Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190720 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabilah
"ABSTRAK
Bentuk perkawinan memberikan kontribusi yang unik dan penting
terhadap well-being kebanyakan perempuan dan laki-laki (Campbell dalam
Duvall & Miller, 1985). Kehidupan kaum perempuan yang mengalami poligami
lebih banyak mengalami kekerasan daripada kebahagiaan. Penelitian Rifka
Annisa, sebuah LSM perempuan di Yogyakarta mencatat bahwa sepanjang tahun
2001 telah teijadi 234 kasus kekerasan terhadap istri. Dari angka sebesar itu status
korban diantaranya 2,5% dipoligami resmi, 5,1% poligami sirri, 36,3% korban
selingkuh, 2,5% ditinggal, 4,2 % dicerai, 0,4% istri kedua, dan 0,4% dijadikan
WIL (Farida, 2002:70)
Dewasa madya menunjukkan well-being yang lebih baik daripada dewasa
akhir dan dewasa muda pada beberapa area (Papalia, 2001). Kesejahteraan
psikologis merupakan penilaian terhadap pencapaian potensi-potensi diri pada
saat ini, yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan harapan individu (Ryff,
1989). Ryff (1989) mengemukakan bahwa untuk dapat dikatakan mempunyai
kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang baik adalah tidak
sekedar bebas dan terlepas dari segala hal yang merupakan indikator kesehatan
mental negatif (seperti bebas dari rasa cemas, selalu bahagia, dsb), tetapi hal yang
lebih penting untuk diperhatikan adalah adanya kepemilikan akan penerimaan
terhadap diri sendiri, penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan
orang lain, mempunyai tujuan, dan makna hidup serta mempunyai perasaan akan
pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
Peneliti ingin melihat seberapa baik kesejahteraan psikologis perempuan
dewasa madya yang dipoligini, berdasarkan 6 dimensi kesejahteraan psikologis
dari Ryff, sehingga mereka dapat bertahan dengan kehidupan dipoligini oleh
suaminya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan tipe penelitian studi kasus, menggunakan teknik wawancara dan observasi
sebagai pendukung pada enam subjek perempuan dewasa madya yang dipoligini
yang terdiri dari 3 istri tua dan 3 istri muda untuk melihat perbedaan kesejahteraan
psikologis antara istri tua dan istri muda.
Kesimpulan umum yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah bahwa
subjek perempuan dewasa madya dengan suami berpoligini pada penelitian ini tampaknya tidak menunjukkan masalah dalam kesejahteraan psikologisnya. Hal
ini lebih menonjol lagi pada istri muda. Secara umum terlihat kecenderungan
bahwa situasi dipoligini pada awalnya memberikan tekanan-tekanan psikologis
terutama pada istri tua sehingga mereka perlu berproses untuk mendapatkan
kesejahteraan psikologis yang baik yang saat ini dirasakannya.
Kesejahteraan psikologis yang dirasakan subjek lebih merupakan hasil dari
latar belakang serta kerangka berpikirnya tentang perkawinan tradisional pada
umumnya, dan perkawinan poligini pada khususnya. Mereka berupaya keras
untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan situasinya serta mencari
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pribadinya melalui berbagai sumber lain agar
mempunyai kesejahteraan psikologis yang baik.
Berkenaan dengan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis secara
khusus, maka dapat dijabarkan secara ringkas sebagai berikut: 5 subjek
mempunyai penerimaan diri yang baik, 5 subjek mempunyai hubungan positif
yang baik dengan orang lain, 6 subjek mempunyai otonomi yang baik, 6 subjek
mempunyai penguasaan lingkungan yang baik, 6 subjek mempunyai tujuan hidup
yang baik, serta 4 subjek mempunyai pertumbuhan pribadi yang baik. Antara istri
tua dan istri muda terdapat perbedaan dalam dimensi penerimaan diri, hubungan
positif dengan orang lain dan dimensi otonomi. Antara istri tua dan istri muda
juga terdapat perbedaan dalam proses untuk mencapai kesejahteraan psikologis
yang dirasakan pada saat ini yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan
harapan individu."
