Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Indira R.
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin melihat naskah kognitif siswa-siswi SMU kelas I dari dua
sekolah yang memiliki indikasi terjadi peristiwa gencet-gencetan. Naskah kognitif
dapat mempengaruhi kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan agresif
(Huesmann, 1998) termasuk juga gencet-gencetan. Seseorang yang memiliki naskah
kognitif mengenai gencet-gencetan akan cenderung melakukan perilaku tersebut
dibandingkan yang tidak mempunyai naskah kognitif ini.
Naskah kognitif adalah skema mengenai sebuah peristiwa (Schank & Abelson;
Abelson, dalam Agoustinous & Walker, 1995), sedangkan gencet-gencetan adalah
perilaku agresif yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara
pelaku dan korban. Gencet-gencetan bisa disamakan dengan perilaku bullying karena
melibatkan perilaku agresif dan terjadinya ketidaseimbangan kekuasaan antara pelaku
dan korban.
. Naskah kognitif mengenai gencet-gencetan akan terdiri dari orang-orang
yang terlibat, urutan kejadian dan perilaku dari orang-orang yang terlibat, waktu dan
tempat peristiwa, dan aturan berperilaku yang dimiliki seseorang mengenai peristiwa
tersebut. Naskah kognitif siswa-siswi dilihat melalui kuesioner yang dikonstruk
berdasarkan hasil elisitasi dengan siswa-siswi SMU dan literatur mengenai bullying.
Subyek diambil dari dua sekolah dimana ada indikasi terjadinya peristiwa
gencet-gencetan. Kedua sekolah juga berbeda dalam jenis kelamin siswa-siswinya.
SMU P merupakan sekolah dengan siswi perempuan semua, sedangkan SMU M
merupakan sekolah dengan siswa laki-laki semua.
Dari hasil penghitungan chi-square terlihat ada beberapa perbedaan yang
signifikan antara naskah kognitif subyek-subyek dari SMU M dengan subyek dari
SMU P, perbedaan ini wajar karena mereka berasal dari lingkungan yang berbeda,
sehingga mempelajari naskah yang berbeda. Gencet-gencetan merupakan perilaku
agresif, sehingga perilaku yang terdapat di dalam naskah kebanyakan akan berupa
perilaku agresif. Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan oleh seseorang dipengaruhi
gendernya. Remaja laki-laki cenderung lebih banyak menggunakan perilaku agresif
kontak fisik dibandingkan dengan remaja perempuan. Kedua kelompok subyek
mempunyai gender yang berbeda, sehingga ada perbedaan dalam perilaku agresif
dalam naskah mereka, hasil penghitungan menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan dalam perilaku agresif fisik, verbal, dan non-verbal. Perbedaan dalam
perilaku agresif verbal berlawanan dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai
gender dan perilaku agresif dimana remaja laki-laki dan perempuan dalam banyaknya
perilaku agresif verbal yang digunakan.
Dengan mengetahui naskah kognitif para subyek, diharapkan dapat membantu
dalam program intervensi terhadap perilaku ini di sekolah-sekolah. Intervensi dapat
dilakukan dengan mengubah naskah yang mereka miliki atau menggunakan naskah
mereka sebagai panduan untuk menghentikan perilaku ini. Penggunaan naskah
sebagai panduan misalnya diketahui dalam naskah subyek SMU P gencet-gencetan
terjadi saat istirahat dan dilakukan secara berkelompok oleh siswi yang lebih senior, ada kemungkinan para subyek (saat mereka sudah mempunyai kekuasaan) akan
menggencet dengan cara tersebut, sehingga saat seorang guru melihat sekelompok
siswi senior sedang mengelilingi salah seorang siswi junior saat istirahat guru tersebut
dapat langsung menghentikan peristiwa ini karena ada kemungkinan besar sedang
terjadi gencet-gencetan."
