Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bertyna Y.M.P.
"Kanker serviks merupakan saiah satu jenis penyakit kanker yang menyerang kaum wanita dan penyebab kematian utama atau tertlnggi kanker pada wanita. Semua wanita berisiko untukterkena penyakit Ini dan risiko ini akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Risiko ini dapat dihindari dengan melakukan tindakan pencegahan ataupun pengobatan. Bagi wanita yang sudah berusia 20 tahun ke atas - terutama bagi yang sudah menikah - dan yang sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum usia 16 tahun, sebaiknya rajin memeriksakan dirinya melalui tes Pap atau Pap smear secara berkala.
Sementara bagi wanita yang sudah terdiagnosis terkena penyakit kanker serviks stadium lanjut harus secepatnya melakukan tindakan pengobatan untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit tersebut di dalam tubuhnya. Jika tidak, penyakit itu dapat membawa efek yang paling buruk, yaitu kematian. Dalam kenyataannya, masih banyak wanita yang belum mau melakukan tindakan pencegahan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penderita yang baru memeriksakan diri ke dokter setelah penyakitnya sudah memasuki stadium III atau IV. Faktor penyebab tegadinya kanker serviks ini bisa berasal dari berbagai hal, Namun, di Indonesia sendiri, penyebab utamanya adalah karena kurangnya kesadaran atau ketidaktahuan wanita akan pentingnya melakukan pemeriksaan serviks (Pap smear) tadi. Akibatnya, ketika gejala-gejala dari penyakit ini sudah berkembang, wanita hanya dapat melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya dan bukan lagi tindakan pencegahan atau preventif, sehingga kemungkinannya untuk sembuh menjadi semakin kecil.
Keputusan wanrta untuk mengambil tindakan pengobatan terhadap penyakitnya tidak terlepas dari faktor kognitif yang terjadi di dalam pikiran mereka. Faktor kognitif ini adalah keyakinan (belief). Keyakinan menggambarkan semua informasi yang sudah diketahui oleh seseorang dan menentukan sikap, intensi, dan tingkah laku seseorang. Penelitian ini sendiri hendak melihat bagalmana keyakinan kesehatan wanita penderita kanker serviks terhadap pengobatan penyakitnya. Gambaran keyakinan kesehatan wanita penderita kanker serviks ini dapat tercermin melalui kelima komponen yang terdapat dalam teori The Health Belief Model (HBM), yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barrierc, dan cues to action.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan subjek penelitian sebanyak 5 orang. Hasil penelitian menemukan bahwa kelima orang subjek dalam penelitian ini memiliki high extreme susceptibility teriiadap penyakltnya. Hal ini berarti bahwa mereka mempersepslkan penyakitnya akan berkembang di masa yang akan datang dan karena rtu, perlu ditangani dengan segera. Bukti dari tingglnya persepsi akan kerentanan in! terilhat dari kedua jalur pengobatan yang mereka ambil, yaitu jalur pengobatan medis (modem) dan Jalur pengobatan aiternatif (tradisional). Namun, pada akhlrnya kelima subjek leblh memilih jalur pengobatan medis karena hasilnya dianggap lebih baik dibandingkan jalur pengobatan altematif.
Kelima subjek juga mempersepslkan bahwa penyakitnya tergolong penyakit yang memiliki tingkat keparahan atau keseriusan yang tinggi (perceived severity). Mereka menyadari bahwa stadium penyakit mereka sudah berada pada tahap/stadium lanjut sehingga perlu dilakukan tindakan pengobatan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya perkembangan penyakit tersebut. Bentuk keseriusan dart penyakitnya ini juga terlihat dari konsekuensi medis dan sosial yang dirasakan oleh para subjek selama menjalani pengobatan tersebut, di mana mereka harus merasakan efek samping dari pengobatan dan terpaksa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, pegawai, maupun warga masyarakat di mana mereka tinggal.
Di samping kedua komponen tersebut, kelima subjek juga mempersepsikan keuntungan (perceived benetits) dan hambatan-hambatan yang mungkin mereka terima (perceived barriers) jika mereka melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya. Keuntungan utama selama jalannya pengobatan adalah didapatkannya kesembuhan dan ketenangan dari pengobatan. Hambatan utama selama jalannya pengobatan adalah kurangnya dana untuk menutupi biaya pengobatan. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat sosial ekonomi mereka.