2002
S3077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atin Wirantika
"Perkawinan yang dilangsungkan harus sesuai dengan syarat-syarat perkawinan. Penelitian ini membahas mengenai pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh istri pertama terhadap perkawinan suaminya yang sudah meninggal, perkawinan kedua suaminya dilakukan sebelum ia meninggal. Permasalahan penelitian ini adalah akibat hukum pembatalan perkawinan setelah kematian suami sebagaimana putusan Pengadilan Agama Sukabumi perkara nomor 0135/PDT.G/2018/PA.Smi disamping itu pertimbangan hakim pada kasus tersebut dibandingkan dengan kasus serupa dengan pertimbangan hakim yang berbeda.
Penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, tipologi adalah deskriptif analitis, menggunakan metode analisis kualitatif, menggunakan data sekunder dengan penelusuran dokumen. Hasil penelitian adalah perkawinan dianggap tidak ada. Pertimbangan hakim pembatalan tidak dapat diterima. Terjadinya suatu perkawinan memberikan akibat hukum terhadap status hukum seseorang dan status hukum seseorang sangat penting bagi notaris, disamping hal-hal lain seperti kewarisan dan perjanjian perkawinan.

The marriage must be in accordance with the terms of marriage. This study discusses the cancellation of husband's marriage and is sued by the first wife against the marriage of her deceased husband, her husband's second marriage was done before he died. The problem of this research is consequences due to the law of the cancellation of marriage after the death of the husband. religious As the decree of the Sukabumi religious court 0135/PDT.G/2018/PA.Smi, In addition, consideration of judges in such cases compared to similar cases with the consideration of different judges.
This research is normative juridical, by asking for approvals and asking for a report, typology is descriptive analytical, using qualitative analysis methods, using secondary data with document search. The results of the research are considered no marriage. Consideration by judge is unacceptable. The occurrence of a marriage gives a legal effect on a person's legal status and a person's legal status is crucial to the notary, in addition to other matters such as inheritance and marital agreements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naqiya Nazzaha
"Perkawinan yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang menuju pembentukan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam bahasa umum lazim dinamakan membentuk keluarga yang sakina, mawaddah dan warahmah, penuh dengan kedamaian dan limpahan kasih sayang. Sejalan dengan Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam pada asasnya menganut asas monogami. Namun Agama Islam tidak melarang poligami dengan persyaratan khusus serta adanya pembatasan jumlah istri. Dalam praktek ternyata masih terdapat pelanggaran atas pelaksanaan poligami.
Dalam penulisan ini, kasus yang akan dibahas adalah adanya gugatan pembatalan perkawinan dari seorang istri pertama atas perkawinan kedua suaminya, namun gugatan baru diajukan ketika suami telah meninggal dunia. Dalam penulisan ini permasalahan yang akan dibahas apakah pertimbangan hakim telah tepat dalam memutuskan gugatan pembatalan perkawinan tersebut serta akibat hukum dari putusan tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan data utama yang digunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Hasil dari analisi adalah bahwa Majelis Hakim dalam memutuskan kasus kurang tepat dan cermat karena hanya melihat dari segi formil saja dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain terutama aspek materiil dari perkawinan itu sendiri. Akibat hukum dari putusan tersebut adalah terhadap anak, harta benda selama perkawinan dan pihak ketiga.
Saran dalam penulisan ini adalah bahwa dalam memutuskan perkara Majelis Hakim hendaknya mencari dan menemukan hukum yang sensitif terhadap kebutuhan perlindungan hukum bagi perempuan dan anakanak, khususnya dalam kaitannya dengan poligami yang dilakukan oleh suami.

