Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32376 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mariska Hendraely
"ABSTRAK
Perkawinan merupakan bentuk hubungan interpersonal antara pria dan wanita
yang sifatnya paling intim, sangat berbeda dengan bentuk-bentuk hubungan interpersonal
lainnya dan cenderung dipertahankan (Argyle & Henderson, 1985). Pada dasarnya
Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam menganut asas monogami, walaupun
demikian perkawinan poligami diperbolehkan sebagai suatu pengecualian. Pengecualian
diperbolehkannya poligami disertai dengan adanya batasan-batasan yang berat berupa
syarat-syarat dan tujuan yang mendesak (Thalib, 1986).
Setiap perkawinan baik monogami ataupun poligami tidak mungkin akan selalu
berjalan mulus tanpa menghadapi suatu masalah perkawinan apapun. Bentuk perkawinan
poligami adalah suatu bentuk keluarga yang lebih besar, segala hak dan kewajiban dalam
perkawinan harus dijalankan untuk dua keluarga Hal ini dapat menjelaskan bahwa
masalah yang akan timbul dalam perkawinan akan lebih banyak.
Potensi masalah akan lebih besar bila perkawinan berlanjut hingga pria yang
berpoligami menginjak lanjut usia Hal ini karena pada saat lanjut usia secara alamiah
terjadi penurunan dalam berbagai kemampuan sementara kewajiban yang harus dipenuhi
tetap. Penurunan yang paling jelas terutama pada kemampuan fisik yang kemudian ikut
mempengaruhi perkembangan kognitif, emosi dan sosialnya (Bee, 1996). Hal ini akan
menyebabkan kemampuan untuk memenuhi segala kewajiban menjadi menurun.
Sedangkan saat ini populasi lanjut usia semakin meningkat sebagai akibat keberhasilan
pembangunan yang didukung oleh kemajuan ilmu dan teknologi serta pelayanan
kesehatan. Peningkatan jumlah lanjut usia ini menunjukkan usia harapan hidup yang
semakin meningkat. Perkawinan poligami yang berlanjut sampai lanjut usia pun
tampaknya akan semakin meningkat. Walaupun Undang-Undang Perkawinan dan Hukum
Islam yang membatasi peluang untuk berpoligami cukup ketat, namun pada kenyataannya
hal tersebut tidak terlalu menghalangi orang-orang untuk menikahi lebih dari seorang
istri.
Menurut Steinberg & Silverberg (dalam Davidson & Moore, 1996) masa lanjut
usia merupakan masa keemasan bagi pasangan suami-istri dalam menjalani
perkawinannya, karena pada masa ini pasangan suami-istri akan lebih banyak
menghabiskan waktunya dalam keluarga dan menjalani kegiatan bersama pasangan
hidupnya Walaupun demikian setiap suami-istri tidak dapat menghindari potensi
timbulnya masalah akibat proses penuaan yang bersifat menurun. Tentunya bagi pria
yang berpoligami potensi masalah yang dihadapi akan lebih besar karena tetap harus
memenuhi segala kewajiban pada dua keluarga.
Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran masalah
yang dihadapi pria yang berpoligami menginjak lanjut usia, dengan mengacu pada faktorfaktor
yang mempengaruhi seseorang untuk berpoligami, perbedaan masalah poligami yang dialami sebelum dan sesudah lanjut usia serta faktor-faktor yang berperan
membantu mengatasi masalah poligami. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode kualitatif serta menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi untuk
mengumpulkan data. Subyek penelitian terdiri dari lima orang pria lanjut usia yang
berpoligami sebelum menginjak lanjut usia. Setelah data selesai dikumpulkan, dilakukan
analisa secara kualitatif untuk mendapatkan gambaran masalah pria yang berpoligami
menginjak lanjut usia
Hasil penelitian menunjukkan faktor yang mendorong seorang pria untuk
berpoligami adalah keinginan untuk mempunyai keturunan, jatuh cinta pada wanita lain,
menolong calon istri kedua dan ada ketidakcocokkan dengan istri pertama Hasil lain
menunjukkan umumnya pada setiap subyek ditemukan masalah dari perkawinan
poligaminya sebelum lanjut usia. Sesudah lanjut usia masalah tersebut sebagian besar
terus berlanjut, tetapi ada pula masalah yang selesai atau baru timbul sesudah lanjut usia
Secara umum masalah poligami sebelum lanjut usia adalah masalah komunikasi, masalah
keadilan dan tanggung jawab, masalah ekonomi dan masalah kondisi fisik istri pertama
Sesudah lanjut usia masalah poligami yang timbul berkaitan dengan penurunan kondisi
fisik subyek penelitian. Sedangkan faktor-faktor yang membantu mengatasi masalah yang
timbul akibat poligami adalah mendekatkan diri pada agama, menyibukkan diri dengan
pekerjaan, melakukan meditasi, memahami kondisi istri, kehadiran anak dan hubungan
yang baik antara kedua istri. Hasil tambahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah
manfaat poligami yang dirasakan setiap subyek, gambaran perasaan setiap subyek dalam
menjalani poligaminya selama ini dan saran yang diberikan setiap subyek untuk generasi
selanjutnya yang ingin berpoligami.
