Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196505 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manopo, Christine
"ABSTRAK
Attachment (kelekatan) yang teijadi antara pengasuh utama dan anak mempengaruhi kehidupan seseorang, terutama kehidupan individu saat berhubungan dengan orang lain (Bowlby, 1982). Perilaku attachment yang berkembang pada masa kanak-kanak akan direfleksikan dalam berbagai bentuk hubungan, termasuk persahabatan (Kerns, Klepac & Cole, 1996). Dalam hal ini, setiap individu akan mengembangkan kategori adult attachment yang berbeda berdasarkan kombinasi tertentu yang terpola dari dimensi avoidance dan dimensi anxiety.
Persahabatan sebagai salah satu bentuk hubungan interpersonal yang kualitasnya dipengaruhi pola tersebut di atas tidak luput dari penelitian-penelitian yang berkembang saat ini. Berkualitas atau tidaknya sebuah hubungan persahabatan tergantung bagaimana indikator-indikator dalam hubungan tersebut berfiingsi dengan baik (Mendelson, 2000). Indikator-indikator tersebut terdiri atas 6 dimensi, yaitu stimulating companionship, help, intimacy, reliable alliance, self validation, dan emotional security. Topik ini layak untuk diteliti karena berpengaruh pada aspek kehidupan manusia. Namun, penelitian mengenai topik ini belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menyelidiki pengaruh perbedaan karakteristik dimensi-dimensi adult attachment terhadap kualitas persahabatan remaja akhir.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan yang teijadi antara variabel-variabel penelitian. Tehnik utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa regresi berganda dan korelasi produk momen-Pearson. Disamping itu, penelitian ini juga melakukan uji beda means dengan t test. Adult attachment dimensi avoidance dan dimensi anxiety diukur dengan menggunakan skala ECL yang disusun Brennan et al (1998). Skala ini terdiri atas 18 pemyataan yang berbentuk skala Likert 1-7 yang berfungsi mengukur masing-masing dimensi. Sedangkan untuk kualitas persahabatan, peneliti menggunakan McGill Friendship Questionairre yang disusun Mendelson (2000). Skala ini terdiri atas 6 sub skala berbentuk skala Likert. Skala ini terdiri atas 6 pemyataan untuk masing-masing dimensi yang bertujuan mengukur apakah indikator yang mempengaruhi kualitas persahabatan berfungsi dengan baik.
Subyek penelitian ini adalah 162 mahasiswa yang terdapat di Universitas Indonesia dan memasuki tahap remaja akhir (18-22). Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa individu yang berada pada tahap ini lebih tenang dan stabil serta lebih berkualitas dibanding sebelumnya (Kems, Klepac & Cole, 1993). Sedangkan tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara dimensi adult attachment avoidance terhadap kualitas persahabatan dimensi stimulating companionship, help, reliable alliance, self validation dan emotional security. Pada hasil tambahan, tidak ditemukan adanya perbedaan antara responden pria dan wanita pada dimensi adult attachment dan kualitas persahabatan. Selain itu, lama hubungan persahabatan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kualitas persahabatan. Saran praktis dari penelitian ini adalah seseorang perlu memperhatikan selfmodel sebagai sesuatu yang positif pada saat memandang diri sendiri dalam rangka membentuk hubungan interpersonal dengan orang lain.
Saran metodologis dari penelitian ini adalah melakukan variasi karakteristik subyek sehingga basil yang diperoleh lebih beragam. Disamping itu, perlu ditambahkan alat ukur, seperti observasi dan wawancara, sehingga dapat dilakukan validasi silang yang berguna untuk meningkatkan keakuratan suatu pengukuran dan konstruk yang diukur."
2002
S2871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hildayani, supervisor
"Sejak memasuki usia sekolah, keluarga tidak lagi menjadi satu-satunya
lingkungan yang berperan besar dalam kehidupan anak. Terlebih lagi pada
akhir masa usia sekolah, dimana anak mulai memasuki usia prapubertas- Pada masa ini, di samping orang tua, lingkungan pergaulan dengan teman
mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan anak.
Ada sejumlah kemajuan yang dibuat oleh anak selama masa usia
sekolah, yang menyebabkan hubungan pertemanan yang mereka bentuk
menjadi semakin kompleks dan berarti. Salah satunya adalah kemampuan yang lebih baik untuk memahami perspektif kebutuhan, dan perasaan orang lain.
