Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94142 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haura Emilia Erwin
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T29645
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Caraka Djani
"WTO sebagai organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan seharusnya menjadi penggerak perdagangan dunia. Dengan ekonomi Tiongkok yang terus bertumbuh terlebih karena menggunakan pendekatan perdagangan internasional seharusnya mendapat keuntungan lebih apabila menjadi anggota WTO. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dampaknya keanggotaan WTO Tiongkok terhadap perdagangannya dengan ASEAN+6 yang ditinjau melalui pendekatan model gravitasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keanggotaan WTO bagi Tiongkok meningkatkan jumlah perdagangan Tiongkok ke ASEAN+6 yang secara signifikan dibandingkan saat Tiongkok masih belum menjadi anggota WTO. Sehngga keanggotaan WTO dapat diasumsikan meningkatkan jumlah perdagangan negara anggotanya.

WTO as an international organization which is focused on trade should be the main engine in world trade. With China's economy ever growing especially because it uses a foreign trade approach would suggest that WTO accession would be beneficiary for China. The purpose of this study is to analyze the impact of China's WTO accession towards its trade with ASEAN + 6 by using a gravity model approach. The results of this study has shown that China's WTO accession has indeed increased the volume of trade between China and ASEAN + 6 by a significant margin compared to China prior WTO membership. Thus meaning that WTO membership is likely to increase a nations trade volume.
"
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S58434
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahied Aryolaksono
"Skripsi ini membahas pengaruh dari keanggotaan Tiongkok di WTO terhadap perkembangan ekonomi dan politik domestiknya, periode 2001-2010. Tiongkok merupakan negara komunis pertama yang meliberalisasikan perekonomiannya dan ingin bergabung dengan rejim perdagangan internasional tersebut. WTO yang merupakan suatu institusi internasional memiliki prinsipprinsip dan aturan-aturan yang bersifat mengikat bagi setiap anggotanya. Bergabungnya Tiongkok ke dalam WTO menimbulkan dampak yang menarik untuk dipelajari. Skripsi ini bertujuan untuk membahas dan menganalisis seberapa besar dampak positif keanggotaan di WTO terhadap perkembangan ekonomi dan politik Tiongkok. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis dalam penyajiannya dan didukung studi pustaka yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanggotaan WTO bagi Tiongkok memberikan beberapa dampak positif bagi perkembangan ekonomi dan politik Tiongkok khususnya dalam ekspansi pasar, peningkatan interdependensi dan munculnya transparansi di Tiongkok.