Hal-hal yang cukup menarik untuk didiskusikan dalam penelitian ini adalah
faktor yang mendorong seorang pria berpoligami dihubungkan dengan teori Nasir (1976),
masalah-masalah poligami dihubungkan dengan teori Nasir (1976), partisipasi kelima
subyek penelitian yang sudah menginjak lanjut usia dihubungkan dengan dua teori
partisipasi lanjut usia dalam lingkungan sosialnya, yaitu dari Cumming & Henry (dalam
Tumer & Helms, 1995) serta dari Maddox (dalam Santrock, 1992), kedekatan pada
agama setelah lanjut usia dihubungkan dengan teori Koening, Georgen & Siegler (dalam
Perlmutter & Hall, 1992), subyek yang menghadapi masalah terberat, pembuktian teori
Landis & Landis (1970) tentang beberapa bidang utama yang membutuhkan penyesuaian
diri pada pasangan perkawinan serta waktu yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian
dalam berbagai bidang kehidupan perkawinan, manfaat poligami dihubungkan dengan
teori Aj-Jahrani (1996) dan terakhir berhubungan dengan pembagian tempat tinggal untuk
dua orang istri. Saran untuk penelitian lanjutan meliputi menambah wawancara
mendalam terhadap pihak istri, dapat pula masalah poligami dibandingkan dengan pria
yang menikahi lebih dari dua istri dan menambah jumlah subyek agar memperoleh
gambaran yang lebih lengkap. Saran praktis pada penelitian ini lebih ditujukan pada pria
yang bermaksud untuk berpoligami agar mendapatkan masukan tentang gambaran
masalah poligami yang mungkin akan ditemui."
1999
S2911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nurhaniriva
"[ABSTRAK
Pernikahan poligami merupakan salah satu fenomena yang berkembang di
masyarakat. Berbagai penelitian terkait masalah ini mengkaji banyak aspek
diantaranya dilihat secara hukum dan sosial. Penelitian ini meneliti pengalaman
psikologis pria yang menjalani poligami, terutama dalam hal psychological wellbeing
dan spiritual well-being. Penelitian ini melibatkan lima orang pria berpoligami
sebagai subjeknya. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria
berpoligami cenderung memiliki psychological well-being yang tidak utuh.
Sedangkan dalam hal spiritual well-being, pria berpoligami di dalam penelitian ini
cenderung cukup baik, terutama pada domain transendensi.

ABSTRACT
Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.;Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.;Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.;Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.;Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.;Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.;Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain., Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society.
Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both
legally and socially. This study examines men?s psychological experienceundergoing
polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being.
