Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulia Naelufara
"ABSTRAK
Pada setiap tapan perkembangan selalu ada tugas-tugas atau sejumlah
perilaku yang harus dipenuhi, yang merupakan harapan atau tuntutan dari
masyarakat. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah adanya
perubahan dari homosocial interest menjadi heterosocial concern, dimana
remaja mulai tertarik dan menaruh perhatian pada lawan jenis (Rice,1990).
Pada masa remaja akhir menjelang dewasa, umumnya remaja telah memiliki
pacar. Bila keadaan dirinya tidak sesuai dengan peran untuk usianya maka
hal ini diartikan sebagai suatu kegagalan baginya yang akhirnyaberpengaruh
terhadap pandangan orang tersebut mengenai dirinya.
Penelitian ini ingin menguji apakah benar bahwa ada perbedaan yang
bermakna pada konsep diri remaja yang sudah berpacaran dengan yang
belum berpacaran.
Subyek penelitian ini adalah remaja akhir usia 18-22 tahun baik yang sudah
berpacaran ataupun belum berpacaran. Subyek dipilih pada usia 18-22 tahun
karena pada umumnya remaja dengan usia tersebut sudah pernah
berpacaran.
Penilaian konsep diri ini diukur dengan menggunakan Tennessee Self-
Concept Scale (TSCS) yang terdiri atas tiga dimensi eksternal yaitu dimensi
diri identitas, kepuasan diri, dan diri tingkah laku serta lima dimensi internal
yaitu, dimensi diri fisik, diri moral-etik, diri personal, diri keluarga dan diri
sosial, penelitian ini dilakukan pada 66 remaja yang sudah berpacaran dan
65 remaja yang belum berpacaran. Setelah data terkumpul dan dilakukan analisa diperoleh hasil yang
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja
yang sudah berpacaran dengan remaja yang belum berpacaran. Remaja
yang sudah berpacaran memiliki konsep diri yang lebih tinggi atau positif
dibandingkan remaja yang belum berpacaran.
Kami berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat
dan dapat memberi masukan bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja,
sehingga mereka dapat lebih memahami tahap perkembangan remaja
beserta kebutuhan-kebutuhannya."
2004
S3463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggri Noorana Zahra
"Kemampuan bersosialisasi penting pada masa remaja, karena pada masa ini individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas. Seorang remaja yang memiliki konsep diri yang baik akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri dengan Iingkungan serta dalam membangun komunikasi dengan orang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan kemampuan bersosialisasi remaja di SMAN 1 Bekasi. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Bekasi dengan mengambil responden remaja berusia 15-17 tahun sebanyak 96 orang dengan metode purposive sampling. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah distribusi frekuensi dan uji Chi Square untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hasil penelitian ini menyimpulkan tidak ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan bersosialisasi remaja (p vaIue= 0,095; α= 0,05). Penelitian ini merekomendasikan optimalisasi peran perawat, keluarga, institusi pendidikan serta komunitas peduli remaja lainnya untuk mengembangkan konsep diri remaja sehingga dapat menunjang kemampuan bersosialisasi remaja."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5617
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lidia Oktri Vani
"Pengaruh significant other penting pada masa remaja, karena pada masa ini remaja mulai membentuk konsep dirinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh significant other dengan pembentukan konsep diri pada remaja. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 103 Jakarta dengan mengambil responden remaja berusia 12-13 tahun sebanyak 81 orang dengan metode simple random sampling. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah distribusi frekuensi dan uji Chi square untuk menganalisa hubungan antar variabel.
Hasil penelitian ini tidak ada pengaruh significant other dengan pembentukan konsep diri pada remaja (p value = 0.527 ; a = 0.05). Penelitian ini merekomendasikan optimalisasi peran perawat dan keluarga untuk memberikan bimbingan serta konseling sehingga remaja dapat membentuk konsep dirinya menjadi positif.

The influence of significant other is important in adolescence, because in this period adolescence begin to formatlon their self concept. The aim ofresearch is to know how big the influence of significant other with the formation of adolescence self concept. The research take place in 103 Junior High School in Jakarta with 81 participant (12-13 years old), use simple random sampling method. The research use correlation descriptive analyze with Chi square test. The instrument in this research is questioner.
The result show that there is no influence of significant other with the formation of adolescence self concept (p value = 0.527 ; a = 0.05). This research recommend the optimalisation of nurse and family role to give guide and counseling so adolenscence can formation their positive self consept.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5749
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chatmiwati D. P
"ABSTRAK
Krisis moneter yang telah berlangsung kurang lebih empat tahun
belakangan ini menghancurkan sektor ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia.
