Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117611 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustina Untari
"Kualitas belajar siswa tergantung pada bagaimana ia mengarahkan dirinya sendiri di saat belajar, atau disebut dengan istilah self-regulated learning. Untuk dapat belajar secara efektif, siswa perlu mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menggunakan berbagai strategi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hasil belajarnya. Namun, lingkungan belajar yang banyak diterapkan di sekolah dinilai kurang dapat mendorong perkembangan self-regulated learning. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dihadirkan metode belajar kolaboratif yang direkomendasikan memberikan lingkungan yang subur bagi berkembangnya self-regulated learning siswa.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tentang perkembangan penggunaan strategi-strategi self-regulaIed learning pada siswa SMU yang mengikuti kegiatan belajar kolaboratif. Studi ini melibatkan 14 orang subyek yang mengikuti kegiatan belajar kolaboratif selama 8 sesi. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara tentang penggunaan strategi sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan belajar kolaboratif. Selain itu, data percakapan dalam kegiatan belajar kolaboratif direkam dan digunakan untuk memperoeh gambaran tentang perkembangan penggunaan strategi selama kegiatan tersebut.
Data wawancara memberikan gambaran tentang penggunaan strategi-strategi self-regulated learning siswa dalam berbagai situasi belajar sehari-hari. Perbandingan hasil pretest dan posttest menunjukkan adanya perbedaan penggunaan strategi pada situasi belajar di rumah, terutama pada strategi seeking information. Sementara data hasil percakapan menunjukkan bahwa perkembangan penggunaan strategi-strategi self-regulated learning selama kegiatan belajar kolaboratif dipengaruhi oleh berbagai struktur lingkungan yang dihadirkan, seperti bentuk tugas, kehadiran pakar, dan peran guru sebagai mediator."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda I. Sumayku
"Sekolah belum berhasil mempersiapkan siswa untuk terjun ke masyarakat (dunia kerja/kehidupan sehari-hari). Ini disebabkan karena sebagian besar aktivitas sekolah masih dijiwai plinsip surface conception of learning. Prinsip ini mengandung pemahaman bahwa belajar (learning) adalah sekedar proses merekam pengetahuan baru untuk ditambahkan kepada kumpulan pengetahuan yang sudah ada, bukan upaya aktif pelakunya mengkonstruksi pemahaman bagi dirinya seperti terkandung dalam prinsip deep conception of learning. Konteks belajar dapat mempengaruhi conception of learning siswa, yang akan menentukan pendekatan mereka dalam belajar. Pendekatan dalam belajar dapat dilihat dari strategi-strategi self-reguIated learning siswa ketika berhadapan dengan tugas belajar. Metode belajar kolaboratif; yang dirancang berdasarkan prinsip deep conception of learning, memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi munculnya strategi-strategi self-regulated learning.
Masalah-masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana conception of learning siswa SMU? (2) Bagaimana conception of learning mereka setelah mengikuti kegiatan belajar kolaboratif? Dan (3) Bagaimana hubungan conception of learning yang ditampilkan para siswa tersebut dengan penggunaan strategi strategi self-regulated learning mereka dalam kegiatan belajar kolaboratif?
Penelitian ini adalah penelitian N kecil (N=15). Subyek adalah siswa SMU Islam Dian Ilmu Cinere. Data conception of learning siswa diperoleh lewai wawancara (sebelum dan sesudah kegiatan belajar kolaboratif), sedangkan data strategi sirategi self-regulated learning siswa diperoleh lewat penyelenggaraan kegiatan belajar kolaboratif. Analisis data bertujuan melihat proses/dinamika perubahan yang terjadi, dan pola hubungan dalam proses tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek ternyata memiliki surface conception of learning, namun setelah kegiatan belajar kolaboratif, terjadi perubahan positif. Penelitian ini juga mencatat antara lain ciri-ciri subyek yang memiliki deep learning conception dalam penggunaan self-regulated learning strategies, dan mereka yang mengalami perubahan positif dalam learning conception."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasiatun Israini
"Individu harus memiliki keterampilan melakukan pemecahan masalah untuk mengatasi masalahnya sehari-hari. Agar dapat melakukan pemecahan masalah secara efektif dan efisien seseorang hams menguasai tingkahlaku-tingkahlaku tertentu yang disebut sebagai tingkah laku inteligetL Pendidikan bertujuan akhir mengajarkan siswa untuk mampu melakukan pemecahan masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Namun saat ini, hasil pendidikan belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan tersebut.