Cues to actior) juga berperan sebagai pemicu kelima subjek untuk melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya. Cues to action ini dapat terbagi menjadi dua, yaitu cues to action intemal dan ekstemal. Yang menjadi cues to action intemal adalah terjadinya pendarahan yang terus-menerus dan banyak pada kelima subjek. Sedangkan, yang menjadi cues to action ekstemal adalah cerita-cerita atau nasihat dari keluarga, teman-teman dekat, tetangga, dan tim medis yang menangani kelima subjek; dari tayangan-tayangan televisi; dan dari informasi yang disebarkan melalui media cetak (majatah, koran, tabloid, dan buku). Terakhir, diketahui bahwa kelima subjek memiliki pandangan yang umum mengenai penyebab penyakitnya, berdasarkan sudut pandang agamanya masing-masing. Ada subjek yang beranggapan bahwa penyebab penyakitnya adalah karena kesalahannya sendiri, serta ada pula subjek yang menganggap bahwa penyakitnya merupakan cobaan yang berasal dari Tuhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S2839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaniasari
"Dalam masyarakat Indonesia, masalah-rnasalah kegaiban telah lama diyakini dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Bastaman, 1995; George, 1995; Kartoatniojo, 1995). Fenomena-fenomena seperti "orang pandai" yang membantu menemukan barang hilang, menyembuhkan penyakit yang tidak berhasil disembuhkan ilmu kedokteran moderen, atau meramal nasib dan kejadian di masa mendatang membuat orang terheran-heran mendengarnya, namun tidak terlalu meragukan kebenarannya, karena tahu bahwa memang ada hal-hal seperti itu yang terjadi dalam masyarakat Indonesia (Noesjirwan, 1992). Untuk selanjutnya dalam penelitian ini, fenomena-fenomena sedemikian disebut sebagai fenomena paranormal.
Di Jakarta khususnya, yang boleh dianggap sebagai miniatur Indonesia, fenomena ini juga tampak jelas. Pertemuan antara berbagai budaya tradisional Indonesia dengan budaya moderen dari negara Barat ternyata tidak menyebabkan fenomena ini luntur begitu saja. Pendidikan moderen serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata masih menyisakan tempat terhadap penghayatan pada hal-hal yang sulit dinalar.
Mengapa orang-orang (Jakarta) dapat "beramai-ramai" mempercayai fenomena paranormal '?. Menurut Danandjaja (1994), di Indonesia, peran masyarakat terhadap pembentukan individu sebagai mahluk individual dan mahluk Sosial boleh dibilang signifikan. Kepercayaan atau keyakinan terhadap fenomena paranormal diteruskan secara turun-temurun. Sampai sekarang masih dilakukan upacara ritual pada kelahiran, kematian atau pernikahan. Sejak dulu, tokoh formal, atau agent yang bertugas menjalankan berbagai ritual dan rnenyampaikan pentingnya mempertahankan berbagai ritual ini adaiah pemuka adat, dukun, ketua suku / marga atau pemimpin upacara adat. Di Jakarta saat ini, boleh dibilang, peran agent tersebut di atas tidak dominan lagi, mungkin karena kemajemukan suku yang ada di dalamnya. Apabila dihubungkan dengan keadaan ini, tentunya pertanyaan yang timbul adalah, jika tidak dari agent ini, dari mana lagi ?. Apakah ada agent selain para pemuka adat, dukun, ketua suku / marga atau pemimpin-pemimpin upacara adat ?.
Menurut Young (1958), Hogg & Abrams (1988), Auerbach (1991) dan George (1995), faktor demografis, ekonomi, orangtua, teman sebaya, guru dan media massa dapat berperan sebagai ?story-teller", maksudnya penyampai tradisi ke generasi berikutnya Apakah tradisi tersebut kemudian akan dianut oleh individu atau tidak, berhubungan dengan pola asuh, pengalaman, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan usia individu.
Selain itu, menurut George (1995), setiap belief, termasuk belief terhadap fenomena paranormal dianut karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan individu yang menganutnya. Salah satu kebutuhan manusia yang hakiki adalah untuk memahami dunia dan menjelaskan posisinya dalam alam semesta ini (Young, 1958). Tanpa pemahaman atau kedua hal tersebut, dalam hidupnya, individu akan disorientasi dan tidak berdaya.