This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this
study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study
reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that
is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study
tend to be quite good, especially in the transcendence domain.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Dewi Anggraini
"Permasalahan poligami yang akhir-akhir ini berkembang di dalam masyarakat seringkali merugikan pihak wanita karena diperlakukan tidak adil. Artinya poligami dilaksanakan tanpa memenuhi prosedur, mekanisme, syarat, dan aturan yang ditentukan oleh hukum dan agama. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana kesalahpahaman suami yang sering terjadi dalam melaksanakan perkawinan poligami dan bagaimana kedudukan isteri pertama dalam perkawinan poligami.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Kesalahpahaman suami sering terjadi dalam hal mengartikan kata adil yaitu menurut versi suami sendiri, bukan dari versi isteri ataupun kesepakatan antara keduanya dan persetujuan dari isteri sering kali diabaikan. Isteri pertama dalam hal ini mempunyai kedudukan yang lemah sehingga seharusnya ia membekali dirinya dalam bidang mental dan intelektual mengarah pada pemberdayaan materi sehingga mampu berdiri di atas kaki sendiri, karena pada dasarnya harkat, martabat dan derajat manusia yaitu pria dan wanita adalah sama di Mata Allah SWT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Solichin Salam
Djakarta: Tintamas Indonesia, 1959
297.431 SOL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nurhaniriva
"ABSTRACT
Polygamous marriage is one of the growing phenomenons happening in society. Various studies related to this issue have been examining many aspects seen both legally and socially. This study examines men's psychological experience under going polygamy, particularly in terms of psychological well-being and spiritual well-being. This study involves five polygamous men as the subject. The data collection of this study is gained from in-depth interview and observation. The result of this study reveals that the men undergoing polygamy tend to have psychological well-being that is not intact. Whereas polygamous men, in case of spiritual well-being, in this study tend to be quite good, especially in the transcendence domain."
Jakarta: Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI), 2017
300 MEIS 4:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Budi Wahyuni Rahardjo
Jakarta: UI-Press, 2001
PGB 0444
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Yayah Hidayah
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dalam pernikahan poligami dengan kekerasan dalam rumah tangga dan stress kaum lbu (khususnya wanita yang dipoligami) pads pemakahan poligami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada tiga wanita yang dipoligami oleh suaminya. Apakah ada dampak bagi seorang istri sebelum dan se udah pemakahan poligami, terutama terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan fisik, yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau carat pads tubuh istrinya atau bahkan menyebabkan kematian. Kekerasan psikologis seperti setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya did, h.ilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada suaminya. Kekerasan seksual, setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual pemaksaan seksual atau sampai menjauhkan diri dad kebutuhan seksual. Kekerasan ekonomi, mencakup kepada membatasi istri untuk bekerja, atau bahkan bekerja untuk dickploitasi atau tindakan menelantarkan anggota keluarga dalam bidang ekonomi. Perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang menyebakan seorang istri terisolasi dari lingkungan sosialnya.
Stress adalah salah satu bagian yang menjadi target peneliti apakah dari poligami kemudian adanya kekekrasan dalam rumah tangga apakah berdampak pada stress Ibu-ibu yang dipoligami oleh suaminya Secara fisik perang yang mengalarni stress akan mengalami perubahan seperti terlihat dari gejalanya yaitu sakit kepala, leher, sakit dibagian dada atau sariawan dan banyak sekali gejalanya. Secara emosional juga terlihat oarang yang mengalami stress seperti mudah tersinggung, depresi, gelisah, merasa tidak berdaya atau prustasi dan sebagainya. Adapun secara perilaku dapat dilihat seperti menggigit kuku, gelak tawa yang tinggi, memakai obat-obatan, berj alan mondar-mandir dan banyak lagi.
Dari hasil penelitian terhadap ketiga wanita yang dipoligami oleh suaminya maka terdapat berbagai fakta kekerasan yang diakibatkan oleh pernikahan poligami tersebut. Lebih spesifik ialah kekerasan secara psikologis yang cukup dominan terjadi dalam keluarga tersebut dan menyebabkan stresss yang berkepanjangan.

The objective of this research is to find out the relationship in polygamy marriage with violence in household and depressed mothers (particularly those that are made co-wives) in polygamy marriage. This research applies qualitative method using an approach of case study on three women being made co-wives by their husbands. Are there impacts on wives before and after polygamy marriage, particularly with regard to violence in household?
Physical violence means violence that causes pain, injury, wound, or physical defect on wife's body or even causes death. Psychological violence means any acts or sayings that result in fear, loss of self-confidence, loss of ability to act and feeling of powerless against the husband. Sexual violence means every act covering sexual harassment, sexual coercion, until refrain from sexual need. Economic violence covers restricting the wife from working, or even working to be exploited, or act of abandoning family members in terms of economics. Seizure of freedom haphazardly causing a wife isolated from her social environment.
Depression constitutes one of the parts that become the target of the researcher whether polygamy and household violence bring impacts on the depressed mothers that made co-wives by their husbands. Physically, a depressed person will experience changes as seen from the symptoms, such as headache, neck ache, chest-ache, or naphtha and many other symptoms. Emotionally, a depressed person can also be seen from the symptoms such easily getting insulted, depressed, and restless, feeling of powerless or frustrated, etc. While behaviorally, it can be seen from the symptoms such as biting the nails, high cackles, consuming drugs, walling back and forth, etc.