Akibatnya, banyak remaja dari keluarga miskin, terutama remaja perempuan
terpaksa harus putus sekolah dan berusaha mencari pekerjaan guna membantu
ekonomi keluarga. Sistem patriarkal dalam budaya Indonesia membuat orang tua
cenderung mengorbankan remaja perempuannya untuk ikut membantu
menambah penghasilan keluarga.
Latar belakang pendidikan yang minim, pengalaman yang kurang serta
keterampilan yang terbatas, menyebabkan kesempatan remaja perempuan untuk
memperoleh pekerjaan sangat kecil dan umumnya terkonsentrasi pada pekerjaan
rendah dengan penghasilan yang relatif kecil, sehingga akhirnya bekerja sebagai
pelacur dipilih sebagai alternatif karena penghasilan yang diperoleh dapat
beberapa kali lipat besarnya.
Melacur bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang tanpa resiko.
Karakteristik pekerjaan yang dilakukan membuatnya menjadi suatu pekerjaan
yang beresiko tinggi, antara lain menghadapi perlakuan yang tidak manusiawi
baik dari aparat keamanan maupun pelanggannya, kemungkinan terjangkit
penyakit menular seksual bahkan sampai menderita HIV/AIDS, ataupun
perlakuan-perlakuan lain yang dapat mengancam nyawanya. Selain itu, pelacur
juga harus menghadapi sikap sebagian masyarakat yang menganggap mereka
sebagai bukan perempuan baik-baik, tidak bermoral, sampah masyarakat, sumber
penyakit kotor, manusia penuh dosa dan lain-lain.
Remaja sebagai individu yang sedang menjalani peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik
maupun secara psikis yang sangat penting dalam kehidupannya (Papalia & Olds,
1995). Peristiwa-peristiwa yang dialami sebagai pelacur ini tentu akan
berpengaruh pada perkembangan mereka dan dapat mempengaruhi konsep
dirinya.
Konsep diri merupakan konstruk sentral untuk dapat memahami manusia
dan perilakunya dan merupakan kerangka acuan yang digunakan individu dalam
berinteraksi dengan dunianya (Fitts, 1971). Konsep diri tidak terbentuk begitu
saja, tetapi merupakan hasil pengaruh terus menerus dan timbal balik antara
individu dengan lingkungannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode
pengumpulan data wawancara kualitatif Subyek penelitian sebanyak empat
orang remaja perempuan, terdiri dari dua subyek pelacur dan dua subyek bukan
pelacur berusia 17-20 tahun, pendidikan maksimal kelas 3 SMP dan berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa remaja pelacur memiliki
konsep buruk hampir pada seluruh dimensi kosep dirinya, sedangkan pada bukan
pelacur tidak diperoleh suatu gambaran umum karena konsep diri masing-masing
subyek penelitian sangat berbeda. Antara remaja pelacur dan bukan pelacur
terdapat perbedaan konsep diri pada dimensi diri etik-moral dan diri sosial.
Remaja pelacur memiliki konsep buruk pada kedua dimensi ini dibandingkan
bukan pelacur.
Penelitian ini masih jauh dari sempurna, akan lebih baik hasilnya jika
wawancara dilakukan lebih mendalam dan disertakan juga data yang bersifat
kuantitatif, seperti kuesioner, tes mengenai konsep diri ataupun tes proyeksi
lainnya."
2003
S3186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindyastuti Erika Pratiwi
"Pada masa remaja, individu sudah memiliki minat untuk berpacaran, namun banyak orang tua yang melarang anak remajanya berpacaran. Hal ini dapat menimbulkan konflik di antara mereka atau justru membuat anak berpacaran tanpa sepengetahuan orang tua. Orang tua melarang anak remajanya berpacaran karena mereka memiliki pandangan negatif tentang pacaran pada remaja, padahal ini belum tentu benar. Konsep pacaran dan perilaku pacaran pada remaja perlu diketahui agar orang tua dapat menyikapi dengan lebih bijaksana keinginan anaknya untuk berpacaran dan dapat mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan berkaitan dengan pacaran. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi sebagai pendukung hasil wawancara.
