Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Theresia Ceti Prameswari, suthor
"Kegemukan pada wanita merupakan salaii satu masaiah yang berhubungan dengan penampilan fisik, karena seiain mengganggu kesehatan, kegemukan juga dapat mengurangi daya tank fisik seseorang. Menurut Unger dan Crawford (1992), wanita cenderung dinilai berdasarkan penampilan fisiknya dan faktor tersebut dijadikan kriteria penting dalam memilih pasangan, terutama oleh kaum pria. Kondisi tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi wanita gemuk untuk mendapatkan perhatian dan dipilih pria menjadi pasangannya. Namun berdasarkan pengamatan dan wawancara awal terhadap beberapa wanita gemuk diketahui bahwa ternyata tidak sedikit wanita gemuk yang dipilih pria sebagai pasangan.
Dengan latar belakang tersebut disusun suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. Dalam penelitian ini digunakan alat ukur berupa dua buah kuesioner, untuk mengukur persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan kecenderungan memilih wanita gemuk sebagai pasangan. Subyek penelitian terdiri dari 52 pria lajang, berusia antara 25 sampai 33 tahun, berpendidikan minimal SMU, bekerja dan berdomisili di Jakarta. Metode analisa masaiah utama berupa penghitungan korelasi dengan rumus Pearson Product Moment dan dari hasil penghitungan diperoleh nilai r sebesar 0,3168 dengan p<0,05.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. ini berarti subyek yang tidak menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif, tidak berkeberatan memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Sebaliknya, subyek yang menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Pada pengukuran persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk tidak ditemukan perbedaan frekuensi yang signifikan antara subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara negatif.
Hasil lain yang juga diperoleh yaitu adanya perbedaan mean yang signifikan antara persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita langsing. Kemudian diketahui juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi subyek yang cenderung mau memilih dan frekuensi subyek yang cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya.
Dari hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum pria cenderung lebih menyukai wanita bertubuh langsing daripada wanita gemuk. Namun secara kualitatif diketahui bahwa tidak sedikit pria yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Untuk menambah bobot penelitian ini masih diperlukan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendaiam terhadap beberapa subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ali Nina Liche Seniati
"Dalam situasi bisnis yang semakin kompetitif, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Allen dan Mayer (1990) menyatakan bahwa komitmen pada organisasi merupakan suatu bentuk keikatan karyawan pada organisasi yang ditampilkan dalam komponen komitmen afektif, komitmen rasional serta komitmen normative.
Dari beberapa penelitian terbukti bahwa pengalaman kerja memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen karyawan pada organiasi. Dalam penelitian ini akan dilihat sumbangan pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu bentuk pengalaman kerja terhadap komitmen karyawan pada organisasi. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya manusia adalah serangkaian proses, aplikasi dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan aktualisasi sumber daya manusia dalam rangka mengoptimalkan performa dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai tujuan perusahaan. Sumbangan yang akan dilihat adalah sumbangan pengelolaan sumber daya manusia dalam bentuk persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia serta diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Secara khusus pengelolaan sumber daya manusia akan dilihat dari fungsi pengelolaan pengembangan karyawan, pengelolaan penilaian karya serta pengelolaan hubungan kerja.
Penelitian dilakukan terhadap 288 responden yang telah bekerja minimal 1 tahun dan maksimal 10 tahun; memiliki latar belakang pendidikan minimal SLTA; bukan anggota keluarga atau teman dekat pemiliki, direksi ataupun komisaris perusahaan; berasal dari bnerbagai bidang kerja dan jabatan, serta merupakan karyawan dari perusahaan kelas menengah yang memiliki bagian sumber daya manusia maupun bagian personalia saja.
Berdasarkan hasil pengelolaan data terlihat bahwa komitmen karyawan pada organisasi berada pada derajat cukup tinggi. Jika dilihat dari komponen terlihat bahwa komitmen afektif berada pada derajat cukup tinggi, komitmen rasional berada pada derajat rendah, sedangkan derajat normative berada pada derajat agak tinggi. Harapan karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong tinggi, persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong rendah, sehingga diskrepansi antara harapan dan persepsii karyawan tergolong besar. Jika diurutkan, fungsi pengelolaan pengembangan karyawan dinilai paling tinggi, diikuti dengan fungsi penilaian karya, dan yang dinilai paling rendah adlah fungsi pengelolaan hubungan kerja.