Selama ini metode pengajaran yang paling sering diterapkan adalah metode ceramah Metode ini teibukti kurang efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa memecahkan masalaL Oleh karena itu perlu diterapkan metode pengajaran lain yang lebih efektif. Belajar dalam kelompok (belajar secara kolaboratit) yang mengajak siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses belajar diyakim dapat memberikan hasil yang lebih baik. Dalam kegiatan belajar kolaboratif mi tingkah laku inteligen, yang menentukan keterampilan seseorang memecahkan masalah, dapat berkembang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kegiatan belajar kolaboratif dengan keterampilan siswa melakukan pemecahan masalah melalui gambaran tingkah laku inteUgen yang tampil selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif. Selain itu, ingin dilihat pula hal-hal yang kiranya beipengamh pada tingkah laku inteligen yang ditampilkan siswa selama berlangsungnya proses kegiatan belajar kolaboratif.
Untuk itu satu kelompok siswa diminta melakukan kolaborasi untuk memecahkan masalah Selama berlangsungnya proses tersebut dilakukan perekaman terhadap percakapan-percakapan yang teijadi antar siswa, Percakapan yang terekam itu kemudian dikategorisasi ke dalam indikator tingkah laku inteligen yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif, tingkah laku inteligen yang paling sering tampil adalah tingkah laku bertanya, mendengar, dan keinginan imtuk mencapai hasil keija yang akurat. Sementara itu, kreativitas siswa hampir tidak muncul selama berlangsungnya kegiatan tersebut Situasi tertentu, yaitu kehadiran pakar, guru, dan jangka waktu pelaksanaan sesi kegiatan belajar kolaboratif tampak memepengaruhi pola tampilnya tingkah laku inteligen siswa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rini Lutanida
"Berbeda dari pendekatan tradisional yang selama ini cenderung mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan siswa seraata, menurut perspektif konstruktivisme sasaran utama dari sistem pengajaran di sekolah lebih difokuskan pada hal-hal afektif seperti learning how to learn dan juga untuk mengembangkan kreativitas dan potensi manusia. Oleh sebab itu yang lebih diutamakan dari proses belajar adalah mengembangkan aspek-aspek yang ada didalam diri individu. Ide yang ingin disampaikan oleh pendekatan ini ialah anak sebagai seorang pelajar atau siswa seharusnya mampu mengarahkan pendidikan bagi dirinya sendiri. Pandangan ini mensyaratkan agar siswa dapat lebih aktif berperan dalam proses belajaraya, ungkapan ini dikenal dengan istilah self-regulated learning. Salah satu ciri yang dimiliki seorang self-regulated learner ialah siswa tersebut lebih mengandalkan penggunaan metode belajar yang terencana dan otomatis atau sering disebut strategi belajar.
Dalam kegiatan belajar akademis, self-regulation siswa dapat diamati melalui berbagai strategi belajar yang digunakannya saat menghadapi tugas. Strategi belajar adalah proses yang diarahkan siswa untuk memperoleh keterampilan atau informasi. Tindakan ini dipersepikan oleh siswa sebagai alat dan juga perantara dalam mencapai tujuan belajar. Prinsip ini menjadi latar belakang penelitian yang secara umum diarahkan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku self-regulated siswa.
