Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92709 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nundhini T. Astrie
"Dengan disiplin seorang anak diharapkan dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab terhadap segala prilakunya (Tumer & Helms, 1995). Ibu sebagai agen sosialisasi memegang peran penting dalam mengajarkan anak disiplin karena ibu merupakan orang dewasa yang selalu beiada di dekat anak dan merupakan jembatan antara kebutuhan anak dan tuntutan dari lingkungan (Papalia & Olds; Martin & Colbert, 1997; Hoffinan, 1964).
Tujuan utama dari disiplin adalah tanggung jawab (Morgan dkk, 1986). Dengan bertanggung jawab, anak dapat memilih dan memutuskan apa yang akan ia lakukan dengan percaya diri dan aman dari serangan lingkungan sosial. Perkembangan dunia yang cepat menuntut anak untuk dapat membuat keputusankeputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan hanya baginya tapi juga bagi orang lain disekitamya. Untuk itu mereka memerlukan kemampuan untuk menyeleksi informasi mana saja yang dapat mereka percaya dan bermanfaat dulam pengambilan keputusannya. Disinilah berpikir kritis diperlukan.
Berpikir kritis bukan sesuatu yang terberi melainkan suatu ketrampilan yang dapat dipelajari dan dibiasakan. Salah satu hai yang dapat membantu mengembangkan kemampuan seorang individu dalam berpikir kritis adalah bagaimana orang tua memperlakukannya dan mengasuhnya sejak ia kanak-kanak, termasuk di dalamnya disiplin Dengan memiliki kemampuan berpikir secara kritis, seorang anak dapat dirangsang untuk belajar memikirkan dan memahami konsekuensi setiap prilaku mereka karena dengan mengetahui konsekuensi tersebut mereka akan dapat mempertanggungjawabkan prilaku yang mereka hasilkan.
Cara yang dilakukan adalah dengan menyiapkan aturan yang digunakan sebagai alat untuk mengajarkan mereka nilai-nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat (Hurlock, 1964). Pemahaman terhadap nilai ini akan berguna sebagai penyaring informasi-informasi yang dimilikinya sehingga anak akan dapat memilih informa:i mara yang dapat ia gunakan untuk menghasil suatu keputusan yang baik baginya dan orang lain serta memenuhi standar yang sudah ada di dalam masyarakat dimana ia tinggal. Dengan kata lain, nilai ini akan membantu kita mengetahui apa yang harus dilakukan dan kapan kita dapat melakukannya. (Colorado State Univ., 2002)
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan gambaran yang kaya mengenai bagaimana ibu mengajarkan disiplin kepada anak yang akan membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan untuk menggali informsi. Untuk menunjang informasi yang tidak dapat diberikan melalui wawancara (seperti keadaan saat wawancara berlangsung), observasi digunkan sebagai metode penunjang. Metode analisis yang digunakan terhadap informasi dari subyek adalah dengan mempergunakan metode content analysis.
Gambaran mengenai konsep disiplin dan kaitannya dengan berpikir kritis anak yang diterapkan di dalam rumah muncul dengan tema-tema: definisi dan strategi disiplin yang digunakan oleh subyek, alasan pembelajaran disiplin, pembuatan aturan dan aturan-aturan yang belaku di rumah, waktu yang tepat untuk memberikan penjelasan mengenai hukuman, dan cara orang tua mengajarkan kepada anak tanggung jawab dan membuat pilihan, serta alasanalasan yang biasa digunakan anak untuk menghindari aturan.
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa ibu yang menjadi subyek pada penelitian belum memiliki persiapan untuk melatih kemampuan berpikir kritis anak melalui penerapan aturan dan kesempatan bertanya kepada anak. Disiplin inconsisten dan gaya permissive yang ibu gunakan dalam mengasuh anak mereka, membuat anak tidak memahami aturan yang jelas mengenai apa yang benar dan salah. Karena anak tidak akan mengetahui dengan pasti apa yang diharapkan darinya, anak akan berprilaku sesukanya yang akhirnya gagal memenuhi harapan lingkungan sosialnya (Hurlock, 1964). Selain itu, Penjelasan yang diberikan oleh ibu mengenai aturan lebih ditekankan untuk membuat anak merasa tetap dicintai setelah penerapan konsekuensi tertentu (hukuman), dibandingkan karena didasari oleh kesadaran perlunya mempersiapkan penjelasan yang masuk akal untuk membantu anak mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yang ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai pembelajaran disiplin dan berpikir kritis anak yang diharapkan dapat membantu orang tua muda mempersiapkan diri dalam mengasuh anak-anak. Untuk itu diperlukan informasi mengenai pengasuhan yang lengkap. Informasi ini dapat diperoleh dai i setiap orang dewasa yang menjadi pengasuh dan model belajar bagi anak, bukan hanya dari Ibu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah S. Prabandari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3381
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Setyawati
"Berpikir kritis sangat relevan dengan kondisi negara Indonesia saat ini. Dengan kemampuan berpikir kritis, rakyat Indonesia dapat menyaring informasi atau nilai-nilai yang datang dari luar secara kritis, dan memanfaatkannya untuk mencapai kondisi yang lebih baik.