Marriage referred to the Law No. 1 of 1974 regarding Marriage Law is a marriage that led to the formation of a family or household that is happy and eternal based on God that is in common language commonly called a family who sakinah, mawaddah and warahmah, full of peace and abundance of affection. In line with the Marriage Law, Islamic Law in principle follows the principle of monogamy. But Islam does not prohibit polygamy with special requirements as well as the restrictions on the number of wives. In practice it turns out there is still a violation of the implementation of polygamy.
In this study, a case that will be discussed is the marriage of a lawsuit over the first wife of her husband's second marriage, but a new lawsuit filed when the husband had died. In this paper the issues to be discussed whether the judge has the right considerations in deciding the lawsuit marriage and the legal consequences of the decision.
The method used is a method of research literature normative juridical, with the main data used secondary data obtained from the literature materials in the form of primary legal materials, secondary and tertiary.
The results of the analysis is that the judges in deciding cases less precise and careful because just look at the formal terms only and does not take into consideration other aspects, especially the material aspects of the marriage itself. The legal consequences of the verdict are against the child, property during the marriage and the third party.
The suggestions in this paper is that the judge the judges should look for and find the law that is sensitive to the needs of legal protection for women and children, particularly in relation to marriage by the husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Hanafiah
"ABSTRAK
Undang-undang Perkawinan pada dasarnya menganut asas monogami, namun dengan beberapa syarat memperbolehkan seorang suami beristri lebih dari seorang. Tesis ini membahas mengenai keabsahan perkawinan poligami yang dilakukan oleh seorang keturunan Tionghoa serta pembagian warisannya. Penulisan tesis ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan yuridis-normatif. Berdasarkan hasil pembahasan atas rumusan masalah yang ada, diketahui bahwa semasa hidupnya Pewaris telah menikah sebanyak tiga kali. Perkawinan pertama dilakukan sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hanya dilakukan berdasarkan ketentuan agama Katolik, sehingga perkawinan Pewaris dan istrinya yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dianggap tidak sah menurut hukum negara karena tidak adanya pencatatan di kantor pencatat perkawinan. Perkawinan kedua pewaris dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dilakukan sesuai ketentuan agama Katolik dan dicatatkan di Catatan Sipil adalah tidak sah karena Katolik tidak mengenal adanya perkawinan poligami. Sedangkan perkawinan ketiga Pewaris dilakukan setelah Pewaris berpindah agama menjadi seorang muslim, sehingga perkawinannya yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama adalah perkawinan yang sah menurut hukum agama dan negara. Tidak adanya pencatatan mengakibatkan suatu perkawinan tidak sah menurut undang-undang sehingga tidak memperoleh kepastian ataupun perlindungan hukum. Sehingga dalam hal ini pertimbangan hakim kurang tepat karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerima warisan dari pewaris yang meninggal dalam keadaan beragama Islam hanyalah ahli waris yang juga beragama Islam, sedangkan ahli waris non-muslim dapat memperoleh bagian dari wasiat wajibah.

ABSTRACT
The 1974 Marriage Act basically adhere to monogamy principle, however for some conditions may be allowed for a husband to have more than one wife. This thesis discusses about the validity of polygamy marriage done by an chinese ethnic and his inheritance allotment. The writing of this thesis is using case study research by normative juridical research approach. Based on the discussion results of the questions, it is known that the heir has married for three times. The first marriage was held before the enactment of the 1974 Marriage Act and done under the Catholic rules, however the marriage which is subject to the Indonesian Civil Law is deemed invalid according to state law because it was not registered at the office of registry marriage. The second marriage held after the 1974 Marriage Act enacted and it was carried out in accordance with the Catholic rules and registered at the Civil Registration, however the second marriage is also invalid because in Catholic rules, it does not recognize polygamy marriage. While the third marriage was done after the heir change his religion into Moslem. The third marriage which was held in The Office of Religious Affairs is a lawful matrimony according to Islamic and state regulations. The absence of marriage registration causes the first marriage was not legitimate and has no legal certainty or legal protection. Therefore in this case, the judges rsquo considerations were inappropriate because it was against the applicable law. The heirs of the heir who died as a Moslem are only they are who also a moslem, while the non muslim heirs can obtain part of the inheritance from wajibah testament."
