Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victor Kristanto
"Emosi adalah reaksi subyektif individu terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar tubuh, yang disertai perubahan fisiologis maupun perubahan tingkah laku (Papalia, Olds dan Feldman, 2001). Perubahan fisiologis dan perubahan tingkah laku tersebut memberikan informasi pengalaman emosi yang dialaminya ke individu lain. Menurut Wittig dan William (1984), emosi dapat digolongkan menjadi emosi dasar dan emosi kompleks. Salah satu contoh emosi kompleks adalah cemburu.
Cemburu adalah keadaan emosi yang dirangsang oleh adanya ancaman terhadap hubungan yang dihargai. (Buss, et al., 1992). Ancaman tersebut terjadi karena adanya keterlibatan pasangan dengan pihak lain. Keterlibatan pasangan dengan pihak lain dapat berupa potensial, aktual, ataupun sekedar bayangan. Keadaan emosi ini juga memotivasi tingkah laku yang ditujukan untuk mengatasi ancaman tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ekspresi emosi cemburu etnis Batak dengan etnis Jawa. Etnis Batak dipilih karena ketika ada konflik, mereka lebih suka menghadapinya secara langsung, bukan menghindarinya Toba (Harahap dan Siahaan, 1987). Sedangkan etnis Jawa menganut prinsip kerukunan. Etnis Jawa lebih suka menghindari konflik demi tercapainya kerukunan (Hildred Geertz, 2001).
Subyek penelitian adalah individu dewasa muda berusia antara 20-30 tahun, beretnis Jawa atau Batak, dan pernah atau sedang berpacaran. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Kuesioner berisi tiga pertanyaan terbuka. Jawaban subyek dikategorisasikan kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan tehnik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara etnis Jawa dan etnis Batak dalam mengekspresikan emosi cemburu. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh dari penelitiian ini adalah bahwa ada perbedaan yang signifikan antara etnis Jawa dan etnis Batak dalam mengekspresikan emosi cemburu.
Bagi penelitian selanjutnya juga dilakukan metode observasi dan disamping metode kuantitatif untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai ekspresi emosi cemburu antar etnis. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian perbandingan antar kelompok usia yang berbeda, atau status hubungan yang berbeda, maupun lama berpacaran yang berbeda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Meirisa Anggia
"ABSTRAK
Kota Medan adalah kota multietnik dengan keragaman yang unik, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antar etnik dalam kehidupan bermasyarakat. Perbedaan budaya memiliki potensi akan terjadinya konflik. Konflik antar etnik, berangkat dari konflik antar pribadi yang kemudian memunculkan latar belakang budaya individu yang berkonflik. Persoalan pemaknaan dan koordinasi makna dalam interaksi antara dua individu dijelaskan oleh teori Coordinated Management of Meaning yang dirumuskan oleh Barnett Pearce dan Vernon Cronen.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan manajemen makna dan koordinasi yang berlangsung secara hirarki dalam interaksi antar etnik dan menjelaskan bagaimana aturan mempengaruhi proses koordinasi dan manajemen makna dalam interaksi antar etnik di Kota Medan. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa hirarki makna dapat menjelaskan pemaknaan dan koordinasi prilaku individu dalam setiap interaksi. Level hirarki makna dalam setiap bentuk tutur kata dalam interaksi antar etnik dengan pembahasan yang sensitif, dapat berbeda-beda. Dalam berinteraksi antar etnik diketahui bahwa aturan dapat menjadi berbeda dalam percakapan antara individu. Artinya terdapat penyesuaian aturan saat terjadi interaksi antar etnik.

ABSTRACT
Medan City is a multiethnic city with unique diversity. Cultural differences have the potential for conflictThat is, to solve interethnic problems, it is also necessary to look at the process of interpersonal communication from individuals of different ethnicities. The issue of meaning and coordination of meaning in the interaction between two individuals is explained by the Coordinated Management of Meaning theory formulated by Barnett Pearce and Vernon Cronen. This study aims to explain the management of meaning and coordination that takes place in a hierarchical between ethnic interactions and explain how rules influence the process of coordination and management of meaning in inter-ethnic interactions in Medan City. The results of this study explain that the hierarchy of meanings can explain the meaning and coordination of individual behavior in each interaction. The level of meaning hierarchy in each form of speech in ethnic interactions with sensitive discussion can vary. In interacting between ethnicities it is known that rules can be different in conversations between individuals. This means that there are adjustments to the rules when ethnic interactions occur."
