Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227940 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nurcahyo Budi Waskito
"ABSTRAK
Pelecehan seksual sebenarnya bukanlah fenomena sosial yang baru muncul
dalam masyarakat. Karena sejak jaman prasejarah hingga jaman Majapahit hal
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan. Pada masa modem ini tepatnya sejak
dekade 70-an mulai muncul kesadaran mengenai pentingnya fenomena pelecehan
seksual untuk diperhatikan. Banyak penelitian yang meraaparkan fakta mengenai
peristiwa pelecehan ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual lebih banyak menimpa
kaum wanita dan interaksinya bersifet heteroseksual. Namun hanya sedikit peneliti
yang tertarik untuk menelaah sisi pelakunya. Ketika teijadi suatu pelecehan maka
terdapat dua pihak yang terlibat secara langsung yaitu si korban dan sang pelaku.
Penelitian yang ada selama ini jarang sekali meneliti fenomena pelecehan seksual
melalui sudut pandang pelakunya.
Terdapat beberapa pendekatan yang dipergunakan untuk menjelaskan
teijadinya peristiwa pelecehan seksual, dan salah satu yang dapat dipergunakan
adalah pendekatan psikologi sosial melalui proses atribusi. Atribusi merupakan proses
penyimpulan yang dilakukan seseorang untuk mengetahui penyebab yang berperan
bagi kemunculan suatu tingkah laku. Salah satu teori atribusi yang dapat menjelaskan
perilaku pelecehan secara komprehensif adalah teori Atribusi Kelley (1973). Dalam
teori ini dijelaskan mengenai skema dan model yang dapat dipergunakan individu
untuk menyimpulkan suatu peristiwa yang tergantung pada kepemilikan 3 informasi
yang lengkap yaitu informasi Distinksi, Konsistensi dan Konsensus.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses atribusi pelaku terhadap
perilaku pelecehan seksual yang dilakukannya. Selain itu dapat diketahui faktor apa
yang menjadi penyebab teijadinya pelecehan seksual berdasarkan sudut pandang
pelakunya. Melalui penelitian ini diharapkan penelitian dapat memberikan
Pemahaman yang berarti pada masyarakat mengenai pelecehan seksual terhadap
wanita sebagai suatu fenomena penlaku seksual antara pria dan wanita Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian "Bagaimana proses atribusi pelaku tindakan pelecehan seksual terhadap tingkah laku pelecehan seksual
yang dilakukannya ?"
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif melalui desain penelitian survey dan studi kasus. Dengan pendekatan dan
desain penelitian yang ada ditentukan 2 metode pengumpulan data, yaitu metode
survey kuesioner dan wawancara mendalam. Instrumen yang dipergunakan adalah
kuesioner pelecehan seksual, pedoman wawancara dan catatan lapangan. Karakteristik
sampel dari penelitian ini adalah pelaku pelecehan seksual yang begenis kelamin pria,
memenuhi kriteria pelaku yang ditetapkan dan menjadi ma^iswa di perguruan tinggi
di Jakarta dan sekitamya.
Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental {accidental sampling karena
tema yang diteliti cukup sensitif bagi sebagian orang, metode ini lebih mudah, cepat
dan ekonomis digunakan dengan keterbatasan yang dimiliki. Jumlah sampel
penelitian kuantitatif sebanyak 298 pelaku mahasiswa dengan jumlah minimal N=30
sedangkan jumlah sampel pada penelitian kualitatif sebanyak 4 orang responden
dengan minimal N=l. Data yang berasal dari hasil kuesioner diolah dengan
menggunakan metode statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan kemudian
dianalisis untuk didapatkan gambaran mengenai proses atribusi yang dilakukan
pelaku terhadap tingkah laku pelecehan yang dilakukannya. Sedangkan hasil kualitatif
diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode perbandingan antar kasus {analytic
comparison), dan penggambaran intra kasus {illustrative method).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden melakukan bentuk
pelecehan "mengomentari wanita dengan panggilan, julukan atau siulan tertentu" dan
"Memandangi bagian tubuh wanita dari atas hingga bawah". Hanya sebagian kecil
responden yang melakukan pelecehan dalam bentuk menjanjikan kesenangan atau
memberikan ancaman yang dikaitkan dengan keinginan melakukan aktifitas seksual.
Perilaku pelecehan tersebut seringkali dilakukan oleh mahasiswa terhadap teman
wanitanya..
