Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurcahyo Budi Waskito
"ABSTRAK
Pelecehan seksual sebenarnya bukanlah fenomena sosial yang baru muncul
dalam masyarakat. Karena sejak jaman prasejarah hingga jaman Majapahit hal
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan. Pada masa modem ini tepatnya sejak
dekade 70-an mulai muncul kesadaran mengenai pentingnya fenomena pelecehan
seksual untuk diperhatikan. Banyak penelitian yang meraaparkan fakta mengenai
peristiwa pelecehan ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual lebih banyak menimpa
kaum wanita dan interaksinya bersifet heteroseksual. Namun hanya sedikit peneliti
yang tertarik untuk menelaah sisi pelakunya. Ketika teijadi suatu pelecehan maka
terdapat dua pihak yang terlibat secara langsung yaitu si korban dan sang pelaku.
Penelitian yang ada selama ini jarang sekali meneliti fenomena pelecehan seksual
melalui sudut pandang pelakunya.
Terdapat beberapa pendekatan yang dipergunakan untuk menjelaskan
teijadinya peristiwa pelecehan seksual, dan salah satu yang dapat dipergunakan
adalah pendekatan psikologi sosial melalui proses atribusi. Atribusi merupakan proses
penyimpulan yang dilakukan seseorang untuk mengetahui penyebab yang berperan
bagi kemunculan suatu tingkah laku. Salah satu teori atribusi yang dapat menjelaskan
perilaku pelecehan secara komprehensif adalah teori Atribusi Kelley (1973). Dalam
teori ini dijelaskan mengenai skema dan model yang dapat dipergunakan individu
untuk menyimpulkan suatu peristiwa yang tergantung pada kepemilikan 3 informasi
yang lengkap yaitu informasi Distinksi, Konsistensi dan Konsensus.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses atribusi pelaku terhadap
perilaku pelecehan seksual yang dilakukannya. Selain itu dapat diketahui faktor apa
yang menjadi penyebab teijadinya pelecehan seksual berdasarkan sudut pandang
pelakunya. Melalui penelitian ini diharapkan penelitian dapat memberikan
Pemahaman yang berarti pada masyarakat mengenai pelecehan seksual terhadap
wanita sebagai suatu fenomena penlaku seksual antara pria dan wanita Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian "Bagaimana proses atribusi pelaku tindakan pelecehan seksual terhadap tingkah laku pelecehan seksual
yang dilakukannya ?"
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif melalui desain penelitian survey dan studi kasus. Dengan pendekatan dan
desain penelitian yang ada ditentukan 2 metode pengumpulan data, yaitu metode
survey kuesioner dan wawancara mendalam. Instrumen yang dipergunakan adalah
kuesioner pelecehan seksual, pedoman wawancara dan catatan lapangan. Karakteristik
sampel dari penelitian ini adalah pelaku pelecehan seksual yang begenis kelamin pria,
memenuhi kriteria pelaku yang ditetapkan dan menjadi ma^iswa di perguruan tinggi
di Jakarta dan sekitamya.
Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental {accidental sampling karena
tema yang diteliti cukup sensitif bagi sebagian orang, metode ini lebih mudah, cepat
dan ekonomis digunakan dengan keterbatasan yang dimiliki. Jumlah sampel
penelitian kuantitatif sebanyak 298 pelaku mahasiswa dengan jumlah minimal N=30
sedangkan jumlah sampel pada penelitian kualitatif sebanyak 4 orang responden
dengan minimal N=l. Data yang berasal dari hasil kuesioner diolah dengan
menggunakan metode statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan kemudian
dianalisis untuk didapatkan gambaran mengenai proses atribusi yang dilakukan
pelaku terhadap tingkah laku pelecehan yang dilakukannya. Sedangkan hasil kualitatif
diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode perbandingan antar kasus {analytic
comparison), dan penggambaran intra kasus {illustrative method).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden melakukan bentuk
pelecehan "mengomentari wanita dengan panggilan, julukan atau siulan tertentu" dan
"Memandangi bagian tubuh wanita dari atas hingga bawah". Hanya sebagian kecil
responden yang melakukan pelecehan dalam bentuk menjanjikan kesenangan atau
memberikan ancaman yang dikaitkan dengan keinginan melakukan aktifitas seksual.
Perilaku pelecehan tersebut seringkali dilakukan oleh mahasiswa terhadap teman
wanitanya..