2019
D2651
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Sorba Oktrina
"Perkawinan antar-etnik merupakan suatu fenomena yang semakin menggejala. Kemajuan yang terjadi di berbagai bidang, seperti kemajuan di bidang perdagangan, media-massa, pelayanan penjalanan, peningkatan kesadaran akan hak asasi manusia serta kemajuan di bidang-bidang lain, akan meningkatkan frekuensi bertemunya individu dari berbagai latar-belakang, termasuk latar-belakang etnik. Salah satu dampak dari bertemunya inidividu-individu dengan berbagai latar-belakang etnik adalah terjadinya perkawinan antar-etnik. Kondisi bangsa Indonesia yang multi-etnik dengan derajat keberagaman yang tinggi, tentunya juga sangat memungkinkan terjadinya perkawinan antar-etnik.
Setiap perkawinan memiliki keunikan keunikan tersendiri, demikian pula dengan perkawinan antar-etnik ini. Pasangan perkawinan dituntut untuk melakukan serangkaian penyesuaian demi tercapainya kepuasan perkawinan, tidak saja antar-pasangan tetapi juga dengan pihak keluarga masing-masing pasangan. Pada dasarnya, semakin hesar perbedaan antara pasangan perkawinan, seperti yang dijumpai pada perkawinan antar-etnik, maka penyesuaian perkawinan yang perlu dilakukan oleh pasangan tersebut juga semakin sulit. Perbedaan budaya yang di antara pasangan dapat menimbulkan pemasalahan tersendiri dalam perkawinan antar-etnik.
Masyarakat Batak merupakan salah-satu kelompok etnik di Indonesia, yang masih memegang kuat adat budayanya. Hal ini terlihat dari masih dipeliharanya adat budaya tersebut oleh masyarakat Batak yang hidup di kota-kota besar. Sistem masyarakat Batak yang patrilineal, dimana prialah yang membentuk hubungan kekerabatan serta pentingnya marga sebagai penentu identitas seorang individu Batak, menyebabkan perkawinan antar-etnik menjadi suatu hal yang dihindari dalam masyarakat Batak, terutama wanita Batak. Namun walaupun demikian, perkawinan antar-etnik, dalam hal ini antara wanita Batak dengan pria suku lain masih dapat ditemui dalam masyarakat.
Mengingat hal inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui proses penyesuaian perkawinan yang terjadi pada wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain, artinya sejauhmana subyek menyesuaikan diri dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pasangan, keluarga pasangan dan keluarga subyek sendiri. Peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang masalah-masalah yang dihadapi subyek dalam penyesuaian perkawinannya sehubungan dengan adanya perbedaan budaya antara subyek dengan pasangannya, strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, serta gambaran proses penyesuaian perkawinan pada subyek.
Untuk dapat memahami penghayatan subyektif individu, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan lima orang subyek wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain. Metode wawancara dan observasi digunakan sebagai tehnik pengumpuian data untuk dapat memperoleh hasil yang cukup mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain masih tetap berusaha untuk mengikuti adat budayanya, namun demikian subyek tidak terlalu memfokuskan diri pada perbedaan budaya dengan pasangannya. Masalah-masalah yang muncul dalam proses penyesuaian lebih banyak berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan pribadi, pembagian peran dalam perkawinan dan penetapan pola asuh anak. Masalah-masalah sehubungan dengan perbedaan budaya tidak terlalu tertampil walaupun masih tetap ada, terutama tampak pada subyek yang suaminya berasal dari kelompok etnik dimana adat budayanya masih kental. Strategi yang dikembangkan oleh subyek untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam proses penyesuaian perkawinannya adalah dengan mengembangkan sikap toleransi, mau menerima perbedaan yang ada dan tidak mempermasalahkannya perbedaan tersebut, berusaha untuk mengikuti budaya pasangan tanpa harus meninggalkan budayanya sendiri.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar mewawancarai pasangan subyek juga. Dapat juga dilakukan peneltian kuantitatif, untuk melihat aspek-aspek dari budaya dalam penyesuaian perkawinan secara khusus. Selain itu perlu dilibatkan subyek penelitian dengan latar-belakang yang lebih beragam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Ruth Caroline R.A.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8244
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mudaris Muslim
"ABSTRAK
Pandangan hidup masyarakat Jawa yang patriarkat dan dominasi pria yang masih kuat, dimungkinkan dapat menimbulkan kecemasan akan keberhasilan bagi
wanita. Sebagaimana yang dialami oleh sebagian wanita Barat yang mengidap kecemasan akan keberhasllan, karena faktor sosial budaya yang membedakan
karakteristik peran jenis kelamin. Penelitian ini akan mengungkap garnbaran dan perbedaan peran jenis kelamin, konsep diri, dan kecemasan akan keberhasilan
antar generasi. Juga ingin mengetahui pengaruh peran jenis kelamin terhadap konsep~diri, dan pengaruh konsep-diri terhadap kecemasan akan keberhasilan wanita etnik Jawa. Subyek penelitian berjumlah 200 orang wanita Jawa
Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental (accidental sampling).