Mendukung pernyataan di atas, Schumaker dalam George (1995) menyatakan bahwa kebutuhan akan beiief terhadap fenomena paranormal ini sangat mendasar. Dengan demikian, individu memiliki predisposisi untuk menganutnya. Dalam kehidupannya, individu mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti kelahiran, kematian, penyakit, kelaparan dan lain-lain , yang rnembuat individu tidak berdaya karena tidak dapat menjelaskan atau memahami fenomena-fenomena tersebut. Oleh karena itu penjelasan dan pemahaman yang ?masuk akal? adalah dengan menyerahkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai hal-hal yang ?tidak masuk akal?.
Sesuai dengan konsep tersebut adalah pandangan Psikologi Transpersonal yang menyatakan bahwa pada setiap individu ada dorongan ke arah transendensi diri dan perkembangan spiritual (Noesjirwan, 1992). Yang dimaksud dengan transendensi diri adalah penghayatan mistis, penghayatan penyatuan diri dengan sesuatu yang Maha Besar, atau sesuatu yang maha Iuas (kesadaran kosmik). Singkatnya, secara teoritis, dengan memang adanya predisposisi Serta dorongan transendensi, maka dapat dimengerti mengapa manusia mempercayai isu-isu yang justru tidak dapat dijelaskan dengan logika / rasio.
Penelitian ini sendiri mencoba menjuruskan permasalahan kepada mahasiswa yang tinggal di Jakarta Selatan tahun pertama, atau pada masa penelitian ini telah duduk di semester dua sebagai subyek penelitian. Menurut (Tumer & Helms, 1987), pada masa ini, pengetahuan, aspirasi dan nilai-nilai tertentu dari mahasiswa seringkali masih arnbigus dan diwarnai oleh pengetahuan, aspirasi dan nilai-nilai orangtua. Padahal, untuk sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupan dewasa, mahasiswa perlu belajar untuk menentukan tujuan hidupnya dengan cara lebih banyak mengenai tentang dirinya dan dunia. Di lain pihak, sebagai bagian dari masyarakatnya, mahasiswa agaknya sulit untuk terlepas dari kekerabatan dan konsep-konsep dalam masyarakat yang disampaikan oleh orangtuanya.
Dengan dinamika sedemikian, maka dalam penelitian deskriptif ini, ingin diketahui bagaimana gambaran belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dan apakah ada hubungan antara belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dengan belief orangtuanya. Selain itu, dalam penelitian deskriptif ini, ingin digali pula faktor-faktor lain apa saja yang mungkin berhubungan dengan belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal ini.
Untuk menjawab permasalahan penelitian, digunakan Paranormal Belief Scale-Revised (PBS-R) dari Tobacyk (1988). Instrumen ini terdiri dari tujuh dimensi fenomena paranormal, yaitu Traditional Religious Belief Psi, Witchcraft, Superstition, Spiritualism, Extraordinary and Extraterrestrial Life Forms dan Precognition. PBS-R ini telah direkomendasi untuk digunakan dalam penelitian-penelitian mengenai Belief terhadap fenomena paranormal. Alasannya adalah karena instrumen ini memiliki reliabilitas serta validitas yang telah teruji, khususnya untuk penggunaan silang budaya dalam kebudayaan Barat.
Hasil utama penlitian ini menunjukkan gambaran belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal. Bagi mahasiswa, ternyata Traditional Religious Belief dan belief terhadap fenomena paranormal adalah dua hal yang berbeda. Artinya, di satu pihak, mahasiswa memiliki belief Ketuhanan yang tinggi, dan di lain pihak, juga sekaligus memiliki belief terhadap fenomena paranormal. Dalam mempercayai fenomena paranormal, mahasiswa juga cenderung mempertanyakan apakah fenomena tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah atau tidak. Oleh karena itu dapat dimengerti apabila mahasiswa memiliki belief yang tinggi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan manusia menyadari atau mendapatkan informasi dari dunia sekitarnya tanpa menggunakau kelima aindera sensoris yang telah dikenal, misalnya membaca pikiran orang lain. Atau pada kemampuan manusia mempengaruhi orang lain, obyek atau suatu peristiwa di sekitarnya tanpa menggunakan tenaga iisik, seperti kekuatan batin, tenaga dalam, dan sebagainya. Di samping itu, mahasiswa juga cenderung percaya pada hal-hal yang berhubungan dengan santer, sihir atau guna-guna.