The result of research to the three women made co-wives by their husbands unveils various violence facts resulting from the said polygamy marriage. The more specific result is the psychological impacts in the families and cause prolonged depression.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Carolina
"Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Untuk melaksanakan perkawinan tidak hanya sebatas terpenuhinya rukun dan syarat dalam Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, tetapi perkawinan tersebut dilaksanakan dengan itikad balk agar perkawinan itu menjadi tidak cacat atau nikahul fasid. Selain rukun dan syarat ada juga larangan-larangan dalam perkawinan. Dimana untuk melaksanakan perkawinan tidak boleh melanggar larangan tersebut. Salah satu larangan itu adalah tidak boleh adanya hubungan keluarga dalam perkawinan, sesuai dengan Pasal 8 huruf a Undang-undang Perkawinan dan Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam. Selain itu perkawinan yang dilaksanakan juga tidak boleh bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan norma ketertiban yang berlaku di masyarakat. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 411K/AG/1998 dilakukan pembatalan perkawinan. Pembatalan ini karena adanya pelaksanaan perkawinan poligami yang dilakukan tanpa seizin isteri pertama dan izin dari Pengadilan Agama. Dengan adanya pembatalan perkawinan ini tentu akan timbul permasalahan. Dalam tesis ini penulis mengangkat permasalahan mengenai permohonan pembatalan perkawinan dari isteri pertama terhadap perkawinan poligami suaminya yang tidak sah menurut hukum dan jugamengenai tuntutan sita jaminan atas harta bersama suaminya dengan isteri keduanya. Untuk dapat mencari jawaban permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Untuk memperoleh bahan hukum primer menggunakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang pembatalan perkawinan. Untuk memperoleh bahan hukum sekunder menggunakan literatur-literatur, serta untuk memperoleh bahan hukum tersier menggunakan kamus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dikatakan bahwa perkawinan poligami yang dibatalkan karena cacat atau fasid, maka isteri yang sah dapat menuntut berupa sita jaminan atas harta bersama dari perkawinan poligami suaminya yang tidak sah menurut hukum. Oleh karena itu Putusan Mahkamah Agung tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Hukum Islam.

Pursuant to the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam), the Marriage is a very strong covenant to comply the order of god and it constitutes ritual that have the intention to make the life of household to be sakinah, mawaddah, warahmah. The marriage not only must fulfill with its requirements but also in good faith in order the marriage is not defective or nikahul fasad. In addition to the requirements of marriage, there are prohibitions in marriage that must be considered by anyone who intends to marry. One of some prohibitions is family relation in marriage as mentioned in article S of Law on Marriage and article 39 of the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam). In addition, the marriage must comply with norm of religion, moral hazard and public order in the community. Decision letter of the Supreme Court No. 411K/AG/1998 has cancelled the marriage Due to the second marriage without consent from the first wife and the Religion Court(Pengadilan Agama). Following to the cancellation of marriage, the problems may arise. Through this thesis, the writer reveals legal matters regarding the application of cancellation of marriage from first wife related to the polygamy marriage which not valid under the laws as well as claim of security seizure (sita jaminan) on common property of her husband with his second wife. In order to find the answer of these matters, the writer uses the method of research of literature normatively-judicially by way of research of literature or secondary data. To obtain primary legal source, the writer uses the laws and regulations on Marriage and the decision of the Supreme Court regarding cancellation of marriage. To obtain secondary legal source, the writer uses literatures. To obtain tersier legal source, the writer uses dictionary. Based on the research, it is said that polygamy marriage which cancelled due to defective or fasad, then the valid wife may claim security seizure (sita jaminan) on common property of polygamy marriage of her husband which not valid under the laws. Therefore, such decision of the Supreme Court has not complied with the prevailing and Islamic laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikarie Monitha Arthos
"Kematian berarti berakhirnya daur kehidupan seseorang dan merupakan bagian dari eksistensi manusia yang perlu dikenali sebagai komponen yang alami dalam daur kehidupan, yang pada akhirnya dapat memberi arti pada keberadaanya sebagai manusia. Kematian menetapkan batasan dalam kehidupan dan mengingatkan manusia untuk memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaikbaiknya. Tetapi, bagi orang lain pada siapa kematian tersebut membawa pengaruh, hal ini tetap merupakan faktor yang harus diintegrasikan ke dalam daur kehidupan yang sedang berlangsung (Peterson, 1984). Sebab, bagi orang yang ditinggalkan, kematian tersebut dapat menimbulkan kesedihan yang dapat dianggap sebagai saat krisis dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kehidupannya.