Teori mengenai berpikir kritis lebih banyak dikembangkan oleh peneliti Barat yang kebudayaannya, bahasa, keyakinan dan cara hidupnya berbeda dengan Hal tersebut sedikit banyak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap proses berpikir untuk masing-masing budaya. Oleh karena itu perlu dikembangkan konsep berpikir kritis yang khas dalam budaya Indonesia yang memiliki keunikan bila dibandingkan dengan budaya Barat.
Indonesia memiliki beraneka ragam suku bangsa yang berbeda dalam adat dan budaya, kebiasaan dan bahasanya. Salah satunya adalah suku Minangkabau yang terkenal dengan cirinya yang khas sebagai masyarakat yang demokratis, egaliter dan menganut sistem matrilineal. Selain itu adat Minangkabau memiliki sifat yang terbuka dan kritis terhadap nilai dari budaya lain. Karena kekhasannya itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai konsep berpikir kritis yang khas dalam suku Minangkabau.
Untuk penelitian ini akan dilihat konsep berpikir kritis dalam suku Minangkabau menurut persepsi praktisi pendidikan yang bersuku bangsa Minangkabau. Alasan dari pemilihan narasumber ini adalah karena mereka memiliki peranan yang penting dalam pengajaran berpikir kritis di sekolah. Sedangkan berpikir kritis dapat dijadikan tujuan yang ideal dari proses pendidikan.
Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualiatif untuk menghasilkan data yang mendalam dan detil mengenai konsep berpikir kritis dalam adat Minangkabau. Untuk memperoleh data tersebut dilakukan metode kuesioner dan wawancara dengan menggunakan teknik Delphi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep berpikir kritis dalam suku Minangkabau tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dengan konsep berpikir kritis dalam budaya Barat. Namun terdapat konsep berpikir kritis yang khas dalam suku Minangkabau. Pada umumnya narasumber menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu cara berpikir yang tidak menerima begitu saja informasi yang masuk, melainkan dianalisa terlebih dahulu, masyarakat Minangkabau mendukung berpikir kritis dapat dilihat dari paham egaliter serta aktivitas musyawarah untuk mufakat dalam masyarakat minang.
Kedua hal tersebut memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat untuk dapat mengemukakan pikiran dan pendapatnya tanpa adanya rasa segan atau takut terhadap pimpinan. Namun terdapat batasan dalam berpikir kritis, yaitu mendasarkan berpikir kritis atas dasar agama dan adat, serta menggunakan kata-kata halus atau sindiran dalam mengkritik orang untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain.