Di lain pihak, mahasiswa cenderung tidak percaya pada tahyul, peramalan nasib dan bentuk-bentuk mahluk hidup yang tidak lazim. Dari hasil penelitian bahwa mahasiswa cenderung mempertanyakan bukti ilmiah, paling tidak kemungkinan terjadinya suatu peramalan. Mahasiswa paling kurang percaya pada tahyul, daripada dimensi-dimensi belief terhadap fenomena paranormal yang lain. Begitu pula dengan peramalan nasib. Bagi mahasiswa, nasib atau masa depan lebih berhubungan dengan konsep reliji atau Ketuhanan. Selain itu, mereka menganggap bahwa peramalan nasib tidak lebih dari sekedar rubrik zodiak di majalah-majalah, dalam arti lebih cenderung tidak dapat dipercaya kemungkinan terjadinya.
Hasil lain yang didapat dari penelitian ini adalah mengenai hubungan antara belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dengan belief orangtuanya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa memang ada hubungan antara belief mahasiswa dengan belief orangtuanya. Selain itu, ternyata tidak ada perbedaan yang signifkan antara belief mahasiswa dengan belief orangtua secara keseluruhan. Artinya, belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal secara umum relatif sama dengan belief orangtuanya.
Walaupun berhubungan, namun dalam hal tahyul, belief mahasiswa berbeda dengan belief orangtua mereka. Dari perbedaan mean antara mahasiswa dan orangtua, dapat dikatakan bahwa mahasiswa lebih tidak percaya pada tahyul daripada orangtua mereka. Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut. Tampaknya, mahasiswa telah menunjukkan pemikiran-pemikiran yang makin sistimatis dan analitis dalam memahami konsep-konsep gaib, khususnya fenomena paranormal. Di satu sisi, mahasiswa bersikap skeptis, namun di lain pihak ia masih terikat dengan tradisi dan ikatan-ikatan primordial (Poespowardojo, 1993). Suatu kondisi yang sangat khas Indonesia (Koentjaraningrat, 1975:320), di mana hubungan sosial di antara keluarga batih amat erat. Dengan demikian, transmisi budaya dalam keluarga amat intens, tennasuk transmisi sistim belief.
Mengenai faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dapat diuraikan sebagai berikut. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan pada belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dalam penelitian ini adalah : usia, jenis kelamin, asal suku / ras, lama tinggal di Jakarta, latar belakang bidang studi, pengetahuan mahasiswa tentang fenomena paranormal (menurut persepsi mahasiswa yang bersangkutan), urutan kelahiran, serta persepsi orientasi belief terhadap fenomena paranormal pada salah satu orangtua. Faktor yang terakhir dimanifestasikan dengan pertanyaan terbuka dalam kuesioner tentang alasan pemberian set kuesioner kepada ayah atau ibu.
Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan antara lain adalah agama. Seperti yang dilcatakan oleh Koentjaraningrat (1995), dalam beberapa kebudayaan Indonesia, ritual agama seringkali bercampur dengan budaya. Hal ini yang mungkin berperan dalam kemungkinan adanya kecenderungan subyek menyetarakan ritual agama dengan kepercayaan rakyat. Sedangkan, faktor yang berhubungan terbalik secara signifikan adalah jumlah saudara sekandung. Artinya, makin sedikit jumlah saudara sekandung yang dimiliki, makin besar kemungkinan subyek memiliki belief yang tinggi terhadap fenomena paranormal."
1997
S2476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Aristiani
"ABSTRAK
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol serta mengkonsumsi makanan yang berlemak tinggi dan berserat rendah dapat memicu terjadinya kanker. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan, jumlah penderita kanker serviks di Indonesia hingga saat ini ada sekitar 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks
cenderung menyerang wanita-wanita setengah baya (middle age) atau yang usianya sudah di atas 45 tahun. Penyebab terjadinya kanker serviks hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya, dua diantaranya adalah menikah di usia muda dan memiliki banyak anak. Dampak penyakit kanker serviks dapat mempengaruhi aspek fisik dan psikologis penderitanya. Menurut Kubler-Ross ada beberapa tahap reaksi yang biasa dialami pasien-pasien penyakit terminal dalam menghadapi kematiannya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai reaksi penderita kanker serviks
terhadap penyakitnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan data diperoleh melalui metode wawancara dan observasi. Hasil penelitian pada 3 orang subyek: Subyek ke-1, ibu L berusia 60 tahun, menikah pada usia 20 tahun dengan 5 orang anak, sudah menopause, bekerja sebagai pedagang. Menderita kanker serviks stadium II B dengan gejala klinis kelelahan, keputihan dan pendarahan sentuh. Hampir semua tahap reaksi Kubler-Ross telah
dialami oleh subyek ke-1, kecuali tahap penerimaan.