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada perbedaan peran jenis kelamin yang signifikan antar dua generasi wanita etnik Jawa. Generasi anak secara signifikan
memiliki konsep diri lebih positif dalam semua aspek dibandingkan dengan gencrasi ibu. Wanita Jawa kedua generasi memiliki derajat kecemasan akan
keberhasilan yang rendah dalam semua aspek. Jika dibandingkan dengan generasi
ibu, subyek generasi anak secara signifikan memiliki derajat kecemasan akan
keberhasilan yang lebih rcndah dalam semua aspek Diketahui pula, peran jenis
kelamin secara signifikan berpengaruh terhadap konsep diri. Sedangkan
konsep diri mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecemasan akan
keberhasilan pada wanita etnik Jawa ke dua generasi.
Untuk menambah dan mempertajam hasil penelitian ini, kiranya masih perlu
ditindaklanjuti melalui penelitian kualitalif dan longitudina1,.dengan observasi
langsung dan regristrasi tingkah laku dalam situasi sosial sebenarnya.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrasari Lukita Dewi
"Penelitian lintas budaya dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif ini ditujukan untuk melihat gambaran mengenai anteseden (sebab munculnya), pengalaman, ekspresi, dan kontrol marah yang khas pada orang Batak dan orang Jawa. Dengan gambaran itu, penelitian ini ingin pula melihat ada tidaknya perbedaan proses marah pada kedua budaya tersebut. Dengan teknik purposive sampling diperoleh 80 orang Batak (40 laki-laki dan 40 perempuan) dan 82 orang Jawa (42 laki-laki dan 40 perempuan) yang memenuhi seluruh karakteristik subyek penelitian. Dari seluruh subyek itu dilakukan wawancara pada 3 orang Batak dan 3 orang Jawa Kuesioner anteseden marah yang mengacu pada pembagian anteseden marah dari Snell, et al (2002) dan Goodloe, et al (1994) dibuat sendiri oleh peneliti dengan didahului tahap elisitasi pada 35 orang subyek.
Uji coba dilakukan pada 147 laki-laki dan 98 perempuan usia dewasa dan berbagai suku bangsa Dengan menggunakan teknik item-total correlation dan uji aM: cronbach diperoleh val iditas item sebesar 0,28-0,69 dan reliabilitas sebesar 0,88-0,93. Uji coba yang sama dilakukan dalam proses adaptasi alat ukur Slate~Traii Anger Expression In veniory-2 (STAXI-2) dari Spielberger untuk mengukur pengalaman, ekspresi, dan kontrol marah. Proses adaptasi STAXI-2 ini didahului dengan melakukan translation-backtranslaiion oleh 6 orang bilingual dan dilanjutkan dengan tahap uji coba yang menghasilkan validitas item sebesar 0,14-0,85 dan reliabilitas sebesar 0,42-0,88.
Analisis faktor pada kedua alat ukur menghasilkan faktor baru (sub domain) pada beberapa skala yang selurunhnya tidak menyimpang dari konstruk yang digunakan. Untuk memperkaya analisis, penelitian ini melakukan analisis berdasarkan perbedaan suku bangsa (Batak dan Jawa), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), dan keduanya (Batak laki-laki, Batak perempuan, Jawa laki-laki, dan Jawa perempuan). Analisis deskriptif pada orang Batak laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa kemarahan obyektif merupakan kemarahan yang paling sering menimbulkan kemarahan. Setelah itu, kemarahan interpersonal, dan baru kemarahan subyektif.
