Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212332 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Hasanah
"Tesis ini membahas mengenai beberapa klausul spesifik dalam Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma dengan menggunakan asas proporsionalitas sebagai landasan utama untuk menilai apakah perjanjian tersebut telah mengakomodir kepentingan para pihak secara fair. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan menggunakan metode yuridis-normatif, dimana dari data sekunder yang ada dilakukan analisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam hubungan kemitraan inti-plasma ini para pihak berada dalam 'posisi tawar' yang tidak seimbang, sehingga pada tahap pra kontrak asas proporsional tidak terpenuhi, sedangkan pada tahap pembentukan kontrak terdapat klausul yang memenuhi asas proporsionalitas, namun ada pula yang tidak memenuhi asas proporsionalitas. Pada akhirnya penulis menyarankan bahwa, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengefektifkan program kemitraan inti-plasma ini, selain itu perlu adanya pembekalan wawasan akan aspek-aspek hukum kontrak serta konsekueansinya bagi para peternak/petani plasma, serta perlu dibentuk suatu organisasi peternak/petani plasma sebagai wadah advokasi/pendampingan para anggotanya.

This thesis discusses about some specific clause in the 'Inti-Plasma' Partnership Agreement using 'the proportionality principle in commercial contract' as the primary basis for asessing whether the agreement has accommadate the interests of the parties fairly. This research is an explanatory research which use 'juridical-normative' format were collected the data from the seccondary data which analysed by qualitative methods. The conclusion from this study is, in the 'inti-plasma' relationship the parties are in a unbalance bargaining position,so that in the stage of 'pre-contract' , that principle are not met, while at the stage of 'formation of contracts' there are some clauses that met and does not met with that principle. In the end, the researcher suggest that government intervention is needed to streamline the 'inti-plasma partnership program' eficienly, in addition to the need for debriefing the ranchers/farmers about any aspects of contract law and its consequences for their bussiness relation, beside that it's need to set up an organization of ranchers/farmers as a forum to accommodate the inspirations and the interests of its member, so that through these forum can provide safeguards provisions for a fair contract although the contract was made in the standard agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29636;T29636
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ricardo Putra
"Tiap jenis perjanjian mempunyai persyaratan yang berbeda yang dapat melahirkan perjanjian tersebut. Perjanjian yang dicapai dengan kata sepakat yang disampaikan dengan sikap diam dapat menimbulkan akibat hukum pada masing-masing pihak. Akibat-akibat yang ditimbulkan ini beragam tergantung jenis perjanjian apa yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Skripsi ini membahas tentang putusan hukum di tingkat Kasasi Mahkamah Agung antara PT. Dwi Damai dengan PT. Philips Indonesia yang melakukan Perjanjian Distributor secara diam-diam. Penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui kedudukan perjanjian secara diam-diam dalam hukum Indonesia. Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian distributor merupakan perjanjian konsensual yang dapat dilahirkan melalui perjanjian diam-diam. Dengan demikian PT. Dwi Damai dan PT. Philips Indonesia telah terikat oleh perjanjian distributor yang dilakukan secara diam-diam.

Each type of agreement has its requirements that create the agreement itself. The agreement that based on silent agreement could have many legal consequences toward the parties. This legal consequences appear based on the type of agreement the parties perform. This study discusses Indonesian High Court Decision between PT. Dwi Damai and PT. Philips Indonesia that perform Distributor Agreement by silent agreement. The purpose of this study is to discover silent agreement legal standing based on Indonesian law system. The study will employ normative-juridical method. The result of this study show that distributor agreement is a consensual agreement which can created by silent agreement. Therefore PT. Dwi Damai and PT. Philips Indonesia have been attached by distributor agreement made by silent agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frisca Cristi
"Tesis ini khusus membahas pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dan akibatnya terhadap PSC. Dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal, historis, antisipatif dan komparatif maka kita dapat memahami makna dari pasal 31 ini. Penelitian ini adalah penelitian perskriptif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal ini sudah jelas bahwa perjanjian wajib dalam bahasa Indonesia dengan batasan khusus terhadap perjanjian dengan tujuan tertentu di Indonesia. Pasal 31 ini sebagai alasan yuridis terhadap PSC yang dilaksanakan di Indonesia diwajibkan dibuat juga dalam bahasa Indonesia.