Dengan kemampuan ini, anak mulai mengutamakan adanya rasa setia kawan,
pengertian, dan berbagi perhatian dalam berteman. Harapan tentang
persahabatan dalam cara yang lebih kompleks pun makin berkembang.
Memasuki masa remaja., khususnya pada masa remaja awal, kebutuhan
akan sahabat ini semakin bertambah. Sekalipun hubungan dengan keluarga
tetap dekat, sahabat menjadi penycedia dukungan pada masa remaja. Sejalan
dengan bertambahnya usia, remaja menginginkan hubungan yang lebih dekat, yang meliputi berbagi perasaan, pikiran, dan masalah-masalah pribadi.
Adanya rasa setia kawan, perhatian, dan keinginan untuk berbagi
merupakan beberapa kualitas yang ada dalam sebuah hubungan persahabatan.
Kualitas persahabatan sendiri mengacu pada ciri atau sifat yang esensial dari sebuah persahabatan. Parker dan Asher (1993) mengemukakan enam kualitas
persahabatan yang meliputi : validation and caring, conflict and betrayal,
compambnshy and recreation, help and guidance, intimate exchange, dan
conflict resolution.
Sejumlah faktor diperkirakan berpengaruh terhadap kualitas
persahabatan. Faktor-faktor tersebut meliputi attachment orangtua-anak, usia,dan jender. Adanya perbedaan kualitas attachment (secure dan insecure), usia
(usia sekolah dan remaja), dan jender (laki-laki dan perempuan) diasumsikan juga akan menghasilkan perbedaan dalam kualitas persahabatan tertentu.
Untuk menguji pemikiran di atas, penulis melakukan penelitian tentang
hal ini. Sepanjang yang penulis ketahui, penelitian tentang pengaruh kualitas attachment, usia, dan jender terhadap kualitas persahabatan belum banyak
dilakukan di Indonesia, terlebih lagi yang diukur pada masa usia sekolah dan remaja. Selain itu, kemungkinan adanya perubahan dalam kebutuhan akan sahabat dan perubahan dalam peran jender juga mendorong penulis untuk
melakukan penelitian ini. Dalam kaitannya dengan kualitas attachment, penulis membatasi pengukuran hanya terhadap attachment antara ibu - anak. Hal ini dipilih mengingat ibu hampir selalu menjadi figur attachment utama dalam kehidupan anak.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kuantitatif dan
melibatkan sejumlah siswa SD dan SLTP yang memenuhi karakteristik
tertentu. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang menggali kualitas attachment ibu-anak dan kualitas persahabatan anak. Seluruh data diolah dengan menggunakan program SPSS.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa faktor jender
mempunyai pengaruh yang cukup bermakna terhadap kualitas persahabatan
tertentu. Perbedaan yang bermakna antar kelompok juga ditemukan untuk
sejumlah kualitas persahabatan. Pertama, kelompok anak yang secure
ditemukan memiliki skor yang lebih tinggi secara bermakna untuk kualitas validation and caring, help and guidance, dan conflict resolution dibandingkan
dengan kelompok anak yang insecure. Kedua, kelompok anak usia sekolah
ditemukan memiliki skor yang lebih tinggi secara bermakna untuk kualitas companionship and recreation dan validation and caring dibandingkan dengan
kelompok anak remaja. Akhirnya, kelompok anak perempuan menunjukkan
skor yang lebih tinggi secara bermakna untuk kualitas companionship and
recreation, validation and caring, dan intimate disclosure dibandingkan dengan kelompok anak laki-laki. Sejumlah hal tampaknya mempengaruhi hasil yang diperoleh, seperti faktor instrumen penelitian dan jumlah sampel. Untuk
penelitian selanjutnya, beberapa saran diberikan berkaitan dengan hal itu.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rizky Ramdhana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kualitas attachment dan psychological well-being pada remaja dari keluarga miskin perkotaan. Attachment dibagi dalam dua kelompok figur yang paling dekat diusia remaja yakni orangtua dan peer. Variabel kualitas attachment pada orangtua dan peer diukur menggunakan The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA Revision) yang terdiri dari masing-masing 12 item pada bagian orangtua dan peer yang mencakup dimensi communication, trust dan alienation.
