Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127080 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veri Triyanto
"ABSTRAK
Dalam organisasi Polri pelayanan kepada masyarakat merupakan tujuan yang
tidak dapat dihindarkan, karena dengan pelayanan kita akan dapat memahami
kebutuhan dan harapan dari masyarakat. Gambaran masyarakat tentang kinerja
pelayanan Polri selama ini dinilai kurang begitu baik Sedangkan kondisi riil polisi saat
ini belumlah banyak berubah, termasuk kurang profesionalnya para anggota Polri
dalam memberikan pelayanan. Untuk itu Polri harus mampu mendesain dan mengelola
fungsi pelayanannya dengan lebih. baik. Dalam usaha meningkatkan kualitas
pelayananya, Polri mendirikan suatu unit yang bertugas menangani lansung pengaduan
dan memberikan penanganan secepatnya. Unit ini dinamakan unit Yanmas.
Unjuk kerja anggota Polri dalam memberikan pelayanan, dapat dikatakan baik
bila ia berhasil memberikan kepuasan kepada orang lain. Maka dipastikan motivasi
memiliki pengaruh terhadap kemauan anggota Polri dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Mulins (1989) mengatakan bahwa unjuk kerja seseorang antara
lain ditentukan oleh faktor kemampuan dan motivasi. Hal ini didukung pula oleh
Newstorm & Davis (1993) yang mengatakan bahwa motivasi adalah faktor yang
mendasari semua perilaku manusia yang disadari.
Dalam kaitannya dengan hal diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ada hubungan yang signifikan antara motif afiliasi dengan sikap anggota Polri
dalam memberikan pelayanan kepolisian. Selain itu juga akan dilihat apakah ada
perbedaan yang signifikan antara anggota Yanmas selaku ujung tombak pelayanan
dengan anggota Polri pada unit lain (Brimob) dalam hal motif afiliasi dan sikapnya
dalam memberikan pelayanan kepolisian. Instrumen yang digunakan dalam
pengambilan data berupa kuesioner yang berbentuk skala yang terdiri dari skala motif
afiliasi dan skala sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian. Penelitian ini
dilakukan pada 100 anggota Polri yang terdiri dari 50 anggota Yanmas dan 50 anggota
Brimob yang bertugas diwilayah Jakarta.
Dari hasil perhitungan korelasi antara motif afiliasi dan sikap anggota Polri
(Yanmas dan Brimob) dalam memberikan pelayanan kepolisian, diperoleh korelasi
sebesar 0,495 dengan p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa antara motif afiliasi dan
sikap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian mempunyai hubungan
yang signifikan, yaitu semakin tinggi motif afiliasi makin positif pula sikap anggota
Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian. Dari hasil penelitian ini juga dapat
diketahui bahwa ada perbedaan motif afiliasi antara anggota Yanmas dengan anggota
Brimob. Sedangkan dalam hal sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian antara
anggota Yanmas dengan anggota Brimob, diperoleh hasil yang tidak signifikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap dalam
memberikan pelayanan kepolisian antara anggota Yanmas dengan anggota Brimob."
2003
S3235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Dwi Laksono
"Sejarah panjang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah membentuk sikap dan perilaku anggota Polri cenderung militeristik dan merugikan masyarakat. Integrasi Polri dengan ABRI selama Orde Baru ternyata membawa dampak buruk terhadap kineija Polri di masyarakat. Polri cenderung bertindak sebagai aparat penguasa yang melindungi kepentingan pemerintah dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Pada tanggal 1 April 1999 Polri resmi berpisah dari ABRI dan kemudian pada tanggal 1 Juli 2000 Polri benar-benar menjadi lembaga independen dibawah Presiden (Polri Mandiri). Perubahan ini kemudian membawa dampak kepada perubahan paradigma Polri dari kecenderungan mengabdi pada kepentingan penguasa menjadi institusi sipil yang mengabdi kepada masyarakat (civilian police). Berbagai kebijakan dan strategi Polri Mandiri yang gencar digalakkan Polri merupakan salah satu upaya Polri dalam memaksimalkan peran, fungsi dan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan sikap anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri. Sampel diambil menggunakan metode non probability sampling dengan teknik Occidental sampling, dengan jumlah sampel 200 orang yang terdiri dari 100 anggota Polri dan 100 masyarakat. Untuk melihat perbedaan sikap tersebut dilakukan perhitungan t-test for independent sample pada skor rata-rata sikap masing-masing kelompok. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan perbedaan sikap yang signifikan antara anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa anggota Polri mempunyai kecenderungan sikap yang favorable terhadap Polri Mandiri, sedangkan masyarakat mempunyai kecenderungan sikap yang unfavorable terhadap Polri Mandiri. Perbedaan ini disebabkan karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan sikap seperti pengalaman langsung masyarakat ketika berurusan dengan polisi, pengaruh orang lain, media massa dan juga faktor-faktor emosional. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan sikap antara anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri adalah indentitas sosial, faktor ingroupoutgroup, dan juga prasangka kelompok."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soejoed Binwahjoe
"ABSTRAK
Menurut beberapa pakar, polisi merupakan profesi bahkan menurut Franz Magnis-Suseno polisi termasuk kelompok profesi luhur dan dituntut adanya budi luhur serta akhlak yang tinggi dalam melakukan profesinya.
Setiap Polri sebagai pemegang profesi dituntut agar menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, serta dalam keadaan apapun menjunjung tinggi profesinya. Agar Polri tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, maka Polri perlu mempunyai kode etik sebagai pedoman atau pegangan yang ditaati oleh para anggotanya.
