Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Carla Meutia
"ABSTRAK
Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah memilih pasangan
hidup. Memilih pasangan hidup yang tepat sangat penting, karena akan
mempengaruhi kesuksesan dan kebahagiaan pernikahan dan kehidupan berumah
tangga kelak. Dalam memilih pasangan hidup, tiap individu mempunyai kriteria-
kriteria tertentu yang dianggap penting dan diharapkan ada pada calon pasangan
hidupnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar perbedaan jender
menyebabkan preferensi yang berbeda pada kriteria pasangan hidup yang
dianggap penting. lalu apakah perbedaan ideologi peran jender (tradisional atau
modern) yang dianut juga dapat menyebabkan perbedaan preferensi pada kriteria
pasangan hidup yang dianggap penting.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 buah kuesioner, yang
mengukur ideologi peran jender seseorang dan preferensinya pada 13 kriteria
pasangan hidup. Alat ini disebarkan pada 150 responden dan hasilnya diolah
melalui SPSS 6.0 dengan tehnik perhitungan statistik ANOVA 1 dan 2 arah.
Dari hasil dan analisa yang diperoleh, ternyata memang benar kalau pria
dan wanita menunjukkan preferensi yang berbeda pada kriteria pasangan hidup
yang mereka anggap penting. Pria terbukti Iebih mementingkan kriteria daya tarik
fisik dibanding wanita, dan wanita Iebih mementingkan kriteria cerdas, berpotensi
sukses, mapan, berambisi, berpendidikan, beragama sama, serta belatar belakang
keluarga jelas dibanding wanita. Terbukti juga bahwa secara keseluruhan wanita lebih pemilih dibanding pria. Untuk ideologi peran jender, ternyata antara penganut
ideologi peran jender tradisional dan modern juga memperlihatkan perbedaan
preferensi pada kriteria pasangan hidup yang dianggap penting. Penganut ideologi
peran jender tradisional lebih mementingkan masih perawan/perjaka dan berlatar
belakang keluarga jelas, sedangkan penganut ideologi peran jender modern Iebih
mementingkan kriteria cerdas, berpotensi untuk sukses, berambisi untuk maju
berprestasi, mapan (mempunyai pekerjaan, kedudukan dan penghasilan) dan
berpendidikan. Ditemukan juga pengaruh yang signifikan untuk interaksi jender dan
ideologi peran jender tarhadap preferensi kriteria ekspresif dan terbuka, dimana
berdasarkan urutan kriteria ini paling dipentingkan oleh pria modern, kemudian
wanita tradisional lalu wanita modern dan terakhir oleh pria tradisional.
Kesimpulan dan penelitian ini adaiah ternyata perbedaan jender (pria dan
wanita) dan perbedaan ideologi peran jender (tradisional dan modern)
menyebahkan perbedaan preferensi kriteria pasangan hidup yang dianggap penting,
dan juga ditemukan ada perbedaan preferensi kriteria pasangan hidup yang
disebabkan oleh interaksi antara perbedaan jender dan perbedaan ideologi peran-
jender.
Saran dari penelitian ini, bila ingin dilakukan penelitian Ianjutan, bisa diteliti
variabel Iain yang mungkin berpengaruh pada preferensi kriteria pasangan hidup
seperti variabel : tingkat sosial ekonomi, agama, suku, pendidikan, generasi, dan
wilayah tempat tinggal. Untuk kriteria yang dibandingkanpun bisa ditambahkan
dengan kriteria seperti pandai memasak, mendapat persetujuan orang tua atau
berasal dari suku yang sama.
Diharapkan hasil penelitian ini bisa jadi masukan yang bermaanfaat
terutama untuk para dewasa muda yang sedang mencari atau memilih pasangan
hidup yang tepat, demi kebahagiaan dan kesuksesan pernikahan dan kehidupan
berumahtangganya kelak."
