 2010 yang analisisnya dilakukan selama bulan November 2011 ? Januari 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang mewakili provinsi jawa barat, sedangkan sampelnya adalah anggota rumah tangga yang berumur 24-59 bulan yang berjumlah 1.811 anak. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi total asupan energi yang cukup pada anak usia 24-59 bulan sebesar 49.6%. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengeluaran keluarga untuk makanan, umur anak, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan kepala keluarga, pemanfaatan fasilitas kesehatan, jumlah ruangan dalam rumah tangga dan wilayah tempat tinggal dengan total asupan energi yang pada anak usia 24 ? 59 bulan di Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Namun, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam rumah tangga, serta adanya anggota rumah tangga yang merokok dengan total asupan energi yang cukup pada anak usia 24 ? 59 bulan di Provinsi Jawa Barat tahun 2010.

ABSTRACT
This study discusses the relationship with the family expenses for the adequacy of total food energy intake in children aged 24-59 months in the province of West Java in 2010. The purpose of this study is to know the relationship between family expenditures for food, the characteristics of the child and family characteristics with sufficient total energy intake in children aged 24-59 months in the province of West Java in 2010. The study design used is a Cross Sectional. Riskesdas using secondary data analysis conducted in 2010 that during the month of November 2011 - January 2012. This study population is all households that represent the west Java province, while the sample is a member of the household aged 24-59 months, amounting to 1811 children. The results have a total prevalence of adequate energy intake in children aged 24-59 months at 49.6%. The results of statistical tests showed no significant association between family expenditures for food, child age, maternal education level, employment status of head of household, health facility utilization, number of rooms in households and neighborhoods with a total energy intake in children aged 24-59 month in West Java province in 2010. However, no significant associations between gender, family size, number of children under five in the household, and the presence of household members who smoke with enough total energy intake in children aged 24-59 months in West Java province in 2010."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fatimah
"Belanja kesehatan adalah jenis belanja daerah yang dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota dalam bidang kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah diperoleh gambaran belanja kesehatan secara komprehensif yang akan digunakan untuk mempertajam alokasi belanja kesehatan, dan menjadi evaluasi terhadap belanja kesehatan yang dapat memberikan indikator kesehatan yang meningkat. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan mengumpulkan dana alokasi dari pendanaan kesehatan yang bersumber pemerintah. Hasil penelitian sumber pembiayaan dari jumlah yang dialokasikan APBD maka dana yang dikeluarkan telah memadai, hal ini terlihat dari persentase jumlah yang diperoleh sebesar 12,8 % pada tahun 2019. Pengelola dalam sektor kesehatan menunjukan adanya pengelola yang didominasi oleh Rumah Sakit sebesar 39,94%, Dinas Kesehatan 34,44% dan Puskesmas 25,62 %. Bedasarkan jenis fungsi pelayanan kuratif hanya mencapai 24,5%. Kesimpulan : Belanja kesehatan dominan dialokasikan untuk belanja kesehatan tidak langsung, pemerataan terhadap program kuratif sangat rendah.