Subyek ke-2, ibu S berusia 40 tahun, menikah pada usia 23 tahun dengan 3 orang anak, belum menopause, ibu rumah tangga. Menderita kanker serviks stadium II A dengan gejala klinis keputihan dan pendarahan sentuh. Subyek ke-2 mengalami semua tahap reaksi Kubler-Ross, kecuali tahap penerimaan. Subyek ke-3, berusia 63 tahun, menikah pada usia 18 tahun dengan 8 orang anak, telah menopause, bekerja sebagai tukang cuci pakaian dan memasak. Belum lama ini, subyek ke-3 kehilangan suaminya yang meninggal akibat kanker prostat. Subyek ke-3 menderita kanker serviks
stadium IV A dengan gejala klinis keputihan, pendarahan spontan, nyeri di bagian pernt dan pinggang. Subyek ke-3 mengalami semua tahap reaksi Kubler-Ross. Dari penelitian ini diketahui bahwa tidak semua subyek mengalami kelima
tahap reaksi Kubler-Ross, dan umumnya semua subyek yang menderita kanker serviks memiliki lebih dari 2 orang anak, bahkan diantara mereka ada yang menikah di usia muda (18 tahun). Semua subyek mengalami gejala klinis keputihan dan pendarahan sentuh atau spontan. Saran, sebaiknya setiap wanita menghindari faktor-faktor resiko penyebab kanker serta segera lakukan pemeriksaan dini bila merasakan gejalagejala kanker. Dukungan sosial dari keluarga, teman, staf medis dan masyarakat dapat memotivasi para penderita kanker serviks untuk menghadapi penyakitnya. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian terhadap pasien rawat inap, sebaiknya meminta izin untuk meminjam ruang khusus (jika ada), serta mempersiapkan diri sebelum melakukan proses wawancara."
2004
S3505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Aladin Edivollo
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Katris Lamira Abadi
"ABSTRAK
Makin majunya kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, gaya hidup
pun mulai berubah. Sekarang ini ada kecenderungan di masyarakat terutama di
kota-kota besar untuk meninggalkan cara hidup tradisional dan mulai beralih ke cara
kehidupan barat. Salah satu jenis penyakit yang sekarang paling sering ditemui
akibat dari semakin banyak orang mengadopsi cara kehidupan barat dan
peningkatan sosio-ekonomi dari kelas menengah dalam masyarakat yaitu penyakit
kencing manis atau istilah lainnya diabetes melitus.
Diabetes melitus atau diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh
kadar gula yang lebih tinggi dari batas normal. Penyakit ini kini berkembang sebagai
suatu penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia (Waspadji dalam
Soegondo, 1995) dan berimplikasi pada beragam masalah kesehatan dan
menyebabkan secara tidak langsung sekitar 100.000 kematian tiap tahun (Sarafino,
1998).
Selalu menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menjawab pertanyaan
bagaimana penderita diabetes dapat melakukan modifikasi perilaku agar terhindar
dari komplikasi penyakit yang lebih buruk. Gagasan-gagasan bahwa penyakit
diabetes berkaitan dengan gaya hidup menyoroti perawatan kesehatan dengan
pendekatan kognitif dimana penekanan pada peran aktif individu dalam
mendapatkan dan menafsirkan informasi (Mervielde dalam Smet, 1994). Orangorang
berpikir tentang resiko secara mendetil, menilai kerentanan dirinya untuk
terkena suatu penyakit dan menaksir kemungkinan akan menjadi sakit parah untuk
menentukan apakah dia akan mengambil langkah sehat atau tidak. Dengan
demikian, keyakinan-keyakinan seseorang mengenai kesehatan (health beliefs)
berpengaruh besar dalam mengadopsi perilaku sehat.
HBM merupakan salah satu pendekatan psikososial yang paling banyak
digunakan untuk menerangkan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
Dengan memfokuskan pada keyakinan atau penilaian individu tentang
kesehatannya (health beliefs), teori ini mengorganisasikan informasi mengenai
pandangan individu mengenai kesehatannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi
individu dalam mengubah tingkah laku sehat (Lancaster dalam DiMatteo, 1991).
