Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvi Astuti
"Media massa adalah agen sosial yang seringkali dianggap pula sebagai agen perubahan. Ada beberapa fungsi yang diperankan oleh media massa salah satunya dan juga menjadi fungsi awalnya adalah informasi. Berita adalah salah satu produk dari media massa yang menjalankan fungsi informatif ini. Sebagai suatu informasi, berita awalnya hanya berbentuk pelaporan suatu peristiwa. Dalam perkembangannya kemudian, berita tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga memiliki kekuatan politis tertentu yang dapat mengubah sistem politik suatu negara ataupun membentuk opini umum. Kini sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan struktur organisasi yang semakin kompleks, berita tidak hanya memiliki kekuatan politis tetapi juga kekuatan ekonomi. Dikemas dengan gaya penyampaian yang menarik, sebuah berita dapat menjadi komoditi yang layak dijual. Berita sebagai komoditas dalam sistem kapitalisme media terdiri dari tanda-tanda yang dikomoditaskan dan diciptakan dengan tujuan akhir menghasilkan keuntungan bagi pihak media. Di sini, berita bukanlah kekuatan terpisah, di luar dari hubungan sosial yang ada, tetapi merupakan bagian dari mereka. Televisi — dengan karakteristik medium audiovisual dapat secara maksimal mengeksploitasi tanda-tanda yang ada dalam suatu peristiwa hingga menarik perhatian. Struktur berita yang naratif disertai dengan gambar-gambar yang dramatis dapat merepresentasikan suatu drama kehidupan yang terjadi pada sekelompok manusia menjadi bentuk opera sabun dalam medium televisi. Konflik antar manusia dieksploitasi, pelaku-pelaku peristiwa ditonjolkan disertai dengan penekanan pada karakterkarakternya. Semua ini ditujukan tidak sekedar untuk menyampaikan informasi mengenai suatu isu, tetapi juga untuk menyenangkan khalayak dengan cerita dan gambar dramatis yang pada kahirnya adalah untuk keuntungan media. Di sini berita diposisikan sebagai nilai tukar dalam hubungan antara media dan khalayak. Dalam proses pembentukan teks di kamar berita, rutinitas media lebih dekat kepada khalayak daripada sumber. Walaupun bentuk hubungannya abstrak karena media tidak berhubungan langsung dengan khalayak tetapi dalam setiap rutinitas yang dilakukan mulai dari perencanaan, produksi teks dan gambar sampai editing semuanya ditujukan untuk kepuasan khalayak. Sementara sumber atau pelaku-pelaku yang ada dalam berita tersebut hanya dianggap sebagai ordinary people yang dieksploitasi kisahnya untuk kepentingan tertentu, yaitu keuntungan media. Karena hal ini berhubungan dengan sistem kapitalisme media terutama berlaku pada televisi swasta yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Salah satu yang paling menguntungkan dalam dunia kapitalisme modern ini adalah ketertarikan khalayak karena dengan begitu akan mendatangkan banyak pengiklan yang pada akhirnya mendatangkan banyak keuntungan pula bagi media. Berita sebagai salah satu produk dari organisasi media yang berada dalam sistem kapitalis juga pada akhirnya dijadikan komoditas. Berita tidak hanya berita yang menyandang fungsi informasi dan menyajikan suatu peristiwa apa adanya, tetapi juga menyandang beban ekonomi di mana berita juga harus menghasilkan keuntungan bagi pihak media. Karena itulah pertimbangan wacana hiburan dalam sebuah pemberitaan juga dianggap sebagai elemen penting agar berita tetap ditonton."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4300
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Dwi Astuti
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2009
415 WIW w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Adinizam
"Kapitalisasi dan komersialisasi nampakya sudah menjadi hal yang tidak bisa dihindari lagi dalam kehidupan saat ini. Kapiltalisasi dan komersialisasi bahkan sudah merasuk dalam sendi-sendi kehidupan beragama. Salah satunya terlihat dengan menjamumya acara-acara "berbau" Islam di televisi ketika memasuki bulan Ramadhan. Alih-alih peduli dengan dakwah Islam, acara-acara Ramadhan di televisi ini justru menciptakan jarak yang semakin lebar dengan dakwah Islam yang ideal karena pihak televisi lebih berorientasi pada keuntungan kapital. Skripsi ini berusaha mengungkapkan bagaimana strategi kapitalisme memanfaatkan ritual puasa ramadhan dan dakwah Islam untuk kepentingan akumulasi modal industri televisi dalam konteks masyarakat Indonesia. Selanjutnya, skripsi ini juga berusaha menunjukkan bahwa strategi-stategi kapitalisme yang bekerja di balik industri televisi tersebut, secara