Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Listya Adi Andarini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S5093
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Lukman Hakim
"Dalam tesis ini ingin menjelaskan mengapa hubungan Arab Saudi-AS yang dianggap 'hubungan khusus' belum dapat membawa Arab Saudi untuk berperan optimal dalam menyelesaikan masalah Palestina. Penyelesaian masalah Palestina merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Arab Saudi yang dirumuskannya tahun 1943. Tugas dan misi tersebut berisi bahwa penyelesaian masalah Palestina ditempuh dengan dua Cara : Arab Saudi bersatu dengan negara-negara Arab lainnya untuk menyelesaikan Palestina, dan Arab Saudi mempengaruhi Amerika untuk menjadi mediator yang adil dalam menyelesaikan masalah Palestina. Namun, pelaksanaan untuk menarik Amerika menjadi mediator yang adil masih mendapat hambatan eksternal dan internal.
Hambatan eksternal dan internal yang dimaksud, sebagai berikut :
1. Kuatnya lobi pro-Israel terhadap pengambil kebijakan (decision maker) di Amerika, sehingga Amerika dapat mengorbankan hubungan khususnya dengan Arab Saudi, terutama menyangkut penyelesaian masalah Palestina. Lemahnya dukungan negara-negara Arab lainnya atas kepemimpinan Arab Saudi (Arab leadership) membuat Arab Saudi tidak dapat berperan optimal, karena tidak mendapat wewenang penuh dari negara Arab lainnya.
2. Lemahnya pengaruh Arab Saudi terhadap Amerika akibat ketergantungannya di bidang politik, militer dan ekonomi, sehingga Arab Saudi tidak mempunyai posisi tawar menawar yang memadai terhadap Amerika Serikat, dan ketergantungan Arab Saudi tersebut menempatkan kedua negara tidak mempunyai hubungan khusus dalam arti yang sesungguhnya.
3. Perbedaan sosial budaya antara Arab Saudi-Amerika Serikat mengakibatkan kedua negara tidak mendapat dukungan yang penuh dari warga kedua negara masing-masing, dan bahkan perbedaan sosial budaya tersebut dapat menghambat usaha pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah Palestina.
4. Adanya konflik elit di Arab Saudi mengenai hubungan yang ideal antara Arab Saudi-Amerika, sehingga para elit di lingkungan kerajaan tidak mempunyai pandangan yang sama mengenai keterlibatan Amerika dalam proses perdamaian, dan dari pihak Arab Saudi tidak mempunyai strategi yang baku untuk membawa Amerika dalam menyelesaikan masalah Palestina.
5. Lemahnya pengaruh pro-Palestina di Arab Saudi merupakan akibat sistem politik Arab Saudi yang membatasi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga Arab Saudi kelihatan passif dalam mencari terobosan baru dalam penyelesaian masalah Palestina, dan cenderung menunggu inisiatif dari Amerika Serikat. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marentek, Andrei T.
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Purnomo
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasief Ardiasyah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Mohammad Ramdhani
"Saudi Arabia memiliki tempat yang sangat signifikan di dunia Arab dan Islam. Ini disebabkan statusnya sebagai negara terbesar di Semenanjung Jazirah Arab. Juga merupakan negara di dunia yang memiliki cadangan minyak terbesar sekitar 25% cadangan minyak dunia. Saudi Arabia berperan aktif dalam upayanya menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel, Peran Saudi Arabia dalam mewujudkan penyelesaian masalah Palestina merupakan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Saudi Arabia yang dirumuskan tahun 1943.
Saudi Arabia hingga kini tetap pada pendiriannya menganggap penyelesaian masalah Palestina merupakan togas dan misi politik luar negerinya yang dianggap perlu mendapat perhatian yang serius dan prioritas tinggi (urgent concern and top priority). Di antara upaya Saudi Arabia untuk menyelesaikan konflik, terdapat dua inisiatif perdamaian yang ditawarkan pada tahun 1982 dan 2002.
Inisiatif perdamaian ini menawarkan sebuah solusi perdamaian yang berlandaskan pads Resolusi PBB. Yang memberikan pengakuan kepada Israel untuk tetap eksis dan menawarkan normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab dengan imbalan Israel menerima dan melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB No 242 dan 338 yang meminta untuk mengakliiri pendudukan pada garis batas 1967. Saudi meyakini bahwa usahanya membantu menyelesaikan masalah Palestina merupakan tugas dan tanggung jawab bangsa Arab dan umat Muslim.
