Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Rismayanti
"ABSTRAK
Salah satu sifat olahraga adalah kompetitif, yang dalam pencapaian
prestasinya ditentukan oleh faktor fisik, teknis dan psikologis, seperti
diungkapkan oleh Gunarsa (1989). Faktor fisik berhubungan dengan struktur
morfologis dan antropometrik seseorang yang diaktualisasikan dalam prestasi.
Faktor teknis berkaitan dengan keterampilan khusus yang dimiliki oleh atlet dan
bisa berkembang untuk menghasilkan prestasi tertentu. Sedangkan faktor
psikologis adalah struktur dan fungsi faktor psikis, baik karakteriologis, maupun
kognitif yang bisa menunjang aktualisasi suatu potensi yang ada dan dilihat pada
prestasi yang dicapai. Hal ini juga berlaku pada permainan ganda bulutangkis.
Dalam penelitian ini hanya menekankan pada faktor psikologis pemain
Melihat bentuk permainannya, permainan ganda bulutangkis dapat
dianggap sebagai suatu permainan kelompok, karena melibatkan dua orang yang
saling berinteraksi dan bekerjasama dalam mencapai tujuannya, yaitu
memenangkan suatu pertandingan. Dengan demikian dalam permainan ganda
bulutangkis ini, tidak saja faktor psikologis individu pemain yang berperan, tetapi
juga faktor psikologis kelompok, seperti kerjasama dan interaksi. Kerjasama lebih
ditekankan pada faktor teknik permainan yang dijalankan oleh pemain ganda
tersebut, sedangkan interaksi sangat diperlukan lebih dalam hubungannya dengan
faktor psikologis para pemain ganda. Faktor interaksi interpersonal sangat besar
pengaruhnya terhadap penampilan dan prestasi pemain ganda bulutangkis. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution (1997) didapatkan bahwa
ketidakcocokan dalam hal interaksi interpersonal pasangan dapat menyebabkan
stress yang pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi pemain ganda tersebut.
Hal ini menyebabkan faktor psikologis dalam penentuan pasangan merupakan hal
penting yang perlu diperhatikan.
Dalam menggambarkan faktor teknis dan psikologis pemain ganda sering
digunakan istilah kecocokan. Kecoookan teknik ditandai dengan kesamaan tipe
permainan, sedangkan kecocokan psikologis ditandai dengan interaksi yang baik
dari masing-masing pasangan. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan dalam
menentukan pasangan dalam permainan ganda bulutangkis.
Dalam penelitian ini hanya menitikberatkan pada kecocokan psikologis
saja, dan selanjutnya disebut sebagai kecocokan. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan kecocokan psikologis pemain ganda adalah teori yang dikemukakan
oleh Schutz (1960), melalui teori hubungan interpersonal. Teori ini menjelaskan hubungan interpersonal yang didasarkan pada keyakinan akan pemuasan
kebutuhan interpersonal dalam kelompok. Kebutuhan interpersonal yang
dimaksud meliputi kebutuhan akan inklusi, kontrol dan afeksi.
Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah disebutkan di atas,
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis antar pemain ganda
bulutangkis dengan prestasi?
2. Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis dalam kebutuhan
akan inklusi antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi?
3, Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis dalam kebutuhan
akan kontrol antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi?
4. Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis dalam kebutuhan
akan afeksi antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi?