This thesis specifically discusses article 31 of Law Number 24 of 2009 and its implication on the PSC. To understand the meaning of Article 31 the author uses the method of gramatikal, historis, antisipatif and komparatif interpretation. This study uses a prescriptive-descriptive design. The results stated that the meaning of the article is clear that the agreement shall be made in the Indonesian language which is only for the agreement with certain purposes in Indonesia. Article 31 is the juridical reason why a PSC in Indonesia must be made in the Indonesian language."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27892
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Afriyuliany
"Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi mendorong pemerintah untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan nasional di bidang pembangunan. Salah satunya memanfaatk:an tanah ulayat yang pada dasarnya merupakan kepunyaan masyarakat hukum adat. Menurut hukum adat Minangkabau, tanah ulayat memiliki sifat kolektif, dimana peruntukkaffi.?ya ditujukan bagi kesejahteraan komunitas pemilik tanah ulayat. Pemanfaatan tanah ulayat dapat dilakukan oleh pemilik tanah ulayat, pemerintah maupun pihak investor/pengusaha. Bagi pihak investor yang melakukan pemanfaatan tanah ulayat di "Ranah Minang" ini, harus melewati prosedur sesuai dengan hukum adat Minangkabau. Yaitu meminta kesepakatan seluruh anggota pemilik tanah ulayat dengan menuangkannya dalam suatu perjanjian pemanfaatan.

The rapidly of economic development is the reason for government to have increase the national income. One of the act is using ulayat land that basically prescriptive law society as the owner. According to the Minangkabau prescriptive law society, ulayat land has collectiveness at ownership, that is priority to fullfil needed of community ulayat land owner. The owner of ulayat land, government and investor can do utilizing the ulayat land. For investor who utilize ulayat land in "Ranah Minang", have to performed by all procedures according to Minangkabau prescriptive law. That is ask all of community who authorized the ulayat land with a pattern of utilization agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T44112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mutia Rahmah
"Penafsiran suatu perjanjian atau kontrak yang didalam KUHPerdata diatur melalui Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 masih diperlukan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, mengingat perbedaan penafsiran dalam menjalankan isi perjanjian atau kontrak dapat berakibat pemenuhan prestasi sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian atau kontrak tersebut menjadi berjalan tidak lancar atau terhambat. Dengan adanya penafsiran perjanjian atau kontrak diharapkan maksud para pihak yang terlibat dalam perjanjian atau kontrak tersebut dapat dipertemukan, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam pemenuhan isi perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Hasil penelitian menyarankan agar dalam merumuskan perjanjian atau kontrak hendaknya para pihak yang terlibat harus memperhatikan kata-kata dan maksud yang tersirat didalam perjanjian atau kontrak tersebut sehingga perjanjian atau kontrak yang dibuat isinya jelas, mudah dipahami serta tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. Akan tetapi, apabila masih terdapat perbedaan penafsiran diantara para pihak yang terlibat didalam perjanjian atau kontrak hendaknya penafsiran terhadap isi perjanjian atau kontrak tersebut tetap dilakukan secara adil dan berpedoman pada peraturan yang ada sehingga pelaksaan isi perjanjian atau kontrak tersebut dapat terlaksana dengan baik.

The interpretation of agreement or contract in Civil Code which have been set in Article 1342 until Article 1351 still be needed for parties involved. In view of the differences in interpretation of the contents in the contract or agreement this can cause misunderstandings and obstructing the fulfillment of achievements which have been formulated in that agreement or contract. The agreement or contract interpretation can give a good meaning for the parties in that agreement or contract so there will be a clear understanding to fulfill the agreement. This research is using literature study of juridical-normative.