Berdasarkan teori Atribusi Kelley para pelaku cenderung mempergunakan
Skema Kausal dalam melakukan penyimpulan penyebab. Hal ini dikarenakan
sebagian besar dari mereka tidak memiliki informasi Distinksi, Konsistensi dan
Konsensus yang lengkap. Ketiga informasi tersebut sangat diperlukan untuk
melakukan proses atribusi jika menggunakan model Kovarian. Dengan menggunakan
skema tersebut para pelaku tidak mempergunakan informasi yang berkenaan dengan
dirinya, korban dan lingkungan tempat kejadian karena skema ini lebih memanfaatkan
konsep hubungan sebab-akibat yang sudah dimiliki sebelumnya dalam repertoar
ingatan pelaku. Berdasarkan proses atribusi yang dilakukannya sebagian besar pelaku
memberikan atribusi pada faldor korban sebagai penyebab tindakan pelecehan seksual
tersebut
Hasil studi kasus yang dilakukan p^ empat responden menunjukkan bahwa
para pelaku mengidentikkan cara berpakaian, daya tarik fisik dan bahasa tubuh dari
wanitalah yang berperan besar bagi teijadinya peristiwa tersebut. Pelaku pelecehan
seksual cenderung memandang wanita seba^ makhluk yang lemah. Mei^ka juga
cenderung memiliki memiliki pandangan tradisional mengenai peran gender wanita
Hasil yang diperoleh tersebut perlu ditelaah lebih lanjut lagi. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa penelitian mengenai batasan dan bentuk tingkah laku pelecehan
seksual. Selain itu penelitian yang sama dengan menggunakan pendekatan atribusi
perlu juga dilakukan terhadap sampel pelaku yang lain seperti pelaku pelecehan di
lingkungan keija, di tempat umum dan sebagainya."
2002
S2904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cintaka Bayu Venesa
"ABSTRAK
Hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan selalu saja menarik untuk
dibicarakan. Salah satu permasalahan yang timbul dalam interaksi antara lakilaki
dan perempuan adalah masalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat
teijadi pada siapa saja dan pada berbagai kesempatan. Pelecehan seksual dapat
teijadi di tempat umum, dalam kendaraan umum, di kantor, di sekolah, dalam
lingkungan militer, dalam keluarga dan berbagai kesempatan lainnya. Karyawati,
mahasiswi, ibu rumah tangga, pelajar, remaja, orang dewasa, anak-anak, laki-laki
maupun perempuan memungkinkan untuk menjadi korban pelecehan seksual.
Pada penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa perempuan lebih sering merasa
mengalami pelecehan seksual dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil
penelitian juga diketahui korban pelecehan dapat mengalami akibat yang negatif
dari pengalaman pelecehan. Pada beberapa kasus, akibat yang dialami korban
pelecehan dirasakan sangal mengganggu kehidupan pribadinya.
Berbeda dengan korban pelecehan di tempat umum, korban pada pelecehan
seksual di sekolah muU tidak mau akan tetap bertemu dengan pelaku setelah
peristiwa pelecehan yang menyakitkan dan tidak diinginkan tersebut dialaminya.
Reaksi yang dipilih korban pada pelaku pelecehan juga sedikit banyak akan
mempengaruhi hubungan interaksi selanjutnya antara korban dengan pelaku.
Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai pelecehan seksual yang terjadi dalam
lingkungan sekolah maka peneliti melibatkan pelajar putri SMP sebagai subyek
penelitian.
Suatu tindakan dipersepsikan sebagai bentuk pelecehan seksual karena tindakan
tersebut tidak diinginkan oleh korban yang merasa dilecehkan. Sebagian korban
berperilaku agresif, asertif dan non asertif ketika dilecehkan. Korban juga
memiliki kecenderungan menyalahkan diri sendiri, sementara yang lainnya tidak
menyalahkan diri sendiri. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai
reaksi yang ditunjukkan pelajar putri sebagai korban pada pelaku pelecehan
dalam lingkungan sekolah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuesioner
untuk mengetahui reaksi asertif, agresif dan non asertif yang ditunjukkan pelajar
putri ketika mengalami pelecehan seksual, dan skala untuk mengetahui reaksi
menyalahkan diri sendiri atau tidak menyalahkan diri sendiri. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa temyata sebagian besar subyek (pelajar
putri) menampilkan perilaku agresif atau asertif ketika mengalami pelecehan
seksual di sekolah. Jumlah subyek yang menampilkan reaksi agresif (48,1 %)
sedikit lebih banyak dari jumlah subyek yang bereaksi asertif (39,4 %). Hanya
sedikit saja subyek yang memilih untuk bereaksi non asertif (12,5 %). Selain
reaksi asertif, agresif dan non asertif, peneliti juga tertank untuk mengetahui
reaksi menyalahkan diri sendiri yang mungkin dirasakan oleh subyek. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa temyata sebagian besar yang mengalami pelecehan di
sekolah, tidak menunjukkan reaksi menyalahkan diri sendiri (84,6 %). Pada
analisa mengenai hubungan antara perilaku asertif, agresif, dan non asertif yang
ditampilkan subyek dalam reaksi menyalahkan diri sendiri, diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku asertif, agresif dan non
asertif dalam reaksi menyalahkan diri sendiri pada pelajar putri berkaitan dengan
masalah pelecehan seksual disekolah.
