Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79869 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuniek Yuniati
2004
S3486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Does Sampoerno
Jakarta: Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1987
612.66 DOE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Wulandari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyatun Ni`mah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perceived partner affirmation dengan forgiveness pada emerging adulthood. Sebanyak 191 responden dengan kriteria individu berusia 18 sampai 25 tahun dan sedang berpacaran minimal 6 bulan, mengisi kuesioner alat ukur partner affirmation (Partner Affirmation Scale) dan forgiveness (TRIM). Pada penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki perceived partner affirmation rata-rata dan forgiveness yang tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara perceived partner affirmation dengan forgiveness (r = -0,208 , p < 0,05).

The aim of this research was to examine the relationship between perceived partner affirmation and forgiveness among emerging adulthood. A total of 191 respondents age 18-25 years old, currently involved in a dating relationship for minimum 6 months, complete questionnaires on partner affirmation (partner affirmation scale) and forgiveness (TRIM Inventory). In this research, the results points out that the respondents have moderate perceived partner affirmation and high motivation on forgiveness. The result of this research also indicate a positive and significant relationship between perceived partner affirmation and forgiveness (r = -0,208 , p < 0,05).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dini Susilowati
"ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu dari kebiasaan atau gaya hidup yang
kurang baik karena memberikan resiko atau dampak yang tinggi terhadap
penurunan kesehatan atau bahkan menjadi penyebab kematian. Studi WHO
menunjukan kematian akibat merokok sekitar 30 juta orang setahun, 10 kali lebih
tinggi dari angka kematian akibat kecelakaan berlalulintas. Di Indonesia sendiri
perokok aktif mencapai 70 % dari total penduduk atau sebesar 141,44 juta orang.
Dan kecenderungan perokok di kalangan wanita dan remaja pada usia 15-18
tahun mengalami peningkatan (http://www.koalisi.org). Sedangkan penelitian di
Jakarta menunjukkan bahwa 64,8% pria dan 9,8% wanita dengan usia di atas 13
tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Berbagai alasan yang melatarbelakangi
mulai maraknya kebiasaan merokok di kalangan wanita, salah satunya adalah
gaya hidup. Persepsi tersebut dipicu oleh gencarnya iklan yang ditayangkan media
massa, yang mencitrakan wanita modem dengan kebiasaan merokok. Realita ini
berbeda dengan kondisi puluhan tahun lalu dimana wanita perokok distereotipkan
sebagai wanita "nakal" alias tidak baik.
Komponen yang paling berbahaya dari merokok dengan membakar
tembakau adalah nikotin, carbon monoxide, yang dikenal sebagai carcinogens.
Efek jangka panjang dari merokok adalah kanker paru, emphysema, kanker larynx
dan esophagus dan sejumlah penyakit cardiovascular (Davison & Neale, 2001).
Pada wanita yang merokok terdapat dampak-dampak khusus yang ditimbulkan
oleh rokok antara lain masalah-masalah pada organ reproduksi wanita
(diantaranya menurunkan kesuburan), meningkatkan jumlah kehamilan ektopik,
aborsi spontan, kelahiran prematur, menopause dini, serta meningkatkan resiko
kanker leher rahim.
Informasi mengenai dampak buruk dari rokok terhadap kesehatan tersebut
di atas, menjadi salah satu alasan untuk berhenti merokok. Kaplan, Sallis dan
Patterson (1993) mengatakan bahwa perokok berhenti atau mencoba berhenti
merokok untuk berbagai alasan, antara lain: masalah kesehatan, masalah
penerimaan sosial, usia, serta alasan untuk menjadi contoh yang baik. 50% dari usaha untuk berhenti merokok adalah membuat keputusan untuk berhenti.
Terkadang sangat sulit bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok.