Berdasarkan hasil analisa regresi berganda ditemukan beberapa hal:
a. Yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi antara harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia.
b. Jika dilihat dari masing-masing fungsi pengelolaan sumber daya manusia terlihat bahwa yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan penilaian karya dan pengelolaan pengembangan karyawan
c. Ada perbedaan skor komitmen organisasi dan skor persepsi karyawan atas penglolaan sumber daya manusia yang bermakna berdasarkan beberapa karakteristik personal responden dan karakteristik perusahaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T38185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Triwardani
"Salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perilaku anak belajar adalah lingkungan keluarga dan pola asuhnya. Baumrind (dalam Berk, 1994) menjabarkan teori mengenai dua dimensi dalam pola asuh, yaitu: demandingness dan responsiveness, kombinasl dua jenis dimensi ini, dapat menjadi empat jenIs pola asuh, namun jenis yang terakhir tidak dibahas dalam penelitian ini karena pola asuh jenis tersebut (uninvolved) jarang diterapkan oleh orang tua, Ketiga jenis pola asuh, yaitu; pola asuh authoritative, pola asuh authoritarian, dan pola asuh permissive. Orang tua yang menerapkan pola asuh authon'tative memiliki karakteristik: cenderung menuntut anak (demanding), namun menyeimbangkan dengan perhatian akan kebutuhan anak (responsive).
Penerapan pola asuh authoritarian, akan membuat orang tua cenderung menuntut anak (demanding), tanpa anak boleh mempertanyakan dan menolak kemauan orang tua, sedang kebutuhan anak tidak diperhatikan orang tua (unresponsive). Sedang jenis pola asuh permissive memiliki ciri: kontrol terhadap anak sangat lemah (undemanding), dan orang tua tidak memperhatikan kebutuhan anak (unresponsive).
Perilaku belajar juga dipengaruhi oleh goal orientation. Teori mengenai goal orientation yang dikemukakan oleh Meece, Blumenfeld & Hoyle (1998) menjabarkan orientasi siswa dalam bentuk seperangkat intensi perilaku yang menentukan bagaimana siswa terlibat dalam proses belajar. Teori ini dibagi ke dalam 2 bagian besar, yaitu: mastery orientation (Ames & Acher. 1988 dalam Solmon, 1996), dan performance orientation (Dweck & Leggett, 1988; Elliot & â–¡week, 1988, dalam Solmon, 1996). Siswa yang mengacu pada mastery orientation akan mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar untuk mengatasi tugas yang sulit dan hasil akhir akan dibandingkan dengan hasil diri sendiri di masa lalu. Sedang siswa yang menerapkan performance orientation, akan menitikberatkan pada hasil pembelajaran, yaitu hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain, tidak mau dianggap tidak mampu oleh penilaian eksternal, dan menerapkan strategi belajar yang dangkal.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap pola asuh orang tua dengan goal orientation siswa, Penelitianpenelitian, antara lain penelitian Steinberg et al, (1992) menemukan bahwa orang tua authoritative berdampak positif dalam memacu prestasi remaja di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel siswa SMP St. Antonius, diperoleh hasil penelitian: ada hubungan antara pola asuh authoritBtive berhubungan positif signifikan dengan mastery orientation (r= 0,495 p<0,05), pola asuh authoritarian berhubungan positif dan signifikan dengan mastery orientation (r=0,219 p<0,05), dan pola asuh permissive berhubungan positif signifikan dengan performance orientation (p=0,301 p<0,05).
Dari hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempersepsikan poia asuh orang tua adalah authoritative, maka goal ohentationnya mengarah pada mastery orientation. Siswa dengan pola asuh authoritarian menginternalisasi keinginan orang tua ke dalam dlrinya, sehingga siswa memiliki goai ohentation mengarah pada mastery orientation. Sedang siswa yang mempersepsi pola asuh yang diterima adalah permissive, akan memiliki goal orientation mengarah pada performance orientation.