Karena penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat eksploratif dan mungkin merupakan penelitian yang baru dilaksanakan dalam topik ini, maka peneliti menyarankan untuk diadakannya penelitian lanjutan agar didapatkan rumusan yang lebih tepat mengenai berpikir kritis dalam suku Minangkabau."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Suleeman
"Berbagai hal telah dilakukan pemerintah untuk menyiapkan negara Republik Indonesia memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, setelah Penbangunan Jangka Panjang Tahap I dinilai cukup berhasil. Salah satu hal yang dianggap menjadi kunci keberhasilan pembangunan ialah sumber daya manusia yang harus berkualitas tinggi. Untuk itu telah disiapkan pula anggaran yang dipakai untuk pendidikan dan peningkatan ketrampilan manusia Indonesia pada umumnya. Khusus dari kalangan intelektual diharapkan sumbangan dan masukan yang bermanfaat untuk mengisi pembangunan tersebut.Ini dapat dimaklumi karena kaum intelektual walaupun mencakup sebagain kecil dari kaseluruhan rakyat Indonesia, namun secara potensil justru memiliki peran strategis yang besar. Namun sayangnya, pada saat ini juga muncul berbagai keluhan yang ditujukan terhadap calon intelektual, yaitu mahasiswa. Cukup banyak keluhan yang dilontarkan terhadap kualitas mahasiswa saat ini, tidak hanya pada mereka yang kuliah di perguruan tinggi swasta, tapi juga negeri, bahwa sikap mereka pada umumnya tidak kritis, bahkan cenderung apatis dan masa bodoh terhadap apa yang terjadi di dalam masyarakat. Beberapa penelitian di lingkungan Universjtas Indonesia menunjukkan dukungan terhadap gejala tersebut. Chandra (1991) dan Napitupulu (1992) misalnya mendapatkan bukti bahwa sebagian mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tidak pernah mengajukan satupun pertanyaan ke pada para pengajar, padahal bertanya adalah salah satu indikasi dari adanya sikap kritis. Ketika ditanyakan alasannya, subyek menjawab bahwa mereka tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Kalaupun ada hal yang tidak dimengerti, lebih baik mereka mendiamkan hal tersebut, dan berharap tidak akan muncul pada ujian, daripada bertanya pada pengajar dan menemukan jalan keluar seperti yang seharusnya. Beberapa mahasiswa lainnya cukup berani untuk membahas tersebut dengan rekan kuliah walaupun belum pasti mendapatkan jawaban yang diinginkan. Walaupun berbagai analisa bisa diberikan untuk meneliti akar dari masalah ini (misalnya penenuan SCU Mundandar, 1977, yang menemukan bahwa sistem pendidikan di Indonesia memang tidak melatih siswa untuk menjadi kreatif, hanya sekedar pasif mengikuti apa yang diperintahkan guru saja) tapi penulis mendekati masalah ini dari sudut yang berbeda.
Penelitian di bidang psikologi kognitif naupun psikolinguistik nembuktikan bahwa berpikir kritis bisa dilatih, pada orang yang sudah dewasa sekalipun (lihat misalnya penelitian Lehman & Nisbett, 1990). Bahkan Silalahi (1992) dan Djiwatampu (1993) berhasil membuktikan bahwa pelatihan proses kognitif berupa pengaktifan skemia bisa ditransfer dalam bidang bahasa, sehingga mampu meningkatkan pemahaman bacaan para subyek.
Pada kesempatan ini penulis mencoba menyusun modul pelatihan "Berpikir Kritis" dan sekaligus mencobakannya pada peserta kuliah Bimbingan Menulis tahun 1993 (sebanyak 72 orang) yang juga diasuh oleh penulis. Porsi berpikir kritis yang berkaitan dengan bahan kuliah Bimbingan Menulis adalah saat peserta diminta membuat tulisan yang bersifat argumentatif. Biasanya waktu yang tersedia untuk menyiapkan tulisan argumentatif adalah 3 pertemuan, tapi melalui modul ini disiapkan 12 pertemuan untuk membahas elemenelemen berpikir kritis sebelum akhirnya peserta diminta membuat tulisan argumentatif. Elemen-elemen berpikir kritis yang dijadikan topik bahasan adalah memahami pengertian klaim/pernyataan, memahami klaim, menilai kebenaran suatu klaim, jenis-jenis kesalahan berpikir, dan jenis argumen.