Alat ukur ini telah divalidasi dan diterjemahkan oleh peneliti dari alat ukur asli yang dibuat Armsden dan Greenberg (1987). Variabel lainnya yakni psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian oleh Putri (2012), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian melibatkan 122 partisipan laki-laki dan perempuan dengan proporsi yang sama berusia 11-18 tahun dan berasal dari daerah Jabodetabek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas attachment pada orangtua dan peer dengan psychological well-being dimana jika remaja memiliki kualitas attachment yang tinggi maka ia akan memiliki psychological well-being yang tinggi. Namun, dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel lain yang menjadi karakteristik partisipan seperti jenis kelamin, usia, jumlah teman, jumlah saudara kandung dan urutan kelahiran terhadap kualitas attachment dan psychological well-being.

The objective of this research is to investigate the correlation between quality of attachment and psychological well-being among adolescent from poor urban family. Attachment divided into two figure groups that closer to adolescent group, parents and peer. Quality of attachment to parents and peer was measured using used The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA Revision) which consist of 12 items each in parents's and peer's part which cover communication, trust and alienation's dimension.
This measurement is validated and translated by researcher from the original measurement created by Armsden and Greenberg (1987). Psychological well-being was measured using self-report scale which is adopted by Putri (2012) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). The respondents of this research are 122 male and female adolescents with the same proportion from age 11-18 years old and living in Jabodetabek area.
The result of the research shows that quality of attachment to parents and peer with psychological well-being are significantly and positively correlated when adolescents's quality of attachment is high they will have a high score on psychological well-being too. Furthermore, this research found there is no correlation among the others variables which are the characteristics of respondents, sex, age, number of peer, number of siblings, and birth order to quality of attachment and psychological well-being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45517
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidia Robertina
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kualitas attachment ayah-anak dan ibu-anak dengan kualitas persahabatan pada remaja madya. Partisipan pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 hingga 17 tahun, sebanyak 97 partisipan. Kualitas Attachment pada ayah-anak dan ibu-anak diukur dengan alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment yang disusun oleh Armsden dan Greenberg (1987). Kualitas persahabatan diukur dengan alat ukur Friendship Quality Questionnaire dari Parker dan Asher (1989) yang dibagi menjadi dua dimensi, yakni dimensi kualitas persahabatan positif yang terdiri aspek validation and caring, companionship and recreation, help and guidance, intimate exchange, dan conflict resolution, serta dimensi kualitas persahabatan negatif yang memiliki aspek conflict and betrayal. Hasil utama pada penelitian ini menemukan bahwa kualitas attachment ibu-anak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas persahabatan positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas persahabatan negatif. Kemudian pada kualitas attachment ayah-anak, ditemukan hasil yang signifikan terhadap dimensi kualitas persahabatan positif, namun tidak signifikan terhadap dimensi kualitas persahabatan negatif.

ABSTRACT
This research aimed to see the relationship between the attachment quality of father-child and mother-child with friendship quality among middle adolescence. The participants of this research were 97 adolescents aged 15 to 17 years old. Attachment quality of father-child and mother-child were measured using Inventory of Parent and Peer Attachment which developed by Armsden and Greenberg (1987). The friendship quality was measured using Friendship Quality Questionnaire developed by Parker and Asher (1989) which consists of two dimensions: positive friendship quality that consisting of aspects validation and caring, companionship and recreation, help and guidance, intimate exchange, conflict resolution; and negative friendship quality that having an aspect conflict and betrayal. The main result of this research found that the attachment quality on mother-child significantly correlated with positive friendship quality and also significantly correlated with negative friendship quality Attachment quality on father-child significantly correlated with positive dimension of friendship quality, but it there is no correlation with negative dimension of friendship quality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Johanna
"Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk membentuk dan mengembangkan hubungan interpersonal yang memuaskan. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan afiliasi (need for affiliation) [Nlaslow, 1986]. Salah satu bentuk hubungan yang dapat memenuhi kebutuhan afiliasi adalah hubungan persahabatan. Melalui persahabatan, seseorang mendapatkan perhatian, tempat untuk berbagi, keterikatan dengan orang lain, kebebasan untuk berkembang, penghargaan, kepercayan dan kesetaraan.