Berbagai pertimbangan dilakukan seorang perokok dalam memutuskan
berhenti merokok Karenanya penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran
proses pengambilan keputusan yang terjadi pada seorang mantan perokok beserta
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusannya. Selain itu
diteliti pula strategi ketika memutuskan untuk berhenti merokok. Penelitian ini
mengacu pada teori pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Janis &
Mann (1977).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Oleh
karena itu dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dan observasi.
Subyek penelitian berjumlah 4 orang dengan kriteria wanita usia dewasa muda
yang dulu pernah merokok tetapi telah berhenti minimal 6 bulan.
Hasil penelitian menujukkan hanya satu subyek yang terlihat melalui
kelima tahap. Subyek umumnya tidak melalui tahap kedua (mencari alternatif).
Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor circumstances dan preferences. Hal
ini menunjukkan bahwa selain merupakan proses internal, pengambilan keputusan
untuk berhenti merokok juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Sedangkan strategi yang digunakan dalam situasi berhenti merokok ini adalah safe
strategy (memilih alternatif yang paling aman dan membawa keberhasilan) atau
escape strategy (memilih alternatif yang paling memungkinkan untuk menghindar
dari hasil yang buruk)."
2004
S3394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zani Afrinita
"Kerja merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dewasa muda. Seorang dewasa yang normal adalah orang yang mampu untuk mencintai dan bekerja (Freud dalam Craig, 1986). Yang dimaksud dengan kerja adalah pekerjaan dimana individu mendapatkan bayaran sebagai imbalan. Dalam bekerja, individu pada umumnya mempunyai tujuan-tujuan tertentu namun kadangkala tujuan ini tidak selalu dapat dipenuhi. Tidak terpenuhinya tujuan ini dapat menimbulkan stres bagi individu (Quick & Quick, 1983). Stres yang dialami individu dalam dunia kerja ini disebut sebagai stres kerja (Soewondo, 1991). Stres kerja dapat dibedakan menjadi stres yang bersumber dari pekerjaan dan kehidupan sehari-hari (Greenberg 8. Baron, 1993).
Salah satu hal yang dapat digunakan untuk mengatasi stres kerja adalah dukungan sosial (Quick & Quick, 1983). Lobel (1994) mengemukakan dukungan sosial ini dapat diberikan dalam 4 bentuk, yaitu dukungan emosional, instrumental, informasional dan penilaian. Adanya dukungan sosial dapat menurunkan stres pada individu karena dengan mempersepsi adanya orang lain yang dapat dan akan membantunya maka individu akan menilai bahwa ancaman yang tadinya berada di luar kemampuannya dapat diatasi sehingga individu tidak lagi memandang hal tersebut sebagai ancaman.
Di tempat kerja dukungan sosial ini dapat diperoleh individu dari sahabat. Yang dimaksud dengan sahabat di sini adalah sahabat ditempat kerja. Mengingat pentingya fungsi dukungan sosial dalam mengatasi stres dan salah satu sumber dukungan sosial di tempat kerja adalah sahabat, maka penalitian ini bertujuan untuk melihat persepsi dewasa muda mengenai fungsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja.
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data melalui skala yang mengukur persepsi dewasa muda mengenai fungsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja. Subyek penelitian adalah dewasa muda dengan pendidikan minimal SLTA dan bekerja purna waktu sekurang-kurangnya selama 6 bulan pada perusahaan swasta. Jumlah keseluruhan subyek adalah 119 orang yang terdiri dari 55 subyek pria dan 64 subyek wanita.
Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode statistik deskriptif menunjukkan bahwa dewasa muda mempersepsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja. Dukungan sosial ini dipersepsi diberikan dalam bentuk dukungan emosional, informasional dan penilaian dalam menghadapi stres kerja yang bersumber dari pekerjaan. Sedangkan pada stres kerja yang bersumber dari kehidupan sehari-hari, subyek mempersepsi sahabat memberikan dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional, informasional, penilaian dan instrumental.