Temuan para ahli mendukung diungkapkannya hubungan antara kineija akademis siswa dengan peran aktifhya dalam mengarahkan proses-proses metakognitif, motivasi, dan perilakunya sewaktu belajar. Dengan demikian tampak bahwa ada peibedaan individu dalam mengaktualisasikan keterampilan belajar tersebut. Siswa yang aktif mengarahkan diri sendiri akan mampu mengoptimalkan hasil belajamya atau sering dikatakan sebagai prestasi akademis. Dengan perkataan lain model self-regulated learning ini identik dengan siswa-siswa yang berprestasi {high achievers). Kelebihan yang dimiliki oleh kelompok siswa ini diantaranya, mereka mempunyai tujuan belajar yang lebih spesifik dan lebih mampu menggunakan strategi-strategi belajar yang sesuai utuk memenuhi harapannya tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran penggunaan strategi self-regulated learning pada kelompok siswa yang berpotensi tinggi (unggul) dengan siswa yang berpotensi lebih rendah. Penelitian ini diarahkan untuk nienggali perbedaan penggunaan strategi belajar diantara dua kelompok siswa tersebut. Sampel yang digunakan adalah siswa sekolah pada SMUN unggulan dan siswa sekolah SMUN non-unggulan di DKI Jakarta.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuisioner SRLIS-Q. Alat ukur yang ikembangkan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) ini dirancang untuk menggali strategi-strategi self-regulated learning yang digunakan siswa sekolah dalam kegiatan belajamya. Studi ini melibatkan 73 orang subyek penelitian, yang terdiri dari 37 orang subyek yang berasal dari SMUN unggulan dan 36 orang subyek yang berasal dari SMUN non-unggulan.
Berdasarkan respon yang terkumpul dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan range penggunaan strategi diantara kelompok siswa unggulan dan kelompok siswa non-unggulan tidak jauh berbeda.Urutan strategi yang paling sering digunakan oleh masing-masing kelompok siswa memperlihatkan pola yang berbeda. Berdasarkan basil penelitian ditemukan ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan dua macam strategi. Satu diantaranya menunjukkan bahwa kelompok siswa unggulan lebih sering menggunakan strategi "writing outline/darft", hal ini menunjukkan upaya siwa untuk meningkatkan basil belajar dengan mengatur kembali materi pelajaran baik secara overt maupun covert. Proses ini berfimgsi untuk mengoptimalkan proses metakognitif siswa. Perbedaan signifikan lainnya adalah pada penggunaan strategi "seeking information", hal ini mengindikasikan bahwa kelompok siswa unggulan lebih berinisiatif untuk mencari informasi yang berasal dari sumber nonsosial seperti perpustakaan dan media massa. Data basil penelitian menunjukkan bahwa tipe strategi yang paling sering dan konsisten digunakan oleh kedua kelompok subyek adalah sama yaitu strategi "seeking peer assisstance". Dengan cara ini berarti siswa tersebut berupaya untuk mengoptimalkan lingkungan belajamya, dapat dikatakan teman mempakan sumber utama yang paling diandalkan sebagai dukungan sosial dibandingkan guru atau orang-orang terdekat lainnya.
Menyimak basil yang diperoleh dari penelitian ini, kelompok siswa yang sering diasumsikan sebagai siswa berprestasi (unggulan) cenderung memperoleh nilai yang lebih tinggi pada sebagian besar kategori strategi yang ada. Temuan ini mengindikasikan bahwa siswa dengan prestasi yang lebih rendah kurang memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi belajar secara selektif. Faktor lain yang diduga juga turut mempengaruhi berkaitan dengan motivasi siswa, diasumsikan bahwa untuk meraih prestasi tidak cukup hanya mengandalkan aktualisasi strategi kognitif saja tetapi siswa juga harus termotivasi untuk menggunakan strategi tersebut. Teori sosial kognitif mendukung penjelasan ini dengan uraiannya tentang self-efficacy sebagai faktor kunci yang mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan uraian tersebut disarankan perlu penelitian lanjutan yang membahas selfefficacy subyek sebagai faktor lain diluar kemampuan yang juga memberi andil dalam menentukan keberhasilan seorang siswa.
Mengingat besarnya pengaruh self-regulative knowledge dalam efektivitas penggunaan strategi maka dibutuhkan suasana akademis yang baik didalam kelas, misalnya dengan mengadakan latihan-latihan tertentu. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan belajar ini sangat dibutuhkan agar nantinya siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas yang lebih sulit pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti di universitas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Laura T. V.