tidak langsung, turut melanggengkan pemahaman umat Islam Indonesia mengenai makna dakwah nilai-nilai ajaran Islam yang belum menyeluruh. Strategi kapitalisme yang umum dipakai adalah komodifikasi, yaitu proses merubah nilai guna menjadi nilai tukar.Dalam konteks penelitian ini, nitai guna ideal televisi yang memiliki potensi yang besar untuk merubah pemahaman masyarakat Indonesia terhadap Islam ke arah yang lebih baik-tidak verbalis dan simbolik semata dengan sadar dirubah menjadi sarana transaksi antara televisi dengan industri-industri prL~duk konsumsi dan gaya hidup hanya untuk mencari keuntungan kapital saja. Peneliitian dengan pendekatan kualitatif dan perspektif kritis ini mengambi! tiga episode program Ramadhan Sahur Kita di SCTV sebagai unit analisis. Alasannya, SCTV dengan program Sahur Kita-nya adalall stasiun televisi di Indonesia yang mempelopori acara ramadhan di televisi dengan format full hiburan dan komedi namun masih terus bertahan tiap tahunnya .sampai saat ini Metode analisis utama yang akan dipakai untuk membedah tiap epsode Sahur Kita adalah analisis kritis wacana. Dengan kerangka Analisis Kritis Wacana Norman Fairclough skripsi ini berusaha mengaitkan konteks mikro yang dilihat melalui konstruksi yang terjadi dalam teks acara Sahur Kita dengan konteks makro masyarakat yang lebih luas Padci level mikro, teks acara Sahur Kita akan dianalisis menggunakan teknik semiotika pendekatan Ferdinand de Saussure. Teknik ini dipilih penulis karena dapat melihat keterkaitan tanda-tanda simbolis di luar bahasa tertulis, dalam hal ini citra visual yang menjadi karakter program televisi. Selanjutnya. pada level praktik wacana akan dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dart wawancara mendalam tak berstruktur dengan pihak pembuat teks dan data-data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka. artikel dan internet. Sedangkan level praktik sosial budaya akan dianalisis berdasarkan studi kepustakaan. Analisis intertekstualitas terhadap acara Kopi Darat 103 FM SCTV juga dilakukan untuk melihat adanya kesinambungan idiologis dari pembuat teks pada program televisi yang lain. Hasil analisis dan intepretasi menunjukkan bahwa strategi kapitalisme umum SCTV untuk merubah nilai guna dakwah ritual Ramadhan menjadi nilai tukar (komodifikasi) adalah melalui penope'1gan komoditas (fefishm of commodifies) dan pembentukan kesadaran palsu (false conciousness) yang bekerja lewat strategi pengemasan acara. promosi dan iklan. lsi acara Sahur Kita di kemas menjadi penuh hiburan yang memanfaatkan komedi. musik. video klip. kuis yang semuanya didukung oleh selebriti (komedian). Komodifikasi ini di latar belakangi oleh jumlah penganut Islam Indonesia yang sangat besar sehingga menjadi sumber yang potensial bagi SCTV untuk meraup keuntungan kapital yang besar di tengah-tengah persaingan antar televisi yang semakin ketat. Secara sosial budaya. proses konstruksi dan komodtfikasi dakwah ritual Ramadhan juga bersumber dari pemahaman masyarakat Islam di Indonesia yang masih sangat partikularis. tik simbolik dan patemalistik sehingga acara-acara Ramadhan yang dibuat pembuat teks adalah program Ramadhan yang penuh nilai partikularistik simbolik, dan paternalistik. Lalu, program Ra~adhan yang seperti ini ditangkap khalayak sebagai suatu yang selalu dianggap wajar dan benar (commonsense) Kesimpulannya, televisi di Indoenesia telah sengaja mengeksploitasi rasa- rasa keberagamaan dan ritual-ritual agama Islam-yang notabenenya rnemilki jumlah penganut yang sang at besar-seperti Ramadhan untuk menghasilkan keuntungan kapital yang besar dan memastikan keberlangsungan usahanya. Eksploitasi dan komodifikasi terhadap ritual-ritual Ramadhan ini justru semakin memantapkan struktur pemahaman mengenai dakwah dan nilai-nilai Islam yang tidak komprehensif pada masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S3754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Astuti
"Penelitan ini adalah sebuah analisis diskursus kritis yang dilakukan dengan menggambarkan
bagaimana kapitalisme media membentuk representasi perempuan dalam "gambar hidup" di televisi
dari segi karakter dan peran. Kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah FTV (Film Televisi),
sebuah program yang ditayangkan oleh S01V sejak 4 Oktober 2000A sew memaksudRan program
ini sebagai tontonan altematif di tengah sinetron yang menyesaki daftar acara televisi-televisi swasta
di Indonesia. Sinetron sendiri sering dikeluhkan karena dianggap melanggengkan nilai-nilai patriarkis
di masyarakat.