Dari hasil analisa kualitatif maupun kuantitatif terhadap prestasi peserta (yang diberikan sebagai pre-test dan post-test) ternyata bahwa pada akhir pelatihan (saat evaluasi), ditemukan peningkatan daya analisa peserta terhadap suatu tulisan argumentatif berbentuk paragraf. Selain itu, dibandingkan dengan peserta kuliah Bimbingan Menulis pada tahun-tahun sebelumnya, peserta pada tahun 1993 yang mendapatkan pelatihan ini berhasil membuat tulisan argumentatif yang lebih baik. Ini semua menunjukkan bahwa pelatihan "Berpikir Kritis" mampu meningkatkan kualitas ketrampilan kritis yang terutama diukur melalui kemampuan menganalisa tulisan dan kemampuan membuat tulisan argumentatif. Cara lain yang dapat dipakai untuk meningkatkan hasil yang telah ditemukan adalah memperluas topik bahasan tentang jenis argumen, agar peserta betul-betul mahir menggunakan ketrampilan kritis yang dilatihkan, selain juga meneliti seberapa jauh ketrampilan yang telah diajarkan bisa ditransfer ke kegiatan lainnya di luar kuliah Bimbingan Menulis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fleurencia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Saptadi
"Berpikir merupakan salah satu kualitas manusia yang tidak akan kita temukan pada makhluk lain. Oleh karenanya, berpikir berhubungan dengan eksistensi manusia di dunia ini. Descartes dengan pernyataannya yang terkenal, cogito ergo sum telah menghubungkan keduanya, bahwa dengan berpikirlah eksistensi kita didunia ini diakui. Sehingga dengan meningkatkan kualitas berpikir kita berarti kita juga meningkatkan kualitas kehidupan kita. Salah satu cara meningkatkan kualitas berpikir kita adalah dengan berpikir kritis. Dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis, diharapkan manusia mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi olehnya didunia ini. Begitu juga yang terjadi di negara ini, untuk mengatasi krisis-krisis yang terjadi. Komunitas yang cukup penting dalam melakukan perubahan suatu negara adalah dari kelompok intelektual.
Perguruan tinggi merupakan tempat ada dan berkembangnya kelompok intelektual yang telah menjadi sebuah institusi. Oleh karena itu, perguruan tinggi menjadi tempat yang ideal dalam pengembangan berpikir kritis, dan pengajar perguruan tinggi (dosen) memiliki peran yang cukup penting dalam pengembangan tersebut. Dengan peningkatan berpikir kritis, diharapkan juga manusia meningkatkan kualitas hidupnya dan berimplikasi terhadap perkembangan komunitas dan kebudayaan disekitamya. Minangkabau merupakan salah satu budaya yang tersebar luas dinegara ini, dan telah melahirkan banyak tokoh-tokoh intelektual di negara ini, seperti Bung Hatta, Sutan Syahrir, Muhammad Yamin, Hamka, Tan Malaka, HR Rasuna Said, dan lain-lain. Sehingga dalam kaitannya dengan berpikir kritis dan perguruan tinggi, pada penelitian ini akan di teliti berpikir kritis dalam sorotan budaya Minangkabau ditinjau dari sudut pandang pengajar perguruan tinggi yang memiliki latar belakang budaya Minangkabau.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat rumusan mengenai konsep berpikir kritis menurut sudut pandang pengajar perguruan tinggi dengan latar belakang budaya Minangkabau. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratiĀ£ yang menggali gambaran tentang rumusan berpikir kritis dan apakah budaya Minangkabau memfasilitasi berkembangnya berpikir kritis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui teknik Delphi dan waawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah melalui teknik content ancilysis.
Hasil yang didapat, budaya Minangkabau memfasilitasi berkembangnya berpikir kritis. Tetapi karakateristik berpikir kritis yang dikembangkan berbeda dengan sistem yang berkembang di Barat, karena karakteristik masyarakat Minangkabau yang memiliki sistem masyarakat yang komunal. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang merupakan penelitian awal, sehingga tema-tema yang muncul dalam penelitian kali ini dapat menjadi tema dalam penelitian selanjutnya atau perbandingan antara budaya Minangkabau dengan budaya lainnya di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertha Tri Sumartini
"Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh panduan coaching kepala ruang terhadap kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan perawat primer. Penelitian dengan desain quasi experiment with control group posttest only. Populasi penelitian adalah perawat primer di ruang rawat inap PKSC, Jakarta. Jumlah sampel 77 orang pada kelompok intervensi dan 77 orang pada kelompok kontrol.
Hasil penelitian karakteristik individu tidak ada pengaruh terhadap berpikir kritis dan pengambilan keputusan. Analisis regresi logistik ganda ditemukan adanya pengaruh coaching terhadap berpikir kritis ( p value 0,04) dan pengambilan keputusan (p value 0,036), Coaching dapat dikembangkan penggunaannya bagi staf, perawat baru dan pembimbingan mahasiswa untuk pengembangan keperawatan profesional.

The aim of this study was to examine the effect of coaching guide of charge nurse to critical thinking and decision making primary nurse .This study with quasi experiment with control group posttest only design. The study population was the primary nurse at the inpatient ward in PKSC, Jakarta. The number of samples of 77 people in the intervention group and 77 people in the control group.