Health expenditure is a type of regional expenditure used to fund the implementation of government initiatives and programs in the health sector that fall under the jurisdiction of provinces or districts/cities. This research aims to provide a comprehensive overview of public health expenditure in order to inform the allocation of resources and evaluate the effectiveness of these expenditures in improving health outcomes. This research employs a descriptive research design, using data on government funding for health initiatives. The results of the study show that the source of financing is from the amount allocated by the APBD, the funds spent are adequate, this can be seen from the percentage of the amount obtained by 12.8% in 2019. Managers in the health sector show that there are managers who are dominated by hospitals amounting to 39, 94%, Health Office 34.44% and Health Center 25.62%. Based on the type of curative service function only reached 24.5%.. Overall, this research finds that a significant proportion of health spending is directed towards indirect expenditures, resulting in low levels of equity in funding for curative programs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcello Patrick
"Konsumsi rokok menjadi aktivitas yang dilakukan individu dari seluruh negara, termasuk Indonesia. Konsumsi rokok membawa dampak negatif dari sisi ekonomi dan juga kesehatan. Penyakit-penyakit yang diakibatkan merokok membawa pengeluaran kesehatan yang lebih besar dan perlu mendapatkan rawat inap untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Semakin parah penyakit yang diderita, maka semakin lama durasi rawat inap yang diterima. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari status merokok individu terhadap lama rawat inap. Data yang digunakan adalah hasil Susenas Maret 2021 dan menggunakan model estimasi OLS untuk mengetahui pengaruh dari status merokok yang dilihat dari jumlah konsumsi rokok. Hasil penelitian menemukan bahwa individu yang mengonsumsi rokok mendapatkan durasi rawat inap yang lebih lama dibandingkan individu yang tidak merokok. Durasi untuk rawat inap di Indonesia terdistribusi pada berbagai karakteristik demografi, status ekonomi, dan wilayah tempat tinggal.

Cigarette consumption has become one of the activities that individuals from all countries do, including Indonesia. Cigarette consumption has a negative impact on the economy and health. The diseases caused by smoking lead to greater health expenditure and the need for hospitalization to maintain and improve health. The more severe the illness, the longer the duration of hospitalization. Therefore, this study aims to determine the effect of an individual's smoking status on the length of hospitalization. The data used is the results of Susenas March 2021 and uses an OLS estimation model to determine the effect of smoking status as seen from the amount of cigarette consumption. The results found that individuals who consume cigarettes get a longer duration of hospitalization than individuals who do not smoke. The duration of hospitalization is also influenced by expenditure on hospitalization. The duration of hospitalization in Indonesia is distributed across demographic characteristics, economic status, and region of residence. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aletea Verulia Gusma
"Distribusi APBD kesehatan dan alokasi anggaran kesehatan yang belum optimal dianggap belum dapat memberikan dampak yang signifikan pada perbaikan indikator kesehatan selanjutnya. Tren angka kelahiran total di Indonesia terus mengalami penurunan dan pelaksanaan imunisasi di Indonesia juga masih mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun setelah penerapan desentralisasi. Studi ini bertujuan untuk melihat apakah kebijakan desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pemerintah daerah khususnya di bidang kesehatan. Dengan menggunakan data sekunder tahun 2016-2019 dan dengan metode Two Stage Least Square, studi ini menemukan bahwa TKDD memiliki hubungan yang positif dengan belanja fungsi kesehatan. Semakin besar transfer daerah maka semakin besar belanja kesehatannya, khususnya DAU dan diikuti oleh PAD dan DAK Non Fisik Kesehatan. Selain itu, hasil studi ini juga menunjukan besaran belanja fungsi kesehatan dapat meningkatkan persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan persentase imunisasi dasar lengkap.

The distribution of the health budget and health budget allocations that have not been optimal are considered to have not been able to have a significant impact on the improvement of further health indicators. The trend of the total birth rate in Indonesia continues to decline and the implementation of immunization in Indonesia also continues to fluctuate from year to year after the implementation of decentralization. This study aims to see whether the fiscal decentralization policy influences on improving the performance of local governments, especially in the health sector. Using secondary data from 2016-2019 and using the Two Stage Least Square method, this study found that TKDD has a positive relationship with health function spending. The larger the regional transfer, the greater the health expenditure, especially DAU and followed by PAD and DAK Non-Physical Health. In addition, the results of this study also show that the amount of expenditure on health functions can increase the percentage of deliveries assisted by health workers and the percentage of complete basic immunizations."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Sari
"Penelitian ini menguji secara empiris pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap akses layanan kesehatan dan pendidikan yang masing-masing diukur dengan contact rate dan net enrolment rate sekolah menengah pertama. Data yang digunakan untuk persarnaan kesehatan adalah data 23 propisi di Indonesia tahun 1996 sampai 2003 serta persarnaan pendidikan menggunakan data 23 propinsi tahun 1994 sampai 2004. Untuk mendapatkan pengaruh di berbagai tingkat kesejahteraan penduduk, dilakukan analisis menurut kuintil; kuintil satu mencerminkan kelompok penduduk termiskin, sedangkan kuintil lima mencerminkan kelompok penduduk terkaya.