Health beliefs berkaitan erat dengan self efficacy. Untuk mengambil langkah
sehat diperlukan keyakinan bahwa individu mampu menampilkan perilaku sehat
tertentu. Individu yang mempercayai bahwa ia mampu menguasai dan mematuhi pola kebiasaan yang sehat cenderung akan mengerahkan usaha yang diperlukan
agar berhasil.
Subyek dalam penelitian ini adalah penderita diabetes tipe II yang sedang
dalam perawatan jalan di rumah sakit. Mengingat sebagian besar pasien diabetes
melitus adalah kelompok diabetes melitus tipe II dimana kemunculannya 80 % dari
seluruh kasus, maka penelitian ini penting dilakukan terutama pada kelompok
tersebut. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada salah satu rumah sakit
terbesar di Jakarta, yaitu: rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang terletak
di Salemba, Jakarta Pusat yang melibatkan 40 subyek penelitian. Dalam penelitian
ini teknik yang digunakan untuk memperoleh sampel adalah melalui teknik
incidental sampling.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara self efficacy dengan health beliefs. Hal ini berarti semakin yakin individu atas
kemampuannya dalam menampilkan perilaku sehat, maka individu semakin
melakukan penilaian terhadap ancaman yang terjadi akibat masalah kesehatan yang
mungkin berkembang dan mempertimbangkan tentang keuntungan dan kerugian
dalam menampilkan perilaku sehat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
subyek dalam penelitian ini merasa yakin dapat menjalankan kontrol kadar gula
darah secara teratur sesuai anjuran dokter, tetapi sebaliknya subyek merasa tidak
yakin dapat berolahraga secara teratur sesuai anjuran dokter. Selain itu, subyek
mempersepsikan dirinya memiliki kerentanan yang tinggi terhadap komplikasi
penyakit diabetes mellitus dan menjalankan perilaku sehat yang direkomendasikan
dokter membawa kerugian lebih sedikit daripada keuntungan yang dipersepsikan
individu.
Penelitian ini untuk selanjutnya perlu diadakan dengan melibatkan sampel
yang lebih besar, perbaikan item-item kuesioner dan Mencari lebih banyak literatur
mengenai teori health specrfic self efficacy dan health belief model."
2004
S3422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Nurul Hidayati
"Penelitian ini membahas tentang perilaku pencegahan COVID-19 pada mahasiswa kesehatan dan non-kesehatan di Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perilaku pencegahan COVID-19 pada mahasiswa kesehatan dan non-kesehatan ditinjau dari teori health belief model. Variabel yang diteliti adalah perilaku pencegahan COVID-19, faktor pemodifikasi (usia, jenis kelamin, pengetahuan) dan persepsi individu (persepsi kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan dan self efficacy). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode penelitian cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 110 orang mahasiswa kesehatan dan non-kesehatan dengan menggunakan metode pengambilan sampel purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 68% mahasiswa kesehatan memiliki perilaku pencegahan COVID-19 yang baik dan 31.6% memiliki perilaku pencegahan yang kurang baik. Sedangkan mahasiswa non-kesehatan yang memiliki perilaku pencegahan yang baik adalah 59.7% dan 40.3% memiliki perilaku pencegahan yang kurang baik. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku pencegahan COVID-19 (p=0.020).

This study discusses about the preventive health behaviours of COVID-19 among students majoring in health and non-health sciences Universitas Indonesia. The objective of this study was to look preventive health behaviour COVID-19 among students majoring in health and non-health sciences based of health belief model. Variabels in this study including preventive behaviour, modifying factors (Age, sex, and knowledge), individual perceived (perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, dan perceived barriers and self efficacy). This study using quantitative approaches and cross sectional study methods.The total samples of this study is 110 people of students majoring in health and non-health sciences with purposive sampling method. The result showed that 68% students majoring health sciences are having good preventive behaviour and 31.6% have enough preventive behaviour, while 59.7% the student majoring non-health science have good preventive behaviour and 40.3% have enough preventive behaviour. There was significant associations between sex with preventive health behaviour of COVID-19 (p=0.020)"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhlisa
"Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan keharnilan dan persalinannya. Menurut hasil herbagai survci, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini berkisar antam 300 dan 400 kcmatian ibu per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di negara maju hanya sekitar I0 per l00.000 kelahiran hidup. AKI yang tinggi di Indonesia menunjukkan masih buruknya tingkat kesehatan ibu dan bayi baru lahir (WHO,2005). Pada waktu kesehatan didekatkan ke masyarakat, belum tentu masyarakat memanfhatkannya kanena berbagai alasan, termasuk ketidak-tahuan, dan hambatan ekonomis.