1998
S2711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Maria Tjin Mei Fung
"ABSTRAK
Telah lama disadari bahwa ketimpangan jender mengakibatkan berbagai problematik jender. Salah satu darinya adalah sub-ordinasi jender, yakni sub-ordinasi wanita terhadap pria. Faktor-faktor seperti kesejarahan, kebudayaan, keluarga dan agen sosialisasi seperti sekolah, agama, hukum, pekerjaan dan media massa, turut berperan menjadi agen yang memperkuat sub-ordinasi jender. Problematik ini juga menjadi semakin kompleks manakala wanita sendiri mengidentifikasi peran jendernya sedemikian rupa sehingga ikut meneguhkan statusnya yang oleh kebanyakan orang dipandang lebih rendah daripada pria. Namun dibutuhkan penelusuran lebih lanjut untuk melihat seberapa jauh wanita sendiri bersikap demikian terhadap sub-ordinasi jender.
Sejalan perkembangan waktu dan ilmu pengetahuan psikologi, sebuah konsep bernama androgyny, yang sejak tahun 1972 dipopulerkan oleh Bern, memberi harapan kepada banyak orang khususnya wanita untuk keluar dari model identifikasi peran jender yang bersifat tipologis dan dikotomis. Androjini merupakan hasil identifikasi peran jender sedemikian rupa sehingga di dalam diri seseorang terbentuk suatu kepribadian yang mengandung sifat-sifat feminin dan maskulin dalam kadar yang relatif tinggi. Dengan memiliki kepribadian ini, seorang wanita diharapkan tidak mudah tunduk kepada model-model peran jender yang tidak seimbang, yang mengakibatkan ketidakadilan jender. Maka, dapatkah dikatakan bahwa identifikasi peran jender mempengaruhi sikap wanita terhadap sub-ordinasi jender secara berarti ? Berhubung konsep androjini baru dipopulerkan pada dekade 70-an, apakah wanita sesudah masa itu lebih bersikap melawan sub-ordinasi jender daripada wanita pada masa sebelumnya ? Apakah perbedaan generasi memberi pengaruh yang signifikan pada sikap wanita terhadap sub-ordinasi jender ?
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 210 orang, terdiri dari 70 wanita dewasa awal, 70 wanita dewasa madia dan 70 wanita dewasa lanjut. Dikarenakan pembagian identifikasi peran jender menjadi dua kelompok yakni androjini dan feminin, maka total sampel yang dapat digunakan berjumlah 193. Analisis varian dari data yang diperoleh menghasilkan beberapa kesimpulan.
Pertama, generasi tidak mempunyai efek utama yang signifikan pada sikap wanita terhadap sub-ordinasi jender. Jadi, perbedaan generasi tidak memberi pengaruh berarti pada sikap terhadap sub-ordinasi jender.
Kedua, identifikasi peran jender memberi efek utama yang signifikan pada sikap wanita terhadap sub-ordinasi jender (p = .033). Ini berarti, perbedaan identifikasi peran jender membawa pengaruh yang berarti kepada sikap wanita terhadap sub.ordinasi jender
Ketiga, tidak ada efek interaksi antara generasi dan identifikasi peran jender pada sikap wanita terhadap sub-ordinasi jender. Maksudnya, sikap wanita terhadap sub-ordinasi jender yang disebabkan perbedaan identifikasi peran jender, tidak dipengaruhi oleh perbedaan generasinya, demikian pula sebaliknya
Analisis tambahan menemukan efek signifikan dari pendidikan (p=.0002) dan pekerjaan (p=.004) pada sikap wanita terhadap subordinasi jender. Pola pengambilan sampel dan kedua variabel ini menjelaskan mengenai variabel generasi yang tidak tampil pengaruhnya.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Basically, all the phenomena and realities that we know the language. Language is a human entity that is able to give meaning and significance. Expression and its use in day-to-day, the language used by men and women sometimes differ. This difference occurs because the sociocultural factors even the biological, so that gender differences can be understood as the natural. In various groups of people with a religious background, ideology, ethnic, geographic, educational, economic background appears to register the language. Individual groups have potential to bring forth or "stylistic" withrawn, including the style of language between men and women. Thus, the difference between the language of men and women show the existence of multiculturalism, remain in the diversity of similarity in both aspects of any kind, including speaking. Participated in the development of civilization to bring changes in attitude and style of speaking. Women with a style of language that seemed shy, closed, flirty, less confident and has begun to be abandoned. Conversely, women now have intelligent conversation style, open, independent and when they reflected the thoughts and ideas both verbally and written. With the incessant movement of mainstream gender between men and women and the opening access to information, the women now have more confidence in speaking, together with men, so that is difficult to be clear with the style of language used by men and women."
