Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ira Dhamayanti
"Tujuan utama penelitian ini adalah mendapatkan gambaran penyesuaian diri seorang duda "ketika menghadapi kematian istrinya. Diharapkan akan diperoleh gambaran mengenai proses tahapan grief, serta upaya-upaya yang dilakukan seseorang dalam rangka menyesuaikan diri dengan rentang emosi yang dialaminya. Penyesuaian diri disini dikaitkan dengan teori mengenai tahapan grief dimana seseorang dianggap sudah menyesuaikan diri apabija ia sudah mencapai tahap terakhir, yaitu tahap penyelesaian. Manfaat penelitian secara teoritis adalah selain menambah pengetahuan mengenai penyesuaian diri seorang duda dalam menghadapi kematian istrinya. Sedangkan manfaat praktis adalah membantu memperoleh gambaran mengenai dinamika proses penyesuaian diri tersebut.
Teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah konsep tentang penyesuaian diri, bereavement, faktor-faktor yang berpengaruh, dan karakteristik usia tengah baya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif , dimana peneliti tidak meramalkan hasil yang akan diperoleh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dimana data yang diperoleh berbentuk data deskriptif dan mendetail. Teknik pengambilan data yang dipakai adalah wawancara mendalam ditunjang dengan observasi. Karakteristik subyek penelitian yang diambil adalah duda usia tengah baya dari usia 35 sampai 60 tahua, yang sudah menjalani masa bereavement berkisar antara 6 bulan sampai 2 tahun.
Hasil panelitian menunjukkan bahwa dalam menjalani penyesuaian din. duda mengalami tahapan dalam rentang emosi yang dialaminya, Tahapan tersebut adalah .ahap kemunduran, tahap menjalani. dan tahap resolusi . Tidak semua duda mengalami mhapan dan mniang emosi yang sama. Perbedaan tersebut dipengaruh, terutama oleh tiga faktor. yaitu Kualitas hubungan. kondisi kematian, dan dukungan sosial. Selain itu juga ada faktor sosiodemografis, krisis yang teqadi secara bersamaan, dan faktor kepribadian. Yang menarik dari penelitian ini adalah ditemukan faktor baru yang : mempengaruhi proses tahapan grief, yaitu usia anak.
Saran untuk penelitian ini ada dua macam, yaitu saran prakt.s dan saran teontis. Saran praktisnya yanrg. bh.i-scap ddiibbeerniKkaann add alah bahwa prose,s menjalani ,masa bereavement akan lebih mudah apabila emosi yang d.rasakan diekspresikan. Sedangkan saran teoritis adalah perlunya penggalian informasi mengenai tahapan grief secara lebih dalam. serta penelitian diadakan pada kelompok usia yang berbeda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikarie Monitha Arthos
"Kematian berarti berakhirnya daur kehidupan seseorang dan merupakan bagian dari eksistensi manusia yang perlu dikenali sebagai komponen yang alami dalam daur kehidupan, yang pada akhirnya dapat memberi arti pada keberadaanya sebagai manusia. Kematian menetapkan batasan dalam kehidupan dan mengingatkan manusia untuk memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaikbaiknya. Tetapi, bagi orang lain pada siapa kematian tersebut membawa pengaruh, hal ini tetap merupakan faktor yang harus diintegrasikan ke dalam daur kehidupan yang sedang berlangsung (Peterson, 1984). Sebab, bagi orang yang ditinggalkan, kematian tersebut dapat menimbulkan kesedihan yang dapat dianggap sebagai saat krisis dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kehidupannya.
Ada 2 kehilangan yang dapat dikatakan paling mengganggu dan mungkin menjadi tekanan, yaitu kehilangan anak dan kehilangan pasangan. Dalam daur kehidupan manusia, terdapat suatu periode di mana masalah kehilangan pasangan merupakan salah satu penyesuaian yang harus dilalui dalam tahap perkembangannya, yaitu tahap dewasa akhir (late adulthood). Bagi pasangan lanjut usia, lamanya hidup bersama telah membuat mereka mengembangkan suatu hubungan yang nyaman melalui kegiatan rutin sehari-hari dan membuka kesempatan untuk memperdalam hubungan serta lebih menerima dan memahami pasangan. Oleh sebab itu, pasangan diasumsikan mengalami penderitaan paling besar dalam perpisahan karena kematian.
