Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58531 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarigan, Juliati
"ABSTRAK
Produk barang dan jasa yang beredar di pasaran begitu banyak, dengan merek (brand) yang bervariasi. Keadaan ini menimbulkan persaingan ketat antar produsen untuk memasarkan produknya, diperlukan stxategi yang jitu agar dapat mencapai target pemasaran. Untuk dapat memenuhi hal ini, maka pemasar memerlukan data yang lebih akurat mengenai perilaku konsumen.
Diantara sekian banyak perilaku konsumen, perilaku membeli merupakan perilaku yang menarik imtuk diteliti, karena dengan mengetahui dan memahami perilaku membeli ini, maka pemasar dapat mengarahkan produk beserta mereknj^ sesuai dengan permintaan pasar atau menciptakan adanya kebutuhan teiiiadap produk yang dihasilkan (Solomon, 1994). Bila berbicara mengenai perilaku membeli, maka brand loyalty (loyalitas atau kesetiaan terhadap suatu merek), merupakan suatu pola membeli yang penting (London & Delia Bitta, 1993).
Loyalitas merek sendiri merupakan suatu jenis khusus perilaku membeli j'ang berulang, melibatkan komitmen dan preferensi yang menyebabkan pola pembelian berulang terhadap suatu merek (Zaltman & Wallendorf, 1979). Karena pola pembelian berulang inilah, maka Ada beberapa teori yang mencoba menerangkan loyalitas merek, diantaranya adalab "economics of information" , "perceived risk", dan "image congruence". Dari ketiga teori, maka teori yang dapat lebih luas m^jelaskan loyalitas merek adalah image congruence atau kesesuaian citra, dunana hal utama yang maidasari teori ini adalah bahwa pembeli memiliki citra terhadap din mereka sendiri dan terhadap merek yang mereka beh, dan kecenderungan untuk membeli merek, atau memilih toko yang memiliki citra yang sesuai dengan citra-diri mereka (Horton, 1984).
Peneliti berasumsi bahwa apabUa terdapat kongruensi (kesesuaian) yang tinggi atau diskrepansi (kesenjangan) yang rendah antara konsep-diri dan citra merek, maka akan semakin tinggi pula loyalitas merek. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep-diri dengan pendekatan "multiple component". Konsep-diri ini terdiri dari konsep-diri aktual, konsep-diri ideal, konsep-diri sosial dan konsep-diri sosial ideal.
Dari segi perkembangan, konsep-diri merupakan suatu aspek penting dari remaja. Oleh karena itu, remaja dipilih sebagai sampel penelitian. Selain itu, rem^a merupakan pasar yang potensial. Loyalitas merek sendiri, menurut Aaker (1991) mempunyai 5 (lima) derajat atau level, yaitu : price/switcher buyer, habitual buyer, switching-cost loyal, friends of the brand dan comitted buyer. Jadi, selain akan melihat loyalitas secara keseluruhan, akan dilihat pula loyalitas merek berdasarkan derajatnya.
Dari hasil elisitasi yang diperoleh dari 117 orang responden, temyata pasta gigi merupakan produk yang sering dibeli responden dengan memperhatikan merek. Merek yang digiinakan sebagai wakil adalah Pepsodent dan Close Up. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap 120 orang remaja yang tinggal di Jakarta dan sekitamya (Jabotabek), masing-masing 60 orang yang menggunakan Pepsodent dan 60 orang lainnya yang menggunakan Close Up. Kepada mereka diberikan kuesioner yang terdiri dari data kontrcl, alat pengukuran konsep-diri, citra merek dan alat yang mengukur derajat loyalitas merek.
Dari hasil penelitian, temyata terdapat korelasi negatif yang signifikan antara skor diskrepansi konsep-diri ideal dan citra merek dengan skor total loyalitas merek. Selain itu, juga terdapat korelasi negatif yang signifikan antara skor diskrepansi konsep-diri sosial ideal dan citra merek dengan skor total loyalitas merek. Hasil ini teijadi baik pada subyek penggima Pepsodent maupun Close Up. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan bertambah kecilnya diskrepansi antara konsep-diri ideal dan konsep-diri sosial ideal dengan citra merek akan diikuti meningkatnya loyalitas merek. Hal ini berarti ada kecenderungan dari subyek untuk mengkonsumsi suatu merek untuk mencapai suatu keadaan yang dianggapnya ideal, baik secara pribadi maupun sosial.
