Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94627 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruswan Rasul
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Kusuma
"Squat wall adalah dinding geser dengan rasio tinggi terhadap panjang (hw/lw) ≤ 2, berfungsi untuk menahan gaya lateral. Dalam menganalisa squat wall secara linear, digunakanlah faktor modifikasi/reduksi kekakuan yang dikalikan pada beberapa parameter kekakuan untuk memodelkan retak pada kondisi ambang keruntuhan. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa faktor modifikasi kekakuan pada peraturan SNI 03-2847-2002/ACI 318-05 dapat digunakan untuk memperhitungkan perubahan kekakuan akibat retak. Apabila gaya yang ditahan searah dengan squat wall, maka parameter kekakuan yang paling berpengaruh adalah f22, disusul dengan f12, dan f11. Pengaruh parameter kekakuan f12 sendiri berbanding terbalik dengan rasio hw/lw. Tahap terakhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan squat wall sebagai sistem dinding penumpu memungkinkan penggunaan flat slab pada wilayah gempa kuat.

Squat wall is shear wall with height-to-length-ratio (hw/lw) ≤ 2, used to resist lateral forces. In analyzing squat wall with a linear fashion, stifness modifier are applied to several stiffness parameters to model cracks on ultimate limit state. Through this research, it is known that stiffness modifier in SNI 03-2847-2002/ACI 318-05 building codes can be used to account for changes in stiffness due to cracking. If the force applied is in line with squat wall, the most influential stiffness parameter is f22, followed by f12 and f11. Influence of f12 is inversely proportionate with the hw/lw ratio. The last phase of this study indicates that the use of squat wall as bearing wall system allows the use of flat slab in strong earthquake region."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42892
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Aurora
"ABSTRAK
Kota merupakan suatu kesatuan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya dan lingkungan buatan sebagai lingkungan kehidupan manusia. Salah satu cirinya adalah keberadaan ekosistem alami yang biasanya relatif sangat kecil. padahal kualitasnya mempengaruhi kualitas ekosistem kota secara keseluruhan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sebagai suatu bentuk keberadaan ekosistem alami pada suatu lingkungan buatan menjadi amat penting mengingat fungsinya secara ekologis, sosial dan estetis. Ruang Tebuka Hijau dapat mengatur temperatur kota, mengatur kandungan oksigen. mengurangi karbondioksida, menjadi perangkap bahan pencemar baik debu maupun gas, meningkatkan peresapan air, memberi bentuk visual yang menarik dan sehat untuk rekreasi, menjadi habitat bagi semua makhluk hidup dan meningkatkan keanekaragaman kehidupan di lingkungan kota.
DKI Jakarta memiliki dinamika pembangunan yang diwarnai dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat. Jumlah penduduk DKI Jakarta yang pada tahun 1961 baru berjumlah 2,9 juta jiwa, pada tahun 1995 telah berjumlah 9 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2005 akan berjumlah 12 juta jiwa. Perkembangan penduduk dan berbagai aktivitasnya yang demikian pesat pada luas tanah terbatas (650 km2) pada akhirnya terekspresikan pada masalah penggunaan tanah dan secara Iuas pada sumberdaya alam dan lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai aktivitasnya tersebut menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan tanah antara berbagai kegiatan. Persaingan penggunaan tanah yang terjadi selama ini telah menyebabkan ruang yang seharusnya dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau dibangun untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kegiatan lain. karena Ruang Terbuka Hijau dipandang tidak menguntungkan secara ekonomis.
Perbandingan yang seimbang antara manusia dan lahan (man-land ratio), khususnya perbandingan antara luas bangunan dan luas tanah (building area ratio) danfatau perbandingan antara luas lantai dan luas tanah (floor area ratio) akan dapat membantu keberadaan RTH.
Untuk kepentingan penelitian ini, maka dibedakan dua jenis Ruang Terbuka Hijau. Pertama adalah Ruang Terbuka Hijau Umum (Publik), yaitu Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki oleh umum, seperti taman kota yang dibangun oleh Pemerintah. Ruang Terbuka Hijau Umum ini merupakan daerah yang di dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) mempunyai peruntukan penyempurnaan hijau. Kedua adalah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan (Pribadi), yaitu daerah dalam persil bangunan pada kepemilikan pribadi yang dialokasikan untuk tanaman hijau,
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta mengenai komposisi daerah yang tidak terbangun dalam suatu persil bangunan, khususnya yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan tersebut. Juga untuk mengetahui apakah pengaturan Intensitas Bangunan khususnya Koefisien Dasar Bangunan mampu mengendalikan pemanfaatan tanah di dalam suatu persil dalam kaitannya dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam pengambilan kebijakan perencanaan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan.
Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian pustaka dan penelitian lapangan di daerah studi sepanjang koridor JI. Thamrin - JI. Sudirman, batas utara dimulai dari Air Mancur sampai batas selatan Jembatan Semanggi dan di JI. Rasuna Said, batas utara dimulai dari Jembatan Latuharhary sampai batas selatan Simpang-4 J1. Gatot Subroto.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini ada 2 macam. Pertama adalah yang berkaitan dengan pengukuran secara langsung di lapangan dengan mempergunakan alat ukur tanah, yaitu untuk mendapatkan luas kawasan non-bangunan dan luas kawasan non-perkerasan dalam kawasan non-bangunan, yang selanjutnya disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan. Data tiap persil tersebut, selanjutnya digitasi dan dianalisis melalui sistem Arc-Info untuk mendapatkan informasi mengenai berapa luas sesungguhnya daerah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dibandingkan dengan luas daerah non-perkerasan. Kedua, adalah melalui wawancara langsung dengan responder penelitian di lapangan dalam hal ini adalah perencanalarsitek bangunan pada persil-persil di sepanjang kawasan studi. Data Primer yang diperoleh melalui wawancara adalah : wawasan lingkungan hidup perencanalarsitek, persepsi perencanalarsitek terhadap perhitungan ekonomis lahan serta persepsi perencana/arsitek terhadap peraturan yang berkaitan dengan intensitas bangunan.
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap permasalahan penelitian, maka dapat diarnbil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kota mempunyai multi fungsi, yaitu : fungsi ekologi, estetis dan sosial budaya yang dapat dijabarkan sebagai daerah resapan, sebagai peredam cemaran udara sebagai pengendali iklim mikro dan sebagai unsur keindahan dan kenyamanan hidup kota.
Diharapkan Iuas Ruang Terbuka Hijau untuk DKI Jakarta dengan luas wilayah 65.000 Ha. adalah 30% dari luas kota, yaitu ± 19.500 ha. Luas Ruang Terbuka Hijau Umum pada tahun 1996 adalah seluas 12.900 ha, atau kurang lebih 20% dari luas kota. Dengan kemampuan pendanaan Pemerintah yang terbatas, maka penyediaan Ruang Terbuka Hijau kota tidak dapat digantungkan dari kemampuan pendanaan Pemerintah semata, namun perlu diupayakan peluang-peluang penciptaan Ruang Terbuka Hijau yang dapat memanfaatkan kemampuan dan peranserta masyarakat dan pihak swasta, antara lain Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan
Penelitian sepanjang koridor Thamrin-Sudirman dan Rasuna Said membuktikan bahwa komposisi Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dalam daerah non-bangunan tidak mencapai 50% dari Ruang Terbuka yang tercipta. Peraturan Intensitas Bangunan, khususnya Koefisien Dasar Bangunan yang berlaku saat ini, hanyalah mengatur mengenai komposisi daerah yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun, sehingga yang di atuar hanyalah komposisi ruang terbuka dan bukannya ruang terbuka hijau.
Faktor-faktor utama yang menentukan keberadaan Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan, adalah : Wawasan Lingkungan Hidup pemilik persil dan perencana, perhitungan ekonomis lahan serta adanya peraturan spesifik yang mengatur komposisi Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan.
Tanpa adanya pengaturan komposisi Ruang Terbuka Hijau secara eksplisit, maka pemilik persil dan atau perencana/arsitek tidak akan memberi "porsi" yang memadai bagi penyediaan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan. Untuk itu harus dicapai kesepakatan antara Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, para pakar serta masyarakat untuk menentukan komposisi yang wajar, sehingga semua pihak yang berkepentingan tidak merasa dirugikan. Selanjutnya kesepakatan tersebut dapat dipergunakan untuk menyempurnakan peraturanperaturan yang ada.
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan peluang-peluang baru untuk meningkatkan keberadaan RTH di kawasan perkotaan.

ABSTRACT
Evaluation Of The Ratio Of Green Open Space At Building Lots (Case Study of Thamrin - Sudirman and Rasuna Said Corridor Jakarta)A city constitutes of a unity of natural environment, socio - cultural environment and man - made environment where people live. One of its characteristics is the existence of a relatively small natural ecosystem, despite the fact that its quality affects its overall quality of the urban ecosystem. The existence of green open space as a natural ecosystem becomes highly important in terms of its ecological, social and aesthetical aspects. Green open space reduces carbonmonoxide, captures pollutants such as dust and gas, improves water absorption, provides an attractive and healthy visual shape for recreation purposes, becomes a habitat for all creatures and adds to living variety within an urban environment.