2017
T47155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S20218
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vienna Mienaristy
"Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan poligami karena ketiadaan izin isteri pertama dalam melakukan poligami. Pasal 5 UU Perkawinan, Hukum Islam dan Pasal 58 KHI (ijtihad para ulama Indonesia), mengatur bahwa poligami diperbolehkan apabila memenuhi syarat-syarat. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif dan tipologi bersifat deskriptif analitis. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pembatalan perkawinan poligami, bagaimana akibat pembatalan perkawinan poligami dan apakah tepat pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 312/Pdt.G/2009/PA.Tng.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perkawinan poligami yang dilakukan tanpa adanya izin isteri pertama adalah bertentangan dengan UU Perkawinan dan KHI sehingga dapat dibatalkan. Putusan pembatalan perkawinan menyebabkan perkawinan mereka batal, mereka bukan lagi sebagai suami isteri, hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi hapus, tidak ada harta bersama, anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap menjadi anak sah dari kedua orang-tuanya dan ada masa iddah bagi isteri. Putusan Hakim PA Tangerang Nomor 312/Pdt.G/2009/PA.Tng sudah tepat.

This thesis examines the annulment of marriage caused by the absence of permission from the first wife to do polygamy. Article 5 of Marriage Law, Islamic Law and Article 58 Compilation of Islamic Law (ijtihad by Indonesian muslim scholars), regulate that husband is permitted to do polygamy if he fulfill the requirements. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods and the typology is descriptive analytical. The problem in this thesis are how is the regulation of polygamous marriage annulment, the consequences of polygamous marriage annulment and whether the judges sentence of religious court of Tangerang No. 312/Pdt.G/2009/PA.Tng is already appropriate and correct or not.
The conclusion of those problems are polygamous marriages that held without the first wife’s permission is prohibited and against Marriage Law and Compilation of Islamic Law, so that polygamous marriage can be annulled. Polygamous marriage annulment causes their marriage is annulled, they are no longer as husband and wife, the rights and obligations between husband and wife whose marriage is annulled become no longer exist, there is no common property between them, children who were born on that annulled polygamous marriage are still legitimate child of their parents and there is waiting period for the wife. Judge’s sentence of Religious Court of Tangerang No. 312/Pdt.G/2009/PA.Tng is correct and appropriate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkiya Laili Maghfirah
"Perkawinan poligami merupakan bentuk pengecualian atas asas monogami dalam Undang ndash; Undang Perkawinan, hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 3 ayat 2 Undang ndash; Undang Perkawinan. Dalam melaksanakan suatu perkawinan poligami, salah satu syarat yang diwajibkan oleh Undang ndash; Undang Perkawinan adalah adanya izin dari istri/istri-istri dari suami yang akan beristri lebih dari seorang. Izin dari istri/istri ndash; istri tersebut adalah syarat wajib ketika seorang suami akan mengajukan permohonan untuk berisitri lebih dari seorang ke Pengadilan untuk diberikan izin menikah lagi. Skripsi ini membahas mengenai putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 43/Pdt.G/2014/PN.BTM tentang pembatalan perkawinan kedua karena poligami yang dilakukan oleh suami tanpa izin istri pertama. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penulis mengacu pada aturan ndash; aturan hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan. Poligami yang dilakukan oleh si suami dilangsungkan tanpa seizin istri pertama dan tanpa adanya izin dari pengadilan yang berwenang untuk memberikan izin, maka dari itu istri pertama diberikan hak oleh undang ndash; undang untuk membatalkan perkawinan kedua suaminya. Poligami yang dilakukan oleh suami dapat dimintakan pembatalan karena tidak memenuhi syarat ndash; syarat sahnya melakukan poligami. Setelah adanya pembatalan perkawinan, maka akibat hukum yang terjadi adalah perkawinan kedua suami dianggap tidak pernah ada. Dalam hal ini seharusnya suami lebih terbuka kepada pihak istri dan pihak keluarga apabila ingin menikah lagi. Kemudian terhadap Pegawai Pencatat Nikah atau Pejabat Kantor Urusan Agama KUA hendaknya lebih teliti dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam hal meniliti kelengkapan data ndash; data dan surat ndash; surat yang diajukan oleh para pihak yang melangsungkan perkawinan.

