Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cintaka Bayu Venesa
"ABSTRAK
Hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan selalu saja menarik untuk
dibicarakan. Salah satu permasalahan yang timbul dalam interaksi antara lakilaki
dan perempuan adalah masalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat
teijadi pada siapa saja dan pada berbagai kesempatan. Pelecehan seksual dapat
teijadi di tempat umum, dalam kendaraan umum, di kantor, di sekolah, dalam
lingkungan militer, dalam keluarga dan berbagai kesempatan lainnya. Karyawati,
mahasiswi, ibu rumah tangga, pelajar, remaja, orang dewasa, anak-anak, laki-laki
maupun perempuan memungkinkan untuk menjadi korban pelecehan seksual.
Pada penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa perempuan lebih sering merasa
mengalami pelecehan seksual dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil
penelitian juga diketahui korban pelecehan dapat mengalami akibat yang negatif
dari pengalaman pelecehan. Pada beberapa kasus, akibat yang dialami korban
pelecehan dirasakan sangal mengganggu kehidupan pribadinya.
Berbeda dengan korban pelecehan di tempat umum, korban pada pelecehan
seksual di sekolah muU tidak mau akan tetap bertemu dengan pelaku setelah
peristiwa pelecehan yang menyakitkan dan tidak diinginkan tersebut dialaminya.
Reaksi yang dipilih korban pada pelaku pelecehan juga sedikit banyak akan
mempengaruhi hubungan interaksi selanjutnya antara korban dengan pelaku.
Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai pelecehan seksual yang terjadi dalam
lingkungan sekolah maka peneliti melibatkan pelajar putri SMP sebagai subyek
penelitian.
Suatu tindakan dipersepsikan sebagai bentuk pelecehan seksual karena tindakan
tersebut tidak diinginkan oleh korban yang merasa dilecehkan. Sebagian korban
berperilaku agresif, asertif dan non asertif ketika dilecehkan. Korban juga
memiliki kecenderungan menyalahkan diri sendiri, sementara yang lainnya tidak
menyalahkan diri sendiri. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai
reaksi yang ditunjukkan pelajar putri sebagai korban pada pelaku pelecehan
dalam lingkungan sekolah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuesioner
untuk mengetahui reaksi asertif, agresif dan non asertif yang ditunjukkan pelajar
putri ketika mengalami pelecehan seksual, dan skala untuk mengetahui reaksi
menyalahkan diri sendiri atau tidak menyalahkan diri sendiri. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa temyata sebagian besar subyek (pelajar
putri) menampilkan perilaku agresif atau asertif ketika mengalami pelecehan
seksual di sekolah. Jumlah subyek yang menampilkan reaksi agresif (48,1 %)
sedikit lebih banyak dari jumlah subyek yang bereaksi asertif (39,4 %). Hanya
sedikit saja subyek yang memilih untuk bereaksi non asertif (12,5 %). Selain
reaksi asertif, agresif dan non asertif, peneliti juga tertank untuk mengetahui
reaksi menyalahkan diri sendiri yang mungkin dirasakan oleh subyek. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa temyata sebagian besar yang mengalami pelecehan di
sekolah, tidak menunjukkan reaksi menyalahkan diri sendiri (84,6 %). Pada
analisa mengenai hubungan antara perilaku asertif, agresif, dan non asertif yang
ditampilkan subyek dalam reaksi menyalahkan diri sendiri, diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku asertif, agresif dan non
asertif dalam reaksi menyalahkan diri sendiri pada pelajar putri berkaitan dengan
masalah pelecehan seksual disekolah.
Peneliti merasa masih banyak kekurangan pada penelitian ini. Bentuk pelecehan
yang dialami pelajar putri cukup beragam. Sebagian mengalami bentuk
pelecehan ringan, sedang dan berat Bentuk pelecehan yang berbeda
memungkinkan subyek untuk menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Perbedaan
bentuk pelecehan ini kurang diperhatikan oleh peneliti dan mungkin
mempengaruhi subyek dalam menentukan reaksi asertif, agresif, non asertif serta
kecendemngan untuk menyalahkan diri sendiri."