Hasil lain yang cukup menarik adalah, bahwa apabila ditelaah berdasarkan derajat loji^litas, maka pada subyek Pepsodent, maka terdapat korelasi yang negatif signifikan antara skor diskrepansi konsep-diri (baik aktual, ideal, sosial dan sosial ideal) Han citra merek Hftnoan loyalitas merek pada derajat switching-cost loyal. Juga, terdapat korelasi yang negatif sigmfikan antara skor diskrepansi konsep-diri (ideal dan sosial ideal) dan citra merek dengan loyalitas merek pada derajat comitted buyer. Dilain pihak, pada subyek Close Up, bila ditelaah berdasarkan derajat loyalitas, maka terdapat korelasi yang negatif signifikan antara skor diskrepansi konsep-diri ideal dan citra merek dengan loyalitas merek pada derajat kedua sampai kelima (habitual buyer, switching-cost loyal, friends of the brand dan comitted buyer). Pada konsep-diri sosial ideal, hanya berkorelasi negatif signifikan pada derajat switching cost loyal. Sedangkan, konsep-diri aktual dan sosial tidak berkorelasi, baik dengan total loyalitas, maupun berdasarkan derajat loyalitas.
Beberapa hal yang menjadi bahan diskusi dan bisa dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut adalah penggunaan sampel dari kelonpok usia yang berbeda, pembuatan profil psikografis, pembuatan item-item yang standar untuk mengukur diskr^ansi antara konsqp-diri dan citra merek, serta menggunakan produk dan merek yang lebih beragam."
1997
S2651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella
"
ABSTRAK
Remaja Amerika merasa iklan rokok Marlboro ditujukan pada mereka, di lain pihak, produsen Marlboro membantah mentargetkan remaja sebagai konsumen Marlboro. Bagaimana di Indonesia?
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara diskrepansi konsep-diri remaja dengan citra merek terhadap pemilihan merek rokok Marlboro.
Penelitian dilakukan pada 129 orang remaja berusia I2 sampai I8 tahun di Bogor dan sekitarnya. Alat yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat berdasarkan aturan skala semantic diferensial Osgood & Tannenbaum, dengan skala yang bipolar.
Hasil yang diperoleh ternyata ada hubungan yang signifikan antara kedekatan konsep-diri aktual remaja dan citra merek Marlboro dengan pilihan rokok merek Marlboro. Skor hubungan terbesar ada pada konsep-diri ideal. Jadi bagaimana seseorang ingin menjadi, dekat dengan citra merek Marlboro dan berhubungan dengan pilihan merek Marlboro.
Sebagai hasil tambahan diperoleh gambaran citra Marlboro (citra berkelas), gambaran konsep-diri remaja (citra menyenangkan), dan gambaran kedekatan citra Marlboro dengan konsep-diri remaja.
"
1998
S2648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elia Lucky Dwitama
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S9676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Alfarani
"Penampilan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang.