Representasi perempuan dalam "gambar hidup" selama ini tidak pemah jauh keluar dari
nilai-nilai yang erkandung dalam ideologi gender, yang selama ini membatasi ang gerak
perempuan dalam bentuk pembingkaian yang ber1
Pembingkaian terhadap perempuan tersebut dapat dilihat dari enam sisi, yaitu bingkai fisik, pikiran,
domestik, sosial, peke~aan dan politik. Sebagai benang merah dari keenam bingkai tersebut adalah
bahwa bias gender tersebut merupakan p~ uk kapitalisme yang patriarkis. Ka~italisme ini lah yang
mula-mula menyebabkan munculnya pemb;:mian ke~a secara seksual, d1 mana perempuan
ditempatkan di ruang privat untuk menaukung laki-laki yang ditempatkan di ruang publik. Akibatnya,
laki-laki diidentikkan dengan "pr6duksi" sementara perempuan itientik dengan "konsumsi".
Marjinalisasi perempuan dan bidang produksi dan dominasi sebagai obyek "tontonan• sering menjadi
ideologi utama media massa. ,.
Dalam memahami repr:esentasi perempuan di media massa, ada dua sudut pandang, yaitu
media mumi sebagai cermin dan keadaan masyarakat dan media tidak hanya sebagai cermin, tapi
juga membentuk realitas sosial itu sendiri (Debra Yatim, 1992}. Dalam sudut pandang ini, lewat
proses seleksi, media melakukan interpretasi dan bahkan membentuk realitas sendiri. Hasilnya,
adalah representasi perempuan sebagai subject position yang memiliki makna tersendiri dalam
diskursus. Untuk lebih jelasnya, digunakan Frame of Reference for Studying Mediation milik Dennis
McQuail yang mengemukakan bahwa hubungan media dengan institusi lain mempengaruhi institusi
media dan institusi media tersebut mempengaruhi isi. lnstitusi lain yang dimaksud di sini, dengan
mengambil Marxist Critical Theory adalah institusi ekonomi. Marx berpendapat media massa adalah
alat untuk mengekalkan kapitalisme karena dasar dari masyarakat adalah sistem ekonomi. Teori
Marx ini berhubungan erat dengan teori ideologi Althusser dan teori hegemoni Gramsci. Televisi
sebagai media massa menjadi penting karena karakteristiknya audiovisualnya dan ditonton banyak orang. Oleh karena itu, televisi mempunyai kekuatan untuk menentukan budaya apa yang menjadi
mainstream.
Masalah mengenai media yang seksis ini telah lama menjadi pematian para feminis, yang
menganggap media massa sebagai salah satu batu sandungan bagi gerakan mereka. Feminisme di
dunia dikenal terbagi dalam tiga gelombang. Terakhir, Naomi Wolf, · feminis asal AS,
memproklamiri
-'aliran Feminisme Kekuasaan.
Analisis diskursus kfitis ini lalu dilakukan :dengan melibatkan dua dimensi kembar. Dimensi
yang pertama, yaiju communicative events terbagi dalam tiga tingkatan, yartu teks, discourse practice
dan sociolcu/tural practice. Dimensi ini memandang masing-masing tingkatan tersebut secara umum,
·sedangkan dimensi yang kedua, yartu order of discourse memandang keteri
tingkatan tersebut dalam konteks yang general.
Berdasari
dua episode FTV diperoleh dua macam frame yang sama-sama merombak keenam bingkai
perempuan baik dari sudu fisik, pikiran, sosial, domestik, peke~aan dan politik, serta keluar dari
dikotomi maupun kategorisasiperempuan di media massa, karena menjadi subject position yang
memiliki makna sendiri. Dengan demikian, maka representasi perempuan dalam FTV ini, dari sudut
karakter maupun peran, telah meninggalkan sudut pandang pertama yang menghadiri
.perempuan dalam stereotipenya dan menempatkan dirinya dalam sudut pandang kedua, yang kental
dengan nilai-nilai ideologi feminisme.