2004
S3319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Wiyasti
2004
S3479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erin Mutiara Naland
"ABSTRAK
Penelitian-penelitian terdahulu menyatakan bahwa anak laki-laki lebih agresif daripada anak perempuan (Harris dalam Baron, 2000; Buss dalam Bjorkqvis, 1994). Penelitian-penelitian terbaru mengatakan bahwa anak perempuan dapat sama agresivitasnya dengan anak laki-laki, hanya saja dalam bentuk yang berbeda (Donelson, 1999). Hal ini menggelitik rasa ingin tahu peneliti tentang bentuk-bentuk agresivitas yang dipakai remaja putri untuk menyakiti remaja putri lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bentuk-bentuk perilaku agresivitas yang digunakan remaja putri untuk menyakiti remaja putri lain, gambaran detil kejadian agresivitas yang dialami oleh remaja putri, respon emosional, sosial dan perilaku korban dan pemicu agresivitas. Menurut berbagai literatur anak perempuan cenderung memakai agresivitas tidak langsung (indirect) dan biasanya lebih sulit diamati (covert) (Baron, 2000; Olweus, 2003; Krahe, 2001; Sullivan, 2000; Simmons, 2000). Peran sosial anak perempuan yaitu tidak agresif menyebabkan anak perempuan menyembunyikan agresivitas mereka ke dalam bentuk yang lebih sulit diamati dan tidak langsung (Simmons, 2002). Sifat persahabatan anak perempuan yang kecil, eksklusif dan intim juga meningkatkan kesempatan untuk agresivitas tidak langsung. Penelitian dilakukan di sebuah sekolah khusus putri dengan menggunakan siswi-siswi kelas satu sebagai subjek. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan “sisi dalam” realitas dari sudut pandang korban. Metode utama yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah Focus Group Discussion (FGD). FGD adalah kelompok diskusi yang mengeksplorasi sekelompok isu-isu spesifik dan merupakan metode yang ideal untuk menggali opini, pengalaman dan pendapat subjek (Barbour & Kitzinger. 1999) Melalui penelitian ini didapatkan hasil-hasil sebagai berikut; remaja putri di sekolah Z menggunakan berbagai bentuk agresivitas untuk menyakiti remaja putri lain. Secara garis besar agresivitas tidak langsung digunakan di dalam satu angkatan, secara khusus di dalam persahabatan atau hubungan dengan teman satu clique. Agresivitas langsung berupa serangan verbal cenderung dipakai oleh kakak kelas untuk menyakiti adik kelas. Agresivitas kakak kelas kepada adik kelas merupakan isu kuat di sekolah Z. Senioritas dan “gencet-gencetan” telah menjadi tradisi dari tahun ke tahun dan oleh karena itu agresivitas kakak kelas kepada adik kelas seperti mendapat pembenaran. Kakak kelas biasanya mengontrol adik kelas dengan memberikan “norma-norma” dan menekan siapa saja yang tidak mematuhinya atau adik kelas yang menonjol dan memiliki kecenderungan populer. Kakak kelas menggencet adik kelas dengan serangan verbal seperti menyindir atau memarahi adik kelas secara berkelompok. Adik kelas merasa takut, tertekan, kesal dan stres menghadapi agresivitas kakak kelas akan tetapi tidak berdaya melawan akan tetapi tidak ingin “gencetgencetan” ini dihapuskan. Saran untuk penelitian berikutnya adalah meneliti agresivitas kakak kelas kepada adik kelas dari sisi agresor atau membuat penelitian kuantitatif mengenai sikap adik kelas terhadap agresivitas kakak kelas. Saran praktis untuk sekolah Z dan sekolah-sekolah dengan kondisi kurang lebih sama dengan sekolah Z adalah dengan mengadakan pembinaan untuk mengubah paradigma mengenai gencet-gencetan dan agresivitas remaja putri, mengurangi otoritas atau kewenangan kakak kelas dan meningkatkan fokus akademis agar “gencet-gencetan” dapat menurun."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irgahayu Madhina
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara tanggung jawab dan peran defender (pembela korban) dalam bullying pada siswa SD. Pengukuran tanggung jawab menggunakan alat ukur yang dikonstruksi oleh Sukiat (1993) dan pengukuran peran defender menggunakan alat ukur peran defender yang dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian mengenai reaksi bystander oleh Rigby (2008), hasil penelitian mengenai alasan menjadi defender oleh Beane (2008), dan kriteria defender yang dikemukakan oleh Beane (2008). Partisipan berjumlah 135 siswa yang berasal dari dua sekolah dasar di kota Cilegon, dengan karakterisitik usia 10-12 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara tanggung jawab dan peran defender dalam bullying pada siswa SD sebesar 0,532 yang signifikan pada l.o.s. 0,01 (nilai p = 0,000). Artinya, semakin tinggi tanggung jawab yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi tingkat peran defender yang dimiliki.

