Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144304 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Misbah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat seberapa besar kecenderungan auditor melakukan audit kecurangan (frctud audit). Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori planned behavior dari Ajzen (1988) yang menyatakan perilaku individu ditentukan oleh intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Ada tiga variabel yang berperan dalam intensi yaitu sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control. Besarnya bobot masing-masing variabel tersebut dapat menggambarkan bagaimana peranan yang diberikan terhadap timbulnya tingkah laku. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) bagaimana gambaran intensi subyek, 2) bagaimana hubungan dari sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi, serta variabel-variabel mana yang paling berpengaruh, 3) bagaimana gambaran behavioral belief evaluasi terhadap behavioral belief normalive belief, motivalion to comply, perceived behavioral control belief, 4) bagaimana respon subyek terhadap intensi dan apa yang menjadi alasan pemilihan posisi intensi.
Yang menjadi independen variabel penelitian ini adalah sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control belief auditor untuk melakukan audit kecurangan. Sedangkan dependen variabel penelitian adalah intensi auditor untuk melakukan audit kecurangan. Subyek penelitian adalah 45 orang auditor di salah satu instansi pemerintah. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dengan mengacu pada skala semantic dijferential, dengan teknik incidental sampling. Pengolahan data dilakukan melalui analisis deskriptif sampel, mean dan standar deviasi, serta korelasi dan analisis regresi berganda.
Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :
1. Intensi subyek untuk melakukan audit kecurangan cukup tinggi. Tidak terdapat perbedaan intensi yang signifikan antara kelompok berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja. Akan tetapi terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang mempunyai pengalaman melakukan audit kecurangan dengan yang belum pernah melakukan audit kecurangan.
2. Terdapat hubungan yang signifikan dari variabel sikap dan perceived behavioral control yang digali secara direct terhadap intensi auditor untuk melakukan audit kecurangan.
3. Belief yang dimiliki subyek mengenai tingkah laku untuk melakukan audit kecurangan adalah : bisa menegakkan kebenaran, menambah pengalaman, menambah wawasan tentang modus operandi kecurangan, dan mengetahui karakter dan sifat pelaku kecurangan. Normative belief mereka adalah atasan dan rekan dalam tim audit. PBC belief mereka adalah menyelamatkan kerugian negara, keterbatasan dana audit, mempunyai kemampuan.
4. Alasan pemilihan posisi intensi dari sangat berniat sampai agak berniat terutama karena telah mendapat pendidikan dan pelatihan audit kecurangan. Alasan pemilihan posisi netral adalah : tergantung penugasan dan tergantung masalah yang dihadapi. Alasan pemilihan posisi agak tidak berniat terutama karena data sulit dan mendapat tantangan dari pihak yang diaudit. Sedangkan alasan pemilihan posisi intensi tidak berniat karena waktu audit yang lama, tidak ada pengetahuan dan pengalaman.
Disarankan untuk mencobakan alat pada instansi lain sehinga dimungkinkan ditemukan hal-hal yang berbeda bila subyek, diperluas ; perlu dicennati hal-hal yang dapat mendorong dilakukannya audit kecurangan dan meminimalkan hal-hal yang menjadi penghambat timbulnya perilaku; mencoba mengembangkan auditor melalui pendidikan dan pelatihan yang mengacu pada belief yang dimiliki auditor."
2002
S3109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumelar Fajar Rakhman
"Masa remaja ditandai dengan munculnya tingkah laku untu mencoba hal-hal baru untuk memenuhi rasa ingin tahu atau ingin bertingkah laku seperti orang dewasa, antara lain seperti penyalahgunaan obat dan merokok. Kebiasaan merokok dapat kita temui di berbagai tempat di mana saja dan dllakukan saipapun balk Itu lakl-laki ataupun perempuan di dunia in! termasuk juga di kalangan remaja. Pada masa remaja inilah kebiasaan merokok sering kali dimulai seiring dengan perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa (Hurlock : 1980)
Sebuah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara umur 11 dan 13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85% sampai 90% sebelum berumur 18 tahun (Laventhal et all, 1988). Ada petunjuk bahwa di Indonesia perilaku merokok mulai dalam usia lebih muda. Diketahui pula bahwa semakin muda seseorang mulai merokok, makin banyak ia merokok jika menginjak dewasa (Sih Setija Utama et all, 1993 dalam Bret, 1995).