Berdasarkan teori Atribusi Kelley para pelaku cenderung mempergunakan
Skema Kausal dalam melakukan penyimpulan penyebab. Hal ini dikarenakan
sebagian besar dari mereka tidak memiliki informasi Distinksi, Konsistensi dan
Konsensus yang lengkap. Ketiga informasi tersebut sangat diperlukan untuk
melakukan proses atribusi jika menggunakan model Kovarian. Dengan menggunakan
skema tersebut para pelaku tidak mempergunakan informasi yang berkenaan dengan
dirinya, korban dan lingkungan tempat kejadian karena skema ini lebih memanfaatkan
konsep hubungan sebab-akibat yang sudah dimiliki sebelumnya dalam repertoar
ingatan pelaku. Berdasarkan proses atribusi yang dilakukannya sebagian besar pelaku
memberikan atribusi pada faldor korban sebagai penyebab tindakan pelecehan seksual
tersebut
Hasil studi kasus yang dilakukan p^ empat responden menunjukkan bahwa
para pelaku mengidentikkan cara berpakaian, daya tarik fisik dan bahasa tubuh dari
wanitalah yang berperan besar bagi teijadinya peristiwa tersebut. Pelaku pelecehan
seksual cenderung memandang wanita seba^ makhluk yang lemah. Mei^ka juga
cenderung memiliki memiliki pandangan tradisional mengenai peran gender wanita
Hasil yang diperoleh tersebut perlu ditelaah lebih lanjut lagi. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa penelitian mengenai batasan dan bentuk tingkah laku pelecehan
seksual. Selain itu penelitian yang sama dengan menggunakan pendekatan atribusi
perlu juga dilakukan terhadap sampel pelaku yang lain seperti pelaku pelecehan di
lingkungan keija, di tempat umum dan sebagainya."
2002
S2904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irgahayu Madhina
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara tanggung jawab dan peran defender (pembela korban) dalam bullying pada siswa SD. Pengukuran tanggung jawab menggunakan alat ukur yang dikonstruksi oleh Sukiat (1993) dan pengukuran peran defender menggunakan alat ukur peran defender yang dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian mengenai reaksi bystander oleh Rigby (2008), hasil penelitian mengenai alasan menjadi defender oleh Beane (2008), dan kriteria defender yang dikemukakan oleh Beane (2008). Partisipan berjumlah 135 siswa yang berasal dari dua sekolah dasar di kota Cilegon, dengan karakterisitik usia 10-12 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara tanggung jawab dan peran defender dalam bullying pada siswa SD sebesar 0,532 yang signifikan pada l.o.s. 0,01 (nilai p = 0,000). Artinya, semakin tinggi tanggung jawab yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi tingkat peran defender yang dimiliki.

This study was conducted to examine the relationship between responsibility and the role of defender in bullying incidence among elementary school students. The measurement of responsibility was conducted using measuring instruments constructed by Sukiat (1993). The measurement of the role of defender was conducted using measuring instrument constructed by the researcher based on bystander reaction study result by Rigby (2008); reasons being defender study result by Beane (2008); and defender criteria set out by Beane (2008). Total participants of this study was 135 students from two elementary schools in Cilegon with age characteristic of 10-12 years. The results of this study indicate that there is a significant positive relations between responsibility and the role of defender in bullying incidence among elementary school students with 0.532 which is significant at l.o.s. 0.01 (p value = 0.000). It means that the higher the responsibility held by the students, the higher their level of defending roles."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Nur Ardhy
"This study aims to examine the moderating effect of political ideology on the relationship of religiosity and happiness in Indonesian context. 219 students of University of Indoneisa participated in this study. Three measurements were used: Satisfaction With Life Scale (SWLS), Religious Commitment Inventory 10 (RCI 10), dan Political Ideology Scale (PIS). The main results of the study found that religiosity had a positive and significant effect on happiness (8 = 0.14, p < 0.01). Meanwhile, no significant moderartion effect was found, either in the conservative liberals (B = 0.00, p > 0.05) or in religious seculars political ideology categorization (B = 0. 00, p > 0.05). These results indicate that the higher the religiosity the higher the happiness of the individual. Meanwhile, political ideology has no significant moderation effect on the relationship of religiosity and happiness. Thus, this study did not support past studies. It might be attributed to the difference in how religiosity is operationalized and in the political situations that might cause the difference on the role of political ideology."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2018
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Zhafira