Kematian seseorang dapat menimbulkan kehilangan (bereavement) dan rasa sedih (grief) yang muncul sebagai reaksi normal terhadap kehilangan. Masa kehilangan kemudian membawa dua tantangan, yaitu menyelesaikan kesedihan akibat kehilangan orang yang dicintai dan membangun kehidupan baru sebagai individu (Brubaker, 1985 dalam Lemme, 1995). Ada tiga hal yang dapat dijelaskan sehubungan dengan pengalaman kehilangan, yaitu proses yang dilalui, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi yang timbul sebagai akibat kehilangan tersebut. Pengetahuan akan hal ini akan dapat digunakan sebagai dasar pemberian bantuan bila terjadi kesulitan saat menjalaninya. Dengan memperhatikan kekhususan pada tingkat perkembangan dewasa akhir dan perbedaan dalam respon terhadap rasa kehilangan pada pria dan wanita, dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran proses kehilangan dan kesedihan wanita lanjut usia yang kehilangan pasangan, dengan mengacu pada aspek proses yang dilalui, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi yang dirimbulkan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data. Subyek penelitian terdiri dari 5 orang wanita lanjut usia yang telah menjanda selama IV2 sampai 2 tahun 4 bulan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap kelima subyek, yang dipandu dengan pedoman wawancara berstruktur. Setelah data selesai dikumpulkan, dilakukan analisa secara kualitatif untuk mendapatkan gambaran proses kehilangan dan kesedihan pada wanita lanjut usia akibat kematian pasangan. Proses analisa data yang digunakan berasal dari definisi analisa data yang dikemukakan oleh Miles & Huberman (1994).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa gambaran proses berduka yang dialami oleh subyek mempunyai perbedaan-perbedaan bila dibandingkan dengan apa yang dikemukakan oleh teori mengenai proses berduka dari Phyllis Silverman dan Parkes. Pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses berduka dan konsekuensi setelah kehilangan pasangan terlihat adanya keunikan pada tingkat perkembangan dewasa akhir ini, dengan faktor usia dan lamanya menikah sebagai dasar perbedaannya. Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan subyek dan karakteristik dari tingkat perkembangan dewasa akhir kemudian digunakan untuk menjelaskan kenapa perbedaan dengan teori itu terjadi. Faktor agama yang muncul dalam menjalani kehilangan juga menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan.
Saran terhadap penelitian meliputi penggunaan metode longitudinal untuk penelitian selanjutnya dan menambah penggunaan wawancara terhadap orang yang mengetahui bagaimana subyek menjalani kehilangannya. Selanjutnya penelitian mengenai fenomena yang sama pada tingkat perkembangan yang berbeda dan mengetahui pengaruh faktor-faktor lain terhadap pengalaman berduka seseorang akan menambah pengetahuan mengenai fenomena kehilangan dan kesedihan akibat kematian. Pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki diharapkan dapat dijadikan dasar pemberian bantuan bagi orang-orang yang mengalami kesulitan dalam melalui proses tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soni Akhmad Nulhaqim
"Peningkatan jumlah penduduk lansia disatu sisi menggembirakan yaitu mencerminkan meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat, namun pada sisi lain menimbulkan permasalahan bagi lansia berupa permasalahan umum, permasalahan fisik, psikologis dan sosial ekonomi, juga bagi pemerintah yaitu berkaitan dengan penyediaan berbagai pelayanan. Keluarga diharapkan dapat menjadi lingkungan utama dalam pelayanan lansia. Dengan demikian, program-program pelayanan lansia yang berbasiskan pada keluarga merupakan program yang perlu dikembangkan.