Keinginan untuk tampil menarik ini tidak hanya terpaku pada bentuk tubuh
ramping saja, tetapi juga pada aspek yang lain, seperti rambut dan kulit. Hal ini
berlaku pula di Indonesia. Bila wanita dari daratan Eropa dan Amerika
menginginkan kulit berwarna kecoklatan, wanita Asia pada umumnya, cenderung
menginginkan kulit yang lebih putih dan halus. Sesuai dengan hasil riset dari
Usage & Habit Study tahun 1997 terhadap konsumen di Indonesia, 85% wanita
Indonesia memiliki kulit cenderung coklat, dan 55% wanita Indonesia ingin
memiliki kulit lebih putih ("Swa", 7 - 20 September 2000). Beberapa penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penampilan menarik (physical
attractiveness) mempunyai korelasi positif dengan konsep diri seseorang (Adams;
Lerner & Karabenick; Lerner; Karabenick; & Stuart; Lerner dan Orlos; & Knapp;
Mathes & Kahn; Simmon & Rosenberg; dalam Pattiasina, 1998). Di lain pihak,
konsep diri seseorang juga merupakan salah satu motivator yang penting dalam
perilaku membeli barang atau jasa (Russell, 1988). Seseorang mengekspresikan
dirinya dengan melakukan aktivitas sehari-hari yang dilakukannya, misalnya
dengan barang dan jasa yang ia beli. Salah satu faktor yang mempengaruhi
intensi membeli adalah sikap terhadap produk. Berdasarkan alasan itulah, peneliti
memutuskan untuk mengetahui apakah konsep diri dan citra produk memiliki
hubungan secara signifikan dengan sikap terhadap produk pemutih kulit pada
konsumen wanita remaja-akhir. Peneliti memilih kelompok remaja karena remaja
merupakan target pasar utama dan dianggap mempunyai orientasi konsumtif yang
paling besar (Loudon & Della Bitta, 1993).
Penelitian dilakukan pada 95 subyek dengan karakteristik remaja wanita,
berusia 18 - 22 tahun, yang merupakan kelompok remaja-akhir (Konopka, dalam
Pikunas, 1976; Santrock, 1998), dengan menggunakan incidental sampling.
Setiap subyek memperoleh dua buah kuesioner, yaitu kuesioner Semantic
Differential dan Fishbein's Attitude Model. Data hasil perolehan dalam penelitian
diolah dengan menggunakan teknik Coefficient Alpha dari Cronbach dan teknik
korelasi Pearson Product Moment, yang terdapat di dalam program SPSS for MS
Windows Release 9. 01.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini untuk kelompok pemakai produk,
tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara diskrepansi dari tiap jenis
konsep diri dan citra produk dengan sikap terhadap produk. Sedangkan untuk
kelompok non-pemakai konsep diri ideal dan citra produk memiliki hubungan
yang signifikan dengan sikap berhadap produk pemutih kulit dengan korelasi
sebesar 0,546 pads los 0,01 (2-tailed). Begitu pula halnya dengan nilai korelasi
yang signifikan antara konsep diri sosial-ideal dan citra produk dengan sikap
terhadap produk pemutih kulit, yaitu sebesar 0,481 pada los 0,01 (2-tailed). Dari
hasil keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa, sebenarnya konsumen wanita,
khususnya yang berusia 18-22 tahun, pada dasarnya tidak terlalu meyakini akan
fungsi memutihkan dari kosmetik yang mengandung pemutih kulit ini. Hal ini
berarti iklan yang ada tidak terlalu berhasil dalam membentuk sikap konsumen.
Dengan demikian ada baiknya pihak produsen lebih memfokuskan pada fungsi
lain selain memutihkan kulit misalnya melembabkan, mencegah penuaan dini,
atau mengandung vitamin tertentu.
Saran untuk penelitian selanjutnya, agar memperoleh hasil yang lebih baik,
hendaknya dilakukan pada subyek dengan jumlah yang lebih besar dan
karakteristik yang berbeda. Selain itu hendaknya dilakukan penelitian lebih Ianjut
mengenai pengaruh norma subyektif dan perceived behavioral control dalam
kaitannya dengan sikap terhadap produk, sehingga dapat dilihat bagaimana
hubungan antara konsep diri dan citra produk dengan intensi membeli produk
pada konsumen dan perilaku membelinya."
2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahjoe Alkasah Gunawan Soeriakartalegawa
"Dewasa ini, produser menghadapi persaingan yang ketat untuk memasarkan berbagai barang. Oleh karena itu, pemasaran produk sekarang lebih menekankan kepada pelayanan kebutuhan pasar. Untuk dapat memenuhi hal ini, maka pemasar / produser memerlukan data yang lebih akurat itiengenai perilaku konsumen antara lain perilaku pembelian. Dengan adanya pengetahuan yang lebih akurat mengenai perilaku membeli ini maka diharapkan produser dapat mengarahkan produknya sesuai dengan kebutuhan pasar. Loudon dan Delia Bitta (1988) mengatakan bahwa ada satu jenis perilaku pembelian yang dikenal dengan nama pembelian impulsif atau pembelian tanpa perencanaan.