Di samping itu uji perbedaan dengan menggunakan teknik t-test diperoleh hasil bahwa pada persahabatan lawan jenis subyek pria dan wanita tidak mempersepsi adanya perbedaan dukungan sosial yang diberikan oleh sahabatnya, namun pada persahabatan sesama jenis subyek wanita mempersepsi sahabatnya lebih tinggi memberikan dukungan emosional dibandingkan dengan persepsi subyek pria terhadap dukungan emosional yang diberikan oleh sahabatnya. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh pola persahabatan yang berbeda antara pria dan wanita dimana persahabatam wanita lebih menekankan pada aspek emosional. Namun pada pesahabatan lawan jenis, perbedaan ini tidak muncul karena baik subyek pria maupun subyek wanita mempersepsi adanya dukungan sosial yang sama diberikan oleh sahabat pria maupun wanita."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Yuthi Andrisha
"Periode stay-at-home dan terbatasnya interaksi yang dapat dilakukan akibat Pandemi COVID-19, membuat kelompok usia dewasa muda berisiko mengalami kesepian. Dalam keadaan seperti ini, peran keluarga menjadi sangat penting dalam membantu individu mengatasi rasa kesepiannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran keberfungsian keluarga sebagai prediktor dari kesepian pada dewasa muda di masa Pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Pengambilan data dilakukan secara daring dengan menggunakan dua alat ukur, yaitu Family Assessment Device (FAD) untuk mengukur keberfungsian keluarga dan UCLA Loneliness Scale Short Version (ULS-6) untuk mengukur kesepian. Partisipan penelitian ini adalah 488 dewasa muda terdiri dari perempuan dan laki-laki belum menikah dengan rentang usia 18-25 tahun. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa keberfungsian keluarga secara simultan dan signifikan dapat memprediksi kesepian pada dewasa muda di masa Pandemi COVID-19 (R2 = 0,203, p<0.05). Peneliti juga menemukan bahwa dimensi komunikasi, peran, dan keterlibatan afektif secara signifikan mampu memprediksi rasa kesepian pada dewasa muda. Hasil ini menandakan bahwa semakin baik keberfungsian keluarga maka semakin rendah tingkat kesepian yang dirasakan individu. Maka dari itu, keluarga dianjurkan untuk meningkatkan keberfungsian keluarganya dengan mengoptimalkan fungsi komunikasi, peran dan keterlibatan afektif untuk membantu dewasa muda dalam mengatasi rasa kesepian yang dirasakan selama Pandemi COVID-19.

The stay-at-home period and the limited interaction that is caused by the COVID-19 Pandemic, puts the young adult at risk of experiencing loneliness. In these conditions, the role of the family becomes more important in helping young adults to overcome their loneliness. The aim of this study was to examine the role of family functioning as the predictor of young adults’ loneliness during the COVID-19 pandemic. This study is a quantitative study. Data were collected online using two measuring tools, Family Assessment Device (FAD) to measure family functioning and UCLA Loneliness Scale Short Version (ULS-6) to measure loneliness. The participants of this study were 488 young adults consisting of unmarried women and men with an age range from 18-25. Based on the multiple regression analysis, it was found that family functioning simultaneously and significantly predicts young adults’ loneliness during the COVID-19 pandemic (R2 = 0,203, p<0.05). Researcher also found that the communication, role, and affective involvement dimensions were significant to predict young adults’ loneliness. These results indicate that the better the family functioning, the lower loneliness felt by the young adults. Therefore, families are encouraged to improve their family functioning by optimizing communication, roles, and affective involvement functions to help young adults overcome their loneliness during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumaisha Nabilah