Faktor penentu dari tingkah laku yang tampak (overt) dari individu adalah seberapa besar intensi individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku tersebut (Fishbein & Ajzen,1975). Intensi menurut Ajzen (1988) dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan individu untuk menampilkan dan seberapa banyak usaha yang direncanakan atau dllakukan individu untuk menampilkan suatu tingkah laku. Intensi adalah lokasi individu dalam suatu dimensi probabilitas subyektif yang meliputi hubungan antara dirinya dengan suatu tindakan. Dalam reasoned action theory oleh Martin Fishbein & leek Ajzen (1975) digambarkan bahwa intensi merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu faktor yang bersifat pribadi yang teriihat dari sikap terhadap tingkah laku dan faktor yang mencerminkan pengaruh sosial yaitu norma subyektif.
Dalam perkembangan selanjutnya menurut Ajzen (1988) teori di atas belum cukup untuk menjelaskan sepenuhnya untuk terjadinya tingkah laku. Sehingga selain sikap terhadap tingkah laku dan norma subyektif, dia menambahkan faktor ketiga yaitu faktor perceived behavioral control, yang menjelaskan persepsi individu mengenai kontrol yang ia miliki sehubungan dengan suatu tingkah laku. intensi seseorang dapat diramalkan melalui tiga hal utama, yaitu sikapnya tertiadap tingkah laku tersebut, norma subyektif yang dimiliki dan perceived behavioral control (PBC). Dan dalam pengembangan teorinya teori ini disebut theory of planned behavior. Berdasarkan teori ini akan diteliti mengenai intensi remaja untuk merokok.
Dengan metode Accidental (non pmbability) sampling, diperoleh 144 subyek sebagai sampel penelitian. Daii data tersebut diolah dengan menggunakan program komputer untuk mendapatkan deskripsi sampel, mean dan hasll anallsis regresi berganda.
Hasil penelitian diperoleh bahwa intensi responden untuk merokok baik secara keseluruhan ataupun berdasarkan jenis kelamin berada di bawah mean teoiitis. Berarti secara keseluruhan intensi remaja untuk merokok agak rendah yang artinya agak tidak ingin merokok. Dan dan ketiga variabel intensi, maka sikaplah yang paling berperan dalam intensi remaja untuk merokok.
Dengan demikian hipotesis penelitian bahwa sikap terhadap tingkah laku memiliki sumbangan yang signifikan terhadap tingkah laku diterima. Hupotesis yang menyatakan bahwa ada sumbangan yang signifikan daii norma subyektif terhadap intensi untuk merokok diterima. Demikian juga diterimanya hipotesis yang meriyatakan ada sumbangan yang signifikan dari perceived behavior control terhadap intensi remaja untuk merokok."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rike Permata Sari
"Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai orang yang merokok di sekitar kita,baik di kantor, di pasar, ditempat-tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah tangga kita sendiri. Kebiasaan merokok di Indonesia dan diberbagai negara berkembang lainnya memang cukup luas, dan cenderung benambah dari waktu ke waktu. Padahal dibandingkan dengan penyakit mematikan seperti AIDS, asap rokok mengakibatkan kematian dengan korban jauh lebih tinggi.
Merokok memang berbahaya bagi kesehatan, karena tembakau yang ada dalam rokok menambah resiko untuk banyak penyakit, seperti kanker paru-paru,dan jantung. Menurut Aditama (1997) setidaknya ada dua faktor yang membuat orang tidak mudah berhenti merokok. Pertama adalah akibat ketergantungan atau adiksi pada nikotin yang ada dalam asap rokok, dan kedua karena faktor psikologis yang dirasakan adanya kehilangan sesuatu kegiatan tertentu kalau berhenti merokok.
Dengan makin meluasnya informasi tentang pengaruh buruk merokok bagi kesehatan, maka tidak sedikit orang yang berusaha berhenti merokok. Laporan dari WHO 1997, menyebutkan bahwa dalam dua dekade terakhir ini menunjukkan tingginya keinginan untuk berhenti merokok di berbagai negara. Sedangkan departemen Kesehatan dan persatuan kanker Amerika Serikat, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa banyak diantara orang-orang muda yang berkemauan keras untuk berhenti merokok. Tetapi sangat disayangkan karena dengan usaha sendiri tidak berhasil.Karena tidak mudah bagi seorang perokok untuk berhenti merokok. Ada sejumlah perokok sudah berhenti merokok selama beberapa waktu, tetapi sebagian kemudian kambuh lagi dengan kebiasaan merokok dan mulai merokok kembali.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai untuk rnembantu usaha agar dapat berhenti merokok, tetapi, yang terpenting adalah faktor kemauan yang kuat dari si perokok untuk berhenti merokok. Dalam ilmu psikologi, kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah laku dapat dilihat dari intensinya untuk melakukan suatu tingkah laku. Intensi untuk melakukan suatu tingkah laku meurut Ajzen (1988) dalam theory of planned behavior dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan inqliyidu untuk menampilkan dan seberapa banyak usaha yang direncanakan atau dilakukan individu untuk menampilkan suatu tingkah laku. Lebih lanjut, teori ini menyatakan bahwa intensi ditentukan oleh tiga hal yaitu sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, dan persepsi individu mengenai kontrol yang ia miliki untuk memunculkan tingkah laku (perceived behavioral control).