Di sate sisi Saudi Arabia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Amerika Serikat, dimana Israel merupakan anak emas Amerika Serikat di Timur Tengah. Isu Palestina telah menjadi duri dalam hubungan Saudi Arabia dan Amerika Serikat sejak Perang Dunia II. Selama ini Saudi Arabia berpandangan kedekatannya dengan Amerika Serikat dapat mempengaruhi sikap Amerika Serikat dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel untuk menjadi penengah yang lebih adil. Namun upaya mempengaruhi sikap Amerika Serikat dalam masalah Palestina tidak efektif, dikarenakan sikap politiknya yang selalu menguntungkan Israel.

Saudi Arabia has a significant place in the Arab's world and Islam. It's caused by status Arab as the biggest country in Arabic peninsula, and the biggest oil's resource, more about 25 % oil's resource in the world. Saudi Arabia has effectively role to finish conflict between Palestine and Israel.
Saudi Arabia's role in finishing conflict Palestine and Israel is his effort and his mission of foreign policy since 1943. Saudi Arabia said that until now the Palestine's problem is an urgent concern and top priority.
Two initiatively peaces offered a peace solving based on United Nations resolutions in 1982 and 2002. This resolution give legality to Israel to exist and offer normalization of relation with Arabic's countries by fee Israel accept that resolution number 242 and 338 which asked to end occupy in the limited line 1967.
Saudi Arabia sure that his effort can finish Palestine's problem as his responsibility of Arabic and all of Moslem. In the other side, Saudi Arabia has relation closely with United States which Israel as his close partner. The Palestine's problem has difficult to Arabs' Saudi and united state's relations since second's war of the world. Arab said that closely with America is as mediator between Palestine and Israel, but his attitude not effectively because always give lucky to Israel.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syafiah Sifa
"Tesis ini berusaha membongkar terjadinya dominasi Amerika dalam film Spanglish. Film yang bercerita tentang imigran Meksiko yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga di rumah keluarga Amerika ini dianalisis secara semiotika Barthes yang menekankan kepada terjadinya ketimpangan identitas budaya orang Amerika dan Imigran dalam film produksi Amerika.Teori-teori yang digunakan adalah Hegemoni Gramsci dan Semiotika Barthes.Dalam penelitian tergambarkan bahwa ada hegemoni pada film produksi Columbia pitures ini.Secara kasat mata, dalam film tidak terlihat terjadinya hegemoni, namun setelah di analisis secara semiotika ditemukan adanya ideologi terselubung yaitu Rasisme dan Amerikanisme.Representasi identitas budaya yang dibangun oleh media ini bisa membantu kelompok dominan untuk melanggengkan ideologinya. Oleh karena itu, para peneliti menyarankan para sineas film bisa lebih berhati-hati dalam membangun makna melalui film mereka, karena film yang ditonton akan memberikan kontribusi kepada penonton atau merendahkan kelas subordinat.

This Thesis is trying to break down the american dominance in film Spanglish. The Film tells the story of immigrants Mexico who worksin American family as a housekeeper. This film is analyzed by a semiotics Barthes to see inequality inside cultural identity of Americans and immigrants. The research used hegemony theory Gramsci and semiotic technique of Roland Barthes's model. In research reflected that there are hegemony on this Columbia pictures Film. In this film, hegemony is not seen, but after it is analyzed by semiotic covert ideology have been found which are Racism and Americanism. The representation of cultural identity that built by media can help to perpetuate its ideology of dominant group. Therefore, the researcher suggestthe filmmakers to be more careful in constructing meaning through their films, since film has contribution to the audience in degrading the subordinate classes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atep Abdurofiq
"Timur Tengah merupakan salah satu kawasan yang menjadi perhatian utama politik luar negeri Amerika. Sejauh ini, Amerika memandang Arab Saudi sebagai salah satu sekutu strategisnya di Timur Tengah. Amerika telah menjalin kerjasama cukup lama dengan Arab Saudi, negara penghasil serta pemilik cadangan minyak terbesar di dunia. Sehingga keberadaannya ini menempati posisi sentral dalam kebijakan luar negeri Amerika di Timur Tengah.