Hasil penelitian Dennis W Rook (1987 dalam Berkowitz. Kerin. Rudelius, 1989) menyatakan bahwa mereka mempunyai persepsi tertentu terhadap pembelian impulsif yang biasa mereka lakukan. Ada beberapa hipotesa yang telah mengulas pembelian impulsif, namun dengan melihat uraian yang diberikan Dennis terkesan bahwa hipotesa mengenai proses pembelian yang ada hubungannya dengan konsep-diri lebih sesuai untuk memperoleh jawaban sebagai hal yang berhubungan dengan pembelian impulsif.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep-diri dengan pendekatan 'multiple component'. Konsep-diri ini terdiri dari konsep-diri aktual, konsep-diri sosial, konsep-diri ideal. Perilaku seseorang merupakan cerminan dari konsep-dirinya. Dari segi perkembangan, konsep-diri ini merupakan suatu aspek penting pada remaja, oleh karenanya remaja dipilih sebagai sampel penelitian. Hurlock (1984) kemudian menjelaskan bahwa di antara konsep-diri-konsep-diri ini bisa terjadi diskrepansi/kesenjangan, antara lain diskrepansi antara konsep-diri aktual dengan konsep-diri ideal serta diskrepansi antara konsep-diri aktual dengan konsep-diri ideal. Buskirk dan Buskirk (1979) menjelaskan bahwa adanya kesenjangan ini menyebabkan seseorang lebih mudah tergiur untuk membeli barangbarang. Selain itu, dari hasil 'mini focus group' yang telah diadakan sebelumnya bahwa banyak remaja melakukan pembelian pakaian secara impulsif. Oleh karenanya peneliti berasumsi bahwa ada hubungan antara diskrepansi konsep-diri dengan pembelian pakaian secara impulsif.
Penelitian ini dilakukan terhadap 92 orang remaja yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya (Cinere, Ciputat dan sebagainya). Kepada mereka diberikan kuesioner yang terdiri dari data kontrol, alat pengukuran konsep-diri dan alat yang mengggambarkan perilaku pembelian pakaian secara impulsif.
Dari hasil penelitian ternyata pada remaja di Jakarta, semakin tinggi diskrepansi konsep diri aktual dengan konsep diri ideal akan diikuti dengan bertambah tinggi pembelian pakaian secara impulsif yang mereka lakukan. Beberapa hal menarik lain yang diteraukan adalah remaja Jakarta cenderung inelakukan 'reminder impulse buying' serta 'planned impulse buying'. Selain itu kebanyakan dari mereka menganggap bahwa potongan harga, promosi di TV, penyajian yang rapih dan teratur merupakan kriteria yang dipertimbangkan untuk membeli pakaian.
Beberapa hal yang menjadi bahan diskusi dan bisa dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut adalah penggunaan sampel dengan kelompok usia yang berbeda, pembuatan profil psikografis, pembuatan item-item yang standar untuk mengukur diskrepansi konsep-diri, penelitian pada jenis produk yang lebih beraneka ragam, serta melihat juga hubungan antara diskrepansi konsep-diri sosial dengan konsep-diri ideal sosial."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavinia Budiyanto
"Konsep diri individu mempengaruhi tingkah lakunya dalam berbagai situasi. Diskrepansi yang terjadi antara konsep diri aktual dengan konsep din ideal dapat mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Dalam bertingkah laku, individu didorong oleh motivasi. Motivasi terdiri dari motif afiliasi, motif kekuasaan, dan motif berprestasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara diskrepansi konsep diri aktual dan konsep din ideal dengan motif berprestasi pada para remaja putri yang mendatangi agensi-agensi modelling untuk menjadi fotomodel. Penelitian ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kuatnya motif berprestasi individu berhubungan dengan rendahnya diskrepansi antara konsep diri aktual dengan konsep diri ideal individu tersebut, sehingga hipotesis alternatif yang diuji berkorelasi negatif.