Persamaan kesehatan total mendapatkan pengeluaran pemerintah dalam kurun waktu penelitian berhubungan positif dengan akses terhadap layanan kesehatan. Analisis yang lebih rinci mendapatkan hasil yang kurang menggembirakan. Walaupun kelompok penduduk termiskin mendapatkan manfaat dari pengeluaran pemerintah, tetapi manfaat yang diterima masih lebih banyak diterima oleh kuintil di atasnya, bahkan oleh kelompok penduduk terkaya. Variabel kontrol lain seperti ketersediaan dokter membantu meningkatkan akses, ketersediaan pelayanan kesehatan dasar juga membantu meningkatkan akses, tetapi pendapatan nil penduduk perkapita berhubungan negatif dengan akses. Diduga ini karena pengaruh krisis yang masih dirasakan pada kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini.
Persamaan pendidikan total mendapatkan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berhubungan positif dengan partisipasi sekolah yang diukur dengan net enrolment rate. Analisis yang lebih rinci menurut kuintil juga mendapatkan pengaruh positif pengeluaran pemerintah yang lebih cenderung pro terhadap kelompok penduduk termiskin. Variabel kontrol yang digunakan, seperti ketersediaan guru yang diwakili oleh rasio murid-guru memberikan pengaruh yang positif di seluruh kuintil, ketersediaan sekolah juga memberikan pengaruh yang positif. Pendapatan per kapita riil penduduk di setiap kuintil yang selalu naik dalam kurun waktu penelitian ini juga temyata telah membantu meningkatkan akses terhadap pendidikan.
Hasil penelitian merekomendasikan perlunya penajaman alokasi anggaran kesehatan dan pendidikan agar lebih pro-miskin dan mengelola pengeluaran dengan efektif sehingga mencapai sasaran. Selain itu, diperlukan inovasi Baru dalam upaya meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan selain usaha yang telah dilakukan selama Penelitian ini juga merekomendasikan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih rinci dari sisi demand agar dapat memperkaya hasil penelitian dalam bidang ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Eka Nuryanto A.
"Penelitian ini bermaksud untuk melakukan analisa biaya untuk memperoleh harga pokok jasa pelayanan kesehatan cuci darah di Unit Hemodialisa Rumah Sakit "X". Tujuan akhir yang hendak dicapai dari analisa biaya yang dilakukan adalah untuk membantu penetapan tarif jasa pelayanan kesehatan cuci darah di Unit Hemodialisa Rumah Sakit "X" sehingga penetapan tarif jasa pelayanan kesehatan cuci darah dapat dilakukan dengan lebih baik. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi langsung di lapangan. Yang menjadi objek penelitian dari penulisan ini adalah Unit Hemodialisa di Rumah Sakit "X". Tarif jasa pelayanan kesehatan cuci darah di Unit Hemodialisa selama ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Penulis melakukan analisa biaya volume laba atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan untuk membantu penetapan tarif yang lebih baik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis menyimpulkan bahwa penetapan tarif jasa pelayanan kesehatan cuci darah di Unit Hemodialisa selama ini kurang mencerminkan keadaan yang sesungguhnya, dimana penetapan tarif tersebut kurang memperhatikan biaya untuk menghasilkan jasa tersebut. Penulis menyarankan agar pihak manajemen dalam mengusulkan penetapan tarif jasa pelayan cuci darah memperhatikan dengan baik besarnya biaya operasi Unit Hemodialisa sehingga tidak mengalami kerugian dalam operasinya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Joellyn Sherapine
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai yang ditandai dengan indeks TB/U < -2 SD. Stunting dapat menghambat seorang anak dalam mencapai potensi fisik dan kognitifnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencatat penurunan prevalensi stunting sebesar 2,8% dari tahun 2021 menjadi 21,8%. Prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong kategori tinggi. Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi kedua. Terdapat peningkatan prevalensi secara khusus pada kelompok usia 24-59 bulan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian stunting dan faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan adalah 2479 sampel menggunakan total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder SSGI tahun 2022 yang diperoleh sesuai prosedur yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,8% anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tergolong stunting. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir (p <0,001; OR = 2,537), panjang badan lahir (p <0,001; OR = 2,355), jumlah anggota keluarga (p = 0,037; OR = 1,194), akses air minum (p = 0,004; OR = 1,382), akses sanitasi (p <0,001; OR = 1,942), dan wilayah tempat tinggal (p = 0,003; OR = 1,333) dengan kejadian stunting. Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara riwayat penyakit infeksi, jumlah anak umur 0-59 bulan, ketahanan pangan, status imunisasi dasar, pemanfaatan posyandu, suplementasi vitamin A, dan pemberian obat cacing dengan kejadian stunting. Penelitian ini menemukan bahwa faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat adalah panjang badan lahir.