Kemiskinan dan rendahnya status sosial ekonomi perempuan mempunyai andil. Terbatasnya kesempatan memperoleh informasi dan pengetahuan baru, hambatan membuat keputusan, terbatasnya akses memperoleh pendidikan memadai, dan kelangkaan pelayanan kesehatan yang peka terhadap kebutuhan perempuan juga berperan terhadap situasi ini (Sak Motherhood: A Matter of Human Rights and Social Justice, 1998). Mengingat pentingnya kesehatan ibu hamil dan hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang masih di bawah standar maka perlu untuk melakukan kajian mengenai health belief ibu hamil itu sendiri terhadap pelayanan kesehatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapat gambaran lebih jelas dan mendalam tentang health beltéf Ibu hamil dalam mcmiiih pelayanan kesehatan. Infomaan dalam penelitian ini adalah ibu dengan bayi (usia di bawah l tahun), yang memanfaatkan pclayanan kcsehatan, di Deea Muara Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang.
Hasil yang didapatkan dari penelitian antara lain, ibu hamil memandang kehamilannya adalah sesuatu yang biasa saja dan sudah merupakan kodrat setiap perempuan, bersifat alamiah dan harus bisa mcnjalaninya dengan baik. Penilaian terhadap tcnaga keschatan juga membuat seseorang a.l
Ibu hamil yang mempersepsikan kehamilannya sebagai kondisi yang biasa saja dan tidak mempunyai risiko akan masalah yang dapat terjadi pada saat hamil, dan mempertimbangkan manfaat dan hambatan, dimana lebih besar manfaatnya akan melakukan pemeriksaan secara rutin dan mcndapat informasi yang cukup dan sesuai kcbutuhan dari orang yang mempunyai pengaruh, begitu juga sebaliknya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T34174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurma Rizqiana
"ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyakit yang memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi baik di Indonesia maupun di dunia. Hipertensi juga merupakan faktor risiko utama salah satu penyakit katastropik yaitu penyakit jantung koroner yang memerlukan biaya pengobatan yang tinggi. Adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan pembiayaan tersebut. Hingga tahun 2018, sekitar 26% masyarakat Indonesia belum terdaftar sebagai peserta JKN. Keikutsertaan dalam program JKN dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pengetahuan, ketersediaan waktu, rasa berat dalam pembayaran, dan tidak mau mendaftar. Perilaku masyarakat terkait dengan keyakinan kesehatan yang mereka miliki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keyakinan kesehatan dengan partisipasi program JKN pada klien hipertensi di Puskesmas Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 109 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data kepercayaan kesehatan berdistribusi normal dengan nilai rata-rata 78. Uji chi square menunjukkan nilai p sebesar 0,240 (α = 0,1). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keyakinan kesehatan dengan partisipasi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional pada klien hipertensi di Puskesmas Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Skrining masyarakat di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur perlu dilakukan untuk lebih mengidentifikasi individu yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan diberikan edukasi tentang pentingnya memiliki jaminan kesehatan dengan hipertensi.
ABSTRACT
Hypertension is a disease that has a high morbidity and mortality rate both in Indonesia and in the world. Hypertension is also a major risk factor for one of the catastrophic diseases, namely coronary heart disease which requires high treatment costs. The existence of the National Health Insurance (JKN) is a solution to overcome these financing problems. As of 2018, around 26% of Indonesians have not been registered as JKN participants. Participation in the JKN program is influenced by various factors, including knowledge, availability of time, difficulty in paying, and refusal to register. People's behavior is related to the health beliefs they have. This study aims to determine the relationship between health beliefs and participation in the JKN program for hypertension clients at the Matraman District Health Center, East Jakarta. The research design used was cross sectional with a sample size of 109 respondents. The results showed that the health confidence data was normally distributed with an average value of 78. The chi square test showed a p value of 0.240 (α = 0.1). This shows that there is no significant relationship between health beliefs and participation in the National Health Insurance program for hypertensive clients at the Matraman District Health Center, East Jakarta. Community screening in Matraman District, East Jakarta needs to be done to better identify individuals who do not have health insurance and be given education about the importance of having health insurance with hypertension."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santayana, George
USA: Dover, 1955
191 SAN s (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>