Hasil wawancara menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda mengenai hal ini. State-anger pada saat dilakukan pengukuran tergolong rendah, baik perasaan marah maupun keinginan untuk mengekspresikan marah secara verbal dan fisik. Trait-anger cukup sering muncul pada orang Batak, terutama Batak laki-laki. Dalam hal ini sifat pemarah lebih sering muncul sebagai reaksi dari situasi frustrasi (Trail- anger/Reaction). Hasil wawancara cukup mendukung hasil ini. Selain itu, orang Batak lebih sering memendam rasa marah (Anger Expression-In) dibandingkan mengekspresikan rasa marahnya (Anger Expression-Out). Hal ini cukup berbeda dengan hasil wawancara Kontrol terhadap kemarahan yang dipendam Mnger Expression Conlrol-In) dan tcrhadap ekspresi marah yang diarahkan keluar diri (anger Expression Control-Out) cukup sering dilakukan., namun tidak cukup kuat untuk mengimbangi kemarahan yang cukup sering muncul. Akibatnya, orang Batak tetap terlihat ekspresif dalam mengungkapkan rasa marahnya (lndeks Ekspresi Marah).
Pada orang Jawa, gambaran anteseden marah relatif sama dengan orang Batak Gambaran anteseden marah pada orang Jawa ini cukup berbeda dengan hasil wawancara. Demikian juga dengan gambaran Slate-anger. Meskipun tergolong rendah, Jawa laki-laki tampak lebih menonjol dibandingkan Jawa perempuan. Trai!-anger jarang terlihat pada orang Jawa, terutama Jawa perempuan. Hasil wawancara menunjukkan gambaran yang berbeda dengan hasil ini. Pada saat merasa marah, orang Jawa lebih sering memendam perasaan marahnya (Anger Expression-In) dan jarang mengekspresikan keluar diri (Anger Expression-Out). Kedua hal ini lebih sering dilakukan oleh Jawa laki-laki dibandingkan Jawa perempuan. Kontrol marah pada orang Jawa sangat kuat (Anger Expression Cotrol-In dan out, khususnya Jawa perempuan. Akibatnya, orang Jawa tampak kurang ekspresif dalam menyatakan perasaan marahnya (lndeks .Ekspresi Marah). Gambaran mengenai ekspresi dan kontrol marah ini cukup didukung oleh hasil wawancara.
Analisis dengan menggunakan uji-t dan ANOVA menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan mengenai anteseden kemarahan interpersonal, trait-anger, anger expression-in, anger expression control-out, dan anger expression-control-in pada orang Batak dan orang Jawa. Uji post hoc yang telah dilakukan dapat menggambarkan bagaimana Batak laki-laki, Batak perempuan, Jawa laki-laki dan Jawa perempuan secara signifikan saling berbeda mengenai hal-hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar dapat dilakukan penelitian serupa yang lebih luas dan lebih mendalam dengan mengkaji ulang alat ukur anteseden marah yang akan digunakan, metoda yang digunakan, dan juga karakteristik subyek yang akan diteliti."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Rachmalina Soerachman
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rubiana Soeboer
"ABSTRAK
Penelitian mengenai persepsi ketidak adilan berdasarkan stratifikasi mayoritas-minoritas ini disusun berdasarkan konstruksi teoritik mengenai stratifikasi sosial yang ada di masyarakat (Jeffries dan Ransford, 1980). Menurut Jeffries dan Ransford, stratifikasi sosial di masyarakat secara hirarkis terdiri dari stratifikasi kelas (aset ekonomi, posisi pekerjaan, tingkat pendidikan, dan gaya hidup), etnik, jenis kelamin, dan usia. Stratifikasi sosial yang ada di masyarakat akan membedakan mereka yang berada pada posisi manoritas (kelompok yang menguasai surplus kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise) dan mereka yang berada pada posisi minoritas (kelompok yang kurang memiliki aset kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise). Secara obyektif diasumsikan bahwa mereka yang berada pada posisi minoritas akan merasakan adanya ketidak adilan yang berkaitan dengan distribusi sumber daya ini. Namun demikian, kondisi obyektif ini tidak selalu ada pada semua kelompok masyarakat. Pada masyarakat dengan budaya tertentu seperti budaya Jawa, persepsi ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok minoritas (kelas bawah) tergantung pada hubungan baik (kekerabatan) antara kelompok kelas ini dengan si pelaku.