Stunting is a growth and development disorder experienced by children due to poor nutrition, recurrent infections, and inadequate psychosocial stimulation which is characterized by a HAZ index < -2 SD. Stunting can prevent a child from reaching his physical and cognitive potential, not only in the short but also in the long term. The 2022 Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) recorded a reduction in stunting prevalence of 2.8% from 2021 to 21.8%. The prevalence of stunting in Indonesia is still in the high category. West Sulawesi is the province with the second-highest prevalence of stunting. There is a particular increase in prevalence in the 24-59 months age group. Therefore, this study aims to determine the description of stunting and the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province in 2022. This research is a quantitative study with a cross-sectional approach. The number of samples used was 2479 samples using total sampling. This research uses SSGI secondary data for 2022 which was obtained according to applicable procedures. The research results show that 34.8% of children aged 24-59 months in West Sulawesi Province are classified as stunted. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between birth weight (p < 0.001; OR = 2.537), birth length (p < 0.001; OR = 2.355), number of family members (p = 0.037; OR = 1.194), access to water (p = 0.004; OR = 1.382), access to sanitation (p < 0.001; OR = 1.942), and area of ​​residence (p = 0.003; OR = 1.333) with the incidence of stunting. However, no relationship was found between the history of infectious diseases, number of children aged 0-59 months, food security, basic immunization status, use of integrated service post (posyandu), vitamin A supplementation, and administration of deworming drug (p > 0,05) with the incidence of stunting. This research found that the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province is birth length."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Handayani
"Kecukupan konsumsi zat gizi termasuk protein penting untuk terpenuhi pada Anak dalam proses pertumbuhan memasuki usia remaja. Salah satu faktor yang memengaruhi kecukupan konsumsi zat gizi termasuk protein adalah proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap pengeluaran total. Semakin tinggi kemiskinan suatu keluarga, maka semakin tinggi pula proporsi pengeluaran untuk makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengeluaran rumah tangga dan faktor lainnya berhubungan terhadap asupan protein. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain cross sectional menggunakan data Riskesdas 2010 di Nusa Tenggara Timur.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 82% anak usia 7 - 12 tahun di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2010 mengonsumsi protein kurang dari yang seharusnya. Rata - rata proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan adalah 69,3%. Hasil uji statistik dengan uji multivariat menunjukkan bahwa proporsi anak yang kurang konsumsi protein pada Anak Usia 7 - 12 tahun lebih banyak terjadi pada Anak dengan asupan energi yang rendah, pekerjaan orang tua yang berpenghasilan tidak tetap, tinggal di daerah perdesaan, keluarga yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan, pengeluaran rumah tangga untuk makanan yang rendah serta persentase pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap pengeluaran total. Sedangkan faktor yang paling dominan adalah asupan energi (OR 13,5). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antaran energi dan protein lebih dalam.

