Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Komisi Hukum Nasional RI, 2004
340.092 PEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Subiyanto
"ABSTRAK
Putusan Hakim kadangkala mengandung kekeliruan. Untuk
memperbaiki putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan
mengandung kekeliruan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
memberikan hak kepada terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali. Secara normatif, Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah
menentukan hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat mengajukan
peninjauan kembali. Namun, dalam praktiknya di temukan adanya peninjauan
kembali yang diajukan oleh Jaksa. Penelitian ini mengkaji landasan pemikiran
apa yang dipergunakan oleh jaksa dalam mengajukan peninjuan kembali dan
apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menerima peninjauan
kembali. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka dan bahan primer berupa Putusan MA No.
55PK/Pid/1996 atas nama terpidana Muchtar Pakpahan dan perkara No.
15/PK/Pid/2006 tanggal 19 Juni 2006 atas nama Setyowati. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa landasan jaksa dalam mengajukan peninjauan
kembali adalah berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP, Pasal 21
undang-undang No. 14 tahun 1970 yang telah dirubah terakhir dengan undangundang
No.48 tahun 2009 dan praktik yurisprudensi yang telah membenarkan
jaksa sebagai pihak yang dapat mengajukan peninjauan kembali. Dasar
pertimbangan hakim dalam menerima peninjauan kembali yang diajukan oleh
jaksa adalah Mahkamah Agung dengan menafsirkan ketentuan 263 ayat (3)
KUHAP dan undang-undang kekuasaan kehakiman melalui putusannya
menciptakan hukum acara pidana sendiri dengan melakukan suatu terobosan
hukum penerimaan permohonan peninjauan kembali guna menampung
kekurangan pengaturan mengenai hak jaksa untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan peninjaun kembali dalam perkara pidana untuk rasa keadilan yang
tercermin dalam masyarakat

Abstract
Judges verdict sometimes contain errors. To fix the verdict which has
permanent legal force and contain errors, the Book of Law Criminal Procedure
Code gives rights to the guilty party or their heirs to file a legal review.
Normatively, the Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure Code has to
determine only the convicted person or his heirs can submit a review.
However, in practice found a reconsideration filed by the prosecutor. This
study examines what the rationale used by prosecutors in filing peninjuan back
and what the basic consideration of the judge in receiving a review. The
method used in this research is a normative juridical approach. Normative
juridical legal research done by examining library materials and primary
materials in the form of MA No Decision. 55PK/Pid/1996 on behalf of the
convicted person and case No. Muchtar Pakpahan. 15/PK/Pid/2006 dated June
19, 2006 on behalf of Setyowati. From the survey results revealed that the basis
of the prosecutor in the judicial review is filed pursuant to the provisions of
Article 263 paragraph (3) Criminal Procedure Code, Article 21 of Law No.. 14
of 1970 which amended the latest by law No.48 of 2009 and the practice of
jurisprudence that has been confirmed as the party that the attorney can file a
reconsideration. The basic consideration in the judge accepted the review is
submitted by the prosecutor of the Supreme Court to interpret the provisions of
subsection 263 (3) Criminal Procedure Code and the law of judicial power over
the decision to create its own criminal law by performing a groundbreaking
legal acceptance of an application for review in order to accommodate the lack
of regulation on the right of prosecutors to apply for re-examination in criminal
cases review to a sense of justice is reflected in the community"
2012
T31233
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Riyanto
"Eksistensi profesi Advokat secara praktek telah dikenal dari sejak jaman pemerintah Hindia Belanda sampai masa kemerdekaan hingga pemerintah Orde Baru berkuasa. Akan tetapi eksistensi profesi Advokat tersebut tidak diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri melainkan hanya terdapat pada pasal-pasal pada peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang bantuan hukum. Tidak seperti profesi hukum lain Polisi, Jaksa dan Hakim dimana ketiga profesi hukum tersebut keberadaannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Memasuki masa reformasi, Indonesia telah mengalami 4 (empat) tahap perubahan UUD 1945. Perubahan secara signifikan adalah dianutnya secara tegas prinsip negara berdasar atas hukum. Dalam usaha mewujudkan prinsip negara hukum, peran serta fungsi Advokat merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat serta turut serta menciptakan lembaga peradilan yang bebas dari campur tangan pihak lain.
