Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177023 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Udhin Wibowo
"Skripsi ini membahas mengenai pengadilan yang berwenang untuk menangani perceraian dan keabsahan perkawinan beda agama yang dicatatkan dua kali di Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil, serta pembahasan implikasi dari perpindahan agama pasangan perkawinan terhadap kewenangan absolut suatu pengadilan dalam menangani perceraiannya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dimana sumber data diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkawinan yang dicatatkan dua kali pada instansi yang berbeda adalah sah selama tidak ada pembatalan terhadapnya. Sehingga apabila terjadi perceraian, kedua istansi tersebut masing-masing dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengajukan gugatan atau permohonan perceraian pada pengadilan yang berwenang. Perpindahan agama dalam suatu perkawinan menurut asas personalitas keislaman tidak mempengaruhi penentuan kewenangan absolulut pengadilan pada saat melakukan perceraian.

This thesis discusses the legality of interfaith marriage registration in Civil Registry Office and Religious Affairs Office, and the implication of religious conversion in interfaith marriage for determination of absolute authority of the court to grant divorces. This is a juridical normative research, using secondary data and it will be analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the interfaith marriage registration which listed twice in different institutions is legitimate as long as there is no cancellations to it. Thus in case of divorce, the registration document from the two institutions can be used as legal basis for divorce filed in court of competent jurisdiction. According to the principles of Islamic personalities, religious conversion in a marriage will not affect the determination of the absolute authority of the court to grant divorces.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1326
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena
"Perkawinan beda agama sekarang merupakan sesuatu yang menjadi hal yang dianggap biasa bagi penganut agama Islam. Hal itu sebenarnya bertentangan dengan aturan agama Islam seperti yang telah ditetapkan dalam al-Quran. Dalam hukum Islam telah ditetapkan bahwa perkawinan beda agama dilarang, dalam peraturan Negara juga tidak dibenarkan karena peraturan Negara mengenai perkawinan yang diatur dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga harus mengacu pada peraturan agama para penganutnya. Bagaimana pengaturan perkawinan beda agama dalam aturan hukum Islam. Upaya apa yang bisa ditempuh oleh pasangan beda agama yang tetap akan melaksanakan perkawinan mereka. Dan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 apa dimungkinkan untuk melaksanakan perkawinan bagi pasangan beda agama. Bagaimana pandangan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 terhadap pasangan beda agama yang menikah diluar negeri.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Hasil dari analisa data bersifat kualitatif. Dan kesimpulan dari analisa bersifat evaluatif.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perkawinan beda agama adalah haram hukumnya baik itu bagi wanita Muslim dengan pria non muslim maupun antara pria muslim dengan non muslim. Secara hukum Negara dapat dilakukan suatu penyeludupan hukum tapi secara hukum agama tetap adalah haram hukumnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juwairiah Emart
"Pembentukan sebuah keluarga pada mulanya berawal dari kesepakatan antara seorang pria dan wanita untuk menjalani kehidupan bersama dalam suatu perkawinan. Untuk melangsungkan suatu perkawinan dalam rangka membangun keluarga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974. Permasalahan yang timbul dari apa yang diatur dalam undang-undang ini adalah tidak diaturnya mengenai perkawinan beda agama, timbullah pertanyaan mengenai kedudukan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama, mengapa hal ini masih terus terjadi di dalam masyarakat Indonesia, sejauhmana pengaruh hak asasi manusia jika dihubungkan antara kebebasan dalam perkawinan dengan kemerdekaan memeluk agama, dan peranan kantor catatan sipil dalam menghadapi perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama tersebut. Untuk menjawab semua permasalahan di, atas penulis melakukan metode pengumpulan data dengan jalan melakukan penelitian di lapangan serta melakukan metode analisa data balk dari data sekunder maupun data primer. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama jelas-jelas bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 dalam hal ini Pasal 2 ayat 1, namun segelintir masyarakat di Indonesia yang menghendaki adanya pengaturan terhadap perkawinan beda agama dengan alasan untuk menegakkan hak asasi manusia yaitu hak untuk memilih jodoh dalam perkawinan dan juga hak untuk melaksanakan agama dan kepercayaan yang dianut kurang mendalami ajaran agamanya masing-masing yang jelas-jelas tidak menghendaki perkawinan terhadap mereka yang berbeda iman, dalam praktek perkawinan beda agama yang dilangsungkan tidak mempunyai dasar hukum tetapi dalam pencatatannya ternyata kantor catatan sipil tetap menerima dan mencatatkan perkawinan tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Renaningtyasari