Dalam studi ini, di samping kondisi obyektif dan subyektif, tipe "distribusi reward" serta sumber pertukaran dalam interaksi mayoritas-minoritas juga perlu dilihat. Alasannya adalah tipe "distribusi reward" yang ada di masyarakat terkait dengan setting kultural di mans individu tersebut berada. Dalam studi ini
diasumsikan bahwa subyek penelitian balk Jawa maupun Cina melakukan "ditribusi reward" yang equity. Bila "equity" dalam kelompok Jawa berarti adanya pola pertukaran yang tidak sejajar antara atasan bawahan sesuai dengan input yang diberikan oleh masing-masing pihak, maka dasar "equity" kelompok Cina adalah input yang berupa kapasitas pribadi (uang yang diiniliki, informasi, atau barang).
Berdasarkan asumsi teoritik di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah teori tersebut sesuai bila diterapkan pada kondisi masyarakat Indonesia khususnya Jakarta yang terpilah berdasarkan (1) variabel stratifikasi kelas, yaitu kelas menengah sebagai kelompok mayoritas dan kelas bawah kelompok minoritas, (2) variabel stratifikasi etnik, yaitu kelompok etnik Jawa sebagai kelompok mayoritas dan kelompok Cina sebagai kelompok etnik minoritas, dan (3) interaksi antara variabel stratifikasi kelas dan variabel stratifikasi etnik. Diasumsikan bahwa ketiga variabel penentu di atas akan berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian mengenai pengalaman yang dianggapnya tidak adil. Di samping pengaruh kondisi obyektif struktur mayoritas-minoritas, kondisi subyektif yaitu nilai-nilai budaya tradisional juga ikut berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian.
Sampel penelitian yang diambil adalah 200 sampel penelitian masyarakat Jakarta dewasa (berusia 21 tahun ke atas) dan telah bekerja. Jumlah sampel tersebut terbagi menjadi 100 subyek Jawa golongan menengah dan golongan bawah, dan 100 subyek Cina golongan menengah bawah.
Alat ukur disususun berdasarkan teori dan klasterisasi yang telah dibuat oleh Mikula dkk. (1990).
Secara keseluruhan hasil-studi ini menunjukkan bahwa:
Pada kelompok kelas menengah dan bawah persepsi subyek tidak semata-mata dipengaruhi oleh kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya, melainkan ia juga dipengaruhi oleh kondisi subyektif mereka yaitu nilai-nilai budaya tradisional yang
mengutamakan hubungan baik antara subyek dengan pelaku ketidak adilan. Pada kelompok Jawa, persepsi tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai subyektif budaya tradisional subyek yaitu nilai-nilai kekerabatan. Pada kelompok Cina, persepsi subyek dipengaruhi kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya. Pada masyarakat Jakarta baik kelompok Jawa maupun Cina, terdapat kecenderung untuk mempraktekkan "distribusi reward" negatif bilamana kelompok tersebut dalam interaksinya berada pada posisi super-ordinat.
Tujuan studi ini, selain untuk mengetahui masalah ketidak adilan pada masyarakat yang terstruktur berdasarkan stratifikasi mayoritas minoritas, studi ini juga dilakukan untuk membentuk klaster ketidak adilan yang khas Indonesia khususnya Jakarta.
Berdasarkan hasil studi ini, ternyata pertama, tipe ketidak adilan yang dominan muncul adalah adanya perlakuan sewenang-wenang atasan di tempat kerja, perlakuan sewenang-wenang figur otoritas pegawai pemerintah, dan perlakuan tidak adil oleh atasan di tempat kerja dalam hal distribusi barang dan keuntungan. Kedua,masalah diskriminasi seks bagi wanita dan diskriminasi etnik baik bagi kelompok etnik Jawa maupun.kelompok etnik Cina muncul sebagai salah satu tipe ketidak adilan yang ada di Jakarta.
Berdasarkan hasil studi ini, saran yang dapat diberikan mencakup dua hal, yang pertama saran yang dapat diberikan seandainya dilakukan penelitian berikutnya yang menyangkut topik penelitian ini, dan yang kedua saran aplikatif yang dapat diterapkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuchs, Lawrence H.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
973 Fuc k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>