Peneliti merasa masih banyak kekurangan pada penelitian ini. Bentuk pelecehan
yang dialami pelajar putri cukup beragam. Sebagian mengalami bentuk
pelecehan ringan, sedang dan berat Bentuk pelecehan yang berbeda
memungkinkan subyek untuk menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Perbedaan
bentuk pelecehan ini kurang diperhatikan oleh peneliti dan mungkin
mempengaruhi subyek dalam menentukan reaksi asertif, agresif, non asertif serta
kecendemngan untuk menyalahkan diri sendiri."
2002
S2808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Kumalasari
"Penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum, coping respon yang digunakan, dan peran gender terhadap objektifikasi diri pada perempuan. Pengukuran pengalaman pelecehan seksual di tempat umum dilakukan dengan menggunakan modifikasi alat ukur Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) oleh Fairchild dan Rudman (2008), coping respon dengan alat ukur Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) yang dimodifikasi oleh Fairchild dan Rudman (2008), peran gender diukur dengan Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) dan objektifikasi diri diukur dengan modifikasi alat Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) oleh Fairchild dan Rudman (2008). Responden dalam penelitian ini adalah 140 perempuan dewasa muda yang tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum terhadap objektifikasi diri. Namun terdapat pengaruh dari coping respon yang digunakan terhadap objektifikasi diri. Coping respon self blame atau menyalahkan diri sendiri memberikan sumbangan paling besar dibandingkan jenis coping yang lain. Selain itu terdapat juga pengaruh dari peran gender terhadap objektifikasi diri.

This study aims to find effect of experiencing public harassment, coping response, and gender role toward self objectification among adult women. Experiences of public harassment was measure using a modification instrument Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) by Fairchild and Rudman (2008), coping response using modification Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) by Fairchild and Rudman (2008), gender role using instrument Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) and self objectification using modification of Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) by Fairchild and Rudman (2008). Participants of this study are 140 adult women who lives in Jabodetabek.
The result shows that there is no significant effect of experiencing public harassment toward self objectification. However there is significant effect from coping response toward self objectification. In addition coping response self blame give huge contribution than others coping. The result also shows there is significant effect from gender role toward self objectification.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigha Angel Winly Oktaviana
"Industri K-pop sudah tidak diragukan lagi ketenarannya dan menjadi salah satu fenomena global yang memiliki banyak peminat, terutama remaja. Namun, hal tersebut juga memicu banyaknya persaingan demi menarik perhatian publik. Perusahaan berlomba-lomba untuk mendebutkan boy atau girl grup dengan aturan yang cukup ketat. Girl idola contohnya, standar kecantikan seperti tubuh ideal, cantik, berkulit putih yang telah diterapkan pada industri K-pop secara tidak langsung menyebabkan adanya perilaku objektifikasi terhadap tubuh perempuan dan dijadikan sebagai objek untuk menyenangkan hasrat laki-laki. Penelitian ini berusaha untuk membongkar bagaimana objektifikasi dan seksualisai idola dapat terjadi dan kehidupan idola perempuan banyak disetir oleh perusahaan mereka. Dengan menggunakan teori politik seksual yang dikemukakan oleh Andrea Dworkin yang mana menyatakan pornografi menggambarkan laki-laki sebagai pria jantan yang mendominasi, sedangkan perempuan diperdagangkan, dikolektifikasi dan diobjektifikasi. Penulis berusaha untuk memperlihatkan bagaimana tubuh perempuan diperlakukan sebagai objek yang dapat dikomersialkan kepada publik dan digunakan untuk menarik perhatian masyarakat.
The K-pop industry has undoubtedly become a global phenomenon that has many fans, especially teenagers. However, it also triggers a lot of competition to attract public attention. Companies are competing to debut boy or girl groups with quite strict rules. Girl idols, for example, beauty standards such as ideal body, beautiful, white skin that have been applied to the K-pop industry indirectly lead to objectification behavior towards women's bodies and are used as objects to please men's desires. This research seeks to uncover how objectification and sexualization of idols can occur and the lives of female idols are largely driven by their companies. By using the theory of sexual politics put forward by Andrea Dworkin, which states that pornography depicts men as dominating males, while women are trafficked, collectivized and objectified. The author tries to show how women's bodies are treated as objects that can be commercialized to the public and used to attract public attention."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
London: Sage, 1996
302.05 APP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kearl, Michael C.
Boston: Allyn and Bacon, 1992
302 KEA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, M. Rajab
Jakarta: Pustaka Widyasarana, 1995
302 LUB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shaw, Marvin E.
Jakarta: Rajawali, 1991
302 SHA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sears, David O.
Jakarta: Erlangga, 1999
302 SEA st
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>