The result of this research needs to be that the parties has to know carefully the meaning of the words or content of the agreement or contract in order to be clearly or easily understood and could not have any different interpretation. But, if there still are different interpretations between parties involved in that agreement or contract, it should be fair and guided by the existing rules in the interpretation of the agreement or contract content so the implementation of the agreement or contract content can be concluded properly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014;2014
T42704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Azizah
"Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang menganalisa klausula arbitrase dalam judul tesis ini berfokus untuk menjawab apakah klausula arbitrase yang terdapat dalam judul (Indonesia) sudah cukup mengakomodir dalam penggunaan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa dan memudahkan proses penyelesaian sengketa asuransi kebakaran di Indonesia. Kajian pustaka dijadikan dasar dalam penelitian guna penulisan tesis ini. Dari hasil yang diperoleh dengan menganalisis data serta norma, diperoleh gambaran mengenai kelebihan-kelebihan dari arbitrase dibandingkan dengan pengadilan umum dalam menyelesaikan sengketa bisnis.
Dari penelitian ini dapat dilihat bagaimana klausula arbitrase yang terdapat dalam tidak atau belum mengakomodir kemudahan untuk proses penyelesaian sengketa asuransi. Ketidakjelasan atau ambiguitas kurang terperincinya klausula arbitrase dalam polisnya telah menimbulkan perbedaan penafsiran yang justru menyebabkan terjadinya sengketa (kesulitan) dalam menentukan cara/forum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa, yang ternyata menyebabkan berlarut-larutnya proses penyelesaian sengketa (perdagangan). Sengketa yang timbul dari pelaksanaan putusan No:46/pdt.6/1999/Jakarta Selatan yang mencantumkan klausula arbitrase di dalamnya, sebagaimana telah ditentukan oleh Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 (UU Arbitrase) bahwa para pihak dalam perjanjian kehilangan haknya untuk membawa sengketanya ke pengadilan umum dan pengadilan umum yang bersangkutan dilarang menerima dan wajib menolak permohonan sengketanya, ternyata masih saja kasus arbitrase yang bersangkutan diterima oleh pengadilan umum.
Dari hasil anallisis kasus yang ada penulis menyarankan bagaimana dapat dilakukan pembenahan dalam penyusunan klausula-klausula arbitrase yang ada di dalam perjanjian, Indonesia dengan memperhatikan elemen-elemen esensial yang harus ada dalam suatu klausula arbitrase. Memperhatikan sikap hakim (pengadilan) yang masih menerima kasus sengketa perjanjian dagang yang telah mencantumkan klausula arbitrase, perlu diadakan sosialisasi UU no. 30 Tahun 1999 tersebut terhadap masyarakat umumnya dan kepada para hakim khususnya dalam menyikapi kasus sengketa yang timbul dari perjanjian yang telah memiliki klausula arbitrase supaya kelebihan-kelebihan arbitrase benar-benar efektif.

This thesis is written based on the research that analyzes the arbitration clauses in the court. This thesis is focused on answering whether the arbitration clause contained in the court is sufficient to accommodate the use of arbitration as a way of disputes resolution and facilitate the process dispute reolution in Indonesia or not. Literature review of the research is the basis in this research in order to write this thesis.
From this research we can see how the arbitration clauses the court contained is not (yet) able to accommodate the effectiveness of dispute settlement process. Vagueness or ambiguity and the lacking of the details in the arbitration clauses the ineffectiveness on the dispute settlement process. The disputes arising from the implementation of that includes the arbitration clauses in it, as determined by Law No:46/pdt.6/1999/Jakarta Selatan (Arbitration Law) that the parties in the contractlose their right to take the disputes to the general court and relevant court is barred from receiving and shall dispute settlement reguest, apparently there still disputes case is accepted by the general court.