"Keberanekaragaman suku bangsa, adat, budaya dan agama yang terdapat di Indonesia tidak menghilangkan kebutuhan penduduk Indonesia untuk berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Akibat dari interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan pasangan beda agama di Indonesia. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana pelangsungan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya Cianjur, apakah akibat hukum dari perkawinan pasangan beda agama tersebut dan apakah masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan yang dilaksanakan dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis sosiologis. Pelaksanaan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya dengan cara salah satu dari pasangan yang berbeda agama berpindah agama terlebih dahulu menyesuaikan dengan pasangan yang lain dan mereka melaksanakan perkawinan menurut ajaran agama yang telah mereka sepakati. Bila dalam perjalanan rumah tangga salah satu suami/istri berpindah ke agama semula maka sah atau tidaknya perkawinan mereka menurut negara, ditentukan oleh hukum agama yang dipakai pada saat pelangsungan perkawinan.
Masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur tidak mempermasalahkan perbedaan agama yang terjadi bila dalam suatu perkawinan terdapat pasangan yang berbeda agamanya. Selain itu sudah saatnya diberi perumusan yang lebih luas pada Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana tidak hanya mencakup ?dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia" saja tetapi juga mencakup "dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yunanda
"Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan unifikasi di bidang hukum perkawinan, yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama dan ras. Namun dalam hal perkawinan yang antara mereka yang berbeda agama, ternyata Undang-undang Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit sehingga menimbulkan berbagai macam penafsiran. Meskipun pendapat yang lazim diterima dari para pakar hukum adalah bahwa UU Perkawinan tidak menghendaki perkawinan beda agama, tidak menyurutkan pasangan yang berbeda agama untuk tetap mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan. Berbagai cara dilakukan agar perkawinan dapat dicatatkan dan mendapat pengakuan dari Negara. Salah satu cara yang akhir-akhir ini ditempuh oleh banyak pasangan yang berbeda agama adalah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang mengakui sahnya perkawinan beda agama.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti apakah perkawinan beda agama yang difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina dapat dicatatkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dan upaya yang dapat ditempuh oleh pasangan beda agama yang telah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi Yayasan Wakaf Paramadina agar perkawinannya dapat dicatatkan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat yuridis-normatif, dimana penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan dan pencatatan perkawinan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa bahan kepustakaan yang didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber terkait.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa perkawinan beda agama yang dilangsungkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina tidak dapat dicatatkan di baik di Kantor Urusan Agama maupun di Kantor Catatan Sipil, namun apabila mereka mempunyai bukti pengesahan perkawinan dari agama dan kepercayaannya selain agama Islam, maka perkawinannya dapat dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Kemudian untuk masa yang akan datang, berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah membuka peluang untuk dapat dicatatkannya perkawinan beda agama di Indonesia, yakni melalui penetapan pengadilan.

The Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage is acknowledged as the unification of the law in term of marriage that is applied to all Indonesian citizens that are consist of different ethnics, religions as well as races. However, it is found out that the Law did not regulate explicitly things about marriage between people from different religious background. This in turn brings about consequence in form of various interpretation of the vague condition. Even though the majority of legal experts hold that The Law concerning Marriage does not acknowledge any marriage between two different religious backgrounds, there are yet still some of such couples pursue further their interest under the marriage institution. Among many ways they take for this purpose, getting them-selves under religious ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, which acknowledges the validity of such marriages, is one of the most renowned alternatives.