Sampel penelitian ini diambil dari populasi remaja putri berusia 18 sampai 21 tahun, pernah mendatangi dan mendaftar menjadi anggota agensi-agensi modelling, serta bertempat tinggal di DKI Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan alat tes berupa kuesioner dengan tiga bagian, yaitu konsep diri aktual, konsep diri ideal, dan motif berprestasi. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara kuantitatif. Hipotesis alternatif diuji signifikansinya pada l.o.s. 0,05 dengan perhitungan dua arah.
Para responden memiliki konsep diri aktual yang baik atau sehat, karena grafik distribusi statistik konsep diri aktual para responden normal (tidak skewed). Para responden juga memiliki konsep diri ideal yang baik atau sehat, karena walaupun grafik distribusi statistik tidak normal {skewed ke kiri) namun ini merupakan hal yang normal karena semakin kecil nilai konsep diri pada alat pengumpul data penelitian ini berarti semakin baik konsep diri tersebut. Diskrepansi antara konsep diri aktual dengan ideal para responden merupakan diskrepansi yang normal, karena grafik distribusi statistik normal (tidak skewed). Hal ini berarti konsep diri aktual para responden tidak terlalu jauh dengan konsep diri ideal mereka.
Pola motivasi yang terdapat pada para responden adalah sebagai berikut: 38% responden memiliki motif berprestasi yang kuat; 32% memiliki motif berprestasi yang sedang; dan 30% memiliki motif berprestasi yang lemah. Berarti hanya sepertiga dari responden yang memiliki motif berprestasi yang kuat.
Ada hubungan negatif yang signifikan antara diskrepansi konsep diri aktual dan konsep diri ideal dengan motif berprestasi. Dengan perkataan lain, dengan bertambah kecilnya diskrepansi antara konsep diri aktual dengan konsep diri ideal akan diikuti meningkatnya motif berprestasi pada para responden.
Walaupun diskrepansi konsep diri para responden merupakan diskrepansi yang normal, namun hanya sepertiga responden yang memiliki motif berprestasi yang kuat. Mungkin hal ini menandakan bahwa ada faktor lain yang ikut berperan untuk meningkatkan motif berprestasi, di mana faktor ini tidak terkontrol oleh penulis.
Dalam hal pengambilan sampel, pemilihan responden perlu diperluas dan lebih melibatkan banyak agensi modelling. Selain itu, perlu mengadakan rapport yang baik dengan para responden sehingga mereka mau menjadi responden. Alat pengumpul data yang digunakan sebaiknya menggunakan item-item standar agar lebih akurat. Selain diskrepansi antara konsep diri aktual dengan konsep din ideal, penelitian ini dapat juga dilakukan untuk meneliti diskrepansi antara konsep diri aktual dengan konsep diri sosial dan konsep din ideal dengan konsep diri sosial, serta hubungannya dengan motif berprestasi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2928
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pramasari
"The consumer behavior literature has increasingly shown that brand attitude or evaluation is not only determined by functional facets of the brand but also by symbolic criteria. The motivation to express their own self is often driven consumers to purchase goods and services. Self congruence refers to the match between consumers? self concept and the user image of a given product, brand, store, etc. Cigarette is chosen here as there are many teenagers who become smokers in Indonesia (13,2% from total teenagers in between 15-19 years old are smokers). A Mild is a brand which targeted teenagers to become their consumers. Sampoerna produced A Mild for teenagers who smoke for their first time because A Mild has Low Tar and Low Nicotine (LTLN). Much of the research in self image congruence has predicted product preference, brand preference, brand choice, consumer satisfaction, and store loyalty. But no studies were found related to consumer goods. This research focused on A Mild cigarette. The purpose of this research is to find out the congruence between self concept and product concept from A Mild cigarette. Research has been done to 160 smokers in range 18-24 years old at Jakarta on February 2008 within indicators stated by Malhotra in Journal of marketing research, November 1981. Malhotra has developed a scale comprised of 15 bipolar adjective with seven response point to determined respondent self concept, person concept, and product concept. The research was supported by the data. This result shows high congruence between self concept and product concept from A Mild cigarette which supported by 10 validated and reliable indicators from 15 indicators stated by Malhotra. They are rugged-delicate, careless-thrifty, indulgent-wasteful, unpleasant-pleasant, uncontemporary-contemporary, unorganized-organized, emotional-rational, youthful-mature, formal-informal, and complex-simple."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Mariani Rahayu Adrian
""Tourism, Blessing or Blight" suatu pertanyaan yang muncul pada awal berkembangnya kepariwisataan dunia. Sebuah pertanyaan yang juga setiap kali patut dicatat sebagai peringatan, pada saat setiap kali bangsa Indonesia akan memasuki tahapan-tahapan perkembangan dunia pariwisata Indonesia, yang semakin gencar dipacu untuk menjadi primadona penghasil devisa non migas. Memang pada kenyataannya, pariwisata bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi banyak keuntungan-keuntungan yang dapat diraih dari kegiatan pariwisata, sementara di sisi lain bukan tidak mungkin pariwisata dapat mendatangkan kerugian yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya - seperti dampaknya terhadap proses pentransferan nilai-nilai luhur budaya bangsa kepada generasi muda.