Adequacy intake of nutrients including protein is important for the children in process of growing into adolescence. One of the factors that influence the adequacy of nutrients including protein consumption is the proportion of household expenditure on food to total expenditure. The higher of poverty level in a family, the higer proportion of expenditure on food. This study aimed whether the household expenses and other factors affect the intake of protein. This study was a quantitative study with cross sectional design using Riskesdas data in 2010 in East Nusa Tenggara.
The results show that 82% of children aged 7-12 years consumed protein less than they should. The average proportion of household expenditure on food is 69,3%. Multivariate statistical test shows that the proportion of children who lacked protein intake was more common in children with low energy intake, parents who had irregular income, lived in rural areas, family who does not utilize the service health, low in food expenditure and the percentage of food expenditure to total expenditure. While the factor that dominant the most is energy intake (OR 13,5). Further research is needed to determine the deeper relationship of energy and protein conduction."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Eko Kristiyadi
"Sakit merupakan suatu kejadian yang tidal: dapat diduga kapan akan menimpa seseorang. Biaya yang harus dikeluarkan juga cukup bcsar khususnya untulc rawat inap. Untuk rnengurangi beban biaya yang dilimbulkannya, salah satu cara untuk mcntransfer resiko biaya dengan memiliki asuxansi kesehatan. PT. Askes merupakan salah satu asuradur yang wajib dimiliki oleh pcgawai negeri sipil tetapi dalam pelaksanaannya, peserta masih harus mengeluarkan beban biaya sencliri (our ofpocket) karena adanya perbcdaan antara biaya sesuai tarif rumah sakit dengan tarif paket Askes. Beberapa penelitian membuktikan kondisi tersebut, sepeni di RS PMI Bogor, RSUD Kota Cilegon dan RS Persahabatan Jakarta. Sedangkan di RSUD dr. Achmad Diponegoro - Putussibau, Kabupatcn Kapuas Hulu - Kalimantan Barat belum pernah diteliti.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui gambaran, faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan faktor mana yang paling mempengaruhi serta model prcdiksi beban biaya sendiri (our of packcl) pasien rawat inap pegerla Askcs di RSUD dr. Achmad Diponegoro-Putussibau, Kabupatcn Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat, tahun 2005.
Rancangan penelitian ini cross sectional dengan sampel sebesar 257 pasien rawat inap di RSUD dr. Achmad Diponegoro - Putussibau, Kabupaten Kapuas I-lulu - Kalimantan Barat tahun 2005. Rata-rata beban biaya sendiri (out of pocket) pasien rawat inap pcserta Askes di RSUD dr. Achmad Diponegoro sebesar Rp. 2l5,472,76 atau 20,84 % dari rata-rata pengeluaran biaya perawatan sesuai tariff RSUD. Bcban minimum sebesar Rp. 25.000,- penyakit penyulit, obat-obatan, pesertal (peserta), peserta3(isteri), pegawail(golongan I), interaksi antara lama hari rawat dengan penyakit penyulit dan interaksi antara penyakit penyulit dengan obat-obatan dimana interaksi antara lama hari rawa dengan penyakit penyulit merupakan faktor yang paling mempengaruhinya (nilai B yang tcrtinggi yakni sebesar 0,624). Setelah dilakukan uji asumsi dan uji interaksi, maka diperoleh model prediksi beban biaya sendiri = 5,743 + 0,3l3*|ama hari rawat - 0,785*tidak ada penyakit penyulit + 0,8l9*obat~obatan (Non DPHO) + 67,39'7*peserta1 + 0,179*peserta3 + l,489*pegawail + 0,26O*Interaksi penyakit penyulit dengan Obat-obatan + 37,353*Imeraksi Iama hari mwat dengan Penyakit Penyulit.