"COVID-19 menyebabkan berkurangnya interaksi individu yang dapat memunculkan kesepian. Dengan demikian, kesepian perlu diatasi dengan welas diri yang telah ditemukan pengaruhnya terhadap kesepian pada penelitian terdahulu. Namun, pengaruh welas diri terhadap kesepian perlu diuji kembali dengan mengontrol variabel gender karena terdapat penelitian serupa yang menemukan adanya kemungkinan bias gender dalam hasil yang ditemukan terkait pengaruh welas diri terhadap kesepian. Meta analisis juga menunjukkan adanya hubungan gender dengan welas diri maupun kesepian. Penelitian ini dilakukan untuk menguji peran welas diri terhadap kesepian setelah mengontrol variabel gender pada dewasa muda Indonesia pada masa pandemi COVID-19. Penelitian kuantitatif ini melibatkan 474 partisipan dengan kriteria laki-laki atau wanita minimal berpendidikan lulusan SMA/sederajat berdomisili Indonesia dan berusia 20 hingga 40 tahun. Pengukuran kesepian dilakukan dengan alat ukur UCLA Loneliness Scale (version 3) oleh Russell (1996) dan pengukuran welas diri menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale (Neff, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa welas diri secara umum memengaruhi kesepian secara negatif dan signifikan (b = -10,104, SE = 0,638, p = 0,000). Pengaruh negatif dan signifikan welas diri terhadap kesepian berkontribusi sebesar 34,3% setelah mengontrol variabel gender. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat welas diri yang dimiliki individu, akan makin rendah tingkat kesepian pada individu tersebut. Dengan demikian, penyebaran informasi terkait welas diri masih perlu dilakukan sebagai salah satu upaya mengurangi tingkat kesepian.

COVID-19 causes reduction in individual interactions which can lead to the feelings of loneliness. Thus, loneliness needs to be overcomed by self-compassion which has been found to have an effect on loneliness in previous studies. However, the effect of self-compassion on loneliness needs to be re-examined with addition of control for the gender variable due to a possible gender bias in the results that have been found in similar studies regarding the effect of self-compassion on loneliness. Meta-analysis also shows a gender relationship with self-compassion and loneliness This study was conducted to examine the role of self-compassion on loneliness after controlling for gender variables in young Indonesian adults during the COVID-19 pandemic. This quantitative study involved 474 participants with the criteria of being male or female, at least having a high school graduate/equivalent, domiciled in Indonesia and aged 20-40 years. Loneliness was measured using the UCLA Loneliness Scale (version 3) by Russell (1996) and self-compassion was measured using the Self-Compassion Scale (Neff, 2003). The results showed that self-compassion generally negatively and significantly affected loneliness (b = -10.104, SE = 0.638, p = 0.000). The negative and significant effect of self-compassion on loneliness contributed 34.3% after controlling for the gender variable. Based on these results, it can be concluded that the higher the level of self-compassion an individual has, the lower the level of loneliness in that individual will be. Thus, the socialization of information related to self-compassion still needs to be done as an effort to reduce the level of loneliness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulia Pijarhati Muhammadin
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan korelasi pada dimensi-dimensi loneliness yakni social loneliness, romantic emotional loneliness dan family emotional loneliness dengan penggunaan social network sites atau yang disingkat SNS seperti jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS serta durasi dalam mengakses SNS. Studi yang dilakukan merupakan studi kuantitatif. Partisipan merupakan dewasa muda, sejumlah 125 orang. Loneliness diukur dengan Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) versi yang telah diadaptasikan ke Bahasa Indonesia. Pengukuran penggunaan SNS diperoleh dari data penggunaan SNS seperti jumlah akun, frekuensi dan durasi penggunaan SNS yang dilaporkan oleh partisipan. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi-dimensi loneliness tersebut dengan jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS serta durasi dalam menggunakan SNS. Hubungan yang tidak signifikan ini dapat diartikan bahwa peningkatan pada social loneliness, romantic emotional loneliness, dan family emotional loneliness tidak diikuti dengan perubahan pada jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS serta durasi penggunaan SNS.

