Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4244 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harison
"Misogini adalah fenomena yang hidup dalam budaya patriarki. Misoginisme menjadi mapan karena adanya sosialisasi dan legitimasi dari berbagai institusi yang ada seperti institusi kenegaraan, pranata sosial dan institusi media massa. Penggambaran perempuan sebagai sosok yang negatif di media massa adalah salah satu bentuk dari misoginisme. Bertolak pada latar belakang tersebut, penulis mengkaji bagaimana media massa merepresentasikan nilai-nilai misoginisme. Lebih khusus lagi bagaimana film horor Indonesia menggambarkan nilai-nilai misoginisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis serta menggunakan metode analisis semiotika Pierce. Melalui analisis teks maka dapat disimpulkan bahwa penggambaran perempuan dalam film Kuntilanak sangat misoginik. Perempuan bukan saja lemah, tapi juga digambarkan sebagai sumber malapetaka dan identik dengan setan atau hantu. Hasil penelitian menyarankan di masa mendatang produksi sebuah film hendaknya memperhatikan aspek-aspek tentang kesetaraan gender sehingga sebuah film tidak lagi menjadi media sosialisasi nilai-nilai misoginisme.

Misogyny is a phenomenon lives in patriarchy. The values are established because it is legitimated and being socialized by institutions such as government, social institution and mass media. That's why women are portrayed as a negative figure in mass media. Starting at that background, researcher is reviewed how mass media represents this misogyny values. Specifically, how Indonesian horror movie represents the misogynism values. This research uses qualitative approach with constructivist paradigm and Pearce's semiotic for analysis method.. Through text analysis, it can be drawn a conclusion that the representation of women in the movie of Kuntilanak is misogynic. Women are not only weak but source of misfortune and identical with devil or ghost. The result of this research suggests that in the future, production of film/film makers should aware about gender equality so that there is no movie that being a delivery medium of misogynism values."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harison
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5241
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Medina Andayanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratri Andamari
"ABSTRAK
Setelah penghapusan iklan pada TVRI, salah satu alternatif pembiayaan produksi jatuh pada penerimaan bantuan yang berbentuk paket acara seperti sinetron yang disponsori oleh pihak penyandang dana. Sebagai konsekuensinya, sinetron tersebut harus memenuhi keinginan pihak penyandang dana, seperti menyampaikan pesan yang menjadi misi pihak penyandang dana. Namun disamping itu TV sebagai sarana hiburan masyarakat tetap harus mengikuti kehendak pemirsanya. Jadi pesan tersebut harus dikemas dengan baik, agar tidak ada kesan menggurui dan membosankan. Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana pesan pesan itu dikemas, dengan cara menganalisis isi pesan. Peneliti menetapkan Sinetron Jendela Rumah Kita dan Sinetron Keluarga Rakhmat sebagai sampel, Selain itu pula, peneliti mengadakan penelitian survey terhadap 25 orang responden pemirsa kedua sinetron yang diambil secara acak, untuk menunjang hasil penelitian analisis isi ini. Unit pengukuran penelitian analisis isi ini adalah pesan-pesan sosial, sedangkan unit pengamatannya adalah keseluruhan adegan-adegan yang terdapat dalam kedua sinetron, yang berisi pesan-pesan sosial. Ternyata hasil analisis isi pesan-pesan sosial dari kedua sinetron menunjukkan bahwa pesan-pesan sosial itu di kemas dengan baik oleh pihak produksi, dengan indikator sebagai berikut; adegan-adegan yang berisi pesan-pesan sosial dalam kedua sinetron dirasakan tidak mengganggu menjenuhkan pemirsanya, walau mereka sadar ada pesan yang diselipkan. Jadi pemirsa merasa tetap terhibur dengan adegan yang ditampilkan, sekaligus menerima pesan-pesan sosialnya; waktu yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam suatu adegan tidak panjang (sesuai kemampuan seseorang mendengar dengan baik), bentuk pesan yang banyak dipakai adalah pesan verbal, dan jenis pesan yang banyak disampaikan dalam kedua kelompok sinetron adalah jenis pesan tentang Penanganan Hasalah Sosial Anak. Selain itu, tokoh yang ditampilkan sebagai penyampai pesan adalah tokoh yang juga disukai oleh pemirsanya."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joanna Naomi Maura
"Sejak Perang Dunia II sampai saat ini, tokoh Hitler banyak muncul dalam berbagai film, salah satunya adalah film bergenre satir Er ist Wieder Da. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai representasi tokoh Hitler dalam film tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tekstual. Film ini dianalisis dari sisi alur cerita dan penokohan, untuk melihat bagaimana film ini menggambarkan Adolf Hitler. Penokohan dalam analisis ini dibagi menjadi 3 kategori, yaitu Kriegskinder, Kriegsenkel dan Generasi Ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pandangan-pandangan berbeda dari tiap generasi terhadap tokoh Hitler.
Since World War II until today Hitler figure appeared in various films, one of which is a genre satire film, Er ist Wieder Da. In this article we will discuss the representation of Hitler figure in the film ldquo Er ist Wieder Da rdquo . The method used in this study is textual analysis. The film is analyzed in terms of plot and characterization, to see how this film depicts Adolf Hitler. Characterizations in this article is divided into three categories Kriegskinder, Kriegenkel and The Third Generation. The result showed that there are different views from each generation about Hitler figure. "
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jovanka Gusti Ardiansyah
"ABSTRAK
Jurnal berjudul ldquo;Adegan-Adegan Train to Busan Sebagai Simbol Kolektivisme Korea rdquo; ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena di dalamnya dijelaskan mengenai makna-makna kolektivisme yang terkandung dalam adegan-adegan film Train to Busan dilihat dari perspektif semiotik pragmatis. Data dalam penelitian ini adalah film Korea Selatan ldquo;Train to Busan rdquo; besutan sutradara Yeon Sang-ho. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana budaya kolektivisme yang telah mengakar pada bangsa Korea direpresentasikan melalui adegan-adegan film Korea modern. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembacanya memahami adegan-adegan dalam film Train to Busan sebagai simbol kolektivisme bangsa Korea.

ABSTRACT
THE SCENES OF TRAIN TO BUSAN AS THE SYMBOLS OF KOREAN COLLECTIVISM AbstractThe journal entitled The Scenes of Train to Busan as the Symbols of Korean Collectivism uses a qualitative research method because it describes the meaning of collectivism contained in scenes of the Train to Busan movie from the perspective of pragmatic semiotics. The data in this study is a South Korean movie Train to Busan made by director Yeon Sang ho. The purpose of this study is to explain how the culture of collectivism that has been rooted in the Korean nation is represented through scenes of modern Korean movie. The result of this study is expected to help the readers to understand the scenes of ldquo Train to Busan rdquo as the symbols of collectivism of Korean people.Keywords semiotic, collectivism, Train to Busan "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>