2002
S2808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Kumalasari
"Penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum, coping respon yang digunakan, dan peran gender terhadap objektifikasi diri pada perempuan. Pengukuran pengalaman pelecehan seksual di tempat umum dilakukan dengan menggunakan modifikasi alat ukur Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) oleh Fairchild dan Rudman (2008), coping respon dengan alat ukur Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) yang dimodifikasi oleh Fairchild dan Rudman (2008), peran gender diukur dengan Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) dan objektifikasi diri diukur dengan modifikasi alat Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) oleh Fairchild dan Rudman (2008). Responden dalam penelitian ini adalah 140 perempuan dewasa muda yang tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum terhadap objektifikasi diri. Namun terdapat pengaruh dari coping respon yang digunakan terhadap objektifikasi diri. Coping respon self blame atau menyalahkan diri sendiri memberikan sumbangan paling besar dibandingkan jenis coping yang lain. Selain itu terdapat juga pengaruh dari peran gender terhadap objektifikasi diri.

This study aims to find effect of experiencing public harassment, coping response, and gender role toward self objectification among adult women. Experiences of public harassment was measure using a modification instrument Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) by Fairchild and Rudman (2008), coping response using modification Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) by Fairchild and Rudman (2008), gender role using instrument Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) and self objectification using modification of Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) by Fairchild and Rudman (2008). Participants of this study are 140 adult women who lives in Jabodetabek.
The result shows that there is no significant effect of experiencing public harassment toward self objectification. However there is significant effect from coping response toward self objectification. In addition coping response self blame give huge contribution than others coping. The result also shows there is significant effect from gender role toward self objectification.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahyo Budi Waskito
"ABSTRAK
Pelecehan seksual sebenarnya bukanlah fenomena sosial yang baru muncul
dalam masyarakat. Karena sejak jaman prasejarah hingga jaman Majapahit hal
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan. Pada masa modem ini tepatnya sejak
dekade 70-an mulai muncul kesadaran mengenai pentingnya fenomena pelecehan
seksual untuk diperhatikan. Banyak penelitian yang meraaparkan fakta mengenai
peristiwa pelecehan ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual lebih banyak menimpa
kaum wanita dan interaksinya bersifet heteroseksual. Namun hanya sedikit peneliti
yang tertarik untuk menelaah sisi pelakunya. Ketika teijadi suatu pelecehan maka
terdapat dua pihak yang terlibat secara langsung yaitu si korban dan sang pelaku.
Penelitian yang ada selama ini jarang sekali meneliti fenomena pelecehan seksual
melalui sudut pandang pelakunya.
Terdapat beberapa pendekatan yang dipergunakan untuk menjelaskan
teijadinya peristiwa pelecehan seksual, dan salah satu yang dapat dipergunakan
adalah pendekatan psikologi sosial melalui proses atribusi. Atribusi merupakan proses
penyimpulan yang dilakukan seseorang untuk mengetahui penyebab yang berperan
bagi kemunculan suatu tingkah laku. Salah satu teori atribusi yang dapat menjelaskan
perilaku pelecehan secara komprehensif adalah teori Atribusi Kelley (1973). Dalam
teori ini dijelaskan mengenai skema dan model yang dapat dipergunakan individu
untuk menyimpulkan suatu peristiwa yang tergantung pada kepemilikan 3 informasi
yang lengkap yaitu informasi Distinksi, Konsistensi dan Konsensus.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses atribusi pelaku terhadap
perilaku pelecehan seksual yang dilakukannya. Selain itu dapat diketahui faktor apa
yang menjadi penyebab teijadinya pelecehan seksual berdasarkan sudut pandang
pelakunya. Melalui penelitian ini diharapkan penelitian dapat memberikan
Pemahaman yang berarti pada masyarakat mengenai pelecehan seksual terhadap
wanita sebagai suatu fenomena penlaku seksual antara pria dan wanita Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian "Bagaimana proses atribusi pelaku tindakan pelecehan seksual terhadap tingkah laku pelecehan seksual
yang dilakukannya ?"