Diharapkan pihak manajemen RSUD dapat menghitung tarif RSUD sesuai kondisi riil sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukkan ke Pemda Kabupaten Kapuas Hulu untuk menetapkan kebijakan tarif dan pcmberian subsidi ke RSUD khususnya untuk golongan 1, melakukan advokasi pada PT. Askes, menyarankan penggunaau obat-obatan DPI-10 dan diharapkan juga PT. Askes dapat mempenimbangkan untuk menyesuaikan pemberian manfaat kepada. pescrta khususnya untuk pcserta dengan status kepegawaian golongan 1 yaitu bcrupa penyesuaian tarif PT. Askes sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit.

No ones could predict when they would get sick. There will be some significant amount of expenses to be paid during the time of being hospitalized. In order to reduce the amount of expenses a patient should pay, to minimalize risk of cost by having health insurance is a way of working it out. PT Askes is one of the health insurance providers which its membership is a mandatory for every public service officers in Indonesia. Yet, in the reality, a patient still have to cover some oi' his or her expenses hom his or her pocket, due to the differences between hospital fare and the expenses that is covered by Askes. Some researches bring forward eveidenoes regarding this issue, in example researched conducted in PMT hospital in Bogor, District Hospital of Cilcgon City, and Persahabatan hospital in Jakarta. While in Kapuas I-lulu District, dr. Achmad Diponegoro Hospital in Putussibau, West Kalimantan Province, such research has not been conducted yet.
This researched is to find out the influence factors, the most influence factor, and the prediction model of out of pocket of hospitalized patient with Askcs membership at dr. Achmad Diponegoro Hospital in Putussibau, Kapuas I-lulu District, West Kalimantan Province in 2005.
This researched design is cross sectional, using 257 sample of hospitalized patients in dr. Achmad Diponcgoro Hospital in Putusibau, Kapuas Ilulu District, West Kalimantan Province during the year of 2005.
The average amount of out of pocket self cost of each patient is Rp 215,472.76 or 20.84 % out of the total expenses in the district hospital. the minimum fare id Rp 25,000.- and the maximum one is Rp 2,784,000.-, depend on the number of days in hospitaL the kind of illness, medications, memberl (the person with the membership), mernber3 (the spouse), level 1 employee, thc interaction between long of stay with the type of illness, and the interaction between the complicated illness and the drugs are the most influence factor( the 6 value are the highest, which is 0,624). The assumption and interaction test, result the model of self expenses prediction model = 5,743 + 0,3 l3*long of stay - 0,785*no complicated illness + 0,8l9*drugs (Non DPHO) + 67,397*memberl + 0,179*member3 + l,489*employeel + 0,260*interaction between complicated illness and drugs + 0,260*Interaction between long of stay and complicated illness. It is necessary for the District Hospital management to calculate the fare according to the real expenses as an advocacy for the Kapuas Hulu District government for the titre and subsidiary to District Hospital policies making especially for the base level oflicer, advocacy to the PT Askes, awareness to use DPHO drugs and it's necessary for PT Askes to consider adjustment in providing the benefits for its members especially for the base level oflicer to be more in line with the current situation of the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citaningrum Wiyogowati
"Hingga saat ini stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana prevalensi tertinggi terjadi di Negara-negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri prevalensi stunting beragam dengan prevalensi tertinggi berada di kawasan Indonesia Timur, salah satunya adalah Provinsi Papua Barat dimana berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi stunting di Provinsi Papua Barat 49,2 %.
Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap kejadian stunting pada anak berumur dibawah lima tahun dengan hasil didapat faktor yang berhubungan dengan kejadian stunring di Provinsi Papua Barat adalah fasilitas pelayanan kesehatan, imunisasi dasar, pendapatan rumah tangga, dan umur responden.
Until now, stunting remains a public health problem, where the highest prevalence occurred in poor and developing countries including Indonesia. In Indonesia, prevalence of syunting varied with the highest prevalence in The eastern part of Indonesia, one of which is the province of West Papua, which is based on 2010 result of primary health research prevalence of stunting in 49,2 % of West Papua.
Cross sectional was conducted on the incidence of stunting in children under five years old with the results obtained factors related to the event stunting in West Papua Province is healthcare facilities, basic immunizations, household income, and age of respondent.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>