Polygamy marriage is a form of exception to the principle of monogamy in the Law of Marriage, as can be seen from the provision of Article 3 paragraph 2 of Law of Marriage. In performing a polygamy marriage, one of the conditions required by Law of Marriage is the permission of wife wives from a husband who will take more than one wife. This permission is a mandatory requirement when a husband will apply for more than one wife to the Court to be given a permission to remarry. This thesis discusses about the decree of Batam District Court Number 43 Pdt.G 2014 PN.BTM on cancellation of second marriage due to polygamy performed by husband without first wife permission. By using normative legal research method, the author refers to the existing legal rules to answer the problem. In addition, the first wife is given the right by the law to cancel her husband rsquo s second marriage if it does not obtain the permission from her and authorized court. The cancellation of husband rsquo s polygamy is because it does not meet the legal requirements for polygamy. After the cancellation the legal consequence is the husband rsquo s second marriage is considered never exists. In this case the husband should be more open to the wife and his family if he wants to marry again. In addition, the Office of Religious Affair KUA officer should be more careful in performing their duty, mainly in terms of reviewing the data completeness submitted by the parties that want to conduct a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Sumarni
"Perkawinan termasuk poligami adalah salah satu kepentingan umat manusia. Poligami adalah ikatan perkawinan yang seorang suami memiliki lebih dari satu istri pada waktu yang bersamaan. Islam membatasi poligami hanya sampai empat orang istri dan menetapkan persyaratan adil terhadap para istri. Hakikat poligami dalam Islam adalah suatu sarana yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat manusia dan untuk melindungi manusia dari pengumbaran nafsu syahwat serta untuk mengangkat harkat dan derajat kaum wanita, mengingat poligami yang terjadi sebelum Islam adalah poligami yang tidak terbatas dan tanpa adanya syarat untuk berlaku adil. Terdorong oleh beragamnya penafsiran mengenai hakikat dan pelaksanaan poligami serta masuknya poligami dalam ketentuan hukum positif di Indonesia maka tulisan ini bermaksud untuk mencari hakikat poligami menurut hukum Islam dan juga untuk meneliti efektivitas KHI di Pengadilan Agama dalam memeriksa dan mengadili perkara poligami. Untuk itu dilakukan analisis kasus permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Bogor dalam kurun waktu 1992-2000. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan menerapkan metode kualitatif dalam pengolahan dan analisis data sekunder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malika Alia Rahayu
""Poligami" banyak digunakan untuk mengacu pada praktik laki-laki Muslim yang menikahi lebih dari satu istri. (Hirschfelder & Rahmaan, 2003). Pihak istri kedua seringkali mengalami dampak negatif dari pernikahan poligami, seperti pandangan negatif dari masyarakat, konflik dalam keluarga, persaingan dengan istri pertama, dampak sosial, serta kekerasan dalam rumah tangga (Mulia, 2004; Nurohmah, 2003). Dewasa muda adalah periode penyesuaian terhadap pola hidup yang baru, salah satunya adalah pernikahan. Penyesuaian ini akan dirasakan semakin sulit dan menjadi masalah jika bentuk pernikahan yang dijalankan adalah bentuk pernikahan yang ?tidak umum?, seperti poligami. Masalah yang dihadapi istri kedua tersebut merupakan pengalaman hidup yang akan mempengaruhi kondisi psychological well-being mereka. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan menghimpun informasi dari empat orang wanita dewasa muda yang menjadi istri kedua. Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah wanita dewasa muda yang menjadi istri kedua dalam pernikahan poligami memiliki gambaran psychological well-being yang bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being wanita dewasa muda yang menjadi istri kedua adalah faktor demografis, dukungan sosial, mekanisme evaluasi diri, variabel kepribadian, religiusitas, serta beberapa faktor lain, seperti motivasi pernikahan, pemahaman mengenai poligami, serta antisipasi terhadap konsekuensi sebagai istri kedua. Selain itu, penyesuaian yang baik dalam pernikahan juga nampak mempengaruhi kondisi psychological well-being istri kedua dalam pernikahan poligami.