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif melalui desain penelitian survey dan studi kasus. Dengan pendekatan dan
desain penelitian yang ada ditentukan 2 metode pengumpulan data, yaitu metode
survey kuesioner dan wawancara mendalam. Instrumen yang dipergunakan adalah
kuesioner pelecehan seksual, pedoman wawancara dan catatan lapangan. Karakteristik
sampel dari penelitian ini adalah pelaku pelecehan seksual yang begenis kelamin pria,
memenuhi kriteria pelaku yang ditetapkan dan menjadi ma^iswa di perguruan tinggi
di Jakarta dan sekitamya.
Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental {accidental sampling karena
tema yang diteliti cukup sensitif bagi sebagian orang, metode ini lebih mudah, cepat
dan ekonomis digunakan dengan keterbatasan yang dimiliki. Jumlah sampel
penelitian kuantitatif sebanyak 298 pelaku mahasiswa dengan jumlah minimal N=30
sedangkan jumlah sampel pada penelitian kualitatif sebanyak 4 orang responden
dengan minimal N=l. Data yang berasal dari hasil kuesioner diolah dengan
menggunakan metode statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan kemudian
dianalisis untuk didapatkan gambaran mengenai proses atribusi yang dilakukan
pelaku terhadap tingkah laku pelecehan yang dilakukannya. Sedangkan hasil kualitatif
diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode perbandingan antar kasus {analytic
comparison), dan penggambaran intra kasus {illustrative method).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden melakukan bentuk
pelecehan "mengomentari wanita dengan panggilan, julukan atau siulan tertentu" dan
"Memandangi bagian tubuh wanita dari atas hingga bawah". Hanya sebagian kecil
responden yang melakukan pelecehan dalam bentuk menjanjikan kesenangan atau
memberikan ancaman yang dikaitkan dengan keinginan melakukan aktifitas seksual.
Perilaku pelecehan tersebut seringkali dilakukan oleh mahasiswa terhadap teman
wanitanya..
Berdasarkan teori Atribusi Kelley para pelaku cenderung mempergunakan
Skema Kausal dalam melakukan penyimpulan penyebab. Hal ini dikarenakan
sebagian besar dari mereka tidak memiliki informasi Distinksi, Konsistensi dan
Konsensus yang lengkap. Ketiga informasi tersebut sangat diperlukan untuk
melakukan proses atribusi jika menggunakan model Kovarian. Dengan menggunakan
skema tersebut para pelaku tidak mempergunakan informasi yang berkenaan dengan
dirinya, korban dan lingkungan tempat kejadian karena skema ini lebih memanfaatkan
konsep hubungan sebab-akibat yang sudah dimiliki sebelumnya dalam repertoar
ingatan pelaku. Berdasarkan proses atribusi yang dilakukannya sebagian besar pelaku
memberikan atribusi pada faldor korban sebagai penyebab tindakan pelecehan seksual
tersebut
Hasil studi kasus yang dilakukan p^ empat responden menunjukkan bahwa
para pelaku mengidentikkan cara berpakaian, daya tarik fisik dan bahasa tubuh dari
wanitalah yang berperan besar bagi teijadinya peristiwa tersebut. Pelaku pelecehan
seksual cenderung memandang wanita seba^ makhluk yang lemah. Mei^ka juga
cenderung memiliki memiliki pandangan tradisional mengenai peran gender wanita
Hasil yang diperoleh tersebut perlu ditelaah lebih lanjut lagi. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa penelitian mengenai batasan dan bentuk tingkah laku pelecehan
seksual. Selain itu penelitian yang sama dengan menggunakan pendekatan atribusi
perlu juga dilakukan terhadap sampel pelaku yang lain seperti pelaku pelecehan di
lingkungan keija, di tempat umum dan sebagainya."