"Penelitian ini merupakan studi kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan an­tara religiusitas Islam dan intoleransi politik dan efek moderasi kepercayaan politik ter­hadap hubungan dua variabel tersebut. Intoleransi politik diprediksi memiliki hubungan positif dengan intoleransi politik di mana kepercayaan politik dapat memperkuat hubungan keduanya. Intoleransi politik diukur dengan Political Intolerance Scale yang dikembangkan oleh Sullivan, Marcus, Feldman, dan Piereson (1981) sementara itu religiusitas Islam diukur dengan Muslim Religiosity Scale yang disusun oleh El-Menouar (2014). Ke­percayaan politik diukur dengan Citizen Trust in Government Organizations Scale yang dikembangkan oleh Grimmelikhuijsen dan Knies (2015). Responden penelitian ini meru­pakan 841 orang mahasiswa di Indonesia yang beragama Islam dan dijaring secara daring. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa religiusitas Islam berkorelasi positif dan signifikan dengan intoleransi politik. Sementara itu, kepercayaan politik tidak berkontribusi sebagai moderator terhadap hubungan religiusitas Islam dan intoleransi politik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Liem, Andrian
"Jumlah remaja yang mencoba rokok di Indonesia semakin tinggi dan usia kali pertama mencoba juga semakin dini. Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan “Siapa atau apakah yang menjadi pendorong utama remaja Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, untuk merokok?” menggunakan Teori Pengaruh Triadis (lingkungan budaya, situasi sosial, dan personal). Penelitian ini hanya berfokus pada pengaruh agen lingkungan budaya (media massa) dan situasi sosial (keluarga dan teman). Sebanyak 390 remaja menjadi sampel dan diambil dengan convenience sampling yang berasal dari 12 SMP di DI Yogyakarta. Rerata usia subjek adalah 14 tahun dengan komposisi putra:putri adalah 55,6%:44,4%. Data dikumpulkan melalui kuesioner anonim yang terdiri dari tujuh bagian. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif, tes Chi Square, dan regresi logistik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa teman memiliki pengaruh paling kuat terhadap perilaku merokok remaja DI Yogyakarta dibandingkan dengan media massa dan keluarga. Di antara berbagai sub-agen media massa, bukanlah televisi melainkan billboard yang lebih berpengaruh terhadap perilaku merokok remaja. Pengaruh orang tua tidak lebih besar secara signifikan dibandingkan saudara kandung dan anggota keluarga lain terhadap perilaku merokok remaja. Teman sekolah tidak lebih berpengaruh secara signifikan dibandingkan teman di lingkungan rumah dan teman selain di sekolah dan lingkungan rumah terhadap perilaku merokok remaja. Berdasarkan hasil temuan tersebut, usulan intervensi yang dapat diterapkan adalah denormalisasi konsumsi rokok dan intervensi yang berdampak sistemik, seperti peningkatan harga rokok, pembatasan iklan dan promosi, serta regulasi penjualan rokok.

The number of youth who try smoking is increasing, and the onset is getting earlier. This study tries to answer “Who or what are the main reasons of smoking for Indonesian adolescents, especially in DI Yogyakarta?” through Theory of Triadic Influences (cultural environment, social situation, and biology/personality). Current studies have focused nly on cultural environment (mass media) and social situation (family and friends) influence. The sampling was conducted through convenience sampling method to 390 adolescents from 12 junior high schools in DI Yogyakarta. The average age of the subjects is 14 years old, with male to female ratio 55.6%: 44.4%. The data were collected through anonymous questionnaires consisting of seven parts. Descriptive analysis was applied to the collected data by means of Chi Square test and logistic regression. The result showed that friends’ influence was the strongest compared with mass media and family to adolescents’ smoking behavior. Among several sub-agents of mass media, it was not television but billboards that had stronger influence. Parents’ influence was not significant compared with siblings and other family members. School friends’ influence was not significant compared with friends from school and other friends. Based on the findings, the applicable proposed interventions are denormalization of cigarette consumption and systematic intervention, such as raising the tobacco price, limiting advertisement and promotion, also regulating tobacco sales."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Mathilda Victoria
"Efek penonton terhadap perilaku manusia adalah topik yang menarik dalam bidang psikologi sosial. Eksperimen ini dilakukan untuk mereplikasi efek penonton, sebuah fenomena yang berasal dari drive theory oleh Zajonc, serta evaluation apprehension theory oleh Cottrell. Empat puluh mahasiswa dari Fakultas Human Movement and Nutrition Sciences University of Queensland secara acak dipilih untuk melakukan push-up sebanyak banyaknya dalam kondisi tanpa penonton dan dengan penonton dalam waktu 60 detik, serta menjawab kuesioner singkat setelah selesai melakukannya. Variabel dependen yang diukur dalam penelitian ini adalah performa dan evaluasi ketertekanan. Hasil menunjukkan bahwa peserta dalam kondisi dengan penonton menunjukan performa yang lebih tinggi dibanding peserta dalam kondisi tanpa penonton. Di sisi lain, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat ketertekanan dalam dua kondisi tersebut. Meskipun tidak ada temuan baru, penelitian ini tetap berguna untuk penelitian selanjutnya, khususnya efek penonton dalam bidang performa olahraga.

Audience effect towards human behaviour is an intriguing topic in social psychology. This experiment was conducted to replicate audience effects, a phenomenon derived from Zajonc’s drive theory and Cottrell’s evaluation apprehension theory. Fourty students from the University of Queensland’s Human Movement and Nutrition Sciences (HMNS) faculty were randomly allocated to either no audience or audience conditions and were instructed to perform the maximum number of push-ups within 60 seconds, as well as to answer a short questionnaire following the completion of the task. The dependent variables measured in the current study were task performance and evaluation apprehension. Results showed that participants in the audience condition scored higher in task performance. On the other hand, there was no significant difference between the level of evaluation apprehension in the two participant conditions. Although there are no new findings, this study remains beneficial for future research, specifically audience effects in sports-related task performance."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi Nisrina Umayah
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh empati emosional terhadap perilaku prososial yang dimoderasi oleh jenis kelamin pada mahasiswa baru psikologi UNM. Empati emosional didefinisikan sebagai dorongan secara otomatis dan tanpadisadari untuk merespon keadaan emosi orang lain. Dan perilaku prososial diartikan sebagai tindakan dengan cara pemberian dua perlakuan berupa video yang membuat emosional individu meningkat ataupun netral dengan instrument untuk mengukur empati emosional dengan menggunakan Positive dan Negative Affect Scale (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark &Tellegen (1988). Pengukuran perilaku prososial dilakukan dengan melihat jumlah donasi yang diberikan oleh responden. Responden penelitian berjumlah 32 mahasiswa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan kriteria mahsiswa baru psikologi UNM.Penelitian eksperimen ini menggunakan desain faktorial 2 (empati: netral vs empati) X 2 (jenis kelamin: laki-laki vs perempuan) between subject design. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara empati emosional terhadap perilaku prososial, tapi pengaruh jenis kelamin sebagai moderator terhadap perilaku prososial tidak memiliki efek yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia da Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Claudia Yosephine
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara perilaku inovatif dengan stres kerja pada karyawan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi Tenaga Surya. 216 karyawan dari Perusahaan Tenaga Surya di Indonesia menjadi partisipan dalam penelitian ini. Perilaku inovatif diukur dengan menggunakan Innovative Work Behaviour Scale, Janssen (2000) yang terdiri dari tiga tahapan, yakni generalisasi ide, promosi ide, dan implementasi. Stres kerja diukur melalui Job Stress Scale yang dibuat dan dikembangkan oleh Parker dan DeCotiis (1983).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara perilaku inovatif karyawan dengan stres kerja pada karyawan Perusahaan Tenaga Surya (R = -0.329, n = 216, p<0.01). Selain itu, partisipan dalam penelitian ini memiliki skor perilaku inovatif yang tinggi dan stres kerja yang rendah.

This research was conducted to investigate the correlation between innovative work behaviour and job stress on Employees Solar Photovoltaic Energy Company 216 employee were completed all questionnaires of innovative work behaviour and job stress. Innovative work behavior was measured by Innovative Work Behavior Scale (IWB Scale) which was constructed by Janssen (2000) and consist of three stages of innovative work behavior, namely idea generation, championing or supporting idea, and implementation. Job stress was measured by Job Stress Scale which was constructed and developed by Parker and DeCotiis (1983).
The results show that there was a negative and significant correlation between innovative work behavior and job stress on Employees Solar Photovoltaic Energy Company Surya (R = -0.329, n = 216, p<0.01). Besides, participant in this research had a high score on innovative work behavior and a low score on job stress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>