Hubungan persahabatan dianggap penting oleh seseorang, karena persahabatan adalah suatu hubungan psikologis yang mencakup hubungan pertemanan, saling berbagi (sharing), saling mengerti pikiran dan perasaan, dan saling menyayangi serta memberikan kenyamanan satu sama Iain serta tidak lekang oleh waktu (Berk, 1994).
Kebutuhan akan hubungan persahabatan ini telah berlangsung dari awal masa kecil dan menjadi semakin penting ketika memasuki masa remaja. Pada masa ini, remaja dihadapkan pada suatu proses pembentukan identitas diri dan diharapkan dapat menentukan siapa dirinya, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang Iain. Oleh sebab itu remaja membutuhkan orang Iain yang dapat memberikan pengertian dan simpati, dan orang yang paling tepat adalah remaja lain karena mereka berada dalam posisi yang sama (Conger & Peterson, 1995).
Dalam sebuah persahabatan, penting adanya faktor sukarela, unik, kedekalan dan keintiman, persahabatan harus dipelihara agar dapat bertahan (Suzanne Kurth, 1970) dan rasa saling percaya (mutual trust) (Douvan dan Adelson, 1973).
Selain meneliti kelima unsur yang ada dalam suatu persahabatan, peneliti juga ingin meneliti bentuk hubungan persahabatan antara dua orang, yaitu remaja dan sahabatnya (dyad). Hubungan 'dyad' itu sendiri adalah bentuk terkecil dan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang. Pada bentuk hubungan ?dyad', hanya ada satu hubungan interpersonal yang terjadi, yaitu antara subyek dan sahabatnya (Farley, 1992).
Dalam suatu hubungan interpersonal yang sifatnya 'dyadic', factor kecocokan sering dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan hubungan. William C. Schutz mengemukakan teorinya mengenai faktor kecocokan ini melalui teori hubungan interpersonal. Teori ini menjelaskan hubungan interpersonal yang didasarkan pada keyakinan akan pemuasan kebutuhan interpersonal dalam kelompok. Kebutuhan interpersonal yang dimaksud meliputi kebutuhan akan inklusi, kontrol, dan afeksi.
Penelitian ini dltujukan untuk melihat dimensi-dimensi persahabatan yang dlkemukakan oleh Suzanne Kurth serta Douvan dan Adelson pada remaja ditinjau melalui analisis kecocokan psikologis yang dikemukakan oleh William C. Schutz. Subyek pada penelitian ini adalah remaja menengah (Konopka Pikunas, 1976) dengan rentang usia antara 15-18 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan berhasil didapatkan 32 pasang subyek (64 orang remaja). Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner persahabatan, hasil elisitasi terhadap sejumlah subyek remaja, dengan didasarkan pada teori dari Suzanne Kurth serta Douvan dan Adelson, dan kuesioner Fundamental Interpersonal Relations Orientation-Behavior atau FIRO-B dan William C. Schutz (1960). Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisa deskriptif dan korelasi. Keseluruhan pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS.
Hasil dan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor kebutuhan interpersonal akan kontrol yang diekspresikan dan diinginkan dengan faktor kedekatan dan keintiman dalam persahabatan. Selain itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara factor kebutuhan interpersonal akan afeksi yang diekspresikan dan diinginkan dengan faktor unik dalam persahabatan. Selain hubungan antara faktor-faktor persahabatan dengan faktor kebutuhan interpersonal, tergambar pula perbedaan faktor-faklor persahabatan dan kebutuhan interpersonal antara remaja laki-laki dan perempuan, dimana hasil yang didapat menunjukkan hanya dua (2) factor saja yang memiliki perbedaan yang signifikan, yaltu faktor kebutuhan interpersonal akan wanted inclusion dan expressed affection.
Uniuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk menggunakan cara lain, seperti metode wawancara, sehingga didapatkan hasil yang lebih mendalam, menyeluruh, dan mungkin saja ditemukan faktor lain yang mempengaruhi persahabatan selain faktor kecocokan psikologis dan faktor-faktor persahabatan yang ada dalam penelitian ini. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Putri Syahriani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perbedaan kualitas hubungan romantis berdasarkan tipe-tipe adult attachment pada dewasa muda yang berpacaran. Pengukuran adult attachment dilakukan menggunakan alat ukur The Experiences in Close Relationships-Short form (Wei et. al., 2007) dengan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0.710. Pengukuran kualitas hubungan romantis dilakukan menggunakan alat ukur Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) dengan masing-masing koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0.904 dan 0.734. Responden penelitian ini berjumlah 205 orang, terdiri atas 86 laki-laki dan 119 perempuan. Responden adalah dewasa muda berusia 20-40 tahun dan sedang berpacaran.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan kualitas hubungan romantis berdasarkan tipe secure attachment (p = .730), preoccupied attachment (p = .892), fearful attachment (p = .260), dan dismissing attachment (p = .627). Hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap kualitas hubungan romantisnya tidak dibedakan dan tidak dipengaruhi oleh tipe-tipe adult attachment, yaitu secure, preoccupied, fearful, dan dismissing. Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa kualitas hubungan romantis memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan tipe secure attachment (r = -.382, p < 0.01), namun tidak memiliki hubungan yang dengan tipe preoccupied, fearful, dan dismissing attachment.

This study aimed to find differences in romantic relationship quality based on adult attachment styles among young adults in dating relationships. Level of adult attachment was measured by using Experiences in Close Relationships Scale-Short Form Inventory (Wei et. al., 2007) and romantic relationship quality was measured by using Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009). Number of subjects in this research was 205 respondents with 86 males and 119 females. Respondents are young adults aged 20-40 years old and in an dating relationship.
The result of this study showed that there was no differences in romantic relationship quality compared to secure attachment style (p = .730), preoccupied attachment style(p = .892), fearful attachment style (p = .260), and dismissing attachment style (p = .627). This result shows that romantic relationship quality isn’t determined by adult attachment styles. The additional anaylisis shows that romantic relationship quality has a negative significant correlation with secure attachment style (r = -.382, p < 0.01), but has no correlation with preoccupied, fearful, and dismissing attachment style.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Greta Lutdmilla Sumarhudoyo
"Kondisi SMU saat-saat ini sangatlah memprihatinkan karena semakin bermunculannya perilaku bullying atau gencet-gencetan pada Pelajar SMU. Perilaku bullying ini terlihat pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) (Ambarwati & Nuryadi, 2003). Perilaku bullying ini tidak hanya membuat cemas para pelajar SMU untuk datang ke sekolah namun juga bagi para orangtua. Hal itu disebabkan oleh adanya dampak yang buruk bagi korban bullying ini. Selain dapat meninggal dunia, kemudian menurunnya nilai pelajaran dan meningkatnya tingkat absen di sekolah, tekanan lain seperti gangguan psikologis juga dapat dialami oleh korban bullying.
Lingkungan keluarga merupakan faktor terpenting yang menjadi penyebab terjadinya perilaku bullying. Hubungan yang tidak harmonis antara anak dan orang tua merupakan kelanjutan atau akibat dari adanya attachment yang tidak secure (anxiousavoidant dan anxious-ambivalent). Attachment yang tidak secure membuat anak tidak dapat mengendalikan emosinya dengan baik dan merasa cemas ketika harus berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga. Selain itu, anak dengan pola attachment yang tidak secure akan mengharapkan adanya konflik dan memiliki pandangan yang negatif apabila berada dalam situasi yang tidak aman. Dengan demikian, pola attachment yang tidak secure akan memunculkan perilaku agresif sehingga menyebabkan terjadinya perilaku anti sosial yang di antaranya adalah perilaku bullying.
Pola attachment pada masa anak-anak merupakan pola attachment yang konsisten hingga masa dewasa. Anak yang memiliki pola attachment yang tidak secure pada masa anak-anak juga akan memiliki pola attachment yang tidak secure pada masa remaja dan masa dewasa. Hal itu disebabkan adanya representasi simbolik dari attachment sehingga attachment anak dan orangtua mempengaruhi persepsi anak dalam berhubungan dengan orang lain atau teman. Selain itu, Attachment juga merupakan dasar yang paling penting bagi seseorang dalam menentukan pilihan yang baik untuk diri dan jiwanya. Dalam penelitian ini digunakan dua alat ukur berupa kuesioner, yaitu kuesioner bagian 1 untuk mengukur attachment dan kuesioner bagian 2 untuk mengukur perilaku bullying. Pengambilan sampel dilakukan secara insidental sebanyak 80 orang (34 lakilaki dan 46 perempuan) yang berusia antara 14 tahun hingga 17 tahun.