LIND 27:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Christina
"ABSTRAK
Masyarakat Batak Toba memiliki sistem kekerabatan yang patrilineal yaitu mengikuti
garis keturunan ayah. Sebelum menikah, wanita merupakan bagian dari kelompok
ayahnya dan setelah menikah ia akan ?rneninggalkan? keluarganya dan masuk ke
dalam satuan kekerabatan suaminya. Kedudukan dan peran wanita dalam adat Batak
Toba ditentukan oleh posisi ayah atau suaminya dan ia tidak memiliki posisi sendiri
dalam adat. Lain halnya dengan pria yang dianggap raja dan selalu ditinggikan
kedudukannya dibandingnya wanita.
Perbedaan kedudukan antara pria dan wanita Batak Toba sangat jelas terlihat salah
satunya dalam pengambilan keputusan pada acara-acara adat. Pada forum-forum
resmi seperti itu, pendapat wanita kurang didengarkan dan prialah yang lebih
dominan dalam memutuskan segala sesuatu. Para wanita Batak sendiri jika ditanyai
pendapatnya, rnenyerahkan hal itu kepada para suami dan akhirnya suamilah yang
berbicara. Selain itu subordinasi wanita Batak Toba ini pun terjadi di gereja HKBP
sebagai tempat mayoritas masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen Protestan
beribadah. Jika kita amati di gereja-gereja HKBP di seluruh Indonesia, mayoritas
pendeta, guru huria dan penetua didominasi oleh kaum pria (Siregar, 1999).
Marjinalisasi posisi wanita Batak Toba memang sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan modernisasi dan demokrasi saat ini. Sudah selayaknya persepsi yang
menomorduakan kedudukan wanita dalam masyarakat Batak itu diubah. Sulitnya,
ideologi peran jender seseorang sangat tergantung pada konteks sosial di mana orang
tersebut berada dan konsepsi budaya tersebut mengenai jender. Sehingga jika dalam
kognisi orang Batak pensubordinasian wanita dalam taraf tertentu sesuai dengan
belief yang mereka anut, maka hal tersebut akan lebih dipandang sebagai harmoni
daripada dominansi dalam struktur patriarkat (Muluk, 1995).
Kedudukan dan peran wanita dalam masyarakat Batak Toba tidak lepas dari role-
expectation yang ada dalam masyarakat tersebut. Melalui penelitian ini penulis ingin
mengetahui gambaran ideologi peran jender pria dewasa muda Batak Toba, role-
expectation terhadap wanita dari perspektif kedua belah pihak dan pengaruhnya
terhadap aktualisasi diri wanita. Metode yang digunakan yaitu untuk mendapatkan gambaran ideologi peran jender
pria dewasa muda Batak Toba di Jakarta digunakan metode kuantitatif dengan
menggunakan kuesioner adaptasi SRI. Pemahaman yang mendalam mengenai role-
expectation dan darnpaknya terhadap aktualisasi diri dilakukan dengan menggunakan
metode kualitatif.
Teori yang menjadi landasan penelitian ini meliputi budaya Batak Toba yang
menggambarkan kedudukan wanita dalam masyarakat adat dan sistem kekerabatan
mereka, teori mengenai masa dewasa muda, role-expectation dan jender sebagai
konstruksi sosial, serta teori-teori mengenai aktualisasi diri.