Oleh karena itu, generasi muda khususnya remaja selain merupakan "pangsa pasar" terbesar bagi dunia pariwisata Indonesia, juga merupakan "kekayaan" terbesar yang harus dilindungi dari pengaruh buruk perkembangan dunia pariwisata Indonesia. Berbagai upaya perlu terus dilakukan agar melalui dunia pariwisata, rasa kebanggaan nasional terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, terhadap kekayaan alam dan budaya bangsa yang tersebar sebagai objek-objek dan daya tarik wisata Indonesia, di kalangan remaja justru akan lebih meningkat. Demi memberi sumbangan terhadap langkah-langkah tersebutlah penelitian ini dilakukan.
Dalam dunia pariwisata Indonesia, objek wisata yang berjumlah ribuan dan terdiri dari beragam jenis, sebagian besar di antaranya merupakan "sesuatu yang sudah ada sejak dahulu", yang kemudian di tata kembali atau dilengkapi fasilitasnya. Hanya sebagian kecil saja yang benar-benar baru dibuat oleh manusia pada awal kebangkitan pariwisata Indonesia. Tentu saja sejalan dengan proses kehidupan, tanpa penanganan yang serius, objek-objek wisata - apapun jenisnya - akan habis di makan usia. Semakin banyak objek wisata yang "mati", yang terbengkalai dan yang tidak tertangani dengan baik, maka apa yang akan menjadi daya tarik lagi bagi kepariwisataan Indonesia.
Dengan mempelajari intensi untuk mengunjungi objek wisata di kalangan wisatawan remaja serta untuk memahami proses terjadinya perilaku mengunjungi objek wisata dengan menggunakan kerangka Multi Attributes Intention, maka diharapkan akan diperoleh langkah-langkah positip untuk mempertemukan remaja dan objek wisata, sehingga kepentingan ideal dan kepentingan ekonomis dalam pengembangan pariwisata Indonesia dapat dicapai.
Metode yang digunakan untuk menganalisa data hasil penelitian adalah metode analisis Structural Equation Modeling dengan menggunakan program LISREL. Demikian pula uji reliabilitas dan validitas konstruk yang menggunakan analisis faktor yang bersifat konfirmatorik, dilakukan dengan bantuan program yang sama.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Multi Attributes Intention dari Fishbein yang dikembangkan oleh Ajzen dapat digunakan untuk meramalkan Intensi dan Perilaku mengunjungi objek wisata - yang dalam hal ini adalah Taman Mini "Indonesia Indah". Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisa struktural, pola hubungan antar variabel dalam model tersebut dalam penelitian ini tidak sepenuhnya dapat diterima. Beberapa hubungan yang mengalami perubahan adalah sebagai berikut :
1. Sikap tidak berperan secara langsung dalam meramalkan Intensi.
2. Sikap memiliki hubungan langsung dengan nilai koefisien yang cukup tinggi dengan Norma Subjektif.
3. Perceived Behavior Control (PBC), selain berperan dalam meramalkan Intensi dan Perilaku, ternyata juga memiliki dampak terhadap Sikap.