Dari hasil analisis utama penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara pola attachment dan intensi untuk melakukan perilaku bullying. Dapat dilihat bahwa remaja dengan pola attachment yang tidak secure memiliki intensi untuk melakukan perilaku bullying aktif daripada remaja dengan pola attachment yang secure. Begitu pula dengan hasil analisis tambahan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pelajar SMU laki-laki dan pelajar SMU perempuan terhadap perilaku bullying sehingga dapat dikatakan bahwa pelajar SMU lakilaki lebih memiliki intensi untuk melakukan perilaku bullying aktif daripada pelajar SMU perempuan.
Dapat dilihat bahwa hasil yang ada sesuai dengan pernyataan Olweus (1993) bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan terpenting yang menjadi penyebab dari pelaku bullying. Dengan demikian, diharapkan para orangtua mau mengubah pola asuhnya kepada anak, terutama orangtua yang baru memiliki bayi. Dengan dimulainya menjalin attachment yang secure antara anak/bayi dan orangtua diharapkan perilaku bullying dapat dicegah dan berkurang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanida Mievela
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kualitas attachment terhadap orangtua dan peer dengan keterlibatan dalam bullying. Variabel keterlibatan bullying ini diukur menggunakan modifikasi Bullying Questionnaire dari Duffy (2004), sedangkan variabel kualitas attachment pada orangtua dan peer diukur dengan menggunakan The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA Revision) dari Armsden dan Greenberg (1987) yang mencakup dimensi communication, trust dan alienation pada bagian orangtua dan peer. Penelitian ini melibatkan 303 partisipan (laki-laki 119 orang dan perempuan 184 orang) yang berada pada tingkat SMA kelas X, XI dan XII dari Jakarta dan Depok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor kualitas attachment terhadap orangtua dengan skor bagian pelaku bullying dengan r(303)=-0,213, p<0,000 dan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor kualitas attachment terhadap orangtua dengan skor bagian korban dengan r(303)=-0,117, p<0,005. Sedangkan tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor kualitas attachment terhadap peer dengan skor bagian pelaku dan korban bullying.

The objective of this research is to investigate the relationship between parent’s and peer’s quality of attachment and bullying involvement. Bullying involvement was measured using the modification of Bullying Questionnaire by Duffy (2004). Quality of attachment to parents and peer was measured using The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA Revision) by Armsden and Greenberg (1987) which cover communication, trust and alienation’s dimension. The respondents of this research are 303 adolescents (119 male and 184 female) from highschool grade X, XI and XII living in Jakarta and Depok.
The result of the research shows that bully’s score and quality of attachment toward parents’s score are significantly and negatively correlated r(303)=-0.213, p<0.000, victim’s score score and quality of attachment toward parents’s score too are significantly and negatively correlated r(303)=-0.117, p<0.005. While bully’ s and victim’ s score and quality of attachment toward peer’s score are not significantly and negatively correlated.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Jihan Khusna
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara parent attachment dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 12. Responden penelitian ini adalah siswa SMA kelas 12 di Jakarta, sebanyak 272 orang. Parent attachment diukur dengan menggunakan alat ukur IPPA-R (Inventory Parent and Peer Attachment Revised) father mother version yang disusun oleh Greenberg dan Armsden (2009). Adaptabilitas karir diukur dengan Skala Adaptabilitas Karir yang disusun oleh Indianti (2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara parent attachment dengan adaptabilitas karir (r = 0,281, p<0,01). Artinya semakin tinggi parent attachment, maka semakin tinggi adaptabilitas karirnya. Ditemukan pula bahwa attachment pada ibu berkontribusi lebih besar terhadap adaptabilitas karir, dibandingkan dengan attachment ayah. Berdasarkan hasil penelitian ini, penting untuk membangun attchment antara orangtua dengan remaja agar memiliki adaptabiltas karir yang baik.