This thesis discusses the effects of WTO membership on China's economic and political development throughout 2001-2010. China is the first country to liberalize its economy among communists and was in need for WTO membership. As a multilateral trade organization, WTO has a series of binding regulation and rules which demands total compliance from all of its members. Chinese membership's effects on domestic politics and economy is not only interesting, but also provides important lessons for studies in the political economy of development. The objective of this study is to discuss and analyze how does Chinese entry into the WTO affect its domestic economic and political transformation. This research employs qualitative research methodology with explanatory type of researh and supported by relevant literature studies as its data collecting method. It concludes that China's WTO accession provides some positive impacts on China's economic and political development, especially on the development of socialist market economy, developing interdependence and increasing economic and government transparency in China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Retno Wulan
"ABSTRAK
Konflik Laut China Selatan merupakan salah satu bentuk baru ancaman keamanan pasca perang dingin di wilayah Asia Tenggara. Konflik ini melibatkan enam negara sebagai pengklaim secara Iangsung dan menyangkut kepentingannya besar negara lainnya. Hal ini disebabkan lokasi strategis Laut China Selatan dan potensi yang terkandung didalamnya. Bila konflik ini dibiarkan memuncak akan menimbulkan perang terbuka yang merugikan banyak pihak Mengingat langkah untuk menyelesaikan konflik ini perlu waktu panjang karena rumitnya permasalahan, maka diperlukan upaya yang bisa tetap menjaga kawasan tetap aman hingga terselesaikannya permasalahan klaim wilayah ini yaitu dengan meningkatkan rasa saling percaya (confidence building measures) antara pihak yang bertikai. Langkah ini merupakan salah satu langkah awal diplomasi preventif.
ASEAN sebagai organisasi regional merasa perlu melakukan langkah diplomasi khusus sebagai upaya mengurangi ketegangan yang muncul akibat konflik yang berpotensi timbul yaitu dengan diplomasi preventif dua jalur, pertama dan kedua. Hal ini mengingat sebagian pengklaim adalah negara-negara anggota ASEAN dan keamanan kawasan sangat penting untuk dipertahankan demi menjaga stabilitas kawasan agar tetap kondusif bagi perkembangan perekonomian. Masalah yang ingin dibahas adalah bagaimana upaya ASEAN dengan diplomasi preventif dua jalur dalam mengurangi ancaman keamanan akibat ketegangan konflik yang timbul. Lingkup pennasalahan meliputi pelaksanaan diplomasi preventif jalur pertama melalui pembicaraan bilateral, ASEAN Ministerial Meeting, ASEAN Regional Forum, ASEAN-China Dialogue, ASEAN-China SOM dan diplomasi jalur kedua melalui Lokakarya PengeloIaan Potensi Konflik Laut China Selatan atas inisiatif Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran tentang penggunaan sinergi diplomasi dua jalur tersebut untuk mengurangi ketegangan konflik di Laut China Selatan secara aman dan damai.
Untuk itu, penulis menggunakan kerangka teori untuk menganalisis permasalahan dengan pendekatan konstruktif dari Bruce Andrews (1975) untuk melihat perilaku ASEAN dalam menanggapi konflik, pendekatan diplomasi dari Hedley Bull (1981) dan diplomasi preventif dan Boutros-Boutros Ghali (1992) dan konsep kerja sama dalam mengatasi konflik dan K.J. Holsti (1988) dan Robert O'Keohane (1994), konsep fungsionalisme dari David Mitrany (1981) serta konsep spill over dan Ernst Haas (1993). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan erat antara diplomasi jalur pertama dan kedua yang berpengaruh positif pada upaya pengurangan ketegangan konflik di Laut China Selatan.
Kesimpulan dari tesis ini adalah pelaksanaan diplomasi preventif dua jalur ternyata mempunyai peran positif dan akan lebih efektif bila didukung oleh komitmen masing-masing pihak yang bertikai untuk menjalankan hasil-hasil yang dicapai dalam diplomasi preventif baik jalur pertama maupun kedua secara konsisten."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afiat Anang Luqmana
"Since the signing of ASEAN China Free Trade Agreement in 2003. China has been evolving into a significant economic partner for Indonesia and had become a major trade partner for Indonesia. However, China’s non oil and gas FDI flows are less likely to experience significant development in Indonesia, whereas investment agreement on ACFTA framework has been agreed since 2009. This paper will investigate why China’s non oil and gas FDI flows to Indonesia still has not evolved significantly after ACFTA investment agreement was agreed. Economic regionalism approach will be used to see the lack of China’s non oil and gas FDI in Indonesia. This study discovers that in the context of Southeast Asia, China’s non oil and gas FDI interest is not focused in Indonesia. China puts more focus in Singapore, and three countries in Indochina, consist of Myanmar, Cambodia, and Laos. In addition, Indonesia’s domestic investment climate has bad level of quality comparing with another countries in Southeast Asia, therefore it possibly hampers Indonesia effort to get more China’ FDI flows.