Berdasarkan teori ini akan diteliti mengenai intensi para perokok untuk berhenti merokok. Dengan teknik purposive sampling, sebanyak 185 orang perokok, dilibatkan sebagai sampel penelitian. Data ke-185 orang perokok tersebut diolah dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk mendapatkan deskripsi sampel,mean dan standard deviation serta hasil analisis regresi berganda.
Hasil penelitian diperoleh bahwa intensi responden untuk berhenti merokok baik secara keseluruhan maupun dalam kelompok-kelompok data kontrol berada diatas mean teoretis, berarti secara keseluruhan cukup tinggi. Selain itu dengan menggunakan analisis regresi berganda diketahui bahwa terdapat hubungan linear yang signifikan antara sikap,norma subyektitl dan perceived behavioral control terhadap intensi untuk berhenti merokok.
Dari ketiga hal tersebut, norma subyektif dan perceived behavioral control yang paling berperan terhadap intensi tersebut. Artinya persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk berhenti merokok dan motivasinya untuk mematuhi tekanan sosial tersebut menentukan niat individu tersebut untuk memunculkan tingkah laku yang dimaksud serta individu mempersepsi dirinya memiliki sumber-sumber dan kesempatan yang diperlukan jika ia hendak berhenti merokok, dan sumber-sumber serta kesempatan tersebut memudahkan intensinya untuk berhenti merokok.
Dengan demikian hipotesis penelitian bahwa sikap terhadap tingkah Iaku memiliki sumbangan yang signifikan terhadap tingkah laku ditolak. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada sumbangan yang signifikan dari norma subyektif terhadap intensi untuk berhenti merokok diterima. Demikian juga diterima hipotesis yang menyatakan ada sumbangan yang signifikan dari perceived behavioral control terhadap intensi untuk berhenti merokok."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimala Dewi Irzani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, K. Romeo P.
"Peranan orang tua sangat penting dalam membangun spiritualitas dalam diri anak. Untuk membangun spiritualitas, pendidikan keagamaan perlu diberikan kepada anak. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan anak ke sekolah minggu di gereja. Kenyataannya, tidak semua orang tua memasukkan anaknya ke sekolah minggu. Penelitian ini dilakukan untuk melihat intensi orang tua HKBP dalam memasukkan anaknya ke sekolah minggu; melihat peran sikap, norma subyektif dan perceived behavioral control secara bersama-sama terhadap intensi; serta melihat variabel mana diantara ketiganya yang berperan secara signifikan terhadap intensi orang tua di gereja HKBP di Jakarta. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Planned Behavior dari Ajzen (1988).
Penelitian ini dilakukan pada sebanyak 50 orang subyek dari 2 (dua) gereja di Jakarta dengan metode pengambilan sampel incidental sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat bobot variabel-variabel prediktor terhadap intensi subyek. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner yang disesuaikan dengan teori Planned Behavior yang disusun oleh Ajzen.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa intensi orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah minggu tergolong tinggi. Sikap subyek cenderung positif terhadap tingkah laku memasukkan anak ke sekolah minggu, normative beliefsnya cukup tinggi, namun motivation to complynya sedikit di atas rata-rata. Selain itu, perceived behavioral control subyek penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memudahkan atau menghambat dimunculkannya tingkah laku memasukkan anak ke sekolah minggu dapat diantisipasi oleh subyek penelitian meskipun ada kemungkinan perbedaan persepsi subyek tentang faktor yang memudahkan atau menghambat tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kecenderungan intensi subyek untuk memasukkan anak ke sekolah minggu tergolong tinggi. Persentase variabilitas yang dapat dijelaskan oleh model dengan variabel sikap, norma subyektif dan perceived behavioral control sebagai prediktor adalah sebesar 14 %. Dari ketiga variabel prediktor intensi, hanya sikap yang memberi sumbangan yang signifikan.
