Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198971 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S4655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Triana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Aria Florani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Saraswaty I.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Salsabila Damanta
"Meskipun sebuah negara kecil, Belanda memiliki daerah pedesaan yang hingga abad 20 masih tetap bercirikan sebagai kawasan yang kaya akan berbagai macam jenis pertanian dan adat istiadat lokal. Daerah pedesaan di Belanda tergolong unik. Setiap desa memiliki beraneka ragam keindahan alam serta falsafah hidup penduduknya yang berbeda-beda. Ada sebuah karya sastra berupa cerita pendek yang mengangkat kisah tentang sosok orang desa di Belanda. Cerpen tersebut berjudul Oogst karya Jacqueline Servais yang terbit pada tahun 2013. Permasalahan dalam penelitian ini adalah representasi sosok orang desa di Belanda dalam cerpen Oogst. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan representasi sosok orang desa di Belanda dalam cerpen Oogst. Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra yang digagas oleh Sapardi Djoko Damono. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosok orang desa di Belanda dalam cerpen Oogst digambarkan naif dan menganggap alam sebagai bagian dari kehidupan, hidup dalam lingkungan yang sunyi dan asri, mendukung pendidikan, bekerja dengan giat, serta menjunjung tinggi nilai kejujuran dan ketulusan. Dari kelima representasi tersebut, terdapat representasi yang sesuai dan tidak sesuai dengan kenyataannya. Berdasarkan analisis makna simbol, simbol gandum dan bunga poppy menandakan bahwa alam mengajarkan kebaikan dan keburukan yang selalu hidup berdampingan. Simbol rambut pirang yang dimiliki gadis desa dan bayi perempuannya menandakan kebodohan. Simbol kejahatan tercermin dari representasi sosok pemuda asal Mediterania.

Despite being a small country, the Netherlands has a rural area which until the 20th century was still characterized as an area that has rich in various types of agriculture and local customs. The village in the Netherlands is unique. Each village has a variety of nature beauties and different philosophies of life for its inhabitants. There is a literary work in the form of a short story that tells the story of the figures of villagers in the Netherlands. The short story is entitled Oogst by Jacqueline Servais which was published in 2013. The problem of this research is representation of the figures of villagers in the Netherlands in Oogst's short story. The purpose of this research is to explain the representation of the figures of villagers in the Netherlands in Oogst's short story. This study using the sociology of literature theory proposed by Sapardi Djoko Damono. The results showed that the figures of villagers in the Netherlands in Oogst's short story is depicted as naïve and considers nature as part of life, lives in a quiet and beautiful environment, supporting education, working hard, and upholding the values of honesty and sincerity. From the five representations, there are representations that are appropriate and not appropriate with the reality. Based on the analysis of the meaning of symbols, the symbols of wheat and poppies indicate that nature teaches good and bad always coexist. The symbol of blonde hair indicates that the village girl and her baby girl have a sign of ignorance. The symbol of crime is reflected in the representation of a young man from the Mediterranean."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Theresia Widiningtyas
"Televisi telah menjadi pusat interaksi keluarga sehari-hari. Sementara itu munculnya televisi swasta di Indonesia mendorong maraknya tayangan sinetron di layar televisi. Mayoritas
pemirsa Indonesia adalah keluarga. Karena itu para pembuat program juga banyak menampilkan Jatar kehidupan keluarga dalam sinetron agar pemirsa dapat mengidentifikasikan dirinya sendiri
dengan tokoh-tokoh yang ada dalam sinetron tersebut. Namun yang diangkat sebagai tema cerita seringkali menampilkan ketimpangan relasi dalam keluarga. Di lain pihak, dalam masyarakat Indonesia konsep keluarga itu sendiri ternyata juga banyak mempengaruhi sektor
publik seperti sekolah, tempat kerja bahkan negara.
Konsep keluarga dan kekeluargaan yang dimiliki bangsa Indonesia secara tidak langsung ikut membentuk budaya politik Orde Baru yang tidak demokratis serta. penuh kolusi, korupsi dan nepotisme. Dominannya figur orangtua, terutama ayah merupakan faktor yang
mempengaruhi pemaknaan relasi antaranggota dalam keluarga Indonesia, dan akhirnya pada relasi antarelemen dalam sektor publik seperti Sekolah, tempat kerja maupun negara. Dominasi ayah atau suami rnerupakan penjelmaan ideologi patriarki dalam keluarga.
Kalangan feminis liberal berpandangan bahwa patriarki muncul karena adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu kaum feminis· Marxis melihat patriarki dilahirkan oleh masyar:akat yang kapitalistik. Kaum feminis radikal lebih melihat patriarki muncul akibat penguasaan kaum laki-laki terhadap seksuali s dan kemampuan reproduksi perempuan.
Sedangkan kaum feminis sosialis berpandangan batiwa patriarki muncul dari sebuah proses historis dalam masyarakat Menurut mereka, patriarki dan kapitalisme merupakan dua fenomena
sosial yang berbeda dan jika keduanya berkembang akan menindas perempuan lebih buruk lagi.
Kembali lagi pada wajah keluarga yang ditampilkan di layar televisi. Pada saat TVRI masih menjadi satu-satunya televisi yang bersiaran di Indonesia, keluarga ditampilkan sesuai dengan ideologi penguasa. Keluarga yang ditampilkan di layar TVRI diposisikan sebagai
keluarga 'ideal' Indonesia yang selalu menjunjung nilai stabilitas dan harmoni, di bawah kepemimpinan ayah sebagai tokoh bijaksana dan 'tahu-segala'. Wajah keluarga yang ditampilkan
di layar televisi berubah saat televisi swasta diperbolehkan bersiaran di Indonesia. Kepentingan ekonomi dan perhitungan bisnis mempengaruhi pengelola televisi swasta dalam menentukan
program-programnya. Karena tema perselingkuhan dan kekerasan dalam keluarga ternyata mendapat tempat di hati pemirsa - dibuktikan dengan angka rating - maka tayangan-tayangan dengan tema tersebutlah yang dipertahankan. Selain dipengaruhi oleh rutinitas dan organisasi
media, teks media yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh faktor individu, ideologi yang dimilliki masyarakat serta institusi lainnya seperti negara.
Penelitian ini mengambil tiga episode serial drama Keluarga Cemara sebagai kasus yang akan dianalisis. Metode analisis pad a tingkat analisis teks menggunakan semiotika. T eknik ini
dipilih penulis karena dapat melihat tanda-tanda simbolis di luar bahasa tertulis, dalam hal ini citra visual yang menjadi karakteristik program televisi. Tanda-tanda simbolis tersebut dapat
menunjukkan relasi antaranggota keluarga yang digambar1
analisis wacana kritis. Analisis intertekstualitas dilakukan untuk melihat adanya kesamaan ideologis dari pembuat teks yang sama dan dari program televisi lainnya yang mengangkat tema
keluarga. Hasil analisis menunjukkan adanya Qengaruh ideologi patriarki dalam representasi keluarga. Hal ini ditunjukkan lewat karakter tokoti-tokoh utamanya. Laki-laki sebagai ayah dan
suami ditampilkan sebagai figur yang dominan, pengambil keputusan utama dalam keluarga.
Ayah dan dan suami ditampilkan dalam fungsi produksi, yaitu rnenjadi pencari nafkah utama
dalam keluarga. Sedangkan perempuan ditampilkan sesuai dengan 'kodraf -nya yang
dikonstruksi oleh masyarakat, yaitu menjadi istri dan ibu. Analisis pada tingkat praktik wacana
menjelaskan kaitan antara fa of individu pembuat teks, dalam hal ini Arswendo Atrnowiloto,
dengan keluarga patriar1
tingkat ini juga menunjukkan adanya pengaruh kapitalisme pada kebijakan RCTI dalam
menayangkan program-programnya. Konteks historis dalam penelitian ini tampak pada analisis
praktik sosial-budaya. Hasil analisis pada tingkat ini menunjukkan situasi sosial-budaya
masyarakat Indonesia pada kurun waktu yang berbeda ikut mempengaruhi perbedaan
representasi keluarga dalam sinetron. ·
Kesimpulannya, keluarga yang direpresentasikan dalam sinetron masih merupakan
keluarga patriar1
membebaskannya dari pengaruh ideologi patriar1
mendorong sosialisasi ideologi patriarki dalam masyarakat, pada kasus ini lewat industri televisi.
Dengan demikian hal ini sesuai dengan pandangan kaum feminis sosialis bahwa patriarki dan
kapitalisme merupakan dua fenomena yang terpisah, namun secara dialektik berhubungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Khairunnisa
"Media massa seringkali menampilkan realitas yang lebih "nyata" dibandingkan dengan realita yang ada. Terlebih lagi pada televisi, yang telah menjadi "the second god" bagi masyarakat kapitalis. Akhir-akhir ini program andalan yang sering ditampilkan stasiun-stasiun televisi di Indonesia adalah paket sinetron. Sinetron sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Salah satu sinetron yang pernah booming adalah sinetron Dewi Fortuna yang ditayangkan di SCTV. Representasi mengenai perempuan yang muncul dalam sinetron ini sarat dengan pembentukan sebuah realitas mengenai perempuan ideal. Secara sadar maupun tidak sadar, sinetron ini telah membentuk sebuah citra tentang perempuan ideal. Hal ini terungkap lebih lanjut karena dapat dilihat dari pembingkaian yang dilakukan terhadap perempuan yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini, yang dapat dilihat dari berbagai sisi, seperti fisik, pikiran, sosial, pekerjaannya, pembagian kerja, dan politik. Secara keseluruhan dapat diambil benang merahnya, yaitu pembentukan citra ini merupakan sebuah produk kapitalisme. Akibatnya kebanyakan perempuan Indonesia saling bersaing untuk menjadi yang paling ideal, sesuai dengan gambaran ideal yang dilihat dalam sinetron. Didukung pula dengan program-program televisi lain, seperti iklan dan berita. Analisis yang dilakukan untuk mengungkap tentang pembentukan citra perempuan ideal, seperti dalam sinetron ini adalah discourse analysis, sociocultural analysis, order of discourse yang terangkai dalam critical discourse analysis, dan juga analisis teks dan interteks dengan metode framing pada dua episode sinetron Dewi Fortuna. Diperoleh kesimpulan bahwa kepentingan komersil lebih menonjol dari pada kepentingan idealisme untuk menentukan representasi yang akan dimunculkan dalam sinetron. Salah satu hasilnya adalah konstruksi realitas pada cerita Dewi Fortuna mengenai perempuan ideal, sehingga hal tersebut membentuk sebuah citra tentang perempuan ideal dalam masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research was base on nowadays situation when so many TV series have been critisized by public through reader's mail, public discussion, and public opinion, on how these TV series contain many violences. Mass media, especially television, has power to construct, and push on reality Media reality has significant power to built people trust. Consistency from media reality, those will be a role model to people to behave. Using contain analysis method, this research has the objective to explore and describe how much TV series could build such violence behavior based on the type of the violence, morality, behavior, and the age of actor, who attempts the violent behavior. Specifically, the research objects were several television series from RCTI and SCTV . As a result, psychologic violence .was the most seen violence. From gender-view, the form of violence did by men and women as well. Most of the violence was based on intentional motive. To sum up, most of TV series contain unethical and unaesthetical behaviors"
JISIP 7 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>