The term "polygamy" refers to a matrimonial system between a man and many women at the same time (Hirschfelder & Rahmaan, 2003). Second wife is often had negative impacts from this marriage, such as negative social reaction from the society, conflict among the family when the women choose to be the second wife, conflict with the first wife, social impacts, and domestic violence (Mulia, 2004; Nurohmah, 2003). Early adult is a period of adjustment to new patterns of life, such as marriage. This adjustment would be more difficult if the young adult has to run the ?unfamiliar? matrimonial system like polygamy. These challenge and problems that have to be faced by the second wife are a particular life experience that could affect her psychological well-being. The researcher used qualitative methods to the four informants. The result of this research showed that these second wives are different in their psychological well-being. These variations are influence by the demographic factors, social support, self-evaluation mechanism, personality factor, religiosity, and any other factors such as motivation to get married, understanding about the essence of polygamous marriage, and also their anticipation toward the consequence of being a second wife. This research also found that good marital adjustment affects psychological well-being condition for second wife in her early adult period."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
306.872 RAH p
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Ayu Wibowo
"Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam telah mengatur pelaksanaan perkawinan sedemikian rupa. Meskipun telah ada pengaturan terkait perkawinan, namun masih saja terdapat tindakan yang melanggar ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Misalnya seperti tindakan pemalsuan identitas yang disertai dengan poligami. Hal ini terlihat dengan adanya putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 568/Pdt.G/2015/PA. Pbr, tentang pemalsuan identitas diri disertai dengan poligami. Permasalahan yang timbul dalam penulisan ini yaitu bagaimana akibat hukumnya serta analisis terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 568/Pdt.G/2015/PA. Pbr. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis. Sedangkan kesimpulan dari permasalahan tersebut yaitu akibat hukumnya adalah perkawinan yang mereka lakukan dapat dibatalkan. Sehingga seolah-olah tidak pernah terjadi perkawinan. Kemudian terkait Pertimbangan Hukum Hakim dalam putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 568/Pdt.G/2015/PA. Pbr belum sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Law number 1 year 1974 of marriage and Islamic law compilation has arranged in such a way. Although there has been arrangement related to marriage, but still there are proceeding that breach the provisions as regulated in the Law number 1 year 1974 of marriage and Islamic law compilation. For example, such as forgery identity followed with polygamy. This is can be seen in decision number 568 Pdt.G 2015 PA. Pbr. About forgery identity followed with polygamy, The problems that arise in this writing is how its legal consequences and the the analysis of legal considerations of judges in Court judgment Religion Pekanbaru number 568 Pdt.G 2015 PA. Pbr. In conducting this research, the writer uses juridical normative library research methods and the typology is descriptive analytical. While the conclusion of the problems above are legal consequences are related to the marital relationship, therefore marriage that they can be canceled. Thus resulting as though the marriage never happened. And then related Legal Considerations in Decision Religious Court Judge of Pekanbaru Number 568 Pdt.G 2015 PA. Pbr not in accordance with Law number 1 year 1974 of marriage and Islamic law compilation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>