"Sehunk & Zimmerman (2003) mengemukakan bahwa siswa yang diasumsikan termasuk kategori ?seMregu1a1ed ? adalah siswa yang aktif dalam proses belajarnya, baik secara rnetakognitif, motivasi. maupun perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan tindakan untuk mencapai tuj uan bclajarnya. Secara metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertemu yang efektif dalam memproscs informasi. Sedangkan motivasi berbicara tentang semangat belajar yang sifatnya internal. Adapun perilaku, ditampilkannya adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kemandirian anak dalam belajar dengan melatihkan strategi-strategi Self Regulated Learning. Dengan demikian diharapkan siswa memiliki kesadaran dan mampu mengendalikan pengalaman belajar mereka sendiri.
Melalui pendekatan Seb' Regulated Learning, F dilatih agar memiliki kclcrampilan dalam meregulasi diri dalam proses belajar. F memiliki kesadaran yang memadai berkaitan dengan pemanfaatan strategi SRL, dalam belajar, namun terbatasnya kesempatan clalam mcnerapkan dan memonitor menyebabkan program ini belum berhasil membentuk kebiasaan belajar F yang lebih efektif
Self-regulated students are those who are active in learning by meta-cognition motivation or behavior (Schunk & Zimmerman, 2003). These students have ideas, feelings and actions to achieve their goals. Furthermore, they also have intcmal motivation which is the desire to study. They also show the appropriate behavior which is actually studying.
The aim of this program is to develop child?s independence in learning/studying by practicing self-regulated learning strategies. lt is hoped that the student would have the ability to control his learning experience by him self.
Subject F in this case, is practiced to have the ability to regulate him self in a learning process by the self-regulation learning strategy. F has the appropriate consciousness needed to use the SRL strategy in studying, but due to the lack of opporttmity in implementing and monitoring the program result, P has not developed an effective study habit.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Nursusilowati
"ABSTRAK
Informasi di dalam sistem ingatan manusia disusun dalam suatu jaringan
informasi yang terorganisasi. Informasi akan disimpan dengan membentuk suatu
hubungan antar satu konsep dengan konsep yang telah ada sebelumnya (Solso,
1991). Hubungan antara sejumlah konsep yang tersimpan di dalam sistem ingatan
manusia itu disebut sebagai struktur pengetahuan (Jonassen, et.al., 1993).
Struktur pengetahuan berperan penting dalam aktivitas kognitif karena
memudahkan untuk melacak informasi yang dibutuhkan, memudahkan untuk
mengaktifkan hubungan antar konsep dan memudahkan untuk menggunakan
strategi pemrosesan informasi (Chi & Glaser, dalam Flavel, et.al., 1993).
Dalam belajar, seorang siswa perlu dibantu untuk mengembangkan
struktur pengetahuannya. Agar struktur pengetahuan siswa berkembang, siswa
harus mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya, berperan aktif dalam belajar dan terjadi konflik kognitif
dalam ingatan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan siswa dalam
lingkungan belajar kelompok (Brown & Palincsar, 1991).
Salah satu bentuk belajar dalam kelompok adalah belajar kolaboratif.
Belajar kolaboratif ditandai oleh adanya pembagian pengetahuan antara guru dan
siswa, pembagian otoritas antara guru dan siswa, guru berperan sebagai mediator
dan pengelompokan siswa yang heterogen (Tinzmann, et.a1., 1990).
Penelitian ini hendak melihat bagaimana perkembangan struktur
pengetahuan siswa yang mengikuti kegiatan belajar kolaboratif Penelitian ini
dilakukan dengan memperhatikan perkembangan struktur pengetahuan setiap scsi.
Untuk itu pengamatan dilakukan pada l kelompok siswa yang beranggotakan 5
orang_
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa selama mengikuti kegiatan belajar
kolaboratif, struktur pengetahuan siswa menunjukkan adanya kecenderungan
meningkat. Peningkatan tersebut diamati pada 2 hal, yaitu hubungan semantik
antar pasangan konsep dan pengelompokan konsep dalam peta kognitif.