Ada 2 kehilangan yang dapat dikatakan paling mengganggu dan mungkin menjadi tekanan, yaitu kehilangan anak dan kehilangan pasangan. Dalam daur kehidupan manusia, terdapat suatu periode di mana masalah kehilangan pasangan merupakan salah satu penyesuaian yang harus dilalui dalam tahap perkembangannya, yaitu tahap dewasa akhir (late adulthood). Bagi pasangan lanjut usia, lamanya hidup bersama telah membuat mereka mengembangkan suatu hubungan yang nyaman melalui kegiatan rutin sehari-hari dan membuka kesempatan untuk memperdalam hubungan serta lebih menerima dan memahami pasangan. Oleh sebab itu, pasangan diasumsikan mengalami penderitaan paling besar dalam perpisahan karena kematian.
Kematian seseorang dapat menimbulkan kehilangan (bereavement) dan rasa sedih (grief) yang muncul sebagai reaksi normal terhadap kehilangan. Masa kehilangan kemudian membawa dua tantangan, yaitu menyelesaikan kesedihan akibat kehilangan orang yang dicintai dan membangun kehidupan baru sebagai individu (Brubaker, 1985 dalam Lemme, 1995). Ada tiga hal yang dapat dijelaskan sehubungan dengan pengalaman kehilangan, yaitu proses yang dilalui, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi yang timbul sebagai akibat kehilangan tersebut. Pengetahuan akan hal ini akan dapat digunakan sebagai dasar pemberian bantuan bila terjadi kesulitan saat menjalaninya. Dengan memperhatikan kekhususan pada tingkat perkembangan dewasa akhir dan perbedaan dalam respon terhadap rasa kehilangan pada pria dan wanita, dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran proses kehilangan dan kesedihan wanita lanjut usia yang kehilangan pasangan, dengan mengacu pada aspek proses yang dilalui, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi yang dirimbulkan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data. Subyek penelitian terdiri dari 5 orang wanita lanjut usia yang telah menjanda selama IV2 sampai 2 tahun 4 bulan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap kelima subyek, yang dipandu dengan pedoman wawancara berstruktur. Setelah data selesai dikumpulkan, dilakukan analisa secara kualitatif untuk mendapatkan gambaran proses kehilangan dan kesedihan pada wanita lanjut usia akibat kematian pasangan. Proses analisa data yang digunakan berasal dari definisi analisa data yang dikemukakan oleh Miles & Huberman (1994).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa gambaran proses berduka yang dialami oleh subyek mempunyai perbedaan-perbedaan bila dibandingkan dengan apa yang dikemukakan oleh teori mengenai proses berduka dari Phyllis Silverman dan Parkes. Pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses berduka dan konsekuensi setelah kehilangan pasangan terlihat adanya keunikan pada tingkat perkembangan dewasa akhir ini, dengan faktor usia dan lamanya menikah sebagai dasar perbedaannya. Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan subyek dan karakteristik dari tingkat perkembangan dewasa akhir kemudian digunakan untuk menjelaskan kenapa perbedaan dengan teori itu terjadi. Faktor agama yang muncul dalam menjalani kehilangan juga menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan.
Saran terhadap penelitian meliputi penggunaan metode longitudinal untuk penelitian selanjutnya dan menambah penggunaan wawancara terhadap orang yang mengetahui bagaimana subyek menjalani kehilangannya. Selanjutnya penelitian mengenai fenomena yang sama pada tingkat perkembangan yang berbeda dan mengetahui pengaruh faktor-faktor lain terhadap pengalaman berduka seseorang akan menambah pengetahuan mengenai fenomena kehilangan dan kesedihan akibat kematian. Pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki diharapkan dapat dijadikan dasar pemberian bantuan bagi orang-orang yang mengalami kesulitan dalam melalui proses tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>