Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228654 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Yulmaida Amir
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1985
S2539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Respati Winedar
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aully Grashinta
"ABSTRAK
Kualitas sumber daya manusia (SDM) sebuah negara, tidak dapat dilepaskan
dari sistem pendidikan yang berlaku di negara tersebut. Jadi untuk meningkatkan
kualitas SDM, perlu diadakan berbagai perbaikan dalam sistem pendidikan,
salah satunya adalah dengan mengadakan penelitian di bidang ini. Salah satu
konsep dalam pendidikan yang mulai banyak dijadikan bahan kajian adalah
konsep self-regulated leaming. Penelitian ini meneliti bagaimana hubungan
penggunaan strategi self-regulated leaming. dengan prestasi akademik dalam
bidang matematika; yang banyak menjadi sorotan karena hasil pencapaiannya di
berbagai tingkat pendidikan formal selama ini memprihatinkan. Penelitian ini juga
mengungkap tentang perbedaan jenis kelamin dalam penggunaan strategistrategi
self-regulated leaming dalam pencapaian prestasi pada pelajaran
matematika. Dengan terungkapnya hubungan tersebut diharapkan konsep ini
dapat diterapkan di dunia pendidikan di Indonesia, guna peningkatan kualitas
SDM agar dapat bersaing di era globalisasi.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan subyek penelitian
siswa sekolah dasar kelas VI yang berjumlah 47 siswa dari satu SD. Alat ukur
yang digunakan adalah tes matematika yang dibuat oleh peneliti untuk mengukur
prestasi akademik dalam bidang matematika; kuesioner strategi-strategi selfregulated
leaming yang disusun berdasarkan kategorisasi dari Zimmerman dan
Martinez-Pons (1986). Untuk mengontrol faktor kecerdasan digunakan tes
Standard Progressive Matnces.
Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kuantitatif dengan metode
statistik. Hasil dari analisa ini terungkap tidak adanya hubungan yang signifikan
antara penggunaan strategi self-regulated leaming dengan prestasi akademik
dalam pelajaran matematika, dan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara
siswa pria dan siswa wanita dalam penggunaan strategi self-regulated leaming
pada pelajaran matematika. Dari hasil analisa tambahan ditemukan bahwa ada
perbedaan yang signifikan pada prestasi akademik matematika antara siswa pria
dan siswa wanita, di mana prestasi siswa pria lebih tinggi dibandingkan siswa
wanita. Selain itu, terungkap pula adanya hubungan yang signifikan antara
prestasi akademik matematika dan tingkat kecerdasan siswa. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan dilakukan penelitian lebih jauh tentang
stategi self-regulated leaming yang didasarkan pada karakteristik usia siswa SD
sehingga lebih sesuai, mengingat instrumen ini disusun berdasarkan penelitian
Zimmerman dan Martinez-Pons (1986) yang dilakukan pada siswa sekolah
menengah atas. Selain itu, dapat pula dilakukan penelitian serupa dengan
konteks mata pelajaran yang berbeda, karena selalu terdapat kekhususan pada
tiap mata pelajaran. Jumlah sampel sebaiknya lebih diperbanyak untuk
mempermudah melakukan generalisasi, dengan mempertimbangkan faktor
homogenitas sampel penelitian yang juga berpengaruh pada penelitian"
2001
S3057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yaumil Chairiah
"Dalam suatu masyarakat yang sedang membangun, akan tercipta berbagai tantangan dan kebutuhan, termasuk tantangan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan akan sumber daya insani yang bermutu. Anak Berbakat (AB) diharapkan dapat menghasilkan produk bermutu, sekaligus dapat diandalkan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kenyataannya tidak semua AB dapat mengaktualisasikan bakatnya secara sempurna, bahkan banyak yang gagal berprestasi, pada matra di mana sebenarnya mereka unggul. Berbagai temuan membuktikan bahwa bakat dapat menciut dan terbuang sia-sia. Alter (1954) menemukan sekitar empat puluh persen AB tidak mampu berprestasi di sekolah, Harland (1972) menemukan persentase yang lebih besar lagi yaitu lima puluh persen. Whitmore {1980) menyebut mereka sebagai Anak Berbakat yang Berprestasi Kurang (ABPK). Bila ini terjadi di Indonesia, maka dapat dianggap bahwa negara mengalami pemborosan atau pensia-siaan sumber daya insani, yang sebetulnya amat dibutuhkan. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Pendidikan Nasional Bab III pasal 8 menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Penelitin bertujuan memperoleh gambaran yang objektif tentang AB hingga perhatian khusus terhadap AB yang diinginkan oleh Undang-undang tersebut dapat diselenggarakan dengan tepat guna. dan berhasil guna.