Dilihat dari hubungan semantik antar konsep, selama mengikuti kegiatan
belajar kolaboratif, siswa semakin mampu mengidentifikasikan kekuatan
hubungan semantik antar konsep, dan nilai hubungan semantik yang dibentuk
siswa semakin sesuai dengan nilai semantik yang dibentuk pakar.
Dilihat dari peta kognitif yang dibentuk siswa selama mengikuti kegiatan
belajar kolaboratif, pengelompokan konsep dalam peta kognitif semakin
menyerupai pengelompokan konsep yang terdapat di peta kognitif pakar dan
jumlah konsep yang posisi pengelompokannya sama dengan peta kognitif pakar
bertambah jumlahnya.
Fakta lain yang ditemui dalam penelitian yaitu bahwa perkembangan
struktur pengetahuan kemungkinan dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya (prior knowledge). Namun demikian, fakta ini masih perlu
diteliti lebih lanjut
Mengingat penelitian ini dilakukan pada 1 kelompok siswa dengan
anggota 5 orang, maka akan lebih baik bila dilakukan penelitian lebih lanjut yang
melibatkan subyek dengan jumlah yang besar."
1998
S2573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Sarinta Permatasari
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah pemberian program intervensi efektif mengembangkan regulasi diri dalam belajar pada siswa underachiever. Program intervensi yang dilaksanakan merupakan modifikasi dari Self-Regulated Empowerment Program (Cleary & Zimmerman, 2004). Penelitian menggunakan single subject design dengan melibatkan satu orang siswa SMP underachiever yang berusia 12 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa program intervensi efektif memberikan perubahan pada level kognitif. Agar program intervensi efektif untuk perubahan perilaku regulasi diri dalam belajar siswa, waktu pelaksanaan perlu lebih panjang disertai dengan pendampingan pada siswa.

This study was conducted to see whether the provision of effective intervention program make underachiever student have self-regulation in learning. Intervention program was a modification of Self-Regulated Empowerment Program (Cleary & Zimmerman, 2004). This study was using single subject research design involving a junior high underachiever aged 12 years old. Results showed that the intervention program effective at the cognitive level. Longer time with program administration and accompanimed with mentoring program recommended for encouraging changes in the student?s self-regulated learning behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Lorna Brigita
"Penelitian korelasional ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara computer self-efficacy dan self-regulated learning pada mahasiswa yang mengikuti kuliah online. Computer self-efficacy didefinisikan sebagai penilaian individu terhadap kemampuannya untuk menggunakan komputer Compeau Higgins, 1995, sedangkan self-regulated learning didefinisikan sebagai proses dimana pembelajar secara personal mengaktifkan dan mempertahankan kognisi, pengaruh, dan tingkah laku yang secara sistematis berorientasi kearah pencapaian tujuan pribadi Zimmerman, 1989. Pengukuran computer self-efficacy dilakukan dengan alat ukur Computer Self-Efficacy CSE Compeau Higgins, 1995 dan pengukuran Self-Regulated Learning dilakukan dengan alat ukur Online Self-regulated Learning Questionnaire OSLQ Barnard, Lan, To, Paton, Lai, 2008.
Data yang diperoleh dari 94 mahasiswa yang mengikuti kuliah online menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara computer self-efficacy dan self-regulated learning r= 0,280 pada LoS 0,01. Hal ini berarti mahasiswa yang memiliki keyakinan tinggi mengenai kemampuannya dalam menggunakan komputer akan secara aktif mempertahankan kognisi, pengaruh, dan tingkah laku kearah pencapaian tujuan pribadi. Implikasi dari penelitian ini adalah keyakinan mahasiswa dalam menggunakan komputer dapat membantu mahasiswa untuk mengoptimalkan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan saat mengikuti kuliah.