2002
S2904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Catherine Heru Utomo
"ABSTRAK
Salah satu hambatan yang sering ditemui wanita di
tempat kerja adalah pelecehan seksual. Dalam menghadapi
pelecehan seksual reaksi yang dianggap paling menguntung-
kan bagi korban adalah reaksi asertif, karena reaksi ini
dapat meninimalkan emosi negatif yang timbul setelah
pelecahan seksual. Reaksi asertif meliputi ekspresi pera-
saan, pendapat dan keinginan korban secara jelas, langsung
dan jujur. Halaupun demikian wanita seringkali terhambat
untuk bertindak asertif, karena perilaku tersebut tidak
sesuai dengan peran jenis kelamin yang diharapkan ada pada
wanita. Selama ini wanita lebih diharapkan untuk bertindak
pasif, submisif dan nonasertif sesuai dengan stereotip
peran jenis kelanin yang telah diterima luas dalam masya-
rakat. Wanita yang secara kaku berpikir dan bertindak
sesuai stereotip peran jenis kelamin dapat dikatakan
sebagai wanita yang berpandangan peran jenis kelamin
tradisional; wanita ini sulit untuk bertindak di luar
stereotip yang ada. Sedangkan wanita yang berpandangan
peran jenis kelamin nontradisional lebih fleksibel dalam
berpikir dan bertindak di luar stereotip. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah terdapat perbedaan reaksi antara
wanita yang berpandangan peran jenis kelamin tradisional
dan nontradisional dalam menghadapi pelecehan seksual di
tempat kerja. Jenis reaksi yang akan dilihat digolongkan
menjadi asertif, pasif agresif, agresif dan nonasertif.
Dalan penelitian ini terdapat 42 subyek yang menda-
patkan alat penelitian berupa skala yang nengukur pandan-
gan peran jenis kelamin dan kuesioner reaksi terhadap
pelecehan seksual. Selain itu juga dilakukan wawancara
sebagai probing atas jawaban-jawaban subyek pada kuesion-
er. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan reaksi antara wanita yang berpandangan peran
jenis kelamin tradisional dan nontradisional dalam mengha-
dapi pelacehan seksual di tempat kerja.
Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa
reaksi asertif adalah reaksi yang paling menguntungkan
karena tidak menimbulkan reaksi emosional negatif pada
diri korban, dan hubungan korban dengan pelaku tetap baik
setelah pelecehan. Namun hanya sebagian kecil subyek yang
melakukan reaksi ini, dan mereka masih sulit membedakan
reaksi asertif dari reaksi agresif dan nonasertif. Untuk
itu peneliti menyarankan untuk mengembangkan suatu pélati-
han asertif bagi para wanita, khususnya untuk menghadapi
pelecehan seksual. Untuk penelitian selanjutnya juga
disarankan untuk melihat lebih jauh perilaku agresif pada
wanita, untuk memperbaiki skala pengukuran, nemperbaiki
metoda wawancara serta meneliti self-blame pada korban
pelecehan."
1995
S2542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nurulqolbi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Iyoni
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanaria Alkai
"ABSTRAK
Fungsi seksual pada perempuan merupakan suatu kondisi yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah efikasi seksual diri. Perempuan dengan kondisi infertil rentan mengalami disfungsi seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi seksual diri dengan fungsi seksual pada perempuan infertil. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan jumlah responden 89 orang perempuan infertil. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Female sexual Function Index dan kuesioner Sexual Self Efficacy for Female. Hasil penelitian adalah adanya hubungan antara domain sensualitas, komunikasi, penerimaan diri pada efikasi seksual diri dengan fungsi seksual pada perempuan infertil, dengan p value < 0,05. Penelitian ini merekomendasikan penelitian lanjutan tentang pengalaman dan mekanisme koping pada perempuan infertil dalam menghadapi kondisinya.