Melalui penelitian ini beberapa saran dapat dikemukakan yaitu perlunya pendekatan teori selain teori pianned behavior untuk menjelaskan intensi orang tua memasukkan anak ke sekolah minggu; variabel lain perlu dicari untuk membantu meramalkan intensi; perlunya diadakan penelitian dengan sampel yang lebih banyak pada gereja HKBP atau selain HKBP; serta perlunya diadakan penelitian yang membandingkan orang tua yang belum memasukkan dengan yang sudah memasukkan anak ke sekolah minggu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Moria Nobella Kristina
"Sejak mendapatkan distribusi oleh Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS pada tahun 2006, vaksin HPV telah terbukti efektif dalam mencegah infeksi HPV. Namun, di Indonesia, kanker serviks merupakan
Penyakit akibat infeksi HPV tetap menjadi kanker dengan jumlah penderitanya terbesar kedua untuk wanita. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh rendahnya penggunaan vaksin HPV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji niat untuk mendapatkan Vaksin HPV dengan review menggunakan Theory of Planned Behavior yang meliputi: aspek sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Peserta dalam
Dalam penelitian ini, wanita dan pria Indonesia berusia 18-26 tahun (N=112, M=21,62, SD=2,07). Pengukuran niat, sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku menggunakan alat ukur Catalano et al. (2017) yang telah diadaptasi oleh Kirana (2019). Hasil analisis regresi berganda menemukan bahwa, dirasakan kontrol perilaku dan norma subjektif dapat memprediksi niat secara signifikan (R2= 0,64, p<0,01). Kontrol perilaku yang dirasakan ditemukan sebagai variabel prediktor yang prediktor niat terkuat (β=0,498, p<0,01), yang kemudian diikuti oleh norma subjektif (β=0,395, p<0,01). Peserta ditemukan memiliki sikap positif, norma subjektif negatif, kontrol perilaku yang dirasakan rendah dan niat tinggi kecil kemungkinannya untuk menerima vaksin HPV dalam 12 bulan ke depan. Sehingga bisa menyimpulkan bahwa diperlukan upaya untuk meminimalkan hambatan dalam memperoleh vaksin vaksin HPV seperti intervensi pemerintah untuk mewujudkan vaksinasi HPV sebagai program Nasional. Selain itu, dukungan aktif untuk vaksinasi HPV oleh orang tua, keluarga, teman, dan orang penting lainnya dibutuhkan dalam populasi ini.
.
Since gaining distribution by the US Food and Drug Administration in 2006, the HPV vaccine has proven effective in preventing HPV infection. However, in Indonesia, cervical cancer is a
Diseases caused by HPV infection remains a cancer with the second largest number of sufferers for women. This may be influenced by the low use of the HPV vaccine. The purpose of this study was to test the intention to get the HPV vaccine with a review using the Theory of Planned Behavior which includes: aspects of attitude, subjective norms, and perceived behavioral control. Participants in
In this study, Indonesian women and men aged 18-26 years (N=112, M=21.62, SD=2.07). Measurement of intentions, attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control using a measuring instrument Catalano et al. (2017) which has been adapted by Kirana (2019). The results of multiple regression analysis found that perceived behavioral control and subjective norms could predict intention significantly (R2 = 0.64, p<0.01). Perceived behavioral control was found to be the strongest predictor of intention (β=0.498, p<0.01), which was then followed by subjective norm (β=0.395, p<0.01). Participants found to have positive attitudes, negative subjective norms, low perceived behavioral control and high intentions were less likely to receive the HPV vaccine in the next 12 months. So it can be concluded that efforts are needed to minimize obstacles in obtaining the HPV vaccine, such as government intervention to realize HPV vaccination as a national program. In addition, active support for HPV vaccination by parents, family, friends, and significant others is needed in this population."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gunawan
"Saat ini di Indonesia sedang diberlakukan peraturan baru yang mengharuskan para pengemudi mobil untuk menggunakan sabuk pengaman. Kebijakan ini berlandaskan UU No. 14/1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan diperkuat dengan Keputusan Menteri Perhubungan No.85 / 2002 tentang pemberlakuan kewajiban melengkapi dan menggunakan sabuk keselamatan. Berdasarkan peraturan ini, toleransi masih dapat diberikan pada pengemudi yang mobilnya belum dilengkapi dengan sabuk pengaman. Tapi mulai November 2005 sudah tidak ada alasan bagi pengemudi untuk tidak menggunakan sabuk pengaman. Hal ini berarti bahwa cepat atau lambat, masyarakat Indonesia harus membiasakan diri dengan penggunaan sabuk pengaman.