From the results of the analysis of the case, the author suggest the improvements can be made in darfting the arbitration clauses in the agreements, especially in the court view of the elements that essential to exist in an arbitration clause. Noting the attitude of the judge (general court) that is still receiving the contract disputes cases which its includes the arbitration clauses, it is necessary to socializw the Law No. 30/1999 (Arbitration Law) to the public generally and especially to the judges in dealing with the disputes arising from agreements which have arbitration clauses so that the advantages of the arbitration van be really effective.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28373
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rendy Feronema
"Perjanjian Kemitraan Antara Ritel Modern Dengan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM) di dalam Persaingan Usaha Industri Ritel Terdapat Posisi Dominan dan Ketidakseimbangan oleh Ritel Modern yang berdampak terhadap Kesejahteraan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM). Penelitian ini membahas Permasalahan mengenai bagaimana Implementasi Perjanjian Kemitraan antara Ritel Modern dengan UMKM di Wilayah Kota Madya Bogor, dan apakah Perjanjian Kemitraan antara Ritel Modern dengan UMKM tersebut sesuai dengan Prinsip-Prinsip Persaingan Usaha Sehat, serta bagaimana Model/Mekanisme Pengawasan Perjanjian Kemitraan antara Ritel Modern dengan UMKM. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Dalam Tesis ini, penulis mengambil contoh perjanjian kemitraan antara Yogya Bogor Junction (Ritel Modern) dengan salah satu Usaha Kecil di wilayah Kota Bogor.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara tidak langsung Yogya Bogor Junction telah menguasai UMKM sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM Jo. Pasal 12 huruf (a) PP No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pengawasan Kemitraan menggunakan 2 (dua) jenis Pengawasan yaitu Pengawasan secara Preventif dan Pengawasan secara Represif, Perizinan merupakan salah satu bentuk Pengawasan Preventif dan yang berwenang melakukan Pengawasan Represif adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pada akhirnya penulis menyarankan bahwa Pemerintah Pusat harus terus mengawasi Pelaksanaan maupun Penerapan Program Kemitraan agar dapat berjalan sesuai yang diharapkan dan hendaknya Usaha Besar Ritel Modern selalu memegang teguh prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, agar dapat ikut membina usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi lebih mandiri dan berdaya guna.

Partnership Agreement between Modern Retail with The Micro, Small, And Medium Enterprises (SMEs) in the retail industry competition there dominant position and imbalance by Modern Retail that affecting welfare Micro, Small, And Medium Enterprises (SMEs). This study discusses the problem about The Implementation of The Partnership Agreement between Modern Retail with SMEs in The Bogor City, and whether The Partnership Agreement between The Modern Retail with SMEs in accordance with The Principles Of Fair Business Competition, and how The Model/Monitoring Mechanism Partnership Agreement between The Modern Retail with SMEs. The Method used in this Research is a normative legal research methods, with the approach of legislation. In this research, The Authors take an example of a Partnership Agreement between Yogya Bogor Junction (Modern Retail) with a Small Enterprise in The Bogor City.
The Research concludes that indirectly Yogya Bogor Junction has mastered SMEs as business partners in The Implementation of The Partnership, it is contrary to Article 35 of Act Number 20 of 2008 on SMEs and Article 12 (a) of Government Regulation Number 17 of 2013 on The Implementation of Act Number 20 of 2008 on SMEs. Monitoring partnership uses two (2) types of monitoring is preventive and repressive, licensing is one form of preventive monitoring and authorized to repressive monitoring is The Business Competition Supervisory Commission (KPPU). In The End, The Authors recommend that The Central Government must be continue to monitor implementation and application of partnership program to make it work as expected and should large enterprises such as Modern Retail always uphold The Principles Of Of Fair Business Competition, in order to participate to foster Micro, Small And Medium Enterprises become more independent and efficient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Ristiyanti
"Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan dan pelaksanaan pemberian pinjaman modal kerja di BUMN berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007 dan bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan bagi pihak BUMN jika terjadi wanprestasi. Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah normatif empiris, dengan metode yang digunakan yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan dan menghubungkannya dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Dalam pengaturannya pada Permen BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007 tentang program kemitraan BUMN dengan usaha kecil tidak diatur mengenai adanya jaminan, namun pada praktiknya pihak BUMN meminta jaminan sebagai salah satu syarat pada perjanjian pinjaman modal kerja. Dengan tidak diaturnya jaminan dalam Permen BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007 maka jika terjadi wanprestasi maka jaminan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sehingga tidak dapat dilaksanakan eksekusi terhadap jaminan. Pengalihan resiko jika terjadi wanprestasi sangatlah lemah pada perjanjian pinjaman modal kerja, selain itu perlindungan hukum bagi pihak BUMN dilakukan melalui pengamanan represif. Adapun kesimpulan dari penelitian adalah dalam hal pengaturan, tidak diatur mengenai jaminan yang menyertai perjanjian, namun pihak BUMN tetap mengambil jaminan sebagai tindakan preventif guna mengamankan pinjaman modal kerja yang diberikan bagi mitra binaan meskipun jaminan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dapat dieksekusi. Adapun rekomendasi yang diberikan adalah jaminan perlu diatur secara tegas dalam Permen BUMN Nomor: PER-05/BUMN/2007.