The Special Capital Territory of Jakarta (DKI Jakarta) owns a development dynamism characterized by speedy population increase. The number of population in DKI Jakarta in 1961 was 2.9 million only, but in 1995 it increased to 9 million and in 2005 it is estimated to reach 12 million. Such fast population increase along with its activities on a limited space (650 km2) will eventually put a pressure on the land use and deplete the natural resources and seriously burden its environment seriously. The rising number of population and activities has led to the increasing competition of land use for many different activities. The land use competition that has been prevailing so far has caused the space designated for Open Green Space to be used to meet the needs of development for other infrastructure, as Natural Environment is considered being economically un-beneficial.
There is a need to balance the ratio between man and land especially the building-area ratio and/or the floor-area ratio as a way to increase the green open space in urban area.
For the purpose of this survey, an open space is categorized into two types namely Public Green Open Space which is green open space owned by the public like city gardens constructed by the Government. Such green open space are pieces of land in which within the Zoning General Plan areas have the function as greenery. Second is green open space on private building lots, namely areas within building lots owned by an private allocated for greenery.
This survey is aimed at finding facts about composition of areas unbuilt within building lots, and more particular, those related to green open space within those building lots. It is also to know if the building intensity regulation is able to control its land utilization within a lot in its relation to the allocation of green open space. It is expected that this survey is able to provide some thoughts for the DKI Government in making decisions pertaining to environmentally-oriented urban zoning.
For such purpose, a library research and field survey have been conducted in the study area along JI. Thamrin - JI. Sudirman corridor (Its north border began from Air Mancur up to the south border of Semanggi Clover Leave Bridge) and Jl. Rasuna Said, (its north border began from the Latuharhary bridge up to the south border of Jl. Gatot Subroto intersection).
The primary data required in this survey comprise two types. First, those related to direct surveying in the field using surveying equipment to obtain the extent of the un-built area, and the un-compacted area within an un-built area which shall be further referred to as green open space on the building lots. The data of each lot was further digitized and analyzed using Arc - Info as to obtain information about the actual extent of such green open space on the building lots compared to the un-compacted area. Second, the data was also obtained through direct interviews with the survey respondents in the field, in this case planners/building architects of the lots along the study area. The primary data were obtained from the perception of the planners/ architects towards regulation linked to the building intensity.
Based on the results of the discussion on the survey issues, it could be concluded as follows:
Green Open Space within a city has a multi functions, namely: as water catchment area, as air pollutant absorption, as microclimate controller and as aesthetical element of the environment.
The ideal extent of Green Open Space for DKI Jakarta with total size of 65,000 ha is 30% of the city size namely around 19,500 ha. The green open space size in 1996 was 12,000 ha or equivalent to 20% of the city size. Under the government's restricted budget allocation, the allocated green open space cannot depend on the government fund availability solely, but there should be alternative ways for the creation of green open space through participation of the community and private sector, among others green open space existing on building lots.
The survey along the Thamrin-Sudirman corridor and Rasuna Said corridor has proved that the green open space composition at building lots within un-built areas does not even reach 50% of the open space. Regulations concerning Building Intensity, only regulates the composition between what may be built and may not be built. Thus, the regulations concern only with' the open space composition and not the green open space.
Main factors that determine Green Open Space on building lots are: Environmental Awareness of the lot owners and planners, land economic calculation and specific regulations regulating composition of Natural Environment on building lots.
In the absence of such explicit regulations concerning composition of Green Open Space, the lot owners/planners/architects will not give away their adequate share of the cake to be allocated for green open space on their building lots. Accordingly, an agreement must be reached as to determine the appropriate composition so that all related parties will not be harmed. Such agreement further can be used as to review the existing regulations.
The need for a further study to explore new ideas and new possibilities to increase the green open space in urban area.