Hasil analisis data kuantitatif didapatkan gambaran bahwa pada cukup banyak aspek
SRI pria dewasa muda Batak Toba menganut ideologi peran jender tradisional lebih
banyak daripada yang modern. Analisis tambahan terhadap data kontrol dengan
menggunakan one-way anova dan t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam hal ideologi peran jender berdasarkan usia, pendidikan, status,
pengeluaran tiap bulan dan lama subyek tinggal di Jakarta.
Hasil analisis kualitatif didapati kesimpulan bahwa kedua subyek pria masih
menganut ideologi peran jender tradisional terutama mengenai kedudukan pria dan
wanita dalam keluarga. Para responden memandang kedudukan pria sebagai kepala
keluarga dan wanita sebagai ibu rumah tangga sebagai sesuatu yang wajar walaupun
responden wanita memiliki harapan untuk diperlakukan sejajar (sebagai patner) oleh
pasangannya. Para responden wanita juga cenderung untuk konform dengan budaya
yang ada dan berlaku. Sebagian besar dari mereka menginginkan perubahan namun
tidak disertai dengan usaha yang mengarah ke sana.
Saran yang diajukan untuk masyarakat Batak Toba adalah untuk melakukan
introspeksi diri apakah pandangan bahwa pria adalah raja dan wanita memiliki
kedudukan yang lebih rendah masih layak dipertahankan melihat dampak yang
dialami oleh wanita dalam mencapai aktualisasi dirinya. Pengubahan pandangan ini
disarankan melalui agama dan gereja karena adat yang bersifat mutlak akan sulit
untuk diubah.
Penelitian yang sempa disarankan untuk diadakan guna memberikan pengetahuan
tambahan bagi para konselor perkawinan maupun yang menangani orang-orang yang
mengalami masalah dalam aktualisasi diri. Konsepsi peran jender tiap-tiap
masyarakat adat di Indonesia mempengaruhi bagaimana orang tersebut memandang
dirinya dan lawan jenis dalam hal nilai-nilai, peran dan kedudukan mereka. Penelitian
ini diharapkan dapat membantu untuk menemukan pendekatan yang tepat dalam
konseling
Untuk penelitian lanjutan, beberapa saran yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah
menambah jumlah sampel, memperhatikan karakteristik agama subyek, memiliki
norma normatif mengenai ideologi peran jender pria Indonesia, mencari cara
pengolahan data yang lebih tepat dan memperkaya variabel yang mungkin
berpengaruh terhadap ideologi peran jender."
2000
S3011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Chairani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JPP 25:1 (2002)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Larasati
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan preferensi pemilihan pasangan hidup pada wanita dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Preferensi pemilihan pasangan hidup adalah kriteria yang umumnya dipertimbangkan, diinginkan, dan diprioritaskan individu dalam memilih pasangan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan evolusioner yang menjelaskan bahwa pria cenderung memilih pasangan berdasarkan bentuk fisik, sedangkan wanita cenderung memilih pasangan berdasarkan status sosial ekonomi yang dimiliki (Buss, 1989; Townsend, 1989). Preferensi pemilihan pasangan hidup merupakan hal yang penting sebagai acuan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 264 orang dengan rincian: 123 orang adalah wanita dewasa muda yang bekerja dan 141 orang adalah wanita dewasa muda yang tidak bekerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Nine Mate-Selection Question adaptasi dari penelitian Townsend (1993). Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan Independent Sample T-test. Hasil penelitian menunjukkan preferensi pemilihan pasangan hidup pada wanita bekerja memiliki mean skor yang lebih tinggi dibandingkan wanita tidak bekerja. Artinya, wanita bekerja memiliki preferensi pemilihan pasangan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak bekerja.

The aim of this study is to investigate the differences of mate selection preferences of working and non-working young adult woman. Mate selection preference criteria are generally considered, desirable, and prioritized the individual in choosing a spouse. This study uses an evolutionary approach to explain that men tend to choose mates based on physical shape, while women tend to choose mates based on socioeconomic status-owned (Buss, 1989; Townsend, 1989). Mate selection preferences is important as a reference to continue the marriage.