Berdasari
sebagai gatekeeper dalam jalinan gatekeeper groups, terjadi yang dinamakan dengan
technologization of discourse, yaitu proses intervensi dalam ruang lingkup discourse praCtice untuk
membentuk hegemoni baru datam institusi atau organisasi yang ber:sangkutan, sebagai bagian dari
usaha secara umum untuk member1akukan restrukturisasi hegemoni dalam praktek institusional dan
budaya.
Sementara itu, analisis pada tingkatan sociocultural practice menunjukkan bahwa dalam
program FTV ini juga terdapat tarik ulur antar13 kepentingan komersil dengan kepentingan idealis.
Sebagai institusi bisnis, stasiun televisi tidak dapat melepaskan diri dari prinsip-prinsip kapitalisme,
namun berdasariketiga tingkatan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kapitalisme memang menentukan isi tapi
bl.ikan satu-satunya faktor, Karena masih ada faktor idealisme yang mengimbangi kaprtalisme. Faktor
idelisme ini dapat menghasilkan terobosan baru. Terobosan baru tersebut terwujud dalam
techonologization of discourse. Walaupun hakikat dari technologization of discourse ini adalah
sebagai hegemoni, namun dapat pula sekaligus dimafaatkan untuk kepentingan idealisme tadi.
Dalam kasus ini, technologization of discourse menghasilkan FTV sebagai discourse type baru
Sebagai hasil dari discourse type baru tersebut, dalam teks, terbentuk representasi perempuan, baik
dari karakter maupun peran, yang merupakan dekonstruksi dari representasi yang umum.
Dengan demikian maka ter1ihat bahwa antara kepentingan komersil dengan kepentingan
idealis dapat saling mendukung dan bahwa televisi selaku media yang ditonton banyak orang tidak
hanya dapat menentukan budaya yang menjadi mainstream, namun juga dapat menciptakan budaya
tandingan. Berdasaripula dimanfaatkan untuk menyebar1uaskan nilai-nilai baru, dalam hal ini adalah nilai-nilai feminisme
guna terciptanya representasi perempuan yang manusiawi dalam media massa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S5015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hastuti Wulanningrum
"Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang hampir tidak dapat dipisahkan. Hal ini terwujud melalui hadirnya sosok perempuan yang direpresentasikan di media massa. Melihat fenomena yang marak terkait dengan kemunculan sosok perempuan di media massa, pada umumnya perempuan hanya digambarkan sebagai alat pemanis atau sebuah komoditas demi kepentingan-kepentingan teltentu.
Salah satu bentuk media massa yang membeii pengaruh sangat besar bagi khalayak adalah media televisi. Beragam bentuk paket program ditawarkan oleh media televisi. Namun maraknya program-program yang ditayangkan cenderung membentuk suatu eksploitasi terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat. Eksploitasi tersebut mengarah pada kondisi diskriminasi terhadap satu pihak. Salah satu bentuk terjadinya kondisi diskriminasi tersebul tergambar dalam tayangan berita kriminal. Program ini muncui seiring dengan kondisi realita sosial yang menunjukkan tingkat kriminalitas yang semakin hari semakin tinggi akibat banyak faktor. Diusungnya laporan investigasi daiam bentuk program hukum dan kriminal bertujuan untuk meningkatkan empati seria kewaspadaan masyarakat akan bahaya kejahatan yang dapat mengintai siapa saja.
Namun hal yang mengganggu dan sekaiigus menarik uniuk diteiaah adaiah adanya prilaku ekspioitasi dan diskriminasi terhadap perempuan daiam pembentaan pada tayangan kriminal tersabut. Media teievisi seolah kian menjadi lahan subur bagi bentuk pendiskriminasian perempuan secara simbolik melalui pemberitaan-pemberitaan yang bombastis sehingga mampu menyedot perhatian khalayak, Perempuan yang mendapatkan prilaku diskriminatif berada dalam posisi sebagai pelaku kejahatan maupun sebagai korban kejahatan. Sementara itu, individu yang melakukan prilaku eksploitasi dan diskriminasi tersebut adalah Iaki-laki yang menjadikan perempuan sebagai korban kejahatan, atau bahkan pihak-pihak yang berwenang, ketika perempuan berada pada posisi sebagai pelaku kejahatan. Untuk itu, penelitian ini hendak mempermasalahkan sudut pandang jurnalis atau pengelola program Derap Hukum dari perspektif feminis sosialis, perihal bagaimana ideology-ideologi yang melatarbelakangi kerangka berpikir mereka sehingga tercermin dalam hasil produksi yang kemudian disalurkan ke ruang-ruang keluarga.