ABSTRACT
Sexual function in women is a condition that can be influenced by many factors, one of which is self sexual efficacy. Women with infertile conditions are susceptible to sexual dysfunction. This study aims to determine the relationship of sexual self efficacy with sexual function in infertile women. The design of the study was cross sectional with 89 infertile women. The instruments used were Female Sexual Function Index questionnaire and Sexual Self Efficacy for Female questionnaire. The result of the research is the relationship between sensuality domain, communication, self acceptance and sexual function in infertile women, with p value "
2018
T50584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Anggraeni
"Fungsi seksual ibu hamil dapat mengalami perubahan. Hal tersebut dapat berdampak terhadap keharmonisan rumah tangga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan fungsi seksual selama kehamilan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskirptif analitik pendekatan cross sectional. Hasil penelitian memaparkan bahwa dari 201 ibu hamil dengan mayoritas rerata usia 27,76 tahun SD=5,46 bahwa 46,8 94 orang mengalami resiko tinggi disfungsi seksual. Hal ini berhubungan dengan usia kehamilan yang semakin meningkat, tingkat pendidikan lebih rendah, tidak bekerja, dan kehamilan yang tidak direncanakan. Hasil penelitian ini memperkuat bahwa pengkajian mengenai faktor-faktor fungsi seksual dan pemberian edukasi seksualitas penting digencarkan, baik secara keilmuan atau pelayanan kesehatan untuk meningkatkan nilai fungsi seksual ibu hamil.

Sexual function in pregnant women perceived change and has a significant impact in a families tranquility. The purpose of this study to overview sexual function of pregnant women and the related factors. 201 pregnant women participated in the study. The study use quantitative methods to design descriptive analytic approach of cross sectional study. Results of study from 201 pregnant women participated in the study that mean age of participants was 27,76 years SD 5,46 . Over all 94 women 46,8 scored less than mean on sexual functioning. The results obtained from chi square model demonstrated that older age of women and husband, longer duration of marriage, older stageof pregnancy, lower education, house wife, and unwanted pregnancy were related factors contributing to disturbed sexual functioning among couples. Results of study reinforce assessment between related factors of sexual function and sexual education is important to be encouraged both in study and health service to improve the quality of sexual function.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Purwarini
"Kepuasan seksual perempuan dalam masyarakat, selama ini lebih banyak dipahami melalui aspek biologis dan psikologis, tanpa melibatkan pengalaman perempuan secara langsung. Hal ini berimplikasi pada pengabaian hak seksualitas perempuan seperti yang tercantum dalam ICPD 1994, dan hak keadilan hukum bagi perempuan yang mengeluarkan cairan di vagina pada kasus perkosaan. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pemaknaan kepuasan seksual perempuan secara konstekstual yang berkesetaraan gender, serta digunakan untuk aspek praktis terkait permasalahan kepuasan seksual perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus berperspektif feminis dengan metode pengambilan data melalui wawancara mendalam, observasi dan pengamatan.
Subjek penelitian terdiri dari lima orang subjek utama dan satu orang subjek pendukung. Subjek utama dalam studi ini merupakan perempuan heteroseksual yang aktif melakukan hubungan seksual, sedangkan subjek pendukung adalah dokter perempuan yang pernah menangani kasus disfungsi seksual dan menjadi saksi ahli dalam kasus perkosaan, yang berada di Jakarta dan Tangerang. Dalam melihat kompleksitas pemaknaan kepuasan seksual perempuan, digunakan teori kepuasan seksual dalam perspektif medis Rosemary Basson, teori Politik Seksual Kate Millett, teori orgasme dalam perspektif feminis Anne Koedt, konsep seksualitas dalam perspektif psikologis dari Joan Rollins, serta konsep Sexual Compliance Impett dan Peplau.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa orgasme perempuan adalah sebuah kondisi yang terjadi pada aktivitas seksual yang diinginkan perempuan, yang ditandai dengan perasaan kenikmatan yang luar biasa dan tidak dapat dijelaskan secara tepat, tanpa perubahan ciri pada vagina dan bagian tubuh lainnya yang khas. Orgasme perempuan hanya dapat didefinisikan oleh perempuan yang mengalaminya, karena orgasme bersifat unik dan individual. Pemaknaan kepuasan seksual perempuan dipengaruhi oleh konstruksi sosial budaya yang ada di sekitarnya. Dalam hubungan seksual, perempuan membutuhkan orgasme, dan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkannya.