Participants of this study are 264 young adulthood: 123 respondents are working young adult woman and 141 respondents are non-working young adult woman. This study is a quantitative research method using Nine Mate-Selection Question from Townsend (1993). Data gathered in this study were calculated using Independent sample T-test. This study found that the selection of mate preference in working women has a mean score higher than non-working women. That is, the mate selection preference of working women higher than mate selection preference of non-working women.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erabudi Widyastuti
"ABSTRAK
Saat ini semakin banyak wanita yang menduduki posisi strategis dalam berbagai bidang
kerja termasuk mencapai posisi manajer. Untuk dapat berperan sebagai manajer diperlukan
sistem nilai yang menunjang pelaksanaan peran manajer. England (1973) menyatakan
sistem nilai yang tepat bagi pelaksanaan tugas manajer adalah orientasi nilai primer
Pragmatik. Orientasi nilai ini paling tepat karena sesuai dengan karakteristik peran manajer
yang cenderung MaskuIin. Sedangkan sebagai wanita, para manajer ini tentunya tidak lepas
dari peran jendernya sendiri. Powell dan Rokeach menyatakan adanya pengaruh peran
jender seseorang terhadap sistem nilai yang diyakininya. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai sistem nilai dalam bentuk orientasi nilai primer,
gambaran peran jender, serta hubungan antara sistem nilai dalam bentuk orientasi nilai
primer dan peran jender pada manajer wanita.
Subyek dalam penelitian ini adalah 61 manajer wanita, yang dipilih melalui metode
nonprobability sampling, dengan teknik accidental sampling. Orientasi nilai primer diukur
melalui kuesioner Personal Value Questionaire dari England sedangkan peran jender
diukur dengan Skala MF dari Nurjanah Lubis yang merupakan adaptasi BSRI dari Sandra
Bern. Metode pengolahan data yang dipakai adalah teknik korelasi Point Biserial.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar orientasi nilai primer para manajer para
manajer wanita adalah Pragmatik (67,2%), Moralistik (21,3%), Afektif (3,3%) dan Berbaur (8,2%). Sedangkan gambaran peran jender dari subyek penelitian, Androgini
36,1 %), Feminin (19,7%), Maskulin (s,2%) dan peran jender Tak Tergolongkan (36,1%).
Selain itu hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara
orientasi nilai primer dan peran jender para manajer wanita dalam penelitian ini. Hasil lain
yang di dapat dalam penelitian ini adalah adanya beberapa faktor yang tidak signifikan
terhadap sistem nilai, faktor tersebut adalah usia, agama, suku, golongan jabatan, masa
kerja, dan departemen. Sedangkan faktor lainnya seperti pendidikan, latar belakang
pendidikan, dan jenis perusahaan menunjukkan hasil yang signifikan.
Gambaran orientasi nilai primer yang ditampilkan dalam penelitian ini sesuai dengan apa
yang dikatakan England, bahwa sistem nilai dalam bentuk orientasi nilai primer para
manajer yang dominan adalah orientasi nilai Pragmatis. Sedangkan peran jender yang
dominan dalam penelitian ini adalah Androgini, ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Powell. Sedangkan hubungan yang tidak signifikan tampaknya dikarenakan jumlah sample
yang terlalu kecil, bentuk penyebaran responden yang cenderung skewed, dan juga karena
adanya pergantian peran dalam pelaksanaan tugas, artinya bahwa walau tampaknya peran
jender Androgini yang menonjol, dan yang lainnya menunjukkan peran jender yang
Maskulin atau Feminin ada kemungkinan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya terdapat
faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh, seperti misalnya pendidikan dan bentuk
perusahaan. Hal ini akan terkait dengan budaya kerja yang ada di perusahaan tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada perusahan mengenai sistem
nilai yang tepat bagi manajer, sehingga variabel ini dapat diperhatikan pada waktu seleksi
ataupun pelatihan manajer. Dalam penelitian yang sejenis hendaknya jumlah sampel harus
lebih besar agar didapat penyebaran yang lebih baik, dan perlu dilakukan kontrol terhadap
subyek penelitian.
"
1998
S2845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 12(1-4) 2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>