Penelitian ini menggunakan perspektif feminis sosialis dalam kerangka ekonomi politik kritis. Data-data diperoleh dan hasil wawancara terhadap informan-informan penting di balik proses produksi program Derap Hukum. Selain itu, observasi terhadap tayangan episode-episode Derap Hukum sepanjang tahun 2006 juga dilakukan untuk mengklarifikasi pernyataan-pernyataan informan dengan hasil produksi mereka sendiri. Data sekunder sebagai pelengkap, diperoleh dari penelusuran berbagai literatur terkait.
Hasil penelitian menemukan adanya kepentingan-kepentingan ekonomi politik media yang menjadi kerangka konsep berpikir para pengelola program Derap Hukum tenitama sang pemegang wewenang dan keputusan tertinggi. Subordinasi temadap perempuan terlihat jelas dalam representasi tayangan. Hal tersebut ternyata merupakan strategi untuk menjangkau khalayak sebanyak-banyaknya demi peraihan keuntungan yang sebesar-besamya. Dengan demikian, ideology pairiarki dan budaya kapitalisme media masih mendominasi kinerja iumahs dalam memproduksi tayangan bagi khalayak yang tidak hanya dikhususkan oieh Iaki-laki. Ironisnya, tayangan tersebut justru menyajikan proporsi yang tidak seimbang dan cenderung menyudutkan perempuan. Dengan demikian, stigma perempuan yang rentan dengan tindak kekerasan diperkuat dengan representasi pelempuan dalam layar kaca yang tidak Iain dijadikan sebagai sebuah komoditas tersendiri bagi institusi media yang mendatangkan banyak keuntungan.
Akhir penelitian ini berupaya memberi solusi pada permasalahan yang ada melalui implikasi peneiitian. Panama. media televisi hendaknya mampu melakukan suatu gebrakan untuk mengangkat derajat penempuan dari keterpurukan yang semakin diperparah dengan representasinya seoara simbolik dalam tayangan hukum dan kriminal. Hal tersebut mampu membuktikan bahwa perempuan memang rentan kejahatan namun bukan berarti perempuan kayak didiskriminasikan dalam segi apapun yang tidak setara dengan laki-laki. Kedua, peran negara untuk berintegrasi dengan media dapat dilakukan dengan terus-menerus melakukan sosialisasi zero tolerance policy of violence against woman, tanpa melakukan intervensi berlebihan pada institusi media.
Akhirnya, penelitian ini merekomendasikan bagi penelitian selanjutnya untuk Iebih mengupas secara lebih lengkap dan komperhensif mengenai praktek kapitalisme dalam kepentingan ekonomi politik media di balik representasi muatan tayangan yang diproduksinya dalam konsep ekonomi politik media yang lain yaitu spasialisasi dan strukturasi. Karena pengaruh kepentingan ekonomi poiitik dalam tubuh institusi media tersebut memberi penetrasi yang sangat kuat kepada khalayak sebagai konsumen. Di samping itu, penelitian-penelitian seputar representasi sosok perempuan dalam media masse perlu dilakukan seoara berkesinambungan sebagai upaya memberi penyadaran bagi jurnalis rnengingat dunia jurnalis masih didominasi oleh ideologi patriarki yang teramat kuat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T23324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Heru Triatma Jaya
"Pengaturan Keuangan yang sangatlah luas dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, berakibat pula pada meluasnya penerjemahan kerugian negara itu sendiri. Hal ini mengakibatkan menjadi kesulitan juga dalam menentukan apakah suatu perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Dalam  Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memasukkan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai salah satu unsur yang dipenuhi dalam tindak pidana korupsi untuk menilai adanya kerugian negara yang timbul dalam hubungan hukum yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara ataupun Daerah. Hal ini tentu bertentangan dengan UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN yang menyatakan bahwa BUMN maupun BUMD tunduk pada UU Nomor 40 tahun 2007. Sehingga negara hanya bertanggung jawab sebatas modal yang diberikan yang telah di konversi menjadi saham.Jadi, kekayaan negara dalam BUMN maupun BUMD hanya sebatas saham itu sendiri. Perdebatan mengenai sejauh mana keuangan negara yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara sampai sekarang masih terjadi. Penelitian ini akan melihat sejauh mana kerugian negara dalam dikategorikan sebagai unsur dalam tindak pidana korupsi. Tinjauan analisis didasarkan pada teori transformasi keuangan negara, dan melihat mengenai perbedaan mengenai definsi kerugian negara dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian normatif, yaitu melakukan analisis pada aturan hukum terkait BUMN, BUMD, keuangan negara, kekayaan negara yang dipisahkan, perjanjian,  serta tindak pidana korupsi, merujuk pada Peraturan Perundang-undangan, maupun Peraturan Pemerintah  Jadi, data yang akan diperoleh berupa data sekunder (bahan hukum primer dan sekunder). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, adalah : Pertama, Salah satu unsur untuk menentukan ada atau tidaknya suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi adalah kerugian negara yang timbul terhadap keuangan negara, serta kerugian pada BUMN maupun BUMD tidak dapat dikategorikan secara langsung sebagai tindak pidana korupsi. Kedua, kedudukan debitur dalam suatu perjanjian pada dasarnya adalah setara dengan kreditur, dimana debitur dan kreditur memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi. Ketiga, dalam kasus kredit macet terhadap Bank Papua dan PT. Vitas tidak dapat hanya bertumpu pada kerugian negara semata untuk menyatakan bahwa debitur termasuk dalam tindak pidana korupsi, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini.

Financial arrangements that are very broad in a number of current laws and regulations have also resulted in the widespread translation of losses of the state itself. This has caused difficulties in determining whether an act can be categorized as a criminal act of corruption. In Law No.31 of 1999 concerning Corruption Crime, including separated state assets as one of the elements fulfilled in corruption acts to assess the existence of state losses arising in legal relations carried out by State or Regional State-Owned Enterprises. This is certainly contrary to Law Number 19 of 2003 concerning BUMN which states that BUMN and BUMD are subject to Law No. 40 of 2007. So that the state is only responsible as limited as the capital provided which has been converted into shares. So, state wealth in BUMN and BUMD only limited to the stock itself. Debates about the extent to which state finances can be categorized as state losses have still occurred. This study will look at the extent to which state losses are categorized as an element of corruption. The analysis review is based on the theory of state financial transformation, and looks at the differences regarding the definition of state losses in several applicable laws and regulations. The study was conducted using a normative research methodology, namely conducting an analysis of the legal rules relating to BUMN, BUMD, state finance, separated state assets, agreements, as well as corruption, referring to the Laws and Regulations, as well as Government Regulations in the form of secondary data (primary and secondary legal materials). The conclusions that can be obtained from this study are: First, one element to determine whether or not an action can be categorized as a criminal act of corruption is state losses arising from state finances, and losses to BUMN or BUMD cannot be categorized directly as corruption. Second, the position of the debtor in an agreement is basically equivalent to the creditor, where the debtor and creditor have their respective rights and obligations that must be fulfilled. Third, in the case of bad loans to Bank Papua and PT. Vitas cannot only rely on state losses alone to state that debtors are included in corruption, so it cannot be said that there is a criminal act of corruption in this case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Syahrela
"Gaya hidup adalah `identitas' diri di dalam suatu masyarakat modern, hal ini meliputi bagaimana kita dikenal dan diakui keberadaannya oleh masyarakat. Wujud pengakuan ini dapat berupa apresiasi terhadap aspek-aspek simbolik yang melekat pada tubuh kita. Oleh karena sedemikian besarnya apresiasi masyarakat pada aspek-aspek simbolik, maka gaya bidup sebagai perwujudan seseorang di dalam lingkungannya menjadi alat untuk menentukan dari golongan manakah ia berasal. Untuk mendukung hal ini, penggunaan barang-barang sebagai pendukung identitas diri melalui penampilan misalnya, menjadi pilihan untuk mengapresiasikan din. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan gaya hidup apa saja yang disajikan iklan, dan bagaimana kaitannya dengan kondisi dan perkembangan masyarakat Indonesia.
Dukungan teknologi informasi melalui penggunaan televisi, intemet, radio, dan majalah telah mengkiblatkan diri pada budaya asing yang pada saat ini kondisinya sedemikian mengancam keberadaan budaya Indonesia. Apalagi kondisi ini diperburuk dengan berbagai konflik sosial, upaya-upaya disintegrasi bangsa, dan kondisi ekonorni yang belum sepenuhnya pulih, semakin membuat suatu `keterpurukan budaya'. Budaya asing atau budaya massa, kini telah menghempaskan budaya Indonesia menjadi sesuatu yang kuno sehingga kini budaya Indonesia sulit untuk dikatakan sebagai budaya yang modern.