Masyarakat Indonesia saat ini belum terbiasa dengan peraturan baru tersebut. Kesadaran akan kegunaannya juga dianggap masih rendah. Meskipun pemerintah telah mengupayakan penegakkan peraturan tersebut dengan tindakan yang cukup tegas, masih belum dapat dipastikan efeknya secara luas mengingat data-data yang diperoleh masih terpusat pada kota-kota besar seperti Jakarta dan itu pun hanya pada daerah tertentu.
Berdasarkan latar belakang inilah penelitian dilakukan. Secara umum penelitian ingin mengetahui sejauh mana pengemudi mobil di Jakarta berniat untuk mengenakan sabuk pengaman saat mengemudi. Informasi ini dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan upaya sosialisasi dan penegakan hukum yang dilakukan pemerintah sehubungan dengan pemakaian sabuk pengaman. Tujuan lain adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yang paling mempengaruhi intensi atau niat pengemudi di Jakarta untuk mengenakan sabuk pengaman. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan pendekatan atau metode sosialisasi yang paling efektif untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya sabuk pengaman.
Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan teori planned behavior dari Ajzen dan Fishbein (1980). Dalam teori ini disebutkan bahwa intensi atau niat untuk melakukan suatu perilaku ditentukan oleh interaksi dari tiga faktor yaitu sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan persepsi kontrol individu terhada perilaku (PBC) yang juga merupakan persepsi mengenai situasi-situasi yang menghambat atau mendukung dilakukannya suatu perilaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya, intensi untuk mengenakan sabuk pengaman cukup tinggi (mean 5.39). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketiga variabel independen memiliki hubungan dengan intensi. Meskipun demikian, diantara ketiga faktor tersebut, hanya faktor PBC yang memiliki sumbangan yang signifikan (beta 0.723 sig.0.01) ketika pengaruh dari ketiga variabel diukur secara simultan. Mesti hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap pengemudi cenderung positif (mean 29.53) dan dorongan sosial untuk mengenakan sabuk pengaman juga cenderung tinggi ( mean 303.66) hal ini tidak banyak berpengaruh terhadap niat dari pengemudi di Jakarta untuk mengenakan sabuk pengaman. Mereka cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor situasional seperti ada tidaknya pengawasan dari polisi, desain sabuk pengaman, dan kondisi dijalan raya.
Besarnya pengaruh faktor situasional berarti bahwa jika kita ingin meningkatkan intensi pengemudi untuk menggunakan sabuk pengaman maka perlu dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor situasional tersebut, terutama oleh pihak pemerintah. Hal-hal yang disarankan peneliti berdasarkan hasil penelitian ini antara lain adalah, agar pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap pemakaian sabuk pengaman di sebanyak mungkin lokasi, jangan hanya terpusat di jalan-jalan utama. Pemerintah juga sebaiknya lebih terlibat secara aktif dalam mengontrol kualitas dan standar keamanan kendaraan, karena kendaraan yang beroperasi di Indonesia masih banyak yang kualitasnya dibawah standar keamanan dan kenyamanan yang layak. Penelitian terhadap sabuk pengaman juga harus ditingkatkan . Terakhir, dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya sabuk pengaman, pemerintah sebaiknya jangan hanya berfokus pada aspek penegakan peraturannya saja tapi juga harus memberikan pendidikan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah umum, dan sebagainya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Adhika Mulya
"Penelitian ini menjelaskan mengenai pengaruh sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi menggunakan Transjakarta. untuk pergi ke tempat kerja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan jumlah responden sebanyak 82 pekerja di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma subjektif merupakan determinan yang paling signifikan pengaruhnya terhadap intensi menggunakan Transjakarta untuk pergi ke tempat kerja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat keluarga dan teman sebagai pihak yang pengaruhnya signifikan untuk mengajak anggota keluarga atau teman-teman agar mau menggunakan Transjakarta untuk pergi ke tempat kerja.

The research explained the influence of attitude, subjective norms, and perceived behavioral control toward intention for using Transjakarta as a transportation mode to working place. This research using quantitative method with total respondents are 82 workers in DKI Jakarta. This research shown that subjective norms are the most determinant factor which significantly influences for using Transjakarta as a transportation mode to working place. At the end, this research will have intention to suggest family and friends that are significantt for others to invite his family member or friends for using Transjakarta for go to working place.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Badai Widyastuti Prasthari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>