Penelitian ini berupaya untuk mengkaji sistem pelayanan BKL di Kelurahan Batununggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimana keadaan kelompok BKL sebagai sistem pelaksana perubahan; (2) bagaimana keadaan sistem kegiatan kelompok BKL; (3) bagaimana keadaan sistem sasaran kelompok BKL dan; (4) bagaimana keadaan sistem klien kelompok BKL. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif Berdasarkan hal tersebut, maka jenis penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sistem pelayanan kelompok BKL Bougenville di Kelurahan Batununggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Populasi penelitian adalah para pengurus 18 orang dan para anggota kelompok BKL sebanyak 92 orang. Dengan menggunakan teknik sensus maka keseluruhan responden diambil dalam penelitian ini, sedangkan key person untuk wawancara mendalam digunakan teknik purposive sampling sebanyak tiga orang.
Kerangka teori utama yang digunakan adalah sistem dasar praktek pekerjaan sosial. Kerangka ini mengacu pada pendekatan pekerjaan sosial yaitu dualistic aproach maksudnya pekerja sosial berusaha melakukan perubahan terhadap masalah yang dihadapi oleh klien, juga melakukan usaha perubahan terhadap lingkungan sosial klien tersebut. Dengan demikian, suatu usaha perubahan yang dilakukan oleh pekerja sosial memunculkan sub-sub sistem dalam sistem dasar praktek pekerjaan sosial yaitu sistem pelaksana perubahan, sistem kegiatan, sistem sasaran, dan sistem klien. Kerangka analisis penunjang menggunakan pelayanan sosial dan teori tentang lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelompok BKL merupakan kelompok sosial yang berada di dalam iingkungan RW yang berusaha mengadakan perubahan dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan kesejahteraan lansia. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kelompok BKL adalah kegiatan agama, kegiatan kesehatan, kegiatan olah raga, kegiatan keterampilan dan kegiatan usaha, kegiatan anjang sana, serta kegiatan pertemuan lansia. Kegiatan tersebut melibatkan orang-orang yang diangggap berkompeten dalam bidangnya. Sistem sasaran BKL mengacu pada kelompok-kelompok yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kelompok BKL, sedangkan sistem kliennya adalah orang-orang yang menjadi anggota BKL.
Dilihat dari sistem dasar praktek pekerjaan sosial, maka kelompok BKL dianggap: (a) sebagai sistem pelaksana perubahan yaitu kelompok yang berada dilingkungan RW yang berusaha mengadakan perubahan dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan kesejahteraan lansia; (b) sistem kegiatan kelompok BKL adalah orang-orang yang dianggap ahli dalam bidangnya masih terbatas pada kegiatan tertentu saja; (c) sistem sasaran seharusnya adalah keluarga bukan kelompok-kelompok yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya; dan (d) sistem klien seharusnya adalah lansia bukan semua orang yang menjadi peserta BKL.
Saran yang dirumuskan meliputi saran akademik adalah perlunya penelitian pekerjaan sosial dengan menggunakan perspektif pekerjaan sosial, sedangkan saran praktis ditujukan bagi pengembangan pelayanan sosial bagi lansia meliputi pengembangan pelayanan bagi keluarga lansia dengan menggunakan pendekatan sistem dasar praktek pekerjaan sosial, dan pendekatan budaya berupa sosialisasi nilai-nilai kepada anggota keluarga dan pelayanan sosial bagi lansia secara umum berupa pemberdayaan lembaga panti werda baik yang bersifat komersial maupun non komersial, sedangkan penciptaan pelayanan sosial yang baru yaitu mengupayakan pelayanan baru terutama pelayanan yang ditujukan untuk menunjang aktivitas lansia misalnya penyediaan fasilitas umum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T5081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lanniwati Yapianto
"Kematian pasangan hidup merupakan stressor terbesar dalam hidup seseorang yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Kesepian merupakan stress emosional yang paling menekan adalah masalah utama yang dihadapi oleh janda dan duda usia lanjut (Perlman & Peplau, 1982; Kimmel, 1992; Journal of applied family & child studies, 1986, vol 35). Menikah kembali dapat menjadi jalan keluar bagi para usia lanjut untuk terbebas dari kesepian (Journal of marriage & the family, 1978, vol 40; Hurlock, 1983; Papalia & Olds, 1992). Pada usia lanjut beberapa aspek seperti aspek fisik dan kognitif mengalami penurunan. Kesehatan emosi berkaitan dengan kehidupan yang telah dilalui; seseorang yang merasa bahagia dan mampu melihat kehidupannya di masa lalu tanpa merasa menyesal dan bersalah akan mengalami emosi positif (Vaillant & Vaillant dalam Papalia & Olds, 1992). Interaksi sosial sangat penting bagi usia lanjut agar mereka tidak merasa tersisih dari masyarakat.