Total of References : 43 (1970 - 1986)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Supartono
"Dalam makalah ini disampaikan perkembangan jembatan modern berbenlang panjang, terutama jembatan beton, yang berkembang pesat berkat kemajuan teknologi beton dan keberhasilan sistem beton pralekan. Selanjutnya disampaikan keuntungan jembatan berbentang panjang dengan sistem cable stay dan perbandingannya dengan sislem kantilever, yang mana keduanya merupakan sistem tekologl modern untuk jembatan berbentang panjang, terutama untuk lokasi pelaksanaan yang relatif sulit. Seiring dengan meningkatnya teknologi beton, jembatan dengan sistem cable slay dapat merupakan suatu pilihan ekonomis untuk jembalan dengan bentang sampai 1000 meter, terutama bila dikombinasikan dengan baja. Sebagai studi kasus, disampaikan jembatan cable stay Normandie, yang saa! ini mcrupakan jembatan cable stay terpanjang dnnia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Aditya Saputra
"Bangunan gedung pemerintah yang ada saat ini merupakan bangunan yang telah memiliki usia yang cukup tua, sehingga mengakibatkan kondisi pada gedung tersebut memiliki banyak kerusakan dalam berbagai komponen salah satunya komponen mekanikal dan elektrikal. Kondisi ini jika dibiarkan akan mengakibatkan penurunan kualitas dari gedung tersebut dan pada akhirnya dapat menyebabkan kehancuran pada gedung. Pekerjaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung merupakan salah satu solusi untuk menjaga keandalan bangunan gedung tetap laik fungsi.
Pekerjaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung merupakan hal penting dalam menjaga keandalan bangunan gedung tetap laik fungsi. Namun belum adanya prosedur yang tepat pada bangunan gedung pemerintah di salah satu lembaga pemerintah menjadi penghambat terlaksananya pekerjaan tersebut. Hal ini menyebabkan kegiatan pemeliharaan dan perawatan gedung pemerintah menjadi tidak efektif dan efisien, serta mempengaruhi hasil yang didapat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prosedur pemeliharaan dan perawatan komponen mekanikal dan elektrikal gedung pemerintah berbasis risiko dengan menggunakan metode Delphi dan survei kuesioner. Hasil dari penelitian ini berupa pengembangan prosedur berbasis risiko yang digunakan dalam penyusunan rekomendasi perencanaan K3 sehingga dapat meningkatkan kinerja keselamatan dalam pekerjaan tersebut.

The current government building is a building that has a fairly old age, resulting the condition of the building has a lot of damage in various components, for instance mechanical and electrical components. If ignored, these conditions will lead to decrease the quality of the building and may eventually lead to the destruction of the building.
Building maintenance and repair work is one of the solutions to maintain the reliability of the building remains functional. However the absence of proper procedures on government buildings in one of the government agencies becomes obstacles to the implementation of the work. This causes maintenance and repair activities to be ineffective and inefficient, in addition to affecting the results obtained.
This study aims to develop maintenance and repair procedures for mechanical and electrical components of government building based on risk using Delphi rsquo s method and questionnaire survey. The results of this research are the development of risk based procedures used in the preparation of safety plan recommendations so as to improve safety performance in the work.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hizkia Hendri Kadarwanto
"ABSTRAK
Tujuan dari pemeliharaan dan perawatan bangunan adalah untuk membuat fungsi, struktur, dan estetika bangunan tetap terjaga sesuai dengan kondisi awal. Studi kasus yang diteliti adalah Gedung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kinerja pemeliharaan dan perawatan bangunan hijau gedung pemerintahan komponen ruang luar (lansekap) dan tata grha. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini ialah komponen lansekap dan tata grha yang rusak sehingga tidak mencapai standar kinerja ruang luar (lansekap) dan tata grha dan tidak bisa digunakan. Hal ini berdampak pada 4 persyaratan keandalam bangunan tidak tercapai (kenyamanan, keselamatan, kesehatan, dan kemudahan) serta biaya operasional pemeliharaan meningkat. Masalah tersebut disebabkan karena sistem pemeliharaan komponen ruang luar dan tata grha tidak efektif mulai dari peraturan pemeliharaan yang belum lengkap pada manajemen pemeliharaan gedung, sampai manajemen data bangunan yang belum berbasis digital. Metode penelitian yang digunakan adalah survei, tinjauan literatur, dan studi kasus. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa pekerjaan pemeliharaan dan perawatan gedung hijau menggunakan sistem informasi website berbasis Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24 Tahun 2008 dapat meningkatkan kinerja pemeliharaan dan perawatan gedung hijau bangunan pemerintahan komponen ruang luar (lansekap) dan tata grha.