The purpose of this research is to find a correlation between computer self efficacy and self regulated learning at online college learning students. Computer self efficacy is defined as how an individual perceived their ability to use computer Compeau Higgins, 1995 while self regulated learning is defined as a process where student personally activate and sustained certain cognition, effect, and behavior that systematically oriented to personal achievement Zimmerman, 1989 . Computer self efficacy are measured with Computer Self Efficacy tools CSE Compeau Higgins, 1995 and Self Regulated Learning are measured with Online Self Regulated Learning Questionnaire OSLQ Barnard, Lan, To, Paton, Lai, 2008 .
Data collected from 94 students from online college learning showed that there is a significant positive correlation between computer self efficacy and self regulated learning r 0.280 with LoS 0.01. This showed that when a students have a high believe in their ability to use computer, they will actively sustained their cognition, effect, and behaviors that aim towards personal achievement. The implication of this research is that student self efficacy in using computer could help them to optimize their personal learning strategy to succeed in online college learning.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redatin Retno Pudjiati
"Perkembangan berfikir pada manusia telah menarik perhatian para filsuf berabad-abad lamanya, dan dalam dekade terakhir ini penelitian-penelitian mengenai hal tersebut berkembang lebih pesat dibandingkan dengan aspek-aspek perkembangan lainnya. Kegiatan berfikir atau juga dikenal dengan kognisi, mudah dan banyak diamati dalam penerapannya pada situasi belajar dan mengajar di sekolah.
Para ahli saat ini melihat belajar sebagai suatu proses membangunpengetahuan, seperti yang dikatakan oleh Resnick (1989) belajar adalah suatu proses untuk membangun pengetahuan, tergantung kepada pengetahuan terdahulu yang sudah dimiliki dan terkait dengan situasi dimana belajar itu terjadi. Sehingga dengan demikian anak dituntut memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengatur proses belajar mereka atau dikenal juga sebagai kemampuan
metakognisi, yang didalamnya tercakup mekanisme-mekanisme self- regu!ation seperti melakukan pengecekan (checking), perencanaan (plaming), pemantauan (monitoring), pengujian (testing), perbaikan (revising) dan evaluasi (evaluating).
Bertitik tolak dari pemikiran Piaget yang mengemukakan bahwa kesiapan anak secara berbed untuk belajar metakognitif berada pada tahap formal operasional, sementara dipihak lain para ahli menemukan bahwa dalam usia yang lebih muda anak ternyata sudah lebih siap untuk mengerti bahan bacaan, maka penulis tertarik unluk meneliti “Proses perkembangan self-regulated learning yang diperoleh melalui pemahaman bacaan dan membuat ringkasan pada anak
SMU Dalam penelitian ini, anak akan diberi pelatihan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sley-regulated learning mereka. Pelatihan diberikan pada anak SMU karena diperkirakan mereka berada pada rentang usia 14 sampai dengan 18 tahun. Pada rentang usia ini diharapkan kemampuan anak untuk beriikir abstrak lebih berkembang. Jumlah sample dalam penelitian adaiah 16 orang.
Penelitian ini menemukan bahwa latihan memahami bacaan dan membuat ringkasan ternyata meningkatkan kernampuan self regulalea' learning anak secara umum. Ada peningkatan penggunaan strategi pada sesi setelah latihan dibandingkan sebelum latihan pada pertemuan kedua mulai nampak peningkatan penggunaan strategi terutama pada strategi evaluasi diri dan pemantauan (self-evaluation & moniroring) serta penetapan tujuan dan perencanaan (goal selling & straregic planning). Dalam penelitian ini ternyata anak palling banyak menggunakan strategi evaluasi diri dan pemantauan (self evaluation & monitoring), sementara yang paling sedikit digunakan adalah pemantauan strategi keluaran (strategic out come monitoring). Sebelum pelatihan rata-rata jumlah strategi anak berada dibawah 2, sementara setelah pelatihan jumlah strategi yang digunakan oleh anak mengalami kenaikan berkisar antara 1 - 4. Sedangkan jumlah kenaikan pcnggunaan slrategi yang paling menonjol terjadi pada pelatihan keempat.