In this research paper, the writer seeks to find out whether the marriage ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, as well as the effort conducted by the couples from different religious background can be registered according to the positive law.
The research applies the juridical-normative method, since it refers to the laws that regulate matters concerning marriage and marriage registration. Meanwhile the data utilized are secondary ones, in form of literatures, which further supported by the result of in-depth interview with the respondents.
It is eventually concluded that any marriage happens between two persons from two different religious backgrounds that is held under the supervision of Yayasan Wakaf Paramadina cannot be registered in either Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) or Office of Civil Registration (Kantor Catatan Sipil). However if they have an acknowledgement certificate validating the marriage from their respective religion authority, then the marriage shall be registered in the Office of Civil Registration. In addition, the recent implementation of the Law Number 23 Year 2006 concerning Demography Administration has further advanced in the opportunity to such couples to register their marriage in the concerned authorities in Indonesia, that is by court order."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T38057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lubis, Sulaikin
"ABSTRAK
Dalam Garis - Garis Besar Haluan Negara Tahun 1988 - 1993 di bidang hukum dinyatakan bahwa pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil - hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata serta menimbulkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat.
Selanjutnya GBHN Tahun 1988 - 1993 tersebut menyatakan bahwa dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kondisi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang claim masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional dan pembangunan hukum nasional, hukum Islam telah berpartisipasi aktif karena hukum Islam ini bersumber pada sumber yang abadi, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah, serta dilengkapi pula dengan Ijtihadlar-Ra'yu, yang manifestasinya berupa Ijma' dan Qiyas. Suatu kenyataan pula bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar beragama Islam, dan karenanya dapat dipahami apabila ada keinginan agar dalam penyusunan hukum nasional pihak berwenang mengindahkan hukum Islam.
Salah satu upaya menuju ke arah pembangunan hukum sebagaimana ketentuan di dalam GBHN tersebut, yang berhubungan dengan perkawinan dan hukum fikih Islam telah ada yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Perkawinan ini diundangkan tanggal 2 Januari 1974 dan melalui peraturan pelaksanaannya yaitu PP No.9 Tahun 1975, berlaku secara efektif mulai Tanggal 1 Oktober 1975.
Undang-Undang ini mengatur tentang perkawinan secara nasional, jadi berlaku bagi semua golongan dalam masyarakat Indonesia. Adanya undang-undang yang bersifat nasional ini memang mutlak perlu bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia karena selain sifatnya yang nasional itu, juga menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini berlaku dan menjadi pegangan bagi berbagai golongan dalam masyarakat.

"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang Regina I.
"Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menciptakan unifikasi dibidang hukum perkawinan di Indonesia, yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, dan ras. Akan tetapi, dalam hal perkawinan yang dilakukan antara mereka yang berbeda agama, Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan pengaturan yang berupa penyerahan sepenuhnya kepada hukum agama yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini sering terjadi pengakuan dan pencatatan atas perkawinan antara mereka yang berbeda agama, yang mana sesungguhnya perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis membuat penulisan mengenai permasalahan hukum dalam pencatatan perkawinan antara mereka yang berbeda agama dengan meninjau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400/K/Pdt/1986 mengenai perkawinan antara mereka yang berbeda agama.
Dalam penulisan ini dibahas permasalahan mengenai syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, dan mengenai sah/tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan No. 1400/K/Pdt/1986 menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai permasalahan yang dibahas, maka penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa perkawinan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehubungan dengan Putusan MA-RI No.1400/K/Pdt/1986, adalah tidak dapat dibenarkan karena perkawinan tersebut bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi kesadaran hukum terhadap agama, dan peranan Kantor Catatan Sipil dalam menjalankan tugasnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>