Hubungan kedua negara ini merupakan hubungan ketergantungan. Amerika sangat membutuhkan pasokan minyak Saudi untuk pertumbuhan industrinya, sedang pada sisi lain Arab Saudi sangat tergantung pada keterlibatan Amerika dalam bidang ekonomi, pertahanan dan keamanan. Sebelumnya meskipun Arab Saudi negara monarki, Amerika tidak mempersoalkan sistem politik Arab Saudi yang tidak mempraktikkan nilai-nilai demokrasi. Bagi Amerika selain menjaga hubungan dengan keluarga kerajaan yang telah dibangun sejak tahun 1930-an, alasan minyak karena kapasitas produksi harian Arab Saudi mampu menggoyang atau mengamankan pasar minyak global juga karena pertaruhan politiknya terlalu besar jika rezirn Saudi runtuh. Bila hal ini terjadi maka pengganti alternatif di luar keluarga Al-Saud adalah para penantang hegemoni Amerika, terutama Al Qaeda. Disini, nampak bahwa kepentingan Amerika mempertahankan kerajaan, selain faktor ekonomi juga faktor politik.
Namun dasar hubungan Amerika dengan negara-negara Arab umumnya dan Arab Saudi pada khususnya berubah secara mendasar setelah tragedi 11 September 2001 yang menghancurkan menara kembar World Trade Center di New York dan gedung Pentagon di washington, di mana 15 dari 19 tersangka pelaku tindak terorisme itu adalah berwarganegara Arab Saudi. Amerika berusaha mengubah infrastruktur tatanan sosial bangsa Arab yang dianggap sebagai sumber bagi lahirnya radikalisme dan terorisme. Sehingga prioritas utama kebijakan politik Amerika di kawasan Arab saat ini adalah upaya mensosialisasikan dan menerapkan demokrasi di kawasan tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang baru terjadi dalam sejarah hubungan Amerika-Arab Saudi.
Bahkan pada 6 November 2003, Presiden Amerika George Walker Bush secara terbuka mendesak Saudi dan Mesir menerapkan demokrasi. Di Timur Tengah sendiri, banyak pihak yang setuju dengan seruan Bush untuk lebih mengembangkan demokrasi. Bahkan di Arab Saudi tuntutan perubahan pun muncul tidak hanya dari oposisi moderat namun juga datang dari oposisi garis keras yang menentang sikap kerajaan dan anti Amerika sehingga melancarkan aksi terorisme yang menyerang berbagai kepentingan Amerika di Arab Saudi. Namun, seruan untuk mendukung gagasan Bush itu juga ditanggapi dengan dingin sebagai akibat sikap Amerika yang lebih berpihak pada Israel dan keputusan Amerika mengobarkan perang di Irak. Akibatnya gelombang oposisi kian meningkat sebagai prates terhadap kebijakan Amerika. Kedua Persoalan, kebijakan Amerika dan oposisi anti Amerika, ini merupakan rintangan utama bagi keinginan untuk menjadikan Timur Tengah sebagai kawasan yang iebih demokratis.
Desakan reformasi Amerika juga temyata berpengaruh pada kebijakan dalam negeri Arab Saudi buktinya pihak kerajaan telah mengumumkan akan melakukan pemilu nasional dalam waktu dekat untuk memilih wakil rakyat setelah sebelumnya menyetujui pembentukan komite hak asasi manusia nonpemerintah. Persetujuan Arab Saudi atas pembentukan komite hak asasi manusia tersebut adalah suatu perubahan sikap dart persepsi atas isu hak asasi manusia itu sendiri. Sebelum ini, Arab Saudi memandang ada sejumlah prinsipprinsip hak asasi manusia yang diakui dunia saat ini tidak sinkron dengan ajaran Islam, sedangkan pemilu merupakan sebuah proses politik bersejarah bagi Saudi karena untuk pertamakalinya dilaksanakan sejak negara ini didirikan.
Namun belum jelas apakah pemilu ini akan independen dan akan menciptakan parlemen yang berfungsi mengontrol pemerintah sebagaimana lazimnya demokrasi Ataukah, sekadar bentuk lain dari Dewar' Syura yang tidak memiliki kekuasaan, kecuali hanya sekadar memberi masukan kepada pemerintah. Nampaknya walaupun berjalan dengan lamban namun perubahan sedikit demi sedikit sedang terjadi dan terus bergulir di kerajaan Saudi ini.

The Middle East is the main focus of The United States Foreign Policies. Yet, the US government saw Saudi Arabia as their strategic ally in the Middle East. They have been having good cooperation with Saudi Arabia, the biggest oil producer and the owner of the largest number of oil reserves, for years. This strategic condition has put Saudi Arabia in the center of the US foreign affairs policies in the Middle East.