Sementara itu perkembangan anak membuat ringkasan setelah pelatihan secara umum juga mengalami kenaikan dibandingkan sebelum pelatihan, begitu juga dengan nilai ulangan biologi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. M. Heru Basuki
"ABSTRAK
Latar belakang penelitian disertasi ini adalah banyaknya keluhan masyarakat tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia termasuk lulusan SMU. Keluhan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Programme for lnternartional Student Assesment (PISA), yang menunjukkan prestasi siswa Indonesia rata-rata berada pada peringkat bawah. Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu lulusan secara terus menerus dengan berbagai cara, namun tampaknya belum memberi hasil yang memuaskan.
Praksis pendidikan di Indonesia dalam tiga dasa warsa terakhir ini ternyata lebih berorientasi pada paradigma yang menyatakan peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Praksis pendidikan yang demikian tidak kontekstual sehingga tidak menarik bagi siswa atau tidak sesuai kebutuhan siswa sehingga tidak bermakna bagi siswa. Kondisi ini diperparah adanya tradisi sekolah untuk meluluskan siswa 100%, dampaknya siswa tidak memiliki motivasi belajar yang tinggi, karena tanpa belajarpun mereka akan lulus. Kondisi Iain menunjukkan adanya kecenderungan sekolah, terutama tingkat SMU, berusaha agar lulusannya lolos saringan ujian masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Kecenderungan ini menyebabkan banyak guru yang memberikan latihan menjawab soal-soal ujian sebanyak mungkin. Dampak yang sangat mendasar dari praksis pendidikan seperti ini adalah rendahnya mutu lulusan.
Akibat lain adalah lulusan SMU belum memiliki kemandirian dalam belajar atau self-regulated learning.
Dipilihnya belajar yang bermakna sebagai fokus penelitian disertasi ini berdasarkan pemikiran yang mengacu pandangan ?constructivism? yang menyatakan siswa menginterpretasikan stimulus berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki dan membangun pengertian secara masuk akal. Belajar yang demikian disebut belajar yang berrnakna (Ausubel, 1978 dalam Entwistle, 1987: 135).
Apabila pembelajaran bersifat kontekstual menyebabkan proses belajar sesuai kebutuhan siswa, sehingga menjadi bermakna bagi siswa dan menyebabkan terjadi kinerja puncak (peak performance) (Clark, 1988; 27 dan Franken 2002: 115).
Dampaknya seluruh aspek mental siswa dapat diberdayakan secara optimal, berarti kemampuan berpikir kreatif dapat diberdayakan pula. Dengan teraktualisasikannya kemampuan berpikir kreatif, siswa akan mampu menghasilkan ide-ide baru dan berbagai alternatif strategi belajar.
Ini diperlukan untuk menentukan strategi belajar yang tepat, atau memperbaiki penggunaan strategi yang kurang tepat saat siswa menggunakan self-regulated learning (SRL). Ini berarti, apabila kreativitas dapat diberdayakan, maka SRLpun dapat diaktualisasikan (Brown, Branford, Campione & Ferrara, 1983; Como, 1986; Zimmerman, Pons, 1986, 1988 dalam Pintrich & de Groot, 1990: 33).
Dari konsepsi teoritis tersebut disusun suatu model kontribusi belajar yang bermakna pada kreativitas, SRL dan prestasi akademik siswa Sekolah Menengah Umum Negeri di Jakarta. Model ini disebut model utama. Bahwa kreativitas teraktualisasikan mungkin tidak hanya karena dukungan dari belajar yang bermakna. Untuk itu disusun model altematif dimana kreativitas tidak merupakan variabel laten endogen yang diberdayakan oleh belajar yang bermakna, tetapi merupakan variabel laten eksogen sejajar dengan variabe! belajar yang bermakna.
Untuk mendapatkan model yang memilikj goodness ofjil atau sesuai dengan data mal-ca dilakulcan suatu penelitian ex-posgfacto di SMU Negeri Jakarta peringkat Atas, Menengah dan Bawah, masing-masing dua kelas. Jumlah sampel 485 siswa kelas II.
Pemilihan siswa kelas II dilakukan berdasar purposive sampling, sedang pemilihan kelas sebagai sampel berdasar teknik cluster random sampling. Setelah dilakukan pengujian persamaan stmktural dengan Program LISREL ternyata model yang sesuai dengan data adalah model utama, sedang model altematif tidak sesuai dengan data.