Teori-teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori yang ditelurkan oleh pemikir-pemikir atau kritikus budaya yang turut mengkhawatirkan perkembangan budaya massa ini. Oleh sebab menurut mereka, perkembangan budaya massa telah mengarah untuk menjadi satu-satunya budaya pada masyarakat dunia, dan hal ini patut dihindarkan. Paradigma teori kritis yang digunakan, dan sifat penelitian yang interpretatif akan diaplikasikan pada bingkai cultural studies (kajian budaya). Sebagai salah satu cabang dari teori media Marxist, cultural studies adalali tradisi yang berusaha mengetahui, menginterpretasi makna budaya dari suatu produk media. Masyarakat atau penonton dalam dipandang sebagai tempat di mana makna-makna itu dipertarungkan.
Ketiga iklan kosmetik sebagai objek yang diteliti, yaitu iklan Citra Lotion, Ponds Facial Foam, dan Olay Lotion yang dipilih dari sekian banyak iklan kosmetika di televisi. Iklan sebagai sebuah teks yang berfungsi untuk merepresentasikan suatu fenomena di dalam masyarakat, akan selalu terpengaruh oleh nilai-nilai di luar dirinya. Melalui kerangkan analisis van Dijk, dapat dipahami bahwa kehadiran sebuah teks media pun dapat merupakan tanda bagi keberadaan elemen messo struktur atau bagaimana sebuah teks diproduksi, dan bagaimana nilai-nilai diseleksi untuk mendukung tampilan suatu teks.
Gana menemukan gaya hidup apa yang direpresentasikan oleh iklan kosmetik, metode semiotika dapat menjadi pisau analisis mengenai gaya hidup apa dan bagaimana penyajiannya, serta bagaimana keterkaitannya dengan perkembangan dan kondisi masyrakat Indonesia masa kini. Hasil penelitian mengidentifikasi 3 (tiga) bentuk gaya hidup, yaitu: gaya hidup metroseksual, gaya hidup kembali ke alam (back to nature), dan gaya hidup mandiri dan modem.
Sebuah teks iklan adalah produksi dari sebuah institusi yang tersusun atas elemen individual, bagaimana konstruksi sebuah iklan akan ditentukan oleh bagaimana konnisi sosial individu tersebut. Fenomena sosial budaya yang terjadi di masyarakat ternyata dapat turut mempengaruhi representasi gaya hidup di dalam iklan. Melalui pembahasan analisis sosial dapat dijelaskan bahwa di dalam teks iklan gaya hidup ketiga iklan terdapat nuansa budaya massa metalui isu kapitalisme, isu globalisasi, dan bertebarannya budaya asing (massa), yang kesemuanya turut mendesak media massa sehingga mempengaruhi budaya Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraya
"ABSTRAK
Pokok permasalahan tesis ini dititik beratkan pada media yang diwakili oleh para pekerja medianya mengkonstruksi realitas sosial terutama mengenai kasus Aceh dilatarbelakangi oleh ideologi profesionalnya, yaitu menyajikan beritanya dengan tujuan untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan. Namun kita belum mengetahui bagaimana sebenarnya cara pandang yang dimiiiki oleh institusi medianya (KOMPAS, Republika dan Suara Karya) terutama para individu pengelolanya terhadap kasus Aceh itu sendiri dan citra ABRI yang diangkat ?
Aspek yang ditelaah dalam kerangka teori adalah seputar isi berita (teks) dengan teori ekonomi politik, yang diintertekstualitaskan dengan produksi dan konsumsi teksnya serta sosial budaya pers di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai (Ideologi) apa yang disebarkan oleh ketiga media tersebut melalui beritaberita kasus Aceh.
Hasil penelitian yang didapat, Republika dan Suara, Karya cenderung lebih banyak mengemukakan framing pelanggaran HAM. ABRI di citrakan sebagai pelariggar HAM. Pada Suara Karya eksemplar yang dikemukakan adalah kekejaman Polpot di Kamboja, Hitler dan Nazi-nya di Jerman dan kekejaman Serbia terhadap Bosnia.
Sedangkan KOMPAS mengemukakan ketiga framing secara merata, yaitu Stabilitas Keamanan, Jasa Rakyat Aceh dan Pelanggar HAM.