Selain itu, hasil analisa juga memperlihatkan bahwa :
1. Citra Merek tidak memiliki hubungan yang signifikan, baik terhadap Sikap maupun Intensi. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa Citra Merek tidak memberikan sumbangan apapun terhadap proses peramalan Intensi mengunjungi objek wisata di kalangan wisatawan nusantara remaja.
2. Meskipun pada tingkat hubungan yang relatif rendah, Konsep Diri memiliki sumbangan yang signifikan pada pembentukan Sikap.
Mengenai tingkat Intensi mengunjungi objek wisata, khususnya Taman Mini "Indonesia Indah" (TMII), yang memang cukup rendah, tampaknya disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan antara pengelola TMII dengan remaja mengenai apa sebenarnya yang diperlukan sebagai daya tarik TMII.
Di satu sisi, reputasi TMII sebagai suatu kawasan wisata nasionaI cukup baik di mata remaja, penampilan dan acara-acara yang disajikan dari segi ideal dinilai "baik" dan dipercaya "bermanfaat" untuk remaja. Namun di sisi lain, pada kenyataanya acara-acara yang ditampilkan oleh TMII dianggap tidak sesuai dengan keinginan remaja.
Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan betapa lemahnya penyampaian informasi dan saluran promosi mengenai produk-produk TMII kepada masyarakat, khususnya remaja. Hal ini menyebabkan cukup banyak acara yang sebenarnya sudah diusahakan untuk dikemas sesuai sclera remaja, tetapi informasinya tidak sampai pada kalangan remaja pada umumnya, sehingga mereka tidak mengetahui adanya acara-acara tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Tri Kusumaningtyas Hari Murti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5274
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Sari Suwandi
"Di tahun 2015, industri kecantikan Indonesia terus bertumbuh pesat hingga memunculkan merek-merek lokal dibidang kometika dan perawatan kulit yang menumbuhkan persaingan, baik dengan merek asing yang masuk ke pasar kecantikan Indonesia, ataupun dengan sesama merek lokal. Persaingan yang ketat, dapat membuat konsumen beralih ke produk lainnya, terutama adanya persaingan harga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengalaman merek terhadap loyalitas merek melalui kegemaran merek, hubungan diri dengan merek, dan afeksi merek pada konsumen merek perawatan kulit lokal Avoskin di Jabodetabek. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, melalui penyebaran kuesioner secara online kepada 122 responden. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif, analisis regresi mediasi (metode causal step) dan analisis sobel test. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengalaman merek memengaruhi loyalitas merek, kegemaran merek, hubungan diri dengan merek dan afeksi merek secara signifikan, serta kegemaran merek, hubungan diri dengan merek dan afeksi merek memengaruhi loyalitas merek secara signifikan. Kemudian, berdasarkan hasil uji mediasi yang dilakukan, terdapat pengaruh pengalaman merek terhadap loyalitas merek melalui kegemaran merek, hubungan diri dengan merek dan afeksi merek. Penelitian ini merekomendasikan agar sebuah merek mampu memberikan pengalaman yang menumbuhkan keterikatan emosi yang spesifik seperti kegemaran, hubungan diri, dan afeksi pada konsumennya sehingga membangun hubungan jangka panjang.

In 2015, the Indonesian beauty industry has continued to grow especially for local cosmetics and skincare brands which led to a competition among fellow local and foreign beauty brands in Indonesia. Therefore, to be able to retain its consumers, a brand must be able to provide other things that can maintain consumer interest by ignoring the price. The purpose of this study was to analyze the effect of brand experience on brand loyalty through brand passion, self-brand connection, and brand affection towards the consumers of Avoskin in Jabodetabek. This study utilized a sample of 122 consumers of Avoskin by distributing online questionnaires. The data analysis in this study was carried out by descriptive analysis, mediation regression analysis and sobel analysis test. The finding revealed that brand experience significantly affected brand loyalty, through brand passion, self-brand connection, and brand affection, brand passiom, self-brand conncetion and brand affection influence significantly affected brand loyalty. Then, based on the mediation analysis, there is an mediation effect of brand experience on brand loyalty through brand passion, self-brand connection, and brand affection. This study offers recommedations for brands to give unique experiences that can raise emotional ties that will lead to a long-lasting brand loyalty"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>