This study was conducted to prove the correlational relationship between loneliness’s dimensions which are social loneliness, romantic emotional loneliness, and family emotional loneliness, and social network sites or SNS usage as in numbers of SNS account being used, SNS usage’s frequency and duration. This study uses a quantitative method. The participants were 125 people on their early adulthood. Social loneliness, romantic emotional loneliness and family emotional loneliness were measured using the Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) that was adapted to Bahasa Indonesia. SNS usage such as mentioned above were measured by usage self-report items within the questionnaire. The main result shows that there is no correlation relationship between the loneliness’s dimensions and the number of SNS accounts being used, the SNS usage’s frequency and duration. This indicates that increase within the social loneliness, romantic emotional loneliness and family emotional loneliness scores won’t be followed by changes of the number of SNS account being used nor the frequency and duration of the SNS usage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meita Andaru G. S.
"Dunia saat ini sedang menghadapi epidemi HIV/AIDS yang sangat besar jumlahnya. Di Indonesia sendiri, hingga September 2005, terdapat 4065 kasus HIV dan 4186 kasus AIDS yang dilaporkan. Data tersebut masih terrnasuk fenomaena gunung es, karena masih banyak kasus HIV/AIDS yang tidak terlaporkan/tercatat. Dilihat dari penggolongan usia penderita, maka dari sejumlah kasus di atas, 3739 kasus berada pada kelompok usia dewasa muda, yaitu 20-29 tahun. Dalam kehidupannya, penderita HIV/AIDS (Odha) harus berhadapan dengan masalah yang secara umum digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) menghadapi reaksi individu lain, terutama masyarakat umum sehubungan dengan stigma dan diskriminasi yang berlaku terhadap sindrom HIV/AIDS yang diderita, (2) menghadapi kemungkinan akan datangnya kematian lebih cepat, serta (3) Odha harus terus menjaga kondisi kesehatan diri mereka, baik secara fisik maupun emosional.
Masalah yang dihadapi oleh Odha tersebut merupakan stres tambahan bagi mereka, sebab dalam kehidupan sehari-hari setiap individu sudah memiliki sires yang bersumber dari dalam diri mereka sendiri, dari keluarga, dan dari lingkungan/masyarakat. Oleh sebab itu, adanya tuntutan yang bersifat internal dan eksternal tersebut membuat Odha melakukan penyesuaian dalam mengatasi stresnya. Dengan kata lain, mereka melakukan coping stress, yaitu suatu usaha yang dapat dialkukan individu dalam menghadapi situasi yang menekan dalam hidupnya. Proses coping ini temyata dipengaruhi oleh faktor internal (bersumber dari dalam diri individu) dan ekternal (bersumber dari luar diri individu). Dengan asumsi bahwa faktor internal dan eksternal akan mengalami peningkatan sejak partisipan penelitian dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS, dalam penelitian ini faktor internal yang diteliti adalah orientasi religiusitas dan health focus of control, dan faktor eksternal berupa dukungan sosial serta sumber daya nyata yang dimiliki oleh Odha partisipan.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah lima prang dewasa muda, dua di antaranya adalah wanita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus. Dan penelitian didapatkan hasil yang menyatakan bahwa stressor yang paling dominan pada Odha adalah yang bersumber dari dalam diri mereka sendiri, antara lain diagnosis yang menyatakan bahwa partisipan terinfeksi HIV/AIDS. Walaupun kelima partisipan menggunakan kedua jenis strategi coping stress, namun partisipan laid-laid dalam penelitian ini cenderung untuk menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping), sementara partisipan perempuan cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada masalah (problem focused coping). Faktor internal dan eksternal memiliki peranan dalam pemilihan strategi coping pada setiap partisipan. Ketika masalah yang dihadapi tidak terselesaikan sesuai dengan keinginan dan harapan masing-masing partisipan, mereka akan berusaha mencari penyelesaian dengan cara yang lain, yaitu mengubah strategi pola coping yang digunakan. Hal ini terus berlanjut sampai masalah yang dihadapi oleh masing-masing partisipan dapat terselesaikan.
Terdapat perbedaan dalam pemilihan strategi coping stress yang dikembangkan oleh Odha perempuan dan Odha laid-laki sebagai partisipan dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan studi perbandingan antara Odha perempuan dan Odha laki-laki."
2006
T18117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>