Penelitian yang bersifat eksploratif ini dilakukan terhadap seluruh pemain
ganda bulutangkis dengan jumlah 22 pasang, yang pada saat penelitian terdaftar di
Pelatnas Cipayung Jakarta Timur. Pemain ganda tersebut terdiri dari pemain
ganda putra (8 pasang), putri (8 pasang) dan campuran (6 pasang). Instrumen
penelitian yang digunakan adalah kuesioner Fundamental Interpersonal Relations
Orientation-Behavior atau FIRO-B untuk mengukur kecocokan psikologis antar
pemain ganda bulutangkis, juga data prestasi yang dikeluarkan oleh IBF sejak
November 1997 sampai April 1999.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan korelasi rank Kendall
untuk menghitung korelasi antara kecocokan psikologis antar pemain ganda
bulutangkis dengan prestasi, sedangkan untuk menghitung korelasi antara
kecocokan psikologis dalam kebutuhan akan inklusi, kontrol dan afeksi antar
pemain ganda bulutangkis dengan prestasi digunakan teknik second order partial
correlation dari Kendall.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kecocokan psikologis
antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi
2. Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara kecocokan psikologis
dalam kebutuhan akan inklusi antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi
3. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kecocokan psikologis
dalam kebutuhan akan kontrol antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecocokan psikologis dalam
kebutuhan akan afeksi antar pernain ganda bulutangkis dengan prestasi
Adapun saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah dengan
ditemukannya korelasi antara kecocokan psikologis dengan prestasi, khususnya
dalam kebutuhan akan inklusi dan kontrol, maka dalam penentuan pemain ganda
bulutangkis, faktor kecocokan psikologis antar pemain ganda, khususnya dalam
kebutuhan akan inldusi dan kontrol, Iayak untuk dipertimbangkan oleh pelatih
bersama psikolog olahraga. Sedangkan agama, suku, latar belakang pendidikan
dan tipe permainan yang merupakan data kontrol dalam penelitian ini ternyata
tidak berpengaruh terhadap pencapaian prestasi pemain ganda bulutangkis. Selain itu bagi penelitian selanjutnya, perlu diadakan penelitian serupa dengan
menggunakan pendekatan lain, seperti metode kualitatif sehingga faktor-faktor
psikologis yang berperan dalam pemain ganda bulutangkis lebih tergali."
1999
S2750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luis Moya
"Tulisan ini membahas upaya Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dalam meningkatkan prestasi Bulu Tangkis Nasional Putra pada masa kepemimpinan Ferry Sonneville dalam kurun waktu 1981-1985. Pada masa ini, kondisi bulu tangkis Indonesia mengalami kondisi yang surut. Kekalahan Indonesia pada Piala Thomas 1982 terhadap Republik Rakyat Tiongkok menjadi ancaman supremasi Indonesia dalam bulu tangkis. Persoalan regenerasi, sarana dan prasarana, sertanya kurangnya perhatian terhadap klub bulu tangkis menjadi akibat dari menurunnya prestasi bulu tangkis Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, PBSI akhirnya membuat suatu kebijakan dengan memfokuskan pembibitan bagi generasi-generasi muda, melalui pengadaan kejuaran nasional diberbagai daerah, pendirian pusat pendidikan dan latihan, serta penerapan kebijakan collective contract. Dapat disimpulkan, bahwa pembinaan dan pengembangan oleh PBSI era Ferry Sonneville cukup membawa angin segar bagi dunia bulutangkis Indonesia karena keberhasilannya dalam merebut kembali Piala Thomas 1984. Tulisan ini menggunakan kaidah dalam metode tulisan sejarah dengan sumber-sumber yang berasal dari buku, surat kabar sezaman, artikel terkait yang dihimpun secara luring maupun daring.

This paper discusses the efforts of the Indonesian Badminton Association (PBSI) in maintaining the achievements of Men's National Badminton during the leadership of Ferry Sonneville in the period 1981-1985. At this time, the condition of Indonesian badminton experienced a receding condition. Indonesia's defeat in the 1982 Thomas Cup against the People's Republic of China threatened Indonesia's supremacy in badminton. Problems of regeneration, facilities and infrastructure, as well as lack of attention to badminton clubs are the result of the decline in Indonesia's badminton achievements. In overcoming these problems, PBSI finally made a policy by focusing on breeding for young generations, through the procurement of national championships in various regions, the establishment of education and training centers, and the application of collective contract policies. It can be concluded, that the coaching and development by PBSI in the Ferry Sonneville era was enough to bring fresh air to the world of Indonesian badminton because of its success in reclaiming the 1984 Thomas Cup. This paper uses the rules in the historical writing method with sources from books, contemporaneous newspapers, related articles collected offline and online."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Ladykia Naftali
"Penelitian ini membahas tentang etnis Tionghoa dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia pada tahun 1966 - 1998. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana etnis Tionghoa dari berbagai bidang dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan data akan menggunakan teknik studi pustaka dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun di tengah dinamika sosial dan politik pada masa Orde Baru (1966-1998) yang diskriminatif seperti kewajiban memiliki SBKRI dan adanya kekerasan rasial, tetapi etnis Tionghoa dari berbagai bidang tetap melakukan aperannya masing-masing dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia sebagai bentuk rasa nasionalisme untuk menanggapi keadaan yang dialami tersebut. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai bidang, mulai dari atlet yang mengharumkan nama Indonesia di dunia melalui perjuangan prestasi sebagai bentuk menunjukkan identitas nasional, pelatih yang berjuang melatih guna menghasilkan atlet yang berprestasi, organisator yang rela bergerak di bidang politik organisasi bulutangkis demi kepentingan Indonesia, hingga sebagai pengusaha membantu pembinaan bulu tangkis Indonesia melalui pendanaan. Lalu, kesuksesan bulutangkis Indonesia ini berdampak positif terhadap respon yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia yaitu berupa dukungan, sambutan, dan apresiasi yang tinggi kepada para kontingen bulutangkis Indonesia.