Women's sexual pleasure in society have been understood mostly through biological and psychological aspects, without involving direct experience of women. This has implications for the abandonment of women 39 s sexuality rights as stated in the ICPD 1994 and the right of legal justice for women who secrete vaginal fluids in cases of rape. This research is expected to contribute to the interpretation of women's sexual pleasure in the contextual of gender equality, and used for practical aspects related to women's sexual pleasure problem. This research uses qualitative approach of case study with feminist perspective and using in depth interview and observation methods to collecting data. The subjects consist of five main subjects and one supporting subject.
The main subjects in this study were heterosexual women who were sexually active, while the supporting subjects were female physicians who had treated sexual dysfunction and became expert witnesses in cases of rape, located in Jakarta and Tangerang. In looking at the complexity of the meaning of women's sexual pleasure, there are some theories used as analysis tool i.e. the sexual pleasure theories by Rosemary Basson in the medical perspective, Sexual Politics theory by Kate Millett, orgasm theory in the feminist perspective by Anne Koedt, the concept of sexuality in the psychological perspective by Joan Rollins, and the concept of Sexual Compliance by Impett and Peplau.
The results of this study found that women's orgasm is a condition that occurs in the desired sexual activity of women, characterized by a feeling of pleasure that is extraordinary and can not be described precisely, without typical change from the characteristics of vagina and other body parts. Women's orgasm can only be defined by women who experience it, because orgasm is unique and individual. The meaning of sexual pleasure of women is influenced by socio cultural constructions that surround it. In sexual relationships, women need orgasm, and make every effort to get it.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T51338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raihan Wibisana
"Rasa takut untuk menjadi korban kejahatan pelecehan seksual di dalam transportasi publik dapat memicu perilaku yang tidak nyaman bagi penumpang perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan lingkungan transit KRL Jabodetabek dalam memberikan rasa aman pengguna perempuan dari tindakan pelecehan seksual. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan landasan teori karakteristik lingkungan transportasi publik yang mempengaruhi rasa aman pengguna oleh Ceccato et al (2022). Pengumpulan data dilakukan dengan metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner serta kualitatif melalui wawancara mendalam. Sampel yang diambil adalah pengguna KRL Jabodetabek perempuan dengan total sampel 100 orang. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik. Hasil penelitian menunjukan dari keempat dimensi  ada dua yang mempunyai hasil positif terhadap rasa aman yaitu dimensi visibilitas dan pengawasan serta dimensi pencahayaan; satu dimensi dengan hasil mixed yaitu dimensi manajemen dan perawatan; serta satu dimensi dengan hasil negatif yaitu dimensi tingkat kepadatan. Dari kesimpulan ini rekomendasi yang diberikan meliputi memastikan lingkungan transit KRL terawat dengan baik, penambahan jumlah kereta pada jam sibuk, dan memastikan adanya pengawasan formal yang terlihat saat pengguna rendah.

The fear of becoming a victim of crime when disclosing sexual matters in public transportation can trigger uncomfortable behavior for female passengers. Therefore, this study aims to determine the safety of the KRL transit environment in providing female users with a sense Percieved Safety from sexual crimes. This research was conducted with a quantitative approach based on the theoretical basis of the characteristics of transit environment which influence users percieved safety by Ceccato et al (2022).. Data collection was carried out using quantitative methods through distributing questionnaires and qualitatively through in-depth interviews. The samples taken were female Jabodetabek KRL users with a total sample of 100 people. The analysis technique used is descriptive statistical analysis. The research results show that from the fourth dimension there are two that have positive results on a sense of security, namely the visibility and surveillance dimension and the lighting dimension; one dimension with mixed results is the management and maintenance dimension; and one dimension with negative results, namely the density level dimension. From this conclusion, the recommendations given include ensuring that the KRL transit environment is well maintained, increasing the number of trains during peak hours, and ensuring that there is visible formal supervision during low user usage."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>