Hubungan yang semula dihipotesakan dan ditolak adalah: adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authoritative dengan performance orientation, hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authon'tarian dengan performance orientation, dan hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh permissive dengan mastery orientation. Ditoiaknya hipotesis mungkin disebabkan sampel yang homogen (berasal hanya dari satu sekolah saja), instrumen yang kalimatnya membingungkan subyek dalam menjawab (waiau sudah diperbaiki, mungkin saja kaiimat tetap sulit dimengerti subyek). pada saat pengambilan data peneliti tidak dapat mendampingi subyek dalam mengisi kuesioner sehingga tidak memungkinkan subyek bertanya dan meminta penjeiasan pada peneliti.
Kesimpulan ini dibahas dalam diskusi dan diikuti oleh saran-saran: pengambilan data dilakukan di berbagai sekolah (swasta dan negeri) agar variasi data lebih kaya, penyusunan kaiimat dalam item alat ukur diperhatikan lagi keringkasan dan kejelasannya agar tidak menyulitkan subyek dalam menjawab, dan peneliti sebaiknya hadir dan mendampingi subyek dalam menjawab kueisoner, agar pertanyaan subyek mengenai kuesioner dapat langsung dijawab."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Budirahardjo
"Hasil penelitian Levitt dan Klassen di tahun 1970 menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan bahwa pria gay bersifat feminin dan pekerjaan yang sesuai untuk pria gay adalah pekerjaan kreatif feminin. Di tahun 1990-an makin banyak negara-negara bagian di Amerika yang memberlakukan undang-undang antidiskriminasi berdasarkan orientasi seksual, sehingga makin banyak pria gay yang berani membuka identitas homoseksual mereka. Jadi bukan hanya pria gay yang bekerja di bidang kreatif feminin yang berani membuka identitas homoseksual mereka, namun juga mereka yang melakukan pekerjaan-pekerjaan non kreatif feminin dan tidak bersifat feminin. Namun ini hanya terjadi di negaranegara bagian di Amerika yang memberlakukan undang-undang tersebut. Sedangkan di negara-negara bagian yang tidak memberlakukan undang-undang tersebut, pada umumnya hanya pria gay yang bekerja di bidang kreatif yang berani membuka identitas homoseksual mereka kepada lebih banyak orang.
Bagaimana dengan Indonesia yang tidak memberlakukan undang-undang tersebut? Dapat diduga bahwa pria gay yang melakukan pekerjaan maskulin dan bersifat maskulin tidak banyak yang berani membuka identitas homoseksual mereka, dibandingkan dengan para pria gay yang bekerja di pekerjaan kreatif feminin dan bersifat feminin. Sehingga dapat diduga bahwa masyarakat mempersepsikan bahwa pria gqy memiliki sifat feminin dan melakukan pekerjaanpekerjaan kreatif feminin. Dugaan inilah yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini.
Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat tentang pekerjaan kreatif feminin bagi pria gay. Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah mencari tahu apakah masyarakat mempersepsikan bahwa pria gay bersifat feminin, dan menemukan apakah ada korelasi positif yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang sifat feminin pada pria gay dengan pekerjaan kreatif feminin bagi pria gay.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan skor gambaran persepsi masyarakat. Hasil penelitian ini menemukan bahwa masyarakat mempersepsikan bahwa pekerjaan yang sesuai untuk pria gay adalah pekerjaan kreatif feminin. Hasil ini didukung oleh adanya persepsi masyarakat bahwa pria gay bersifat feminin dan adanya korelasi positif yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang sifat feminin dengan pekerjaan kreatif feminin bagi pria gay.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka disarankan untuk dilakukan penelitian berikutnya dengan sampel para pria gay sendiri, sehingga dapat diteliti apakah menurut mereka sendiri pekerjaan yang sesuai untuk mereka adalah pekerjaan kreatif feminin dibandingkan dengan pekerjaan non kreatif feminin."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erita Narhetali
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi beban kerja mental pemandu
dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.. Persepsi beban kerja pada
gilirannya juga akan memberi informasi tentang bagaimana interaksi pemandu dengan sistem
teknologi yang digunakannya selama ini, berikut letak masalah yang mereka alami.