Hubungan dengan pasangan hidup mempengaruhi kepuasan hidup seseorang; keberadaan pasangan hidup membantu orang usia lanjut dalam mencapai kesejahteraan emosional dan membuat mereka merasa penting dan diperlukan (Papalia & Olds, 1992). Oleh karena itu kehilangan pasangan hidup menimbulkan masalah-masalah praktis dan emosional bagi usia lanjut. Bagi duda usia lanjut kesepian yang mereka alami ditambah pula dengan keadaan mereka yang tidak terbiasa mengurus diri sendiri; sehingga mereka sangat membutuhkan pendamping di usia tua (Berardo dalam Bell, 1971). Janda usia lanjut walaupun mempunyai dukungan sosial dari anak dan sahabat tetap membutuhkan kehadiran pendamping dalam hidup mereka. Mereka menempatkan companionship sebagai alasan untuk menikah kembali (Gentry & Schulman, 1988; Bengston, 1990 dalam Aiken 1995). Menikah kembali memberikan pengaruh positif karena membuat para usia lanjut lebih bahagia (Butler &, Lewis, dalam Aiken, 1995). Namun para usia lanjut yang menikah kembali harus melalui penyesuaian yang cukup berat sebab selain adanya perbedaan latar belakang; harapan dan kebiasaan yang terbentuk selama pernikahan pertama dijadikan dasar dalam pernikahan kedua ini sehingga mereka sering membandingkan pasangan saat ini dengan pasangan yang dulu (Furstenberg, dalam Hall & Perlmutter, 1992).
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam sebagai bentuk pengumpulan data. Subyek dalam penelitian ini diperoleh melalui cara informal dan formal. Dari keempat subyek yang diwawancarai, kebutuhan akan pendamping merupakan alasan mereka menikah kembali. Selain itu perasaan kasihana pada pasangan juga menjadi dasar pertimbangan ketika memutuskan untuk menikah kembali. Adanya perbedaan latar belakang antar suami istri kerapkali menimbulkan masalah dalam penyesuaian diri. Menikah kembali setelah kematian pasangan hidup dapat menjadi pilihan bagi usia lanjut jika didukung oleh adanya kesamaan latar belakang, persetujuan keluarga, mengetahui kebutuhan pasangan dan adanya penghasilan yang memadai. Menikah kembali di usia lanjut membutuhkan pertimbangan matang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavia Risna Damayanti
"Dalam dunia ini, manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, seperti yang dikatakan oleh Turner dan Helms (1995) bahwa mencari dan menjalin hubungan dengan orang lain adalah naluri seorang manusia. Jalaludin Rakhmat (1988) dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyebutkan pula bahwa manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga selalu ingin berhubungan dengan orang lain secara positif.
Ternyata, tidak semua orang dapat memiliki kehidupan sosial yang mulus. Cutrona (dalam Peplau dan Perlman, 1982) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa keadaan loneliness, merupakan keadaan yang dapat dihasilkan akibat ketidakterpenuhinya kebutuhan interaksi seorang individu. Loneliness, dapat menyebabkan akibat yang buruk seperti alkoholisme, bunuh diri dan berbagai gejala penyakit (Perlman dan Peplau, 1982).