Menurut Renzulli {1981) seorang berbakat berbeda dari orang lain karena mereka memiliki kelebihan yang menonjol dalam tiga kelompok ciri, yaitu (1) kemampuan umum, (2) kreativitas dan (3) pengikatan diri terhadap tugas. Pada kelompok ciri ketiga nampaklah bahwa keberbakatan tidak hanya ditentukan oleh faktor intelektif, tetapi juga oleh faktor non-intelektif. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan, berapa besarkah peran faktor non-intelektif turut menentukan keberhasilan akademis seseorang, setelah dipastikan bahwa ia unggul dalam factor intelektif. Apakah anak berbakat yang berprestasi menunjukkan kelebihan-kelebihan pada faktor non-intelektif dibandingkan dengan anak berbakat yang berprestasi kurang? Penelitian ini ditujukan untuk menguji sembilan hipotesis yang terdiri dari satu Hipotesis Mayor dan delapan Hipotesis Minor.
Metode dan kesimpulan: Melalui prosedur identifikasi anak berbakat (Martinson, 1972; Utami Munandar, 1982) disaringlah 199 anak berbakat dari sejumlah 2809 siswa SMA di Jakarta. Dari 199 sampel Anak Berbakat tersebut ditemukan 61 persen anak berbakat yang berprestasi dan 39 persen anak berbakat yang berprestasi kurang. Kemudian mereka seluruhnya diminta mengisi tiga macam skala, yaitu (1) Skala Pengikatan Diri terhadap tugas skolastik, (2) Skala Konsep Diri dan (3) Skala Persepsi. Sementara itu Para orangtua mengisi skala (4) yaitu Pola Asuh. Data dianalisis dengan teknik Analisis Diskriminan.
Dari hasil Analisis Diskriminan tersebut disimpulkan bahwa Hipotesis Mayor yang berbunyi "Terdapat variabel yang membedakan secara signifikan Kelompok Anak berbakat yang Berprestasi dengan Kelompok Anak Berbakat Berprestasi kurang, yaitu variabel non-intelektif (1) pengikatan diri terhadap tugas, (2) konsep diri, (3) persepsi mengenai sikap orangtua dan (4) pola asuh yang diterapkan orangtua dalam keluarga", diterima untuk variabel konsep diri.
Hipotesis Minor 1, yang berbunyi "Terdapat subvariabel dari variabel Pengikatan Diri Terhadap Tugas, yaitu (1) kemampuan mengarahkan perilaku ke tujuan nyata, (2) kemampuan menetapkan sasaran di atas standar, (3) kemampuan belajar teratur berdasarkan disiplin pribadi, (4) kemandirian, (5) ketangguhan dan (6) sikap kreatif, diterima untuk subvariabel (1) kemampuan mengarahkan perilaku ke tujuan nyata, (2) kemampuan belajar teratur berdasarkan disiplin pribadi.
Hipotesis Minor 2, yang berbunyi "Terdapat subvariabel dari variabel Konsep Diri, yaitu (1) Konsep Diri umum dan (2) Konsep Diri Akademis", diterima untuk kedua-duanya yaitu konsep diri umum dan akademis.
Hipotesis Minor 3, yang berbunyi "Terdapat subvariabel dari variable Persepsi Mengenai Sikap Orangtua, yaitu (1) persepsi mengenai nilai-nilai intelektual, (2) persepsi mengenai nilai-nilai non-intelektual dan (3) persepsi mengenai cara .pengasuhan yang dipraktekkan dalam keluarga", diterima untuk subvariabel persepsi nilai-nilai non-intelektual.
Hipotesis Minor 4, yang berbunyi "Terdapat subvariabel dari variabel Pola Asuh yang diterapkan orangtua dