Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sitorus, Junghans
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan di beberapa negara yang terletak di daerah tropis maupun subtropis. Meningkatnya kejadian penyakit DBD dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor iklim. Dalam program pemberantasan penyakit DBD faktor iklim belum banyak mendapat perhatian, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan DBD yang dilakukan belum optimal.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor iklim dan kejadian DBD. Faktor iklim yang diteliti meliputi curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban, suhu, kecepatan angin, dan pencahayaan matahari.
Penelitian ini merupakan studi ekologi/studi korelasi populasi dengan menggunakan data sekunder selama 5 tahun (1998-2002) Data jumlah kasus DBD per minggu diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur, sedangkan data faktor-faktor iklim diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jakarta. Data iklim harian selanjutnya dikonversi menjadi data per minggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara curah hujan, kelembaban dan jumlah kasus DBD, hubungan yang sedang antara jumlah hari hujan, suhu, pencahayaan matahari dan jumlah kasus DBD, serta hubungan yang tidak bermakna antara kecepatan angin dan jumlah kasus DBD. Bentuk hubungan antara curah hujan, jumlah hari hujan, suhu, kecepatan angin, penyinaran matahari dan jumlah kasus DBD adalah cubic, sedangkan bentuk hubungan antara kelembaban dan jumlah kasus DBD adalah quadratic.

Relationship between Climate and Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in East Jakarta 1998-2002Dengue hemorrhagic fever (DHF) is epidemic disease in Indonesia and some countries in tropical, subtropical and temperate areas of the world. The increasing of DHF cases is caused many factors, and one of them is climate factor. This factor does not get much interested in DHF controlling programs yet, so that the intervention strategy is not optimum.
The research is conducted in East Jakarta, to know whether climate factors are related to DHF cases. The climate factor in the study is rainfall, rain days, humidity, temperature, wind velocity, and sun shine.
This study is an ecological study using secondary data for 5 years (1998-2002). The weekly DHF cases data come from East Jakarta Health Services, and the daily climate data come from Jakarta meteorological station, conversed to weekly data for 5 years in 1998 to 2002.
The study shows that there are a significant relationship between DHF cases and rainfall, rain days, relative humidity, temperature, and sunshine. There is not significant relationship between DHF cases and wind velocity. The model of relationship between climate factors and cases are cubic, except the relationship between humidity and cases is quadratic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maheka Karmanie Putri
"Setiap tahun, jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kotamadya Jakarta Timur cenderung meningkat. Kondisi lingkungan merupakan faktor terjadinya kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kasus, sebaran kasus dan pengaruh iklim (curah hujan, kelembaban udara, suhu udara), kepadatan penduduk, dan (Angka Bebas Jentik) ABJ terhadap kasus DBD di tiap kecamatan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Jakarta Timur dengan unit analisis berupa kecamatan per tahun. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan studi korelasi ekologi dengan pendekatan spasial. Variabel independen berupa curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, tingkat kepadatan penduduk dan ABJ. Variabel dependennya berupa kasus DBD Kotamadya Jakarta Timur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis spasial dan uji statistik. Analisis spasial menggunakan metode overlay antara kasus DBD, tingkat kepadatan penduduk dan ABJ. Analisis statistik menggunakan uji chi square (X2) untuk tingkat kepadatan penduduk dan ABJ dengan IR kasus DBD. Analisis statistik antara faktor iklim dan kasus DBD menggunakan uji korelasi. Pola pesebaran kasus berada di daerah utara Jakarta Timur, hal ini menunjukan bahwa kasus DBD tinggi cenderung berda di sekitar daerah yang berkepadatan penduduk tinggi. Kasus DBD mengalami puncak di sekitar bulan April-Juni selama 3 tahun.
Hasil penelitian secara spasial menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk mengalami perubahan setiap tahun. Hasil analisis spasial tingkat kepadatan penduduk dengan kasus DBD menunjukan bahwa tidak ada asosiasi antara peningkatan tingkat kepadatan penduduk dengan kenaikan jumlah kasus DBD di setiap kecamatan selama tahun 2005-2007. Angka Bebas Jentik di setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun, ABJ terlihat tidak berasosiasi dengan kasus DBD per kecamatan. Hasil penelitian secara statistik menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk dan ABJ berhubungan dengan kasus DBD. Kemudian, secara statistik ditemukan bahwa kelembaban berkorelasi dengan kasus DBD, sedangkan curah hujan, suhu udara, dan ABJ tidak. Hasil skoring tingkat kerawanan didapatkan kecamatan Jatinegara menjadi kecamatan yang dalam 3 tahun berturut-turut menjadi daerah yang memiliki tingkat kerawanan amat tinggi. Daerah Jatinegara memiliki tingkat kerawanan yang amat tinggi di tahun 2005- 2007, sehingga prioritas intervensi penanggulangan dan pencegahan dapat dilakukan di daerah tersebut."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cipto Aris Purnomo
"ABSTRAK
Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dipengaruhi oleh nyamuk Aedes aegypti, adanya penderita DBD dan secara spasial dipengaruhi iklim (curah hujan, kelembaban, suhu). Faktor risiko DBD berperan terhadap bertambahnya populasi Aedes aegypti yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan virus dengue untuk penyakit DBD. Penelitian ini adalah studi
ekologi melalui pendekatan parsial.
Studi ini bertujuan mendeskriptifkan secara spasial dinamika penularan penyakit DBD dengan pendekatan penyelidikan epidemiologi di Kecamatan Duren Sawit Kotamadya Jakarta Timur.
Hasil penelitian diketahui dinamika penularan penyakit DBD terjadi di rumah dengan jarak kasus yang berdekatan (klaster) yaitu kurang dari 100 meter dan sebanyak 5 klaster.

ABSTRACT
The spread of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is influenced by the mosquito Aedes aegypti, the dengue patients, and spatially influenced climate (rainfall, humidity, temperature). DHF risk factors contribute to the increasing population of Aedes aegypti, which is one factor that led to increased transmission of dengue virus for DHF. This research was the study of ecology through a partial approach.
This study aims to get a description of spatial dynamics with dengue transmission of epidemiological approaches in the District of Duren Sawit, East Jakarta Municipality.
The results revealed that the dynamics of dengue transmission occurs in the home with the distance of the adjacent cases (clusters) that is less than 100 meters and a total of five clusters.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wati Soetojo
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pertama kali dilaporkan tahun 1968 sampai dengan sekarang telah menyebar ke sebagian besar kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Selama periode 1992-2002 terdapat 69.330 kasus di wilayah DKI Jakarta, dengan jumlah kematian 595 orang, sedangkan untuk Jakarta Pusat selama tahun 2000-2003 terdapat 4.905 kasus dengan jumlah kematian 23 orang, rata-rata IR 121,44 dan ABJ (Angka Bebas Jentik) 92.3%.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (Type 1, 2, 3 dan 4) dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegtpti, ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan, lebam atau roam, kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun/shock. Disamping virus dan agent, faktor-faktor risiko seperti iklim (suhu, curah hujan, kelembaban), faktor demografi (kepadatan penduduk), serta faktor geografi (penggunaan tanah) dalam satu kesatuan ekosistem dapat mempermudah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Study ekologis time trend (kecenderungan waktu) terhadap faktor-faktor risiko tersebut diatas dan melalui pendekatan spasial, dilakukan untuk melihat gambaran fenomena kejadian penyakit DBD. Pemakaian Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak Arc View 32, dapat memperjelas gambaran penyebaran kejadian penyakit DBD selama tahun 2000 - 2003 per-kecamatan di Jakarta Pusat.
Pada tahun 2000-2003, rata-rata suhu udara minimum-maksimum (26,6 - 29,2°C) curah hujan (0 - 23,2 mm) dan kelembaban (66,9 85,9 %). Sebaran tertinggi selama tahun 2000 - 2003 yaitu pada kecamatan Kemayoran, Tanah Abang, Senen, Johar Baru. Lokasi-lokasi tersebut permukiman dan penduduknya padat, akibatnya faktor kelembaban dapat meningkat pada tempat tersebut, dan kondisi ini membuat nyamuk Aedes aegypti hidup serta berkembang biak dengan baik. Sebaran kejadian terlihat mulai meningkat pada akhir musim penghujan, dan sebaran kejadian pada musim kemarau lebih tinggi dari pada musim penghujan.
Melihat fenomena yang digambarkan dalam peta, bahwa kejadian penyakit lebih banyak pada permukiman dan penduduk yang padat dan jumlah kejadian penyakit DBD pada musim kemarau lebih banyak dan musim penghujan, serta jumlah kejadian meningkat pada akhir musim penghujan, maka untuk mengantisipasi peningkatan kejadian disarankan kepada Sudinkesmas setempat, untuk meningkatkan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan penyuluhan kesehatan lingkungan kepada masyarakat agar berperan aktif dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta perlu pengembangan SIG dan analisa spasial serta peningkatan epidemiologi kesehatan lingkungan.

Spatial Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Incidence in Central Jakarta District on 2000-2003Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) continues to be serious public health problems and major cause of hospitalization and death in Indonesia. The epidemiological dimensions of the disease continue to increase across rural and urban areas in Indonesia since first time DHF was reported in 1968. During the period 1992 - 2002, several outbreaks have occurred in Jakarta Capital of Territory (DKI-Jakarta) with a total incidence of 69,330 cases and with total number of 595 deaths, parts of the above number whereas 4,905 cases in the Central Jakarta Municipality for year 2002-2003 with total number of 23 deaths, IR 121.44 and Larvae Free Index (ABJ) was 92.3 %.
Transmitted by the main vector, the Aedes aegypty mosquito these are four distinct, but closely related viruses that cause dengue (Type 1, 2, 3 and 4). DHF is characterized clinical manifestations: high fever, hemorrhagic phenomena, often with hepatomegaly and in, severe cases, signs of circulatory failure. Such cases may develop hypovolaemic shock resulting from plasma leakage. Beside agent and virus, other risk factors such as climate (temperature, rain drop, humidity), demography, and geographic (land use) in one ecosystem could easier the spread of disease DHF.
Time trend in ecological study with risk factors above and using a spatial approach, is used in this study to find out the phenomena of DHF. Using the Geographical Information System (GIS) with ArcView 3.2, could bold the view of DHF spread during 2000-2003 for each sub districts in Central Jakarta Municipality.
In year 2000-2003, the average of the minimum-maximum temperature was (26.6 - 29.2 °C), rain drop was (0 - 23, 2 mm) and humidity was (66.9 - 85.9 %). The highest spreading of DHF in 2000-2003 was in Kemayoran Sub District, Tanah Abang Sub District, Senen Sub District, lobar Baru Sub District. The above areas which have housing with high density population have relation to increase the humidity then the high humidity could become a reinforcing factor for Aedes aegyply growing and living. The occurrence of DHF tends to increase at the end of rain season, and spreading of disease in dry season does higher compare to rain season.
From the phenomena on the map in this study, the incidence of DHF occurred more at housing with high density population and DHF occurrence in dry season highest compare to rain season, and the number of incidents was increased in at the end of rain season. It is suggested that the Central Jakarta Municipality Health Office needs to increase the health education which emphasize the environmental health aspects such as Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), and need to develop GIS with spatial analysis and increasing the epidemiology for environmental health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paripurna Harimuda S.
"ABSTRAK
Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) dan Kelompok Kerja (Pokja) Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikotamadya Jakarta Pusat, Nomor 178 tahun 1994, tanggal 18 Oktober 1994. Secara operasional hal tersebut dilakukan dalam bentuk gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan oleh unit-unit terkait secara lintas sektor. Pelaksanaan koordinasi Pokjanal dan Pokja DBD kurun waktu lima tahun, belum berpengaruh pada tingkat peran serta masyarakat dalam melakukan PSN.
Untuk itu, perlu dikaji pelaksanaan koordinasi Pokjanal dan Pokja DBD di Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian dilakukan di Kotamadya Jakarta Pusat. Subyek penelitian adalah Pokjanal dan Pokja DBD (Pokjanal DBD tingkat kotamadya, Pokjanal DBD kecamatan dan Pokja DBD kelurahan). Pada penelitian ini, dilakukan 1 FGD untuk Pokjanal DBD Tingkat Kotamadya dengan informan 10 orang sesuai stuktur dan fungsi Pokjanal DBD Kotamadya Jakarta Pusat pada SK. Untuk tingkat Kecamatan dilakukan 1 FGD dengan informan 10 peserta dari 8 Kecamatan. Sedangkan untuk tingkat Kelurahan dilaksanakan 1 FGD dengan 18 informan dari 44 kelurahan. Informan pada penelitian ini adalah seluruh anggota dinas / instansi / organisasi yang tergabung dalam wadah Pokjanal dan Pokja DBD di Kotamadya Jakarta Pusat dan wadah tersebut sebagai unit analisis. Metode penggalian informasi yang digunakan adalah Focused Group Discussion (FGD) dan Indepth interview. Disamping menggunakan kedua metode tersebut, masih dilakukan suatu upaya cross check melalui penelusuran data sekunder.
Hasil penelitian diperoleh bahwa ternyata Pokjanal dan Pokja DBD tidak berfungsi. SK sebagai landasan formal dalam melaksanakannya tidak tersosialisasi. Bahkan seorang pejabat pemerintah mengatakan ketidaktahuannya mengenai tercantum namanya dalam keanggotaan Pokjanal tersebut. Dengan demikian tidak mengherankan apabila koordinasi antar sektor tidak berjalan dengan baik secara fungsional dan struktural. Dari kenyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada koordinasi lintas sektor dalam Pokjanal dan Pokja DBD, maka peran serta masyarakat pun juga tidak ada dalam melakukan PSN sebagai bentuk kegiatan praktis dari Pokjanal dan Pokja DBD, sehingga ABJ pun tidak mencapai target.
Berdasarkan hal diatas disarankan agar: peran serta RT/RW lebih ditingkatkan, menunjuk koordinator dasawisma, ditiadakan penyemprotan dan penyuluhan secara intensif.

ABSTRACT
The Study on the Implementation of Pokjanal and Pokja on Dengue Fever (DBD) In the Movement to Eliminate Dengue Fever Mosquito Nests (PSN DBD) In Central Jakarta Municipality in 1999The Operational Work Group (Pokjanal) and Work Group (Pokja) on dengue fever were formed under the Letter of Decision of the Mayor of Central Jakarta, no. 178 of 1994 dated 18 October 1994. Operationally, the job is done in the form of elimination of mosquito nests (PSN) carried out by related units, cross-sector wise. The coordination of Pokjanal and Pokja DBD within a period of 5 years has not been influenced yet on public participation in carrying out PSN.
Therefore, it is necessary to study the results of Pokjanal and Pokja DBD coordination in Central Jakarta. The study used the descriptive qualitative design, and the location of the study is Central Jakarta Municipality. The subject of the study is Pokjanal and Pokja DBD (municipal Pokjanal, sub-district Pokjanal DBD and village, Pokja DBD). In this study, one Focused Group Discussion (FGD) for municipal Pokjanal DBD with 10 informants in accordance with the structure and functions of Pokjanal DBD in Central Jakarta in the Letter of Decision. At sub-district level, it was carried out with 10 participants from 8 sub-districts. While at kelurahan level, one Focused Group Discussion (FGD) for municipal Pokjanal DBD with 10 informants in accordance with the structure and functions of Pokjanal DBD in Central Jakarta in the Letter Decision. At sub-district level, it was carried out with 10 participants from 8 sub-districts. While at kelurahan level, 1 FGD was carried out with 18 informants from 44 kelurahan. The informants in this study were all members of the offices/organizations in Pokjanal and Pokja DBD of Central Jakarta and both units as analysis units. The method of obtaining information used was FGD and In-depth Interview. Besides using both methods, efforts were still made to make cross checks by tracing secondary data.
The finding indicates that Pokjanal and Pokja DBD are not functioning. The Letter of Decision as a formal basis in the implementation has not been socialized. Even a government official stated that he did not know that his name was included in the memberships of Pokjanal. So it is not surprising lithe inter-sectoral coordination has not been working well, functionally and structural. Based on this fact, it may be concluded that there has been no inter-sectoral coordination in Pokjanal and Pokja DBD. That's why members of the public have particularly carried out activity of Pokjanal and Pokja DBD.
Based on the above, it is recommended: The participation of RT/RW to be increased, to appoint a coordination of dasawisma, stop spraying and intensive extension.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mirza Hardiansyah
"ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan di Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Timur dan Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung kegiatan kefarmasian yang berlangsung dalam suatu puskesmas, mampu memahami peran, tugas dan tanggung jawab apoteker di puskesmas, serta memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas. Tugas khusus yang diberikan berjudul Rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Penggunaan Obat Rasional (POR), Penggunaan Obat Generik dan Data Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Kecamatan Ciracas Periode Bulan Januari-Februari 2016. Tugas khusus ini bertujuan untuk lebih memahami tentang peran dan tanggung jawab apoteker di puskesmas

ABSTRACT
Pharmacist Internship Program (PKPA) held in Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur and Puskesmas Kecamatan Ciracas, East Jakarta. PKPA activity is intended that students can see directly pharmacist activities that take place in a health center, able to understand the role, duties and responsibilities of pharmacists in health centers, as well as having a vivid description of the problem and the work of pharmacy practice at the center. Special assignment given titled Summary of Reports and Use of Drug Demand Sheet (LPLPO), Rational Drug Use (POR), Use of Generic Drugs and Pharmaceutical Services Data In Puskesmas Kecamatan Ciracas Month Period January-February 2016. The aim of this special task to understand more about the role and responsibility of the pharmacist in the health centers."
2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bareh Catur Astuti
"Kesiapsiagaan masyarakat diperlukan dalam menghadapi kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terus meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan keluarga menghadapi kejadian demam berdarah. Penelitian deskriptif ini telah dilakukan selama bulan Maret-Juni 2016 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional dimana pengumpulan data telah dilakukan melalui metode cluster sampling menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian kepada 109 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi kejadian DBD adalah sangat siap; pengetahuan keluarga (90.5%), sikap keluarga (80.8%), kemampuan sistem peringatan dini (81.8%), respon tanggap darurat keluarga (85.1%) dan mobilisasi sumber daya keluarga (89.4%). Kesimpulan penelitian ini adalah kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kejadian DBD adalah sangat siap. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi indikator bagi petugas kesehatan terutama perawat kesehatan masyarakat dalam mengevaluasi kesiapsiagaan keluarga terhadap DBD.
Community preparedness was needed to face dengue incidence that straightly increase. This study aims to describe the family preparedness to face dengue fever incident among March-June 2016. This research was conducted using descriptive study with cross-sectional design and data collected using cluster sampling method with questionnaire as instrument to 109 respondents. The results show that the family was very prepared for dengue incident; family knowledge (90.5%), family attitudes (80.8%), ability of early warnings system (81.8%), family emergency response (85.1%) and family resource of mobilization (89.4%). Conclusion of this study explain that the preparedness of community was very prepared to dealing with dengue fever incidence. Result of this study expected to be an indicator for Primary Health Care nurse to evaluate the family preparedness toward dengue fever."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S65171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana D. Inderajao Hidajat
"Tesis ini mengkaji kegagalan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Sebagai bahan tesis, adalah hasil penelitian tentang kehidupan warga masyarakat di Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016. Keadaan lingkungan tempat hidup, keadaan penduduk, dan keadaan nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), di wilayah tempat tinggal ini telah membentuk daerah penelitian sebagai tempat yang sangat baik bagi penyebaran penyakit DBD. Terbukti daerah penelitian merupakan daerah endemis penyakit DBD, yaitu daerah yang dalam tiga tahun terakhir, setiap tahun terjangkit penyakit DBD.
Dalam tesis ini diuraikan bagaimana Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, yang dirancang pemerintah untuk mengatasi serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), pada kenyataannya belum mampu menurunkan jumlah angka kejadian dan mempersempit luas wilayah penyebaran penyakit di daerah penelitian. Hal ini berhubungan erat dengan tidak adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program, disebabkan dalam perencanaan dan pelaksanaannya program ini belum mempertimbangkan cara-cara yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk mencegah dan memberantas penyakit ini, dimana cara-cara tersebut di atas ditentukan oleh pengetahuan mereka mengenai penyakit DBD ini.
Untuk menemukan pola hubungan antara sistem pengetahuan warga masyarakat dengan peran serta mereka dalam program digunakan pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data yang selengkap dan sedalam mungkin mengenai kedua hal di atas maka diteliti kasus pelaksanaan program di daerah penelitian. Metode pengambilan data yang digunakan adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Selain itu juga dilakukan Survai Jentik untuk mendapatkan data mengenai keadaan nyamuk Aedes aegypti di daerah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidak-berhasilan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah penelitian berhubungan erat dengan belum adanya peranserta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program. Warga masyarakat di daerah penelitian tidak memiliki akses langsung kepada informasi dan pengetahuan mengenai program, yang merupakan prakondisi bagi berperan sertanya warga masyarakat dalam suatu program Hal ini disebabkan penyuluhan, yang merupakan saluran penyampaian informasi dari para pelaksana program di lapangan kepada warga masyarakat, belum berjalan dengan baik; karena adanya berbagai kendala pada pelaksana program di lapangan.
Lepas dari Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, sebagian warga masyarakat setempat telah melakukan Cara-cara pencegahan dan pemberantasan nyamuk. Sebagian warga masyarakat setempat lainnya secara khusus melakukan cara-cara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, sebagai tanggapan terhadap terserangnya salah satu atau beberapa orang anggota keluarga mereka oleh penyakit ini.
Cara-cara yang dilakukan warga masyarakat setempat untuk mencegah dan memberantas penyakit DBD berhubungan erat dengan sistem pengetahuan mereka mengenai penyakit ini. Bervariasi dan kurang akuratnya pengetahuan warga masyarakat setempat mengenai penyakit ini mengakibatkan mereka melakukan caracara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD yang kurang akurat pula. Hal ini merupakan penyebab selalu ditemukannya kasus DBD di daerah penelitian.
Apa yang perlu dilakukan menurut saya adalah rnemberikan kepada warga masyarakat setempat pengetahuan yang lebih akurat mengenai ancaman penyakit DBD di lingkungan tempat tinggal mereka, mengenai manifestasi klinis, etiologi dan proses penularan penyakit DBD serta mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Pengetahuan ini harus benar-benar mereka pahami dan yakini sehingga bisa membentuk suatu perilaku yang mempunyai fungsi preventif dengan mengurangi eksposur terhadap organisme pembawa penyakit.
Mengingat para warga sendirilah yang paling mengetahui keadaan lingkungan tempat hidupnya, dan para pelaksana program di lapangan pada kenyataannya belum mampu melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD ini, maka perlu dicari satu institusi lokal yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan aktivitasaktivitas kolektif untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, termasuk membentuk prakondisi yang dibutuhkan agar warga masyarakat mau melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artha Prabawa
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T39612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>