Kebutuhan interaksi yang intim seorang individu dapat dipenuhi lewat lembaga perkawinan, dimana disebutkan oleh Cox (dalam Brehm, 1992) bahwa interaksi sosial dalam perkawinan merupakan bentuk interaksi yang mempunyai sifat paling intim bila dibandingkan dengan bentuk interaksi lain. Menurut penelitian Freedman (dalam Brehm, 1992), dalam suatu perkawinan para istri mengalami loneliness lebih besar daripada para suami.
Menurut Fischer dn Philip (dalam Brehm, 1992), wanitalah yang rentan terhadap loneliness apabila ikatan intim atau pernikahan tersebut mengurangi akses mereka pada jaringan sosial yang lebih luas. lnilah yang disebut sebagai isolasi sosial, dimana salah satu kelompok istri yang mengalaminya adalah mereka yang tidak bekerja atau yang lazim disebut ibu rumah tangga.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran loneliness pada ibu rumah tangga tengah baya yang tidak bekerja. Subyek yang dipilih adalah mereka dengan usia 40-60 tahun atau pada masa middle adulthood dan tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan sendiri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan menggunakan alat Revised UCLA Loneliness Scale yang terdiri dari 20 item. Alat ini mengandalkan penilaian subyek terhadap dirinya sendiri yang berarti memiliki kelemahan dapat terjadi kemungkinan faking good atau subyek berusaha terlihat baik di mata orang lain.
Hasil penelitian yang didapatkan ternyata, rata-rata dari 80 orang ibu rumah tangga tengah baya yang tidak bekerja tersebut mengalami loneliness, hanya saja pada tingkat yang rendah atau kadar loneliness-nya rendah. Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan hasil penelitian ini, tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang relevan.
Penjelasan pertama, wanita memfokuskan perkembangan dirinya pada perkembangan keluarganya (Kelly & Noen dalam Turner & Helms, 1995), sehingga kesuksesan anggota keluarganya merupakan kesuksesan bagi dirinya, hal tersebut dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat loneliness pada rata-rata subyek. Penjelasan kedua, seperti diungkapkan Frieze (1978), wanita masih menilai sumber kepuasannya adalah perkawinan dan anak-anaknya sehingga tanpa bekerjapun mereka telah memperoleh kepuasan hidup. Memiliki anak, dapat menjadi penjelasan selanjutnya, dengan demikian salah satu tugas perkembangannya, yaitu membantu anak-anaknya yang sedang bertumbuh menjadi orang dewasa yang matang secara sosial (Duvall dalarn Pikunas, 1976) dapat terlaksana dengan baik.
Peningkatan kualitas dalam pernikahan yang umumnya terjadi pada masa ini seperti yang diungkapkan oleh Pikunas (1976), merupakan penjelasan selanjutnya, sebab dengan demikian perasaan lonely seseorang cenderung dapat terobati. 80 % subyek mengikuti aktivitas di luar rumah juga dapat menjadi penjelasan terhadap hasil penelitian, sebab, aktivitas tersebut dapat membantu subyek menjaga jaringan sosialnya dengan masyarakat di sekitarnya. Hal selanjutnya yang dapat pula menjadi penjelasan adalah tingkat pendidikan subyek yang mayoritas atau 61.25 % adalah lulusan SLTA, karena menurut Peplau dan Perlman (1982) seseorang yang berpendidikan rendah akan cenderung terisolir."
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoan Utami Putri
"Pendahuluan:
Fungsi tidur adalah masalah yang kurang diperhatikan pada lanjut usia (lansia). Diperkirakan 50-70% lansia di dunia mengalami gangguan tidur kronis. Kualitas tidur yang baik sangat berkorelasi dengan status mental, kesehatan kognitif, fungsi kardiometabolik, faktor risiko
jatuh, kemandirian aktivitas sehari-hari, dan kualitas hidup lansia. Sleep hygiene dikenal sebagai pendekatan lini pertama untuk mempromosikan sikap tidur yang sehat bagi lansia, meliputi aspek aktivitas fisik, diet dan modifikasi lingkungan.