Penelitian ini difokuskan pada remaja awal karena konflik antara orang tua dan anaknya berkaitan dengan dengan masalah pacaran memuncak pada masa remaja awal (Medinnus & Johnson, 1969). Subjek penelitian berjumlah empat orang (2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan) berusia 14-15 tahun, yang termasuk ke dalam kategori remaja awal menurut Lerner (1993). Keempat subjek memiliki konsep pacaran yang berbeda-beda, namun mereka memiliki kesamaan dalam karakteristik esensial pacaran, yaitu adanya "penembakan" untuk menjadi pacar. Tiga dari empat subjek menampilkan perilaku pacaran yang serupa, yaitu mengobrol, jalan-jalan, mengunjungi rumah pacar/dikunjungi, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan, dan berciuman bibir.

In adolescence, an individual usually has already had interest to go dating, but many parents forbid their children to do so. This situation can lead to a conflict between them or cause the adolescent to go dating without his/her parents know about it. The parents forbid their children to go dating because they have negative thoughts about dating in early adolescence, even though these thoughts may not be correct. The dating concept and dating behavior need to be known so parents can respond more wisely on dealing with their adolescent children?s interest to go dating and so they can anticipate the negative things caused by dating. The researcher in this study uses a qualitative approach with interview method and observation method to support the result of the interview.
This research is focused among early adolescents because conflict between parents and their children related to dating issues is peaking in early adolescence (Medinnus & Johnson, 1969). There are 4 subjects of the research (2 males and 2 females) aged 14-15 years old, which fall under the category of early adolescence according to Lerner (1993). All four subjects have different dating concept, but they have similarity in essential characteristic of dating, that is there must be a proposal to be someone?s girlfriend/boyfriend. Three of the four subjects have similar dating behavior, namely having conversation, going somewhere together, visiting the partner?s house/being visited by the partner, holding hands, kissing cheeks, hugging, and lip kissing.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Ahmad Mangunwibawa
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Puspita Wardani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Ratna Anggraini
"Penelitian ini adalah penelitian eksploratif pada perilaku selingkuh pada dewasa muda yang berpacaran. Penelitian ini dilakukan karena tingkah laku pada saat berpacaran akan dapat mempengaruhi tingkah laku pada masa pernikahan dan tingkah laku sendiri dapat dipengaruhi oleh salah satunya atribusi kausal. Atribusi kausal dalam penelitian ini adalah atribusi kausal dari Weiner, yang terdiri atas (1) locus of causality, (2) extemal control, (3) stability, (4) personal control. Melalui peninjauan atribusi kausal ini dapat diketahui gambaran dari apa yang dipersepsikan seseorang sebagai penyebab dari terjadinya perselingkuhan. Dengan diketahuinya gambaran tersebut maka seseorang akan dapat lebih memahami perilaku dirinya maupun orang lain, memprediksi perilaku dimasa mendatang, serta memungkinkan dirinya mengontrol lingkungannya.
Dengan melihat permasalahan tersebut serta berbagai faktor yang terkait dengannya, dirumuskan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pola atribusi kausal perselingkuhan dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda? Permasalahan tersebut terbagi atas beberapa masalah khusus, yaitu : Bagaimana pola atribusi dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda yang berselingkuh? Bagaimana pola atribusi dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda yang diselingkuhi? Adakah perbedaan pola atribusi perselingkuhan dewasa muda antara kelompok dewasa muda yang berselingkuh dan yang diselingkuhi? Adakah perbedaan pola atribusi perselingkuhan dewasa muda antara kelompok pria dan wanita?
Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan menggunakan metode kuesioner. Sampel penelitian ini adalah 63 orang dewasa muda yang terdiri dari 31 pria dan 32 wanita. Kriteria subyek adalah, berusia 22 sampai 28 tahun, belum menikah dan pemah selingkuh dan atau diselingkuhi. Pendekatan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa hal, secara umum subyek mengatribusikan perselingkuhan kepada faktor internal, tidak stabil, terdapat kontrol personal dan tidak terdapat kontrol eksternal.
Tidak ada perbedaan atribusi kausal yang signifikan antara kelompok subyek yang berselingkuh dan yang diselingkuhi, maupun antara kelompok pria dan wanita. Seluruh kelompok menunjukkan kecenderungan pola atribusi kepada satu sisi, kecuali kelompok pria yang diselingkuhi pada dimensi stabilitas. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan teori atribusi kausal dalam interpersonal relationship, khususnya dalam perselingkuhan di masa berpacaran. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi perkembangan terapi atribusi. Dengan diketahui pola atribusi kausal perselingkuhan baik dari kelompok yang berselingkuh dan diselingkuhi, dapat dikethui atribusi yang disfungsional, yang kemudian dapat diganti dengan atribusi yang lebih adaptif."
2003
S3287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sofiati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>