Dari pengujian model tersebut dihasilkan temuan penelitian yang sangat penting yaitu kreativitas hanya dapat diberdayakan apabila didukung oleh belajar yang bermakna.
Setelah dilakukan pengujian ulang temyata model utama tersebut dapat diterapkan untuk model SMU Negeri peringkat Atas, Menengah dan Bawah, dan dapat pula diterapkan untuk model bidang studi matematika, fisika, biologi, bahasa Inggris, ekonomi & akutansi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model utama berlaku umum. Ini berani pula bahwa belajar yang bermakna, kreativitas dan SRL sangat penting dalam pembelajaran dalam rangka meningkatkan prestasi akademik maupun mutu pendidikan.

Abstract
The background of the research is the complaints from the stakeholders concerning the low quality of the education in Indonesia including that of graduates of senior high schools. Based on the result of the research from ?Programme for International Student Assessment (PISA), it is stated that the average of the students 'achievement in Indonesia is low. As a matter of fact, various programmes have been implemented by the government to improve the quality of school graduates. However, the programmes implemented, seemingly, do not work yet.
In the last three decades, the paradigm underlining the educational practice in Indonesia is that learners should be equipped with the knowledge as much as posible, resulting in uncontextual and unattractive learning. Besides, such learning does not fulfill the learners ' needs, as this is not meaningful to them. This condition seems getting worse and worse because of the school tradition to have 100% students' passing final examinations. The tradition causes the learners not to have motivation to study hard for they know that they get a guarantee to graduate from school. Another condition shows that there is a tendency of schools, especially senior high schools to make their students successjitl in Higher Education Entrance Test (UMPTN). To achieve this goal, teachers drill their students with a lot of exercises. Such practice in the education will produce the unqualnied graduates having no sense of autonomous learning or self-regulated learning.
The meaningful learning is chosen to be the focus of the research for this dissertation. This is based on the concept of "constructivisrn " which states that students will interpret the stimulus based on the knowledge they possesed and constructed definitions rationally. Such learning is refered to meaningful learning (Ausubel, 1978 in Entwistle, 1987:135).
The contextualized learning process will cater to the .students 'neeals, so that it would be meaningjitl to the students and result in peak performance (( Tiark, /988: 27 and Franken 2002: 115). The impact of contextual learning causes the whole aspects of students 'mental to be optimally empowered This means that creative thinking is optimized as well. Actualizing the creative thinking of the students will result in the new ideas and various alternative strategies of learning. This is necessary to determine an appropriate strategy of learning or to replace the strategy which is inappropriate to the students using self-regulated learning (SRL). Consequently, the empowerment of creativity may result in the actualization ofSRL (Brown, Branforf, Campione & Ferrara; Corno, 1986; Zimmerman, Pons, 1986, 1988 in Pintrich & de Groot, 1990; 33).
Based on the theoretical concepts above, two contribution models of learning are constructed The first model is meaningful learning contribute to creativity, SRL and academic achievements of the State Senior High Students in Jakarta. This model is called major model. An alternative model is set up creativity not as an endogen latent variable, but as an exogen latent variable which is in the same position as meaning;6il learning variable.
Data collected from high-rank, middle-rank, low-rank State Senior High School (SMUN) in Jakarta. The number of samples are 485 students from second grade. Cluster random sampling is used to determine the second grade students as the samples. After conducting a test of structural equation using LISREL, it is found that the model appropriate to the data is the major model. The alternative model is not appropriate to the data.
From the result of testing the model, a very important finding is obtained. lt is revealed that creativity will be empowered if it is supported by meaningful learning.
After re-testing the model, it is found that the major model can be applied to high-rank, middle-rank and low-rank State Senior High School (SMUN). This model can also be implemented for mathematics, physics, biology, English, economics and accounting.
From the results of the research, it can be concluded that the major model can be implemented for any subjects. In sum, meaninghil learning, creativity and SRL are very signyicant in improving the academic achievements and the quality of the education."
2004
D2030
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>