Metode: Tujuan dari studi one group pre-post ini adalah untuk menilai pengaruh teleedukasi
video sleep hygiene yang dirancang khusus untuk populasi lansia guna meningkatkan kualitas tidur. Skor The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) akan dinilai pada awal dan akhir minggu ke lima. Penelitian ini juga bertujun untuk mengetahui kepatuhan lansia terhadap intervensi
edukasi jarak jauh.
Hasil: Sebanyak 39 subjek direkrut dalam penelitian ini, dengan mayoritas subjek perempuan
(61,5%). Terdapat penurunan skor global PSQI yang signifikan sebesar 5,7 poin (95%CI 4,2-
7,3 p<0,001) setelah lima minggu intervensi. Empat dari total enam domain mengalami perbaikan, yaitu latensi tidur, durasi tidur, gangguan tidur, dan disfungsi siang hari. Presentasi kepatuhan lansia diperoleh sebesar 89%.
Kesimpulan: Terdapat peningkatan kualitas tidur yang signifikan pada lansia pasca lima minggu tele-edukasi sleep hygiene.

Sleep is an underdiagnosed problem in elderly. It is estimated that 50-70% of global elderly experience chronic sleep disturbance. Good sleep quality is strongly correlated with cognitive health, fall risk factors, independence of activity of daily living, and quality of life. Sleep hygiene is known as a first line approach for promoting healthy sleep for elderly. The aim of this one group pre-post design study is to assess the effect of innovative sleep hygiene educational videos particularly designed for older population to improve sleep quality. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) score will be assessed in baseline and after five weeks. The secondary outcome is to investigate the adherence of elderly to tele-education intervention.A total thirty-nine subjects was recruited, with majority of women (61.5%). There is significant decreasing of global PSQI score for 5,7 points (95%CI 4,2-7,3 p <0.001) after five weeks of intervention. Four of total six domains are improved, that is sleep latency, sleep duration, sleep disturbance, and daytime functioning. The adherence of elderly is 89% in total. There is significant improvement of sleep quality in elderly after five weeks of tele-educational sleep hygiene intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefi Liska
"ABSTRAK
Usia dewasa madya merupakan saat penuaan mulai dialami dan disadari oleh
seseorang. Perubahan fisik akibat penuaan dinilai lebih negatif pada wanita
dibandingkan pria karena standar penilaian sosial yang mementingkan penampilan
fisik pada wanita dibandingkan pria. Hal tersebut dapat mempengaruhi body
image dan menimbulkan aging anxiety pada wanita dewasa madya. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara body image dan aging anxiety pada
wanita dewasa madya. Partisipan penelitian adalah 67 orang wanita yang berusia
40-65 tahun di Jabodetabek. Berdasarkan hasil uji statistik, ditemukan bahwa ada
hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara body image dan aging
anxiety (r = -,365, p < ,05, two-tailed).

ABSTRACT
Middle age is the time when aging begins. Physical change, as an effect of aging,
in women is valued more negatively than in men because of social standard which
appraises women mostly based on their appearance. Such standard could influence
body image and cause aging anxiety in the middle aged women. This research was
conducted to find the correlation between body image and aging anxiety in middle
aged women. The participants in this research were 67 women who aged between
40-65 years old, residing in Jabodetabek. The statistic test result reveals that there
was a significant correlation between body image and aging anxiety (r = -,365,
p < ,05, two-tailed)."
2014
S53756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugi Silih Mulyadi
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara motivasi kerelawanan dan distres psikologis pada relawan usia 18-29 tahun emerging adulthood. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan responden relawan yang berjumlah 909 orang dengan jenis kegiatan kerelawanan yang berbeda-beda. Motivasi kerelawanan diukur dengan menggunakan Volunteer Functions Inventory VFI, dan distres psikologis diukur dengan menggunakan Hopkins Symptom Checklist-25 HSCL-25, kedua instrumen tersebut telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Terdapat enam dimensi motivasi kerelawanan yaitu perlindungan, nilai, karir, sosial, pemahaman, dan pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan positif antara motivasi kerelawanan dimensi perlindungan dan distres psikologis. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi nilai, sosial, karir, pemahaman, dan pengembangan dengan distres psikologis.