Semenjak disepakatinya kesepakatan perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement pada tahun 2003 China berkembang menjadi mitra ekonomi yang sangat penting bagi Indonesia. China menjadi mitra utama perdagangan Indonesia. Akan tetapi, arus Foreign Direct Investment (FDI) non migas China cenderung tidak mengalami perkembangan yang signifikan di Indonesia, padahal kesepakatan investasi dalam kerangka ACFTA sudah disepakati semenjak tahun 2009. Penelitian ini akan melihat mengapa FDI non migas China di Indonesia tetap tidak berkembang secara signifikan setelah perjanjian investasi ACFTA disepakati. Pendekatan regionalisme ekonomi digunakan dalam melihat minimnya FDI non migas China di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan China dalam konteks FDI non migas di Asia Tenggara cenderung lebih terfokus di negara selain Indonesia, yakni Singapura, serta tiga negara Indochina, yang terdiri dari Myanmar, Kamboja, Laos. Selain itu, kualitas iklim investasi domestik Indonesia memiliki tingkat kualitas yang rendah diantara negara Asia Tenggara, sehingga hal ini menghambat upaya Indonesia untuk memperoleh lebih banyak arus FDI China.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calista Laurinne Nugraha
"Hubungan kerja sama Tiongkok dan ASEAN melalui ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Dalam kerangka kerja sama ini, Tiongkok telah berhasil mendominasi pasar ASEAN bahkan membuat negara-negara ASEAN semakin bergantung pada Tiongkok. Meskipun telah diuntungkan dalam ACFTA, Tiongkok terlihat belum puas dan mencoba untuk memperbaharui kerangka kerja sama ACFTA menjadi ACFTA Upgrading Protocol yang ditandatangani pada 21 November 2015. Pembaharuan ini menambahkan ruang kerja sama baru di bidang 'e-commerce'. Bahkan setelahnya, perusahaan 'e-commerce' multinasional dari Tiongkok seperti Alibaba dan Tencent mulai berekspansi ke wilayah ASEAN, sementara ASEAN bukan merupakan domain 'e-commerce' karena infrastrukturnya seperti kecepatan internet dan jaringan logistik yang belum siap. Studi ini bertujuan untuk menganalisis mengapa Tiongkok menambahkan kerja sama 'e-commerce' dalam ACFTA Upgrading Protocol. Hasil analisis menemukan bahwa perluasan domain kerja sama ACFTA ke sektor 'e-commerce' merupakan strategi diplomasi ekonomi Tiongkok untuk mengukuhkan dominasinya di ASEAN dalam rangka mencapai visi sebagai 'internet power' ('wanglou qiangguo'). Visi tersebut termanifestasikan dalam agenda politik Digital Silk Road dan 'Internet Plus Strategy'.

Cooperation between China and ASEAN through ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) has been going on for more than a decade. Within this framework of cooperation, China has succeeded in dominating the ASEAN market and has even made ASEAN countries increasingly dependent on China. Even though it has benefited from the ACFTA, China seemed unsatisfied and tried to renew the ACFTA become ACFTA Upgrading Protocol signed on November 21, 2015. This update adds new cooperation on e-commerce. From then, China's domestic multinational e-commerce companies such as Alibaba and Tencent began to expand to the ASEAN region, even though ASEAN was not an e-commerce domain due to the lack of infrastructure like internet speed and logistics networks that were not so ready. This study aims to analyse why China added e-commerce cooperation in the ACFTA Upgrading Protocol. The analysis found that the expansion of the domain of ACFTA cooperation into the e-commerce sector was China's diplomacy strategy to strengthen its dominance in ASEAN in order to achieve its vision as 'strong internet power' ('wanglou qiangguo'). This vision is manifested in the Digital Silk Road and Internet Plus Strategy political agenda.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S25679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herald Andre Yunius
"Pertumbuhan ekonomi China yang yang mengalami perkembangan pesat dengan GDP ke-2 terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, mendorong China untuk ikut serta dalam melakukan pembiayaan berbagai proyek infrastuktur di negara-negara berkembang. Hal tersebut ditandai dengan didirikannya lembaga-lembaga keuangan oleh China sebagai solusi keterbatasan pendanaan pembangunan infrastuktur yang dialami negara berkembang. Ekspansi industri kereta cepat China pada tingkat global erat kaitannya dengan kebrhasilan transfer teknologi yang dilakukan. Hingga saat ini, kereta cepat merupakan salah satu inti utama China untuk mendukung inisasi jalur sutera modern. Hal itu dilakukan dengan membangun keterhubungan/konektivitas China diseluruh kawasan. Indonesia dibawah kepemimpinan presiden Joko Widodo memiliki fokus pada pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun tidak tercantum dalam RPJMN 2014-2019 namun proyek kereta api cepat Indonesia-China menjadi salah satu proyek strategis nasional. Dalam konteks politik internasional, pembangunan kereta cepat di Indonesia oleh China merupakan proyek percontohan bagi komunitas ASEAN untuk menunjukan keberhasilan teknologi kereta cepat China. Proyek ini dilakukan dengan skema B to B tanpa menggunakan APBN. Mengingat hampir di seluruh dunia pembangunan kereta cepat tidak bersifat profitable, penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana efektifitas pembangunan proyek kereta api cepat Indonesia-China terhadap aspek sosial-ekonomi Indonesia dalam konteks ketahanan nasional. Melalui pendekatan scenario planning, penelitian ini mencoba menelaah Apakah Diplomasi Infrastruktur kereta api cepat oleh China mendistribusikan pembangunan yang positif bagi Indonesia.