Penelitian ini merupakan studi lapangan yang bersifat non-eksperimental karena tidak
memanipulasi variabel yang diteliti. Ada dua jenis pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran
respon subyektif (subjective measure) berupa rating subyektif, dan pengukuran performa psikologis
(performance measure) berupa kemampuan deteksi sinyal. Teknik statistik yang digunakan adaiah
Uji Korelasi Pearson's Product Moment, Uji One-Way Multivariate Analysis of Covariance, dan Uji
Korelasi Parsial. Sampel diambil berdasarkan kemudahan, dengan tetap melihat pada kriteria
sampel. Jumlah sampel yang berhasil diperoleh sebanyak 21 orang pemandu lalu lintas udara
Bandara Soekamo-Hatta, Cengkareng.
Data didapat melalui dua alat ukur, yaitu rating subyektif multidimensi NASA TLX dan
Signal Balance. Skala yang diukur oleh NASA TLX adalah kebutuhan mental, kebutuhan fisik,
kebutuhan waktu, tingkat performa, tingkat usaha, dan tingkat frustrasi. Sedangkan Signal Balance
mengukur performa subyek dalam kecepatan dan akurasi mendeteksi sinyal.
Hasil pengolahan data menyatakan bahwa pemandu lalu lintas udara di Bandara Soekamo-
Hatta mempunyai rata-rata tingkat beban kerja sedang, dan tingkat kemampuan deteksi sinyal di
atas rata-rata. Penelitian ini mengidentifikasi adanya korelasi yang signifikan antara masa kerja
dengan beban kerja. Juga ditemukan adanya pengaruh masa kerja dan jenis tugas terhadap
kombinasi variabel-variabel beban kerja, faktor sistem dan faktor manusia. Namun tidak ditemukan
hubungan antara kemampuan deteksi sinyal dengan beban kerja dan masa kerja.
Beban kerja yang berasal dari aspek psikologis dipersepsi lebih berat daripada beban kerja
yang berasal dari aspek teknis pekerjaan. Hal ini berarti bahwa beban kerja pemandu masih
didominasi oleh beban dari faktor manusia daripada beban yang berasal dari aspek pekerjaan. Oleh
sebab itu, rendahnya performa kerja subyek dapat diidentifikasi sebagai adanya masalah dalam
interaksi manusia dengan sistem teknologi dan organisasi yang diterapkan saat ini. Hal ini tentu
menimbulkan pertanyaan, terlebih mengingat bahwa ternyata dari segi performa mendeteksi sinyal
para pemandu menunjukkan hasil yang amat baik. Maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk,
mengetahui faktor-faktor penyebabnya."
2002
S3003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine
"Remaja dalam menyongsong masa depannya. memeriukan pendampingan dari orang-orang yang iebih tua dan berpengalaman. Pendampingan diperlukan remaja untuk mengarahkan keinginan dan cita-cita mereka secara optimal. Program bantuan seperti itu, telah diberikan di Sekoiah Menengah Umum, yang dikenal dengan program Bimbingan dan Konseling. Namun. dan penelitian terdahulu dan hasil wawancara singkat pada beberapa siswa SMU, dirasakan keberadaan program yang penting ini, tidak begitu mendapatkan perhatian siswa. Oleh karena itu, peneliti hendak mengetahui bagaimana siswa mempersepsikan program BK sesungguhnya. Dalam peneletian ini juga akan dilihat perbedaan yang muncul antar kelompok jurusan program studi IPA dan IPS serta antar kelompok konsep diri tinggi dan rendah pada aspek kemampuan fisik. aspek daya tarik penampilan, aspek hubungan sosial dan aspek kemampuan dalam mata pelajaran sekoiah. Penelitian dilakukan pada 80 siswa/i SMU, yang duduk di kelas 111 dan sudah mendapalkan program BK selama dua tahun. Pengambrlan data dilakukan dengan penyebaran kuesloner. bertipe skala Liked.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SMU mempersepsikan program BK panting dan bermanfaat, namun dalam pelaksanaannya program ini masih kurang diberikan eecara menarik, sehingga adakalanya menyebabkan srsvra metasa bosan dan mengantuk. Berdasarkan jurosan program studi, ditemukan perbedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap manfaat BK dan pelaksanaan BK di sekolah. Namun, dalam persepsi tentang peranan BK di bidang bimbingan ptibadi-sosial, bimbingan belajar dan bimbingan kanr, tidak ditemukan adanya perbedaan yang slgnifikan.