This study was conducted to examine the relationship between responsibility and the role of defender in bullying incidence among elementary school students. The measurement of responsibility was conducted using measuring instruments constructed by Sukiat (1993). The measurement of the role of defender was conducted using measuring instrument constructed by the researcher based on bystander reaction study result by Rigby (2008); reasons being defender study result by Beane (2008); and defender criteria set out by Beane (2008). Total participants of this study was 135 students from two elementary schools in Cilegon with age characteristic of 10-12 years. The results of this study indicate that there is a significant positive relations between responsibility and the role of defender in bullying incidence among elementary school students with 0.532 which is significant at l.o.s. 0.01 (p value = 0.000). It means that the higher the responsibility held by the students, the higher their level of defending roles."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimny Hilda Fauzia
"Studi ini meneliti hubungan antara family functioning dan respons bystander bullying pada siswa SMA. Respons bystander bullying dikategorikan menjadi tiga, yaitu defender (menolong korban), outsider (tidak melibatkan diri), dan reinforcer (mendukung pelaku). Alat ukur yang digunakan adalah Family Assessment Device (Miller, Ryan, Keitner, Bishop, & Epstein, 2000) dan Alat Ukur Respons Bystander Bullying yang merupakan modifikasi dari penelitian Gini, Pozzoli, Borghi, dan Franzoni (2008). Sampel penelitian ini adalah 101 siswa SMA di Jakarta dan Depok.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara family functioning dan respons sebagai defender. Berikutnya, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara family functioning dengan respons outsider dan reinforcer. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya sekolah melibatkan keluarga dalam upaya minimalisasi respons outsider dan reinforcer, serta mencegah bullying di sekolah.

This research aims to study the relationship between family functioning and bullying bystander response among high school students. Bullying bystander responses are categorized into three, namely defender (to help victims), outsider (not involved), and reinforcer (supporting actors). The instruments used in this research are Family Assessment Device (Miller, Ryan, Keitner, Bishop, & Epstein, 2000) and the Bullying Bystander Response Measurement Tools which is a modification of the study conducted by Gini, Pozzoli, Borghi, and Franzoni (2008). The samples are 101 high school students in Jakarta and Depok.
The result indicates that there is no significant relationship between family functioning and response as a defender. The result also shows that there is a negative and significant relationship between family functioning with outsider response and reinforcer. The implication of this study suggest to involve families in effort to minimize bystander response as outsider and reinforcer, and also to prevent bullying at school.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sears, David O.
Jakarta: Erlangga, 1992
302 SEA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shinantya Ratnasari
"This study aims to determine differences in emotional regulation between women and men which are currently enrolled in the higher education. In this study, the proposed hypotheses are: ( 1) there is a difference in emotion regulation in general between women and men; (2) there was no difference in cognitive reappraissal between women and men; and (3) there is a difference in expressive suppression between women and men. We conducted the questionnaire survey method to determine the differences in emotion regulation between women and men. The instrument was adapted from questionnaires constructed by Gross and John (2003). Participants were 81 students of the Faculty of Psychology UI, consisting of 48 women and 33 men. The results showed no difference in the cognitive reappraisal dimension between women and men, while there is no difference in expressive suppression dimension between women and men. Thus, there is also a difference in general emotional regulation between women and men. These results are consistent with the hypothesis of the study."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI, 2017
150 JPS 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarlito Wirawan Sarwono
"Sebagai seorang yang menaruh minat terhadap kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dan sejak 1966 sampai saat ini telah melakukan pengamatan-pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan kemahasiswaan, saya memperoleh kesan bahwa mahasiswa dapat merupakan kekuatan sosial politik yang penting. Aksi-aksi mahasiswa tahun 1966 yang berakhir dengan lahirnya Pemerintah Orde Baru merupakan bukti yang jelas. Demikianpun aksi-aksi setelah 1966 (1971, 1974, 1977) walaupun tidak sampai kepada perubahan Pemerintahan, namun cukup besar pengaruhnya sehingga Pemerintah merasa perlu mengadakan reaksi baik secara langsung maupun tidak langsung, dan nyata beberapa perubahan sosial memang terjadi. Larangan impor mobil mewah dan anjuran "pola hidup sederhana" yang dikeluarkan Pemerintah setelah aksi-aksi mahasiswa 1974 dan pencabutan SK 028 pada 1 Juli 1977 merupakan bukti akan kuatnya pengaruh aksi-aksi mahasiswa ini sebagai kelompok sosial.