Namun pada elemen framing yang dikemukakan terdapat eksemplar, yaitu pemboman terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Nairobi, Kenya dan Dar es Salaam, Tanzania oleh aksi teroris. Depiction yang muncul adalah Terorisme pada aksi-aksi kerusuhan sedangkan pelakunya adalah teroris. Hal ini_ biasanya dikemukakan oleh media non Islam dengan menyebarkan nilai-nilai (Katolik) yang dianutnya. Ideologi dominan pada ketiga media tersebut adalah ideologi kapitalis. KOMPAS memiliki oplah yang besar sehingga lebih banyak dibaca dibandingkan dengan Suara Karya yang hanya lebih banyak dibaca oleh pegawai negeri (afiliasi ke Golkar) dan Republika yang segmen pembacanya kebanyakan muslim. Dengan adanya pemberitaan kasus Aceh tersebut. ketiga suratkabar mengharapkan lebihbanyak dibaca pembacanya sehingga oplahnya menjadi naik dan para pengiklan lebih banyak masuk.
Pemberitaan dalam media pada masa orde baru sangat dibatasi terutama yang menyangkut masalah Pancasila, UUD 1945, Dwi Fungsi ABRI dan kegiatannya serta Keluarga Suharto beserta kroninya. Karena itu pemberitaan mengenai ABRI sangat jarang terekspos. Sedangkan pada
masa reformasi, katup-katup pembatas tersebut mulai terbuka. Semua media menikmati ephoria kebebasan tersebut, sehingga kasus Aceh yang banyak menyangkut kegiatan ABRI mulai terekspos. Para pekerja media mengkonstruksi berita Kasus Aceh dipengaruhi oleh perekonomian media yang bersangkutan. Sehingga saat berita tersebut terjadi dikaitkan dengan krisis moneter yang melanda media massa serta peta politik yang sedang berubah ke arah era reformasi. Berita Kasus Aceh dikonstruksikan dengan tujuan agar oplah media tersebut menjadi naik sehingga tetap bertahan dalam situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Maharani
"Buletin berita kriminal menjadi program andalan di stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia. Produksi berita kriminal secara massal membuat media membutuhkan aliran informasi terus-menerus dari sumber yang kredibel dalam menangani masalah kriminalitas. Dari sinilah timbul kerja sama media dan kepolisian untuk memproduksi berita 'criminal. Penelitian ini berusaha melihat proses produksi berita kriminal menghasilkan representasi polisi jagoan yang selalu berhasil menangani kasus-kasus kejahatan dalam program buletin berita kriminal di stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia. Teori yang digunakan untuk melihat bagaimana proses konstruksi dan interaksi agen-agen dalam struktur pemberitaan kriminal adalah Teori Social Construction of Reality yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Sedanglcan untuk melihat interaksi antaragen digunakan Teori Strukturasi yang dikemukakan oleh Anthony Giddens. Metode penelitian yang digunakan adalah Critical Discourse Analysis yang dikemukakan oleh Norman Fairclough. Dengan menggunakan kerangka CDA, analisis penelitian ini dibagi menjadi tiga level, yaitu teks, discourse practice dan sociocultural practice. Untuk menganalisis level teks, digunakan perangkat framing milik Gamson dan Modigliani. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa posisi polisi yang superior dalam masyarakat Indonesia juga menempatkannya di posisi dominan dalam struktur pemberitaan }criminal. Sedangkan posisi media yang berfungsi sebagai pemberi informasi kepada publik, dalam interaksinya dengan polisi memiliki peran yang lemah karena media sangat tergantung pada informasi kepolisian untuk memberitakan insiden-insiden 'criminal. Rasa ingin tahu masyarakat terhadap penanganan masalah-masalah kriminalitas yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka diekspos media semata-mata demi kepentingan meraih keuntwigan dengan mengklaim bahwa mereka berusaha menjalankan fungsi sebagai pemberi informasi. Dengan mengetahui proses produksi berita 'criminal, masyarakat bisa menilai bahwa kualitas dan orientasi pemberitaan masalah kriminalitas tidak lagi didasarkan pada fakta dan fungsi media massa sebagai pemberi informasi. Dalam pemberitaan kasus-kasus kejahatan dalam program Sergap —sebagai objek kajian penelitian ini— telah terjadi pertarungan kepentingan antaragen yang berperan dalam proses produksi berita 'criminal. Agen yang dominan, yaitu polisi berpotensi untuk mengatur pemberitaan agar tidak merugikan citra lembaga tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>