This study discusses the Chinese ethnicity and its dynamics in the success of Indonesian badminton in 1966 - 1998. The purpose of this study is to explain how the ethnic Chinese from various fields and their dynamics in the success of Indonesian badminton. The method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In data collection will use literature study and interview techniques. The conclusion of this research is that even in the midst of discriminatory social and political dynamics during the New Order (1966-1998) such as the obligation to have an SBKRI and the existence of racial violence, ethnic Chinese from various fields still carry out their respective roles in the success of Indonesian badminton as a form of a sense of nationalism to respond to the circumstances experienced. This can be observed from various fields, start from athletes who makes Indonesia’s name fame in the world through achievement struggles as a form of showing national identity, coaches who struggle to train to produce outstanding athletes, committee who are willing to engage in badminton organization politics for the sake of Indonesia, entrepreneurs assisting the development of Indonesian badminton through funding. Then, the success of Indonesian badminton has a positive impact on the response given by the Indonesian people and government, namely in the form of support, welcome, and high appreciation for the Indonesian badminton contingent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aji Nurohman
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan collaborative governance dalam pembinaan olahraga prestasi di Indonesia, dengan fokus pada cabang olahraga bulu tangkis. Collaborative governance adalah pendekatan yang menekankan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam konteks olahraga, penerapan collaborative governance diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembinaan atlet serta memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan olahraga. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme, teknik pengumpulan data primer dengan wawancara mendalam serta data sekunder melalui studi literatur, analisis melalui teknik triangulasi data, serta menggunakan teori utama Collaborative Governance Tonelli, Sant’Anna, Abbud, dan de Souza (2018). Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun penerapan collaborative governance telah memberikan dampak positif dalam pembinaan bulu tangkis di Indonesia, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, serta memastikan distribusi anggaran yang lebih adil dan proporsional untuk mendukung pencapaian prestasi olahraga yang lebih tinggi di kancah internasional. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan lebih lanjut pada sistem kolaborasi untuk memastikan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pembinaan olahraga bulu tangkis.