Berdasarkan konsep dm, ditemukan tidak adanya pedtedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap program BK antar kelompok konsep din tinggi dan rendah dalam aspek kemampuan fisik. Dalam ketlga aspek konsep din lainnya, yaHu aspek daya tank penampilan, aspek hubungan sosial dan aspek kemampuan daiam mata pelajaian sekolah, tidak ditemukan perbedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap guru pembimbing BK, dan peranan BK dalam kehidupan siswa d, bidang bimbingan pnbadi-sosial dan bidang bimbingan beiajar. Walaupun daiam ketiga aspek tersebut, ditemukan juga ada perbedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap manfaat BK, metode pelaksanaan BK dan peranan BK di bidang bimbingan karir."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2630
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yvonne Listyawati
"Menyampaikan pesan iklan kepada kalayak sasaran dalam suatu media tertentu terkadang bukanlah hal yang mudah bagi pembuat iklan. Demikian juga halnya dengan memahami pesan iklan tertentu bagi kalayak sasaran. Semua strategi dan taktik yang dirancang sedemikian rupa kadang masih menimbulkan kegagalan, atau kesenjangan persepsi di antara kedua belah pihak, pembuat iklan dan kalayak sasaran, karena di antara mereka terdapat perbedaan latar belakang biologic dan psikologis, yang menentukan kerangka rujukan dan kerangka pengalamannya masing-masing. Bahkan sebagai manusia yang memiliki kodrat sifat yang berbeda-beda, di antara kalayak sasaran sendiri, masih terdapat perbedaan, walaupun oleh perencana produk, mereka telah dikelompokkan ke dalam satu kategori tertentu yang memiliki beberapa unsur kesamaan untuk kemudahan menentukan strategi positioning produk dan sasaran pasar.
Dalam kasus komunikasi iklan Brisk Hair Cream, melalui data sekunder dan hasil wawancara mendalam, peneliti melihat adanya kesenjangan persepsi di antara pembuat iklan dengan kalayak sasaran. Sebagian pesan utama yang disampaikan melalui media televisi, kurang dapat ditangkap dengan benar oleh kalayak sasaran, seperti yang diharapkan oleh pembuat iklan. Hal ini, memperlihatkan adanya fenomena kesenjangan persepsi di antara mereka, yang dalam penelitian ini akan dikaji lebih jauh mengapa fenomena ini bisa terjadi.
Dalam analisis data, peneliti menemukan faktor-faktor struktural seperti kebutuhan, pengalaman, dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor personal, dan faktor fungsional yang berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu, dimana kedua faktor tersebut memiliki peranan kuat dalam menentukan persepsi seseorang. Dari faktor fungsional diketahui bahwa kerangka rujukan kalayak sasaran yang berbeda menimbulkan respon yang berbeda pula terhadap iklan Brisk Hair Cream. Sedangkan dari faktor struktural dapat diketahui bahwa dengan urutan stimuli yang berlainan, kalayak sasaran juga memiliki penafsiran yang berlainan terhadap iklan Brisk Hair Cream. Lebih lanjut, dikaji pula bagaimana faktor-faktor ini dapat mempengaruhi persepsi kalayak sasaran sehingga respon mereka terhadap iklan Brisk Flair Cream, baik secara rasional maupun emosional, tidak seperti yang dipersepsikan dan diprediksikan sebelumnya oleh pembuat iklan.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian secara kualitatif dan kuantittatif, karena data sekunder diperoleh dari hasil penelitian pihak ketiga dan data primer diperoleh melalui wawancara langsung secara mendalam kepada responden yang dianggap mampu memberi data yang signifikan dan memiliki kemampuan di bidangnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>