The relationship between these two countries is considered as a dependent connection. The US needs Saudi Arabia to supply them oil for their industry, while Saudi is very dependent on the US involvement in its economy, defense and security. The US does not want to bother the Saudi Arabia's System of Monarchy, even though it is against the values of democracy. For the US, besides keeping a good relation since 1930's with Saudi which its daily oil production is very powerful to the global market they cannot take the great risk they might encounter if the Saudi regime is collapsed. If it happened, Saudi would possibly be ruled by those who are against the US hegemony, especially Al Qaeda. This shows that the US interests are not only economic but also politics.
But generally, the basic form of relationship between the US government and the Arabic countries -especially Saudi Arabia- has changed fundamentally after the 911 incident. The US government is trying to revolutionize the social structure of the Arabian that they consider to be the cause of all radicalism and terrorism. Thus, the most recent priority of the US policies in the Middle East is to socialize-and apply democracy there. This is a new thing in the US-Saudi Arabia mutual aid.
On the 6th of November 2003, George W. Bush, moreover, openly forces Saudi Arabia and Egypt to apply the democracy system in their countries. In fact, in the Middle East, many have agreed with Bush to develop democracy in the area. Even in Saudi Arabia, the demand of changes comes not only from the moderate opposition but also from the radical opponent that protests the Royal attitude and anti-US movements. But the call to approve Bush idea is responded negatively as well, due to the US taking sides Israel and their decision to trigger war in Iraq. This increases the opposition action to protest the US policies. The two problems, the US policies and anti-US movement, can be the real factor to obscure the Middle East becomes a more democratic area.
The US reformation pressure has also influenced the Saudis domestic policies. The Saudi Arabia Royal have announced their willing to run the national election immediately to select their representatives after agreeing the formation of a non government commission for human rights. The Saudi's agreeing the formation of the commission shows attitude and perception changes in viewing human right issues. Prior to that, Saudi perceives some human rights values are not synchronous to Islamic teachings, whereas the election is a very momentous political process to Saudi because it will be the first time ever in Saudi.
But it is still uncertain whether the election will be real independent and result in a parliament that controls government, or just a different form of "Diwan Syura" that has no authority but to give the government advices. It seems that even though it runs slowly but the changes will gradually occur in this Kingdom of Saudi Arabia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Farahmita Putri
"Ardah Najdiyah merupakan tarian perang tradisional yang sangat populer di Jazirah Arab. Tarian tersebut tidak hanya menjadi warisan budaya semata namun juga untuk mengenang sejarah pertempuran yang dipimpin oleh Raja Abdul Aziz al-Saud dalam menyatukan wilayah di Arab Saudi. Tarian tersebut memiliki tujuan untuk menunjukkan kekuatan dan keberanian para prajurit di medan perang. Ardah Najdiyah masuk ke dalam Daftar Representative UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka yang didapatkan dari buku, jurnal, situs dan analisis video yang berkaitan dengan tari Ardah Najdiyah. Dalam mewujudkan penelitian tersebut, peneliti menggunakan dua teori yaitu unsur gerakan tari dan semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka yang didapatkan dari buku, jurnal, situs resmi, dan analisis video yang berkaitan dengan Ardah Najdiyah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ardah Najdiyah merupakan tarian yang memiliki makna penting terkait sejarah berdirinya Arab Saudi dan pelestarian tradisi suku nomaden Badui. Ardah Najdiyah menunjukkan identitas dan kekuatan masyarakat Arab Saudi dalam berperang yang menjadi bagian penting dalam kehidupannya.

Ardah Najdiyah is a traditional dance that is very popular in the Arabian Peninsula. Ardah Najdiyah is not only a cultural heritage but a symbol of the strength and courage of the soldiers on the battlefield and commemorates the history of the battle led by King Abdul Aziz al-Saud in uniting the region in Saudi Arabia. This study discusses the semiotic elements and themes contained in the Ardah Najdiyah dance performance. In realizing this research, the researcher uses two theories, namely elements of dance movement and the semiotics of Charles Sanders Peirce. This study uses a descriptive qualitative method with a literature study approach obtained from books, journals, websites and video analysis related to the Ardah Najdiyah dance. The results of this study indicate that Ardah Najdiyah is a dance that has an important meaning related to the history of the founding of Saudi Arabia and the traditions of the nomadic Bedouin tribe. Ardah Najdiyah shows the identity and strength of the people of Saudi Arabia in war which is an important part of her life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>