The purpose of this research is to examine the correlation between volunteering motivation and psychological distress among volunteer with age 18 29 years old emerging adulthood. This research uses correlational method with 909 respondents that have participated in various volunteering activity. Volunteering motivation was measured by Volunteer Functions Inventory VFI, and psychological distress was measured by Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25, both have been adapted into Indonesian. Volunteering motivation consist of six dimensions, protective, values, career, social, understanding, and enhancement. Result shows that there was significant positive correlation between one dimensions of volunteering motivation protective with psychological distress. There was not significant correlation between five dimension of volunteering motivation values, social, career, understanding, enhancement and psychological distress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asminarsih Zainal Prio
"Teknik relaksasi progresif merupakan latihan kontraksi dan relaksasi pada setiap kelompok otot secara sistematis dan dapat digunakan untuk menurunkan nyeri gastritis. Nyeri yang dialami dapat terus menerus mengalami kekambuhan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas teknik relaksasi progresif dalam menurunkan nyeri dan frekuensi kekambuhan nyeri pada lansia dengan gastritis. Metode penelitian ini adalah quasi experiment dengan pre test and post test design with control group. Pengambilan sampel dengan multistage random sampling dengan sampel 68 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa respon nyeri pada kelompok intervensi sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi teknik relaksasi progresif, respon nyeri pada kelompok intervensi lebih rendah daripada kelompok kontrol sesudah dilakukan teknik relaksasi progresif (p=0,000) dan frekuensi kekambuhan nyeri pada kelompok intervensi sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi teknik relaksasi progresif, frekuensi kekambuhan nyeri pada kelompok intervensi lebih rendah daripada kelompok kontrol (p=0,000). Konsumsi obat gastritis berkontribusi terhadap respon nyeri (p=0,000) berarti bahwa respon nyeri tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, pola makan dan konsumsi obat anti inflamasi non steroid tetapi dipengaruhi oleh konsumsi obat gastritis. Jenis kelamin berkontribusi terhadap frekuensi kekambuhan nyeri (p=0,019) berarti bahwa frekuensi kekambuhan nyeri tidak dipengaruhi oleh pola makan, konsumsi obat gastritis, dan konsumsi obat anti inflamasi non steroid tetapi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Implikasi penelitian ini adalah agar teknik relaksasi progresif dijadikan kompetensi perawat dan diaplikasikan sebagai intervensi keperawatan dalam mengurangi nyeri gastritis. Direkomendasikan untuk menggunakan teknik relaksasi progresif sebagai strategi koping dalam kehidupan sehari hari.

Progressive muscle relaxation is a systematic contraction and relaxation exercise of muscle that can be used to relieve pain. Elderly population is at risk of experiency gastric pain experience related to degenerative and psychological factors. Gastric pain could happen frequently. This research aimed to examine the effect of progressive muscle relaxation on relieving gastric pain and pain recurrency. The method used in this study was quasi experimental using pretest and posttest design with control group. Data collection was conducted by multistage random sampling to reach 68 participant (34 in intervention group and 34 in control group). The result showed that gastric pain of intervention group was lower than that of control group after progressive muscle relaxation (p=0,000) and pain aecurrency of intervention group was lower than that of control group after progressive muscle relaxation (p=0,000). Medications therapy contributed to gastric pain of elderly (p=0,000),while sex, eating habit, and antiinflamation non steroid drugs were not confounding factors for gastric pain. Sex contributed to pain recurrency in elderly (p=0,019), while eating habit, medications therapy, and antiinflamation non steroid drugs were not confounding factors for pain recurency. This research implied that progressive muscle relaxation can be consider as one of nursing compentencies and applied as a nursing intervention to relieve gastric pain. It is recommended that applying progressive muscle relaxation is necessary to cope with dayly hassles."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>