The individual characteristic did not reveal any contribution.Multiple logistic regression analysis found that the significant influences on coaching toward critical thinking (p value 0,044) and decision making (p value 0,036). Coaching can be developed for personal use, nurses orientee and nurses student for professional nursing development.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T33228
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Natasha Julia
"Begitu banyaknya keputusan yang kita ambil dan betapa besar pengaruhnya di dalam kehidupan kita menuntut kita untuk memperhitungkan bagaimana suatu keputusan tersebut diambil. Disinilah berpikir kritis itu diperlukan yang mana melibatkan suatu penilaian yang memperhitungkan informasi yang relevan sebelum membuat keputusan yang tepat (Lipman, 1991). Hal yang kelihatannya sederhana ini ternyata relevan dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini. Arus informasi yang masuk dan situasi sosial yang sarat dengan konflik menuntut rakyat Indonesia untuk mampu berpikir kritis sehingga informasi tidak diterima begitu saja namun dapat dipilah sebelum ditentukan keputusan yang mampu membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia.
Indonesia kaya akan budayanya. Salah satu budaya yang menonjol adalah Batak Toba yang merupakan suku yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dan menempati posisi yang penting dan strategis dalam pemerintahan. Sistem kekerabatannya yang sangat kuat serta masyarakatnya yang bersifat kolektif menjadi ciri khas dari suku ini. Bagaimana budaya Batak Toba mampu mendukung atau menghambat berpikir kritis bagi anggotanya menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Untuk memahami hal ini maka pemerhati adat/pemuka masyarakat/pemuka agama Batak Toba dianggap kredibel untuk membuat analisis mengenai apakah budayanya mendukung atau menghambat berpikir kritis. Mereka tentunya lebih memahami mengenai budaya Batak Toba dan dianggap sebagai tokoh panutan serta turut mempengaruhi pola pikir masyarakatnya termasuk berpikir kritis. Penelitian ini selain diharapkan dapat bermanfaaat untuk memahami berpikir kritis dalam budaya Batak Toba tetapi juga diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan gambaran yang kaya, dalam dan detail mengenai berpikir kritis yang khas budaya Batak Toba, sesuai dengan sudut pandang pemerhati adat/pemuka masyarakat/pemuka agama Batak Toba. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner sesuai dengan teknik Delphi. Untuk mengkonfirmasi dan menggali lebih lanjut mengenai gejala, maka selain metode kuesioner digunakan juga metode wawancara sebagai metode penunjang. Metode analisis yang digunakan terhadap jawaban dari narasumber mempergunakan metode content analysis. Gambaran mengenai konsep berpikir kritis yang dihasilkan muncul dengan tema-tema: pengertian, karakteristik orang yang berpikir kritis, tujuan dan alasannya perlunya pendidikan berpikir kritis, strategi untuk mendidik berpikir kritis, alasan sulitnya mendidik berpikir kritis, alasan tidak perlunya pendidikan berpikir kritis bagi rakyat Indonesia serta peranan budaya Batak Toba yang mendukung atau menghambat berpikir kritis.
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa berpikir kritis yang khas budaya Batak Toba adalah berpikir yang sangat situasional. Konsep, ajaran dan praktek budaya Batak Toba ada yang mendukung maupun ada yang menghambat anggota masyarakatnya untuk berpikir kritis. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat eksploratif sehingga dapat dijadikan awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya untuk lebih dapat memahami berpikir kritis pada budaya Indonesia pada umumnya dan budaya Batak Toba pada khususnya. Misalnya dengan meneliti bagaimana isu gender dalam budaya Batak Toba dalam kaitannya dengan berpikir kritis, melakukan observasi langsung untuk melihat bagaimana dalam kenyataannya budaya Batak Toba mendukung atau menghambat anggotanya untuk berpikir kritis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsiana Anglina Tamur
"Ada ahli yang memperkirakan bahwa rata-rata setiap orang mempengaruhi sepuluh ribu orang seumur hidupnya (Maxwell, 2003). Oleh karena itu sebelum bertingkah laku seseorang perlu memikirkannya terlebih dahulu karena dampaknya akan begitu luas. Setelah berpikir barulah individu dapat mengambil suatu keputusan dan bertingkah laku. Di era globalisasi seperti sekarang ini dimana informasi dapat diperoleh dengan mudah, maka diperlukan suatu keterampilan khusus untuk mengintegrasikan semua informasi tersebut, sehingga informasi tersebut dapat mendukung keputusan yang diambil. Jenis berpikir seperti ini adalah berpilar kritis, dimana individu harus menganalisis dulu semua informasi yang tersedia sebelum mengambil suatu keputusan (Lipman, 1991).