The purpose of the study is to determine how the regulate and the conduct of lending working capital in state-owned enterprises based on ministerial stateowned enterprises regulation number: PER-05/MBU/2007 and how the legal protection to state-owned enterprises if there is any event of default. The type of legal research that used is empirical normative, with method that used is reviewing legislation related to the issue and to the fact that occur in the field. In regulate on ministerial state-owned enterprises regulation number: PER-05/MBU/2007 about Partnership Program between state-owned enterprises with small enterprises not set about the guarantee, but in practice, guarantee is need as a condition for the capital loan agreement. With no guarantee arrange in ministerial state-owned enterprises regulation number: PER-05/MBU/2007, if there is any event of default happen then the guarantee do not have the force of law that can not be carry out executions of guarantees. The risk transfer in the event of default is very low in the capital loan agreement, the legal protection to state-owned enterprises with represif secure. For the conclusion of the study is in terms of setting, no set of guarantee agreement, but the state-owned enterprises still take guarantee as preventif act to secure the capital loan which given to small enterprises, despite of the guarantee have no legal force and can not be executed. For the recommendations, the guarantee needs to be regulate on ministerial stateowned enterprises regulation number: PER-05/MBU/2007 clearly and decisively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Nurul Widyastuti
"Hukum perdata Indonesia adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara sesama subjek hukum baik Privat maupun Badan hukum. Salah satunya adalah Prinsip Kebebasan Berkontrak (Freedom of contract) yang sebenarnya sudah dikenal sejak menusia mengenal hukum. Prinsip kebebasan berkontrak didasarkan pada Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mere yang membuatnya". Pada dasarnya para pihak dapat memperjanjikan apa saja yang dikehendaki. Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua atau lebih pihak yang berisi prestasi hak dan kewajiban berdasarkan kebebasan berkontrak dan tanpa paksaan. Hanya saja prinsip Kebebasan Berkontrak ada batasannya. Batasan dari Kebebasan Berkontrak diatur dalam Pasal 1339 BW, dimana disebutkan bahwa batasannya adalah: Pertama, Kepatutan. Kedua, Kebiasaan; dan Ketiga, Undang-undang. Di sisi lain berdasarkan Pasal 31 Undang Undang No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mengatur bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan Lembaga Negara, Intansi pemerintah Republik Indonesia, Lembaga Swasta atau perseorangan Warga Negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian singkat diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengambil judul : Aspek Hukum Prinsip Kebebasan Berkontrak Berkaitan dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dihubungkan dengan Dalam skripsi ini akan penulis bahas mengenai dampak hukum penerapan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan berkontrak di Indonesia dan bentuk solusi hukum yang dapat diterapkan dalam perjanjian kerjasama berbahasa asing di Indonesia terhadap pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan berdasarkan tujuannya, skripsi ini dapat digolongkan ke dalam penelitian hukum Kualitatif, yang menggunakan pendekatan sistematika hukum. Hasil dari penelitian tersebut dapat penulis uraikan dalam kesimpulan umum sebagai berikut; Dampak hukum penerapan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan berkontrak di Indonesia, adalah dapat dinyatakan Batal Demi Hukum. Karena UU No. 24 Tahun 2009 seharusnya sudah berlaku pada tanggal 9 Juli 2009 sehingga terhadap perjanjian ini yang dibuat pada tanggal 20 Desember 2009 Wajib menggunakan bahasa Indonesia dan bila perjanjian tersebut melibatkan pihak asing maka selain wajib menggunakan bahasa Indonesia juga ditulis menggunakan bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. Apabila perjanjianya tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dapat memenuhi unsur kekhilafan, karena tidak begitu memahami apa yang dimaksudkan dalam perjanjian tersebut, sehingga alasan ketidakmengertian para pihak terhadap isi dari perjanjian dimaksud sebagai konsekuensi akibatnya adalah batal demi hukum.