The research aims to get the correlation between parent attachment and career adaptability on 12th grader senior high school students. The participants of this research are the 12th grader senior high school students in Jakarta, amounts 272 students. Parent attachment was measured by measurement tools IPPA-R (Inventory Parent and Peer Attachment Revised) father mother version made by Greenberg and Armsden (2009). On the other hand, career adaptability measured by measurement tools Career Adaptability Scale made by Indianti (2015). The results indicates that there are positive and significant relations between parent attachment and career adaptability (r = 0,281, p<0,01). Which means, the higher amount of parent attachment, the higher career adaptability. Result also showed that mother attachment gives more contributions to career adaptability than father attachment. Based on this results, its important to build attachment betweeen parent and adolescence to have a good career adaptability.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savitri Puji Astuti
"Dalam persahabatan, salah satu kegiatan yang dilakukan antara dua sahabat adalah melakukan pengungkapan diri (Hays, dalam Deaux, 1993). Derlega (2004) mengatakan bahwa pengungkapan diri merupakan salah satu faktor penting dalam berkembangnya suatu hubungan. Derlega (1993) berpendapat bahwa pengungkapan diri adalah sesuatu yang diekspresikan oleh individu secara verbal mengenai dirinya.
Jourard (dalam Hirokawa, 2004) mengartikan pengungkapan sebagai suatu usaha dalam menjadikan diri "transparan" terhadap orang lain dengan melalui komunikasi. Pengungkapan terjadi apabila individu yang terlibat telah mengenal satu sama lain dan telah tertanam perasaan saling percaya (Argyle, 1992).
Menurut Derlega dan Grzelak (1979, dalam Rottenberg, 1995), pengungkapan diri memiliki 5 fungsi yaitu mendapatkan penilaian sosial, mendapatkan kontrol sosial, mendapatkan klarifikasi diri, melatih pengekspresian diri dan mengembangkan hubungan. Adapun Jourard (1964) mengutarakan mengenai 6 kategori dalam pengungkapan diri, yaitu perilaku dan opini, selera dan ketertarikan, pekerjaan atau sekolah, uang, kepribadian dan tubuh.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Jourard (1964), Brehm (1992), Derlega (1993) dan Papini et al. (2004) ditemukan beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengungkapan diri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia, perilaku orang tua, dan rasa percaya serta waktu.
Pengungkapan diri dilakukan oleh tiap individu dan pada tiap tahap perkembangan. Derlega (1993) mengatakan bahwa usia memberikan pengaruh terhadap pengungkapan. Perubahan pola pengungkapan diri terkait dengan perubahan dasar dalam isu dan tugas yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian (Rottenberg, 1995). Hal ini berarti perkembangan individu memiliki pengaruh terhadap proses pengungkapan diri.
Berndt (dalam Papalia & Olds, 2004) mengutarakan bahwa intensitas persahabatan dalam masa remaja jauh lebih besar daripada periode lain selama rentang kehidupan seseorang. Sementara pada masa dewasa madya, persahabatan dapat dijadikan panduan bagi dewasa madya ketika individu mengalami stress kesehatan fisik ataupun mental (Cutrona, Russel, & Rose, dalam Papalia, 2002).
Minimnya penelitian yang mengkaitkan mengenai proses, fungsi dan kategori pengungkapan diri dengan masa perkembangan seorang individu merupakan salah satu alasan penelitian ini dilakukan. Masalah yang muncul adalah bagaimana fungsi, kategori dan proses pengungkapan diri pada persahabatan remaja dan dewasa madya?
Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, dengan metode penelitian in-depth interview. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 remaja (laki-laki dan perempuan) dan 2 dewasa madya (laki-laki dan perempuan). Karakteristik subjek adalah memiliki minimal 1 orang sahabat dan hubungan persahabatan masih berlangsung selama masa penelitian dilakukan.
Hasil utama yang diperoleh dalam penelitian adalah munculnya kelima fungsi pengungkapan diri pada tiga kasus dan tiga fungsi pengungkapan diri pada kasus ke empat. Kategori yang muncul pada keempat kasus adalah selera dan ketertarikan, uang, dan kepribadian. Untuk proses pengungkapan diri, rasa percaya dan waktu merupakan faktor penting untuk munculnya pengungkapan diri secara mendalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>