ABSTRACT
The purpose of building maintenance is to make the function, structure, and aesthetics of the building maintained in accordance with the initial conditions. The case study was the Ministry of Public Works and Housing Building. The purpose of this study is to improve maintenance performance landscape and housekeeping componentas of states green buildings. The problem raised in this study is that the landscape and housekeeping components are damaged so that they do not reach the standard of landscape and housekeeping performance and cannot be used. This has an impact on 4 building interior requirements not being achieved (comfort, safety, health and convenience) and also maintenance operational costs. The problem is caused by the ineffective system of maintaining landscape and housekeeping. The research methods used are surveys, literature reviews, and case studies. The expected result of this study is to prove that the maintenance work of green buildings using Minister of Public Works Regulation No. 24 2008-based website can improve maintenance performance landscape and housekeeping componentas of government green buildings.
"
2019
T55161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yerico Putra
"Pemakaian energi pada gedung merupakan sumber terbesar konsumsi energi di Indonesia. Green Buiding Council Indonesia (GBCI) memberikan konsep penghematan energi yang berstandar nasional. Audit energi bangunan adalah cara untuk mengetahui bagaimana konsumsi energi bangunan aktual dan mencari alternatif untuk mengurangi konsumsi energinya agar memenuhi kriteria sebagai gedung hemat energi. Salah satu cara melakukan audit energi adalah dengan menggunakan software. Dalam penelitian ini digunakan software EnergyPlus dan GenOpt yang memiliki keunggulan dibanding software simulasi energi lainnya. Simulasi dilakukan dengan menggunakan sistem pendingin VAV dan VRF pada rancangan gedung Kantor yang ada. Dari hasil simulasi tersebut diketahui bahwa dengan menggunakan sistem VAV dan VRF, tercapai sistem energi yang lebih efisien dengan penghematan mencapai 29% dan dapat menjaga dengan baik kondisi kenyaman ruangan pada temperatur 24 – 25 oC dan relative humidity antara 50%-70%.

Energy used in buildings is the largest source of energy consumption in Indonesia. Green building Council Indonesia is the concept of energy saving or energy efficient based on national standard. Energy audits of buildings using the simulation software is one of the way to find out how the building energy consumption and find alternatives to reduce the energy consumption of its buildings to meet the criteria as energy-efficient buildings. This study used the EnergyPlus and GenOpt software which has more advantage then the other energy simulation software. The simulation using unitary and VAV and VRF cooling system in the existing building. From the simulation results can be known that the VAV and VRF system is more efficient with energy consumption with reduce 29% of energy consumption and can maintain good indoor comfort conditions at the temperature of 24,5 oC and relative humidity between 45% -65%"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S35375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Razi
"Penelitian ini berhubungan dengan waktu evaluasi yang terdiri dari waktu sebelum bergerak untuk evakuasi dan waktu bergerak untuk evakuasi bagi para penghuni bangunan publik. Lokasi penelitian adalah gedung Instalasi Gawat Darurat - RSCM, Matahari Supermarket Pasar Baru, dan Kampus Fakultas Teknik - UI.
Kegiatan ini meliputi eksperimen dan permodelan dengan software. Aktivitas eksperimen dengan memperoleh waktu evakuasi saat Iatihan fire drill dan melakukan beberapa skenario untuk diamati langsung oleh mahasiswa FT UI. Permodelan dilakukan dengan software yang dapat diunduh bebas yaitu FIRECAM versi Apartemen, FAST v. 3.17, CFAST v 6.
Hasil dari penelitian ini adalah membandingkan permodelan dengan data eksperimen. Waktu total evakuasi yang diperoleh ketika Iatihan di IGD - RSCM masih Iebih lambat 4 menit 20 detik daripada hasil simulasi model. Waktu total evakuasi yang diiakukan ketika Iatihan di MSM Ps. Baru Iebih cepat 2 menit 30 detik daripada hasil simulasi model.

Abstract
This thesis is discussed about evacuation time for tenants in public building. The evacuation time is consist of pre-movement time and movement time.
The appointed buildings for object observation are lnstalasi Gawat Darurat (Emergency Building) - Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and Matahari supermarket, Pasar Baru Branch. Modelling on tire growth to both objects. The modelling software are FIRECAM version Apartment, FAST v 3.17 an CFAST v 6.
Experiment activity conducted in campuss, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia. The experiment result is the time of implementing several scenarios that acted by students. The result of the study is comparing time for the modelling and tire drill activities. For
IGD - RSCM, the time of tire drill activities is longer than the time of modelling; 4 minutes 20 seconds. For MSM Ps. Baru, the time of tire drill activities is faster than the time of modelling; 2 minutes 30 seconds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>