China's economic growth which is experiencing rapid development with the second largest GDP in the world after the United States, prompted China to participate in financing various infrastructure projects in developing countries. This was marked by the establishment of financial institutions by China as a solution to the limited funding of infrastructure development experienced by developing countries. The expansion of the Chinese high-speed railroad industry at a global level is closely related to the success of technology transfer. Until now, the fast train has been one of China's main core to support the initiation of modern silk lines. This was done by building China connectivity throughout the region. Indonesia under the leadership of President Joko Widodo has a focus on infrastructure development to improve connectivity and economic growth. Although it is not listed in the 2014-2019 RPJMN, the Indonesia-China fast train project is one of the national strategic projects. In the context of international politics, the construction of fast trains in Indonesia by China is a pilot project for the ASEAN community to demonstrate the success of China's fast train technology. This project is carried out with the B to B scheme without using the APBN. Considering that almost all of the world of fast train development is not profitable, this research aims to see the effectiveness of the Indonesia-China fast train development project on the socio-economic aspects of Indonesia in the context of national resilience. Through a scenario planning approach, this research tries to examine whether diplomacy of the fast railroad infrastructure by China distributes positive development for Indonesia."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Fajarianti
"Tesis ini membahas mengenai alasan China mengajukan AS ke WTO terkait sengketa perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China di WTO mengenai kenaikan tarif impor ban produksi China yang dilakukan oleh AS tahun 2009-2010. Jumlah ekspor ban produksi China meningkat drastis dan berdampak pada industri domestik AS. Pemerintah AS kemudian memutuskan melakukan mekanisme safeguard yang diatur dalam Section 421 of Trade Act 1974 terhadap produk China. Pemerintah China tidak menerima keputusan AS tersebut dan melaporkan ke Dispute Settlement Body WTO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan China mengajukan AS ke WTO karena keputusan AS telah mengganggu kepentingan nasional China di sektor ekonomi dan perdagangan.

The focus of this study is China’s motive for initiating a WTO trade dispute resolution case againts the United States regarding the U.S decision to impose additional tariffs on certain Chinese tires for three years. China's tire export increased dramatically and gave negative impact to U.S domestic plants. The U.S. government then decided to launch safeguard measure provided in Section 421 of Trade Act 1974 againts China's tires. The result of this study showed that the motive was because the U.S. decision had disrupted China's national interests in economic and trade sectors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28880
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Yoan
"Tesis ini membahas mengenai Cina sebagai kekuatan ekonomi baru di WTO dalam periode 2001-2009. Dengan menggunakan pendekatan neorealis, keberhasilan Cina sebagai kekuatan ekonomi baru di WTO tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal negara tersebut. Penulisan tesis ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kepustakaan di dalam melihat faktor internal dan eksternal Cina yang merujuk pada kemampuan negara tersebut baik di tingkat domestik maupun internasional.Hasil penulisan tesis menunjukkan keberhasilan Cina sebagai kekuatan ekonomi baru di WTO yang relatif dapat diukur dengan berbagai indikator ekonomi.

This thesis research is trying to analyse and define China as a new economic power in WTO during 2001-2009. With Neorealist Theoretical Framework, it was analised and defined that internal and external of China's capability play an important role for its success as a new economic power within WTO. This thesis research method is a qualitative method by library study to determine China's internal and external capability. It is known that eventually, China is a new economic power in WTO that can be measured with some indicators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28930
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>