Kode etik adalah kumpulan kewajiban yang mengikat para pelaku profesi itu dalam menjalankan tugasnya.
Dalam penjelasan pasal 23 dan 24 Undang-Undang nomor 28 tahun 1997, ditulis bahwa setiap pejabat Kepolisian Negara RI harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Etika profesi kepolisian dirumuskan dalam Kode Etik Kepolisian Negara RI yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya, yang dilandasi dan dijiwai oleh Sapta Marga.
Dalam hal seorang pejabat kepolisian dianggap melanggar etika profesi, ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI. Hal ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian.
Menurut Lawrence Sherman ada dua cara untuk belajar etika kepolisian, satu cara ialah belajar sambil bekerja dibawah tekanan-tekanan waktu dan pengaruh tekanan kawan-kawan sejawat. Cara yang lain adalah belajar dengan tenang, jauh dari tekanan-tekanan sehingga dalam belajar ia bisa merenungkan dengan perspektif yang lebih obyektif.
Di Kepolisian Negara RI hal ini dicapai lewat pelajaran-pelajaran Kode Etik Kepolisian di sekolah-sekolah polisi dan juga di tanamkan lewat ketauladanan dan tindakan para pimpinan sekolah. para pembina dan para tenaga pendidik tanpa menutup mata terhadap pengaruh lingkungan.
Karena mengingat banyaknya mata pelajaran, untuk Kode Etik Kepolisian hanya disediakan 10 jam pelajaran sehingga yang dapat dicapai hanya mengerti dan menghafal yang juga terbukti dari hasil penilaian yang rata-rata dapat nilai cukup sebesar hampir 80 % dari siswa untuk aspek mental kepribadian yang didalamnya termasuk pendidikan etika.
Ternyata yang lebih menghasilkan adalah internalisasi lewat kontak yang berulang-ulang dalam memberi ketauladanan antara para pembina, para tenaga pendidik dengan para siswa. Meskipun terdapat kendala lingkungan dalam pelanggaran aturan-aturan sekolah yang oleh instruktur dianggap mengurangi pendidikan etika kepolisian, jumlah siswa yang berbuat demikian sangat kecil dan kalau ketahuan segera diambil tindakan koreksi.
Dari jumlah lulusan 552 siswa dan dari sebab-sebab tidak lulusnya 4 orang siswa terbukti tidak dikarenakan pelanggaran kode etik kepolisian. Metode yang saya gunakan adalah metode etnografi pelaksanaan pendidikan di sekolah dengan pendekatan kualitatif. Cara-cara pengumpulan data di lapangan saya lakukan dengan jalan pendekatan terlibat, misalnya hadir pada waktu makan di ruang makan, di kantin dan pada waktu sholat di Masjid.
Selain pengamatan terlibat, cara yang saya tempuh ialah dengan pengamatan misalnya waktu bangun pagi, apel dan latihan-latihan di lapangan. Untuk hal-hal yang sudah lampau saya gunakan cara wawancara dengan Kepala SPN, para pembina dan para tenaga pengajar dan para siswa angkatan XVIII dan angkatan XIX."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompolnas, 2010
363.23 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Kepolisian RI, 1999
363.25 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Dharmapena Multimedia , 2001
363.22 ANT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harsja W. Bachtiar, 1934-
Jakarta: Grasindo kerjasama Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) , 1994
363.2 HAR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adhie Rizaldy
"Perkawinan atau pernikahan adalah fitrah manusia. Kehadiran seorang anak dalam sebuah perkawinan merupakan naluri insani setiap suami istri dan secara fitrah anak merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kepada Allah SWT. Oleh sebab itulah, orangtua sama-sama berkeinginan keras untuk dapat lebih dekat dengan anaknya agar dapat membimbing langsung dan mendidiknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah dan agar kelak jika anaknya telah dewasa dapat tercapai apa yang orangtuanya cita-citakan. Anak-anak juga ingin dekat dengan orangtuanya karena selalu ingin dilindungi dan diberikan kasih sayang. Hal tersebut tidak akan terwujud jika terjadi perceraian di antara orangtuanya. Salah satu akibat hukum terjadinya perceraian adalah masalah pemeliharaan anak (hadhanah).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mencari data sekunder dengan melakukan studi dokumen dan wawancara. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah aturan-aturan dalam Al-Qur?an, Hadist dan KHI dalam menetapkan hak hadhanah bagi anak yang orangtuanya yang bercerai, pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Agama menetapkan ayah sebagai pemegang hak hadhanah terhadap anak-anaknya yang belum mumayyiz dalam putusan perceraian orangtuanya yaitu putusan No No 883/Pdt.G/2005/PAJS, Putusan No 399/Pdt.G/2006/PAJS, Putusan No 1185/Pdt.G/2006/PAJS dan pelaksanaan penetapan hak hadhanah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata Pasal 105 (1) KHI yang menetapkan ibu sebagai pemegang hak hadhanah terhadap anak-anaknya yang belum mumayyiz atau belum berusia dua belas tahun ini tidak bersifat imperatif. Ibu memang diprioritaskan sebagai pemegang hak hadhanah, namun majelis hakim Pengadilan Agama dapat memberikan kewajiban hadhanah kepada ayah dalam hal ibu tidak memenuhi syaratsyarat sebagai pemegang hak hadhanah. Hal utama yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menetapkan hak hadhanah berdasarkan kemaslahatan atau kepentingan anak dan bukan kepentingan ayah atau ibunya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kerjasama Jurusan Kriminologi FISIP-UI dengan Majalah Forum, 1996
363.209 598 QUO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>