This research aims to analyze the implementation of collaborative governance in the development of competitive sports in Indonesia, with a focus on the badminton sector. Collaborative governance is an approach that emphasizes cooperation between the government, the private sector, and the community in decision-making and public policy implementation. In the context of sports, the application of collaborative governance is expected to enhance the effectiveness and efficiency of athlete development, as well as strengthen transparency and accountability in sports management. This research employs a post-positivist approach, utilizing primary data collection techniques through in-depth interviews and secondary data through literature studies, with data analysis conducted using triangulation techniques. The main theory used is Collaborative Governance by Tonelli, Sant’Anna, Abbud, and de Souza (2018). The research concludes that although the implementation of collaborative governance has had a positive impact on badminton development in Indonesia, efforts are still needed to improve coordination and synergy among various stakeholders and ensure a fair and proportional distribution of funds to support higher sports achievements on the international stage. The study recommends further development of the collaboration system to ensure effectiveness and efficiency in the implementation of badminton sports development."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Dani Sudaryono
"

Olimpiade merupakan pesta olahraga terbesar di dunia. Indonesia sudah mengikuti ajang ini sejak tahun 1952. Dari tahun 1952-1988, Indonesia belum pernah mendapatkan medali emas. Olimpiade tahun 1992 menjadi sejarah olahraga terbaik bagi Indonesia. Indonesia berhasil meraih medali emas pertamanya melalui cabang olahraga bulutangkis. Peraihan medali emas ini berhasil dipertahankan sepanjang Olimpiade 1996-2008. Sejak saat itu, bulutangkis menjadi cabang yang selalu mendapatkan medali emas. Namun, tahun 2012 Indonesia gagal meraih medali emas. Peristiwa ini menjadikan peraihan terburuk bulutangkis Indonesia selama mengikuti Olimpiade. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor naik turunnya prestasi bulutangkis Indonesia dan upaya untuk meraih medali emas di ajang Olimpiade tahun 1992-2012. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah (1) Heuristik; (2) verifikasi; (3) interpretasi; dan (4) historiografi. Sumber-sumber penelitian ini didapatkan dari surat kabar, jurnal online, buku, dan website. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang menyebabkan naik turunnya prestasi Indonesia di ajang Olimpiade yaitu regenerasi atlet, mental bertanding, undian pertandingan, dana pembinaan, dan konflik internal. Upaya yang dilakukan PBSI dalam meraih medali emas yaitu pengadaan pelatih, pembinaan atlet, dan pengiriman atlet ke turnamen internasional. Semua upaya untuk menghadapi hambatan dalam meraih medali emas telah dilakukan. Namun, satu faktor yang membuat atlet bulutangkis Indonesia mau berjuang adalah rasa nasionalisme. Rasa nasionalisme ini yang membuat para atlet termotovasi untuk terus berlatih dan berjuang untuk menang ketika bertanding. Inilah yang membuat mereka berhasil meraih pencapaian prestasi tertinggi yaitu medali emas Olimpiade.


Olympic is the biggest event sport in the world. Indonesia has joined in the competition since 1952. From 1952-1988, Indonesia never got gold medal. Olympic 1992 made the best sport history for Indonesia. Indonesia got gold medal for the the first time with badminton. The gold medal can maintained in Olympic from 1996 until 2008. Since then, badminton always can got gold medal. But, in 2012 Indonesia didn’t get gold medal. This is the worst happen for badminton Indonesia since joined in Olympic. This research purpose to analyze the factors of up and down badminton Indonesia achevement and effort for getting gold medal in Olympic. The methods which used in this research is history methods, which consist of four steps. They are: (1) Heuristic; (2) verification; (3) interpretation; and (4) historiography. The resources of this research got from newspapers, magazines, online jurnal and article, and website. The research result show that the cause factors badminton achievement up and down in Olympic are regeneration of athletes, mentally compete, draw of match, training fund, and internal conflicts. The effort of PBSI for got gold medal are procurement of coaches, athlete training centre, and shipping athletes to international tournament. All of the effort for obstacles has done. However, one factor make Indonesia badminton athletes want to fight is nationalism. Nationalism make athlete have motivation for exercise continiously and fighting to be a winner when they competing. This is they make success got the highest achievement is gold medal.

"
2019
T52238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. M. Nilam Widyarini
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009
158.2 NIL m (1);158.2 NIL m (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Stelly Maria
"Tumbuh pesatnya Internet inenjadi jaringan global yang menghubungkan puluhan juta orang telah menciptakan kesempatan baru untuk membina hubungan antarpribadi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran umum mengenai hubungan antarpribadi yang terjadi melalui komunikasi antarpribadi via Internet dan perbandingannya dengan hubungan antarpribadi yang terjadi melalui komunikasi tatap muka, di kalangan kaum muda Jakarta.
Penelitian ini berangkat dari beberapa teori komunikasi antarpribadi yaitu attraction theory, social penetration 'theory, teori mengenai ketergantungan, teori mengenai komitmen, dan teori hubungan menurut Mark Knapp. Sebanyak 102 responden berusia 20-34 tahun mengisi kuesioner yang mengukur hubungan antarpribadi mereka yang terjadi melalui komunikasi antarpribadi via Internet dan komunikasi antarpribadi tatap muka. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden menjalin hubungan antarpribadi dengan lawan jenis, dengan klasifikasi terbesar partner komunikasi sebagai teman dekat, dengan frekuensi komunikasi terbesar dilakukan antar partner romantik dan durasi hubungan terlama antar partner komunikasi sesama jenis kelamin. Rata-rata responden menggunakan 2 atau lebih saluran komunikasi lain untuk berkomunikasi dengan partner Intemetnya.
Tingkat dimensi hubungan (dimensi-dimensi kemiripan faktor demografi sosial, komptensi, kemiripan sikap, kebutuhan saling melengkapi, keluasan topik percakapan, keintiman dan pengungkapan informasi personal, pemahaman, ketergantungan dan komitmen) pada komunikasi tatap muka ternyata lebih tinggi dari tingkat dimensi hubungan pada komunikasi via Internet dengan catatan bahwa hubungan antarpribadi via Internet juga menunjukkan tingkat hubungan yang cukup tinggi pada dimensi-dimensi yang diukur walau tidak setinggi hubungan antarpribadi tatap muka. Selain itu juga disimpulkan bahwa komunikasi via Internet dan komunikasi tatap muka saling melengkapi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sport-confidence dan coping pada atlet bulutangkis. Partisipan penelitian sebanyak 92 atlet bulutangkis yang mengisi kuesioner sport-confidence (SC) dan coping. Pengukuran sport-confidence menggunakan kuesioner Sport-Confidence Inventory-4 (SCI-4) yang disusun oleh Vealey & Knight (2002) dan untuk coping digunakan kuesioner Inventaire des Stratégies de Coping en Compétition Sportive (ISCCS) atau Coping Inventory for Competitive Sport (CICS) yang disusun oleh Gaudreau & Blondin (2002).
Hasil penelitian ini menujukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara ketiga jenis sport-confidence (physical skills and training, cognitive efficiency, dan resilience) dengan jenis task-oriented coping. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara SC-physical skills and training dengan disengagement-oriented coping dan juga hubungan negatif yang signifikan antara SC-cognitive efficiency dengan disengagement-oriented coping. Hasil lain ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga jenis sport-confidence dengan distraction-oriented coping dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara SC-resilience dengan disengagement-oriented coping.

This research was conducted to find the correlation between sport-confidence and coping in badminton athletes. 92 badminton athletes participated in this study by completing the questionnaire of sport-confidence and coping. Sport-confidence was measured by Sport-confidence Inventory-4 (SCI-4), measurement created by Vealey & Knight (2002) and for coping was measured by Inventaire des Stratégies de Coping en Compétition Sportive (ISCCS) or Coping Inventory for Competitive Sport (CICS), measurement created by Gaudreau & Blondin (2002).
The result of this research show the existence of positive & significant correlation between the three types of sport-confidence (physical skills and training, cognitive efficiency, dan resilience) and task-oriented coping. This research also found that SC-physical skills and training negative correlated significantly with disengagement-oriented coping and also existence of negative and significant correlation between SC-cognitive efficiency and disengagement-oriented coping. But there is no significant correlation between the three types sport-confidence with distraction?oriented coping and no existence of significant correlation between SC-resilience and disengagement-oriented coping.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Husayfi
"Try Sutrisno memimpin PBSI selama 2 masa yaitu 1985-1989 dan 1989-1993. Pada periode pertama, kepengurusan bulutangkis Indonesia dibenahi secara sistematis . Kemudian, regenerasi pemain mulai dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada periode kedua. Berbagai ajang mulai memberikan hasil positif, tidak terkecuali dua emas pertama dari Olimpiade, melalui Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti.

Try Sutrisno lead PBSI during the second period,  from 1985 to 1989 and 1989 to 1993. In the first period, the renegeration of the players was adjusted soon after the management of Indonesian badminton was reorganized systematically. Then, the regeneration of the players started to do and the results can be seen in the second period. Various events began to give positive results, not least the two first gold of the Olympic Games, through Alan Budi Kusuma and Susi Susanti.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>