Tertarik akan kenyataan ini, saya telah melakukan beberapa studi tentang aksi-aksi kemahasiswaan yang beberapa diantaranya telah dipublikasikan. Setelah cukup lama saya mengamati gejala aksi-aksi mahasiswa ini, tidak saja yang terjadi di dalam negeri melainkan juga yang terjadi di luar negeri, saya melihat sifat yang universal dari gejala ini, yaitu rata rata aksi-aksi mahasiswa membawa perubahan sosial-politik tertentu. Kenyataan ini mendorong saya untuk mengadakan studi yang lebih mendalam, terutama mengenai gerakan-gerakan protes mahasiswa. Bertepatan dengan tumbuhnya hasrat saya untuk mengadakan studi pendalaman ini, saya memdapat tawaran untuk mengadakan suatu penelitian tentang kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di Indonesia dari Direktorat iemahasiswaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tawaran pada awal 1976 ini tentunya saya terima dan saya menfaatkan sebaik-baiknya dan dilaksanakanlah suatu penelitian mendalam di 20 kota universitas di Indonesia.
Dari hasil studi yang dilaksanakan pada akhir tahun 1976 dan awal 1977 inilah saya melihat penemuan-penemuan tertentu yang merangsang untuk diteliti lebih mendalam guna dijadikan thesis. Oleh karena itulah, setelah dilakukan konsultasi-konsultasi thesis ini diajukan. Adapun yang dimaksudkan dengan "gerakan protes mahasiswa" dalam studi ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara bersamasama atau sendiri-sendiri untuk menentang suatu kebijaksanaan yang dibuat oleh suatu otoritas (pimpinan universitas atau Pemerintah). Gerakan protes mahasiswa di sini tidak akin dipelajari sebagai gerakan organismik atau secara sosiologis, melainkan sebagai gejala psikologis dengan cara sosial tertentu ("socially determined")."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1978
D302
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Iman Subono
"Tesis ini memiliki tujuan untuk mengangkat pemikiran Erich Fromm mengenai manusia dan masyarakat dalam tradisi psikologi sosial materialis. Pemikiiran Erich Fromm ini layak untuk ditampilkan karena dua alasan utama yakni, (1) pemikiran ini bertumpu pada dua aliran besar pemikiran: Mandan dan Freudian. Ia merupakan kritik dan sintesa dan dua aliran pemikiran tersebut; (2) pemikiran ini memberikan kontribusi yang besar terhadap kejayaan Teori Kritis yang dikembangkan oleh Institut Penelitian Sosial, yang kemudian lebih dikenal sebagai Mazhab Frankfurt. Yang belakangan ini kelihatannya jarang diangkat (sengaja ditenggelamkan?) dalam berbagai literatur yang ada Memang benar bahwa Erich Fromm hanya sebentar bergabung bersama Institut Penelitian Sosial, tapi tentu kita tidak bisa mengabaikan kontribusinya. Adapun permasalahan pokok yang diangkat adalah: bagaimana tinjauan kritis Fromm terhadap pemikiran Karl Marx dan Sigmund Freud yang bicara mengenai manusia dan masyarakat? Dan bagaimana pemikiran Erich Fromm sendiri, mengenai manusia dan masyarakat, dalam tradisi psikologi sosial materialis? Metode yang dipakai dalam tesis ini adalah, metode penelitian historis, deksriptif-analitis, dan komparasi-sintesis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>