Indonesian civil law is one area of law governing the rights and obligations of legal subjects among both Private and legal entities. One is the principle of freedom of contract (Freedom of contract) which is already known from the human family to know the law. The principle of freedom of contract is based on Article 1338 Civil Code, which reads as follows: "All approvals are made legally valid as a law for those who make it". Basically, the parties may portend anything you want. The agreement is an agreement between two or more parties that contain performance rights and obligations under freedom of contract and without coercion. It's just the principle of freedom of contract there is a limit. Limitation of freedom of contract under Article 1339 BW, which stated that the limitations are: First, Agree. Second, Habits, and Third Law. On the other hand based on Article 31 of Law No.. 24 Year 2009 on the Flag, Language, Emblem and Anthem Country set that the Indonesian language shall be used in the memorandum of understanding or agreement involving state agencies, intitution Indonesian republican government, private organizations or individual citizens of the Republic of Indonesia. Based on the brief description above, the writer tries to do research by taking the title: "The principle of freedom of contract Legal Aspects Related to Implementation of Law Number 24 Year 2009 on the flag, language and the State Emblem and Anthem associated with the use of a Foreign Language in an Arrangement". In this paper the authors will discuss the impact of the legal application of the Law No. 24 Year 2009 regarding Flag, Language and the State Emblem of the implementation of the principle of freedom of contract in Indonesia and other forms of legal solutions that can be applied in a foreign collaboration agreement in Indonesia on the implementation of Law No. 24 Year 2009 about Flag, Language and the State Emblem. The method used in this research is descriptive research method and based on objective, this thesis can be classified into qualitatif legal research, which uses a systematic approach to the law. The results of these studies can be authors describe in the following general conclusions: Implications judicial application of Law No. 24 Year 2009 regarding Flag, Language and the State Emblem of the implementation of the principle of freedom of contract in Indonesia, is to be deemed void. Since the Law. 2 of 2009 should have been effective on July 9, 2009 that the agreement that was made on December 20, 2009 Mandatory use Indonesian and when such agreements involving foreign parties in addition to the obligatory use the Indonesian language is also written in the national language of the foreign party and / or English. If agreement not made in the Indonesian language can meet the elements of an oversight, because it does not really understand what was intended in the agreement, so excuse ignorance of the parties to the contents of the agreement referred to as a consequence of the result is null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44176
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasha Umar Hubeis
"Baik dalam dunia usaha atau pun kehidupan sehari-hari, perjanjian merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari baik di dalam ataupun diluar wilayah Indonesia. Perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua atau lebih pihak yang mengakibatkan pihak tersebut untuk terikat dan tunduk secara hukum kepada ketentuan-ketentuannya. Dalam pembentukannya, kesepakatan merupakan suatu unsur essensial, sehingga, dengan adanya kesepakatan, lahirlah suatu perjanjian. Akan tetapi, bentuk dari kesepakatan tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, sehingga, kesepakatan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu bentuk kesepakatan yang tidak banyak diketahui masyarakat adalah persetujuan secara diam-diam. Persetujuan secara diam-diam dapat mengakibatkan suatu pihak untuk terikat pada suatu perjanjian, meskipun pihak tersebut telah berdiam diri. Untuk memperluas pengetahuan masyarakat terkait hukum perjanjian, dengan menggunakan metode penilitian yuridis normatif, penulis akan mengkaji mengenai hukum perjanjian secara umum serta penerapan dan implikasi dari persetujuan secara diam-diam terhadap keabsahan suatu perjanjian dalam hukum Indonesia dan hukum Inggris.

Both in the business world and in everyday life, a contract is something that cannot be avoided both inside Indonesia and Internationally. A contract is an agreement between two or more parties which results in these parties being legally bound and subject to its terms. In its formation, agreement is an essential element, so that, with an agreement, a contract is born. However, the form of the agreement is not explicitly regulated in laws and regulations, in effect agreements can be made in various ways. One form of agreement that is not widely known by the public is acceptance by silence. According to the principle of acceptance by silence, in certain circumstances, a party can be legally bound by a contract, even though the said party had remained silent. To broaden public knowledge regarding contract law, using normative juridical research methods, the author will examine the contract law in general and the application and implications of acceptance by silence to the validity of an agreement in accordance with Indonesian law and English law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>