Salah satu persoalan yang menghadang bangsa Indonesia saat ini dan akan berdampak ke masa depan adalah penurunan kuah tas manusia Indonesia. Lemahnya kualitas manusia Indonesia dapat dilampiaskan dalam bentuk anarkisme massa dan tindak kekerasan lain seperti yang terjadi pada masa sebelum, saat dan sesudah runtuhnya Orde Baru (Kompas, 19 Juli 2003). Tentunya keadaan seperti itu tidak perlu tetjadi lagi ketika rakyat Indonesia sudah dibekali kemampuan berpikir kritis, sehingga walaupun diprovokasi sedemikian rupa rakyat Indonesia tidak akan mudah percaya begitu saja pada informasi yang ada.
Presiden Megawati Soekamoputri mengatakan bahwa dari sekian banyak masalah nasional yang harus diselesaikan, mungkin tidak ada yang lebih mendasar daripada masalah pendidikan (Kompas, 11 Juli 2003). Pembekalan berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan di sekolah. Pengembangan berpikir kritis di sekolah tentunya tidak lepas juga dari peranan kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah. Agar pembekalan berpikir kritis ini dapat tercapai tentu harus didukung oleh kebijakan-kebijakan kepala sekolah yang mendukungnya. Oleh karena itu kepala sekolah dianggap pihak yang tepat untuk memberikan masukan mengenai pembekalan berpikir kritis ini.
Suku Jawa yang secara kuantitas paling besar jumlahnya di Indonesia, maka tidak dapat dipungkiri lagi pengaruhnya dalam budaya Indonesia secara umum. Di dalam budaya Jawa terdapat dua prinsip dalam pergaulan masyarakatnya dimana semuanya bertujuan untuk mencegah teijadinya konflik dan menjaga keharmonisan. Selain itu sikap masyarakat dalam budaya Jawa yang nrimo (pasrah) dan ngeli (mengikuti arus) tentunya dapat menghambat berpikir kritis, dimana seorang yang beipikir kritis tentunya tidak menerima begitu saja informasi yang ada dan tidak mudah untuk mengikuti arus karena tingkah lakunya didasari oleh alasan. Oleh karena sangat perlu untuk meneliti apakah budaya Jawa benar-benar menghambat masyarakatnya untuk berpikir kritis atau mendukung masyarakatnya untuk berpikir kritis ditinjau dari sudut pandang kepala sekolah bersuku Jawa.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari seberapa besar beipikir kritis diberi kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam keseluruhan tata nilai budaya Jawa.
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan mengenai bagaimana membangun kembali bangsa ini memberikan sumbangan terhadap perkembangan teori psikologi yang khas budaya Indonesia (indigenous psychology).
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam dan mendetail.mengenai berpikir kritis dalam budaya Jawa dari sudut pandang kepala sekolah bersuku Jawa.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan menggunakan teknik delphi dan focus group discussion (FGD) untuk melengkapi data yang diperoleh dari kuesioner. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah content analysis. Dari data yang terkumpul dapat dikelompokkan dalam tema-tema; pengertian berpikir kritis,karakteristik berpikir kritis, alasan perlunya dan tujuan pendidikan berpikir kritis, serta strategi yang dapat dilakukan; dan contoh-contoh praktek, ajaran atau konsep dalam budaya Jawa yang memberikan kesempatan dan menghambat anggota masyarakatnya berpikir kritis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah berpikir kritis dalam budaya Jawa dapat saja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam penyampaiannya harus mengikuti kaidah-kaidah yang ada seperti kepada siapa pemikiran kritis ini ditujukan. Sebagai sualu penelitian eksploratif yang hanya memperoleh gambaran awal, maka peneliti menyarankan penggunaan wawancara yang mendalam melengkapi data yang sudah ada dan melakukan penelitian yang lebih mendalam pada pemuka adat/masyarakat dan pemerhati budaya mengenai berpikir kritis dalam budaya Jawa mengingat begitu pentingnya pemimpin dalam budaya Jawa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>