Sejalan dengan usaha mewujudkan prinsip negara hukum maka telah disahkan Undang-undang Nomor 1B Tahun. 2003 tentang Advokat, yang memberikan legitimasi bagi Advokat dalam menjalankan profesinya sekaligus menjadikan profesi Advokat sejajar dengan penegak hukum lain. Advokat mempunyai fungsi memberikan jasa hukum di bidang litigasi dan non litigasi. Dibidang litigasi khususnya dalam perkara pidana, Advokat dapat mewakili klien sebagai kuasa di Pengadilan untuk memberikan keterangan dan kejelasan hukum dalam persidangan dari tahap pemeriksaan Polisi sampai pelaksanaan putusan pengadilan. Dalam perkara perdata Advokat dapat mewakili pihak yang berperkara, tetapi hal yang sangat penting adalah Advokat dapat mendamaikan pihak yang berperkara sebelum perkara dibawa ke pengadilan.
Di bidang non litigasi Advokat dapat memberikan konsultansi kepada perseorangan atau badan hukum swasta lainnya. Advokat Asing yang bekerja pada Kantor Advokat Indonesia, berstatus sebagai karyawan atau tenaga ahli bidang hukum asing, dan hanya dapat memberikan jasa hukum dibidang non litigasi dan wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia pendidikan, penelitian hukum selama 120 jam setiap tahun. Dengan diberlakukan Undang-Undang Advokat, menjadikan peran negara atau pemerintah bersifat statis, karena seluruh penyelenggaraan kepentingan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Karena itu Undang-Undang Advokat perlu direvisi dan dibentuk Komisi Independen yang bertugas untuk rekruitmen dan pengawasan terhadap Advokat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soemarno P. Wirjanto
Bandung: Alumni, 1979
347.052 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oemar Seno Adji
Jakarta: Erlangga, 1991
347.016 OEM e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kadafi, Binziad
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002
347.016 ADV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Binziad Kadafi
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2001
347.016 ADV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"A public prosecutor acting on behalf of state has a monopolistic right to prosecute and wide discretion to make prosecution policy. A public Prosecutor may drop accusation or stop prosecution for the sake of public interest and transaction. the role of a public prosecutor is not only to investigate, but also to be a liaison officer between investigation process and court sessions."
343 JPIH 21 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Devina Suryawijaya
"Pengikatan jual beli sebagai perjanjian obligator dijelaskan sebagai perjanjian yang baru meletakan hak dan kewajiban untuk menentukan kedudukan masingmasing pihak yaitu penjual dan pembeli. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, peralihan hak hanya dapat terjadi apabila ada Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sekalipun dalam hukum adat yang berlaku di Negara Indonesia menyatakan bahwa jual beli telah sah meskipun dilakukan secara bawah tangan. Akan tetapi, Akta Jual Beli adalah perjanjian pokok dan Pengikatan Jual Beli adalah merupakan perjanjian bantuan, sehingga hanya dengan adanya Pengikatan Jual Beli belum menjadi bukti sebagai peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Begitu pula dengan yang terjadi antara tergugat dengan pewaris yang melakukan pengikatan jual beli atas harta milik pewaris semasa hidupnya. Akibat yang demikian menyebabkan munculnya gugatan para ahli waris yang dimenangkan pada tingkat kasasi melalui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Di dalam gugatan tersebut disampaikan fakta-fakta bahwa pengikatan jual beli itu selain melanggarnya syarat sah perjanjian juga melanggar asas kebebasan berkontrak sehingga menurut hukum, harta bersama yaitu berupa tanah dan bangunan tersebut tidak sepantasnya diduduki oleh tergugat. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif, dengan sifat penelitian deskriptif analitis, bentuk penelitiannya adalah evaluatif dan preskriptif, sumber data nya adalah data sekunder dan alat pengumpul datanya adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

A binding sale and purchase agreement is described as an obligator agreement which putting the rights and duties to determine the position of each of the parties who are the seller and buyer. According to the Government Regulation No. 24 of 1997, the transition of rights can only occur if there is a Deed of Sale and Purchase made in front of PPAT (Land Deed Officer) even under customary law which still applicable in the State of Indonesia stating that the purchase is legal even though it is conducted under the hand. Although an agreement of sale and purchase is a primary agreement and the Sale and Purchase Agreement is an assistance agreement, but the presence of the binding Sale and Purchase has not yet becoming an evident of the transfer of rights from the seller to the buyer. Similar to the case in this thesis, which happened between one of the heirs and the testator who did a binding of sale and purchase agreement when the testators was still alive. The consequence of this case came out as a result is a lawsuit led to the emergence of the heirs who won on appeal by the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. The lawsuit from the plaintiffs was submitted severe of facts that a binding sale and purchase agreement not only violated the agreement but also violated the fundamental of freedom of contract. According to the law, it is true and valid that the property from the testators is still a common asset from the plaintiffs together with the defendant as the heirs. Therefore, the act of defendant, which is still occupying the land as a common asset is illegal. The methods used in this thesis is juridical normative, character of study is analytical descriptive, form research is evaluative and prescriptive, the source of its data is secondary data and the data collection tool is the primary legal materials, secondary and tertiary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Maharani Indira Bangsawan
"Sutianshah Sutedjo adalah warga negara yang terlibat dalam plot narkotika besar di Thailand bernama Srisuk Marigold Noverdian ditangkap ketika mengimpor narkotika Kelas I di Thailand dari Jerman menggunakan aliasnya. Polisi Thailand menangkapnya dan mendakwa Pasal 15 ayat (1), 15 ayat (2), 26, 65 dan 76 ayat (1) dengan ancaman bagi Noverdian hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin perlindungan hukum dan bantuan hukum untuk setiap warga negara Indonesia dan BHI yang berurusan dengan hukum asing melalui perwakilan Indonesia untuk setiap negara yang dikenal sebagai Kedutaan Besar Indonesia atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Mekanisme peraturan perlindungan hukum ini diatur dalam Undang-undang nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Ada beberapa atase di Kedutaan Besar Indonesia di Thailand yang terlibat dalam membantu Noverdian menyelesaikan kasusnya, salah satunya adalah pengacara atase. Atase pengacara adalah perwakilan dari Kantor Kejaksaan Indonesia yang ditempatkan di Kedutaan Besar Indonesia di Thailand membantu Noverdian dengan memberikan beberapa nasihat hukum dan bekerja sama dengan petugas penegak hukum di Thailand yang membuat hukuman dari Noverdian yang awalnya merupakan penjara seumur hidup atau kematian. hukuman menjadi hukuman penjara 28 tahun 3 bulan dan 15 hari di Klong Perm, Thailand dan denda 2.700.000 Baht. Wewenang ini dalam memberikan nasihat hukum hanya dimiliki oleh Kantor Kejaksaan yang disebut sebagai Otoritas Magister Magistraat. Kurangnya pengetahuan tentang Otoritas Magisterial di Kedutaan Indonesia dan tidak adanya peraturan yang menjelaskan tanggung jawab masing-masing atase membuat penanganan kasus warga negara Indonesia di luar negeri menjadi ambigu dan ambigu.

Noverdian Sutianshah Sutedjo is a citizen involved in a large narcotics plot in Thailand named Srisuk Marigold Noverdian was arrested while importing Class I narcotics in Thailand from Germany using his alias. Thai police arrested him and charged Article 15 paragraph (1), 15 paragraph (2), 26, 65 and 76 paragraph (1) with threats to Noverdian serving life imprisonment or death sentence. As a state of law, Indonesia guarantees legal protection and legal assistance for every Indonesian citizen and BHI who deals with foreign law through Indonesian representatives for each country known as the Indonesian Embassy or Consulate General of the Republic of Indonesia. The mechanism of this legal protection regulation is regulated in Law number 37 of 1999 concerning Foreign Relations. There were several attaches at the Indonesian Embassy in Thailand who were involved in helping Noverdian solve his case, one of which was the attache attorney. The attorney attache is a representative of the Indonesian Prosecutors Office stationed at the Indonesian Embassy in Thailand helping Noverdian by providing some legal advice and working with law enforcement officers in Thailand who make sentences from Noverdian who were originally sentenced to life imprisonment or death. the sentence became a 28-year prison sentence 3 months and 15 days in Klong Perm, Thailand and a fine of 2,700,000 Baht. This authority in providing legal advice belongs only to the Prosecutor's Office which is referred to as the Magistraat Masters Authority. The lack of knowledge about the Magisterial Authority at the Indonesian Embassy and the absence of regulations explaining the responsibilities of each attach makes the handling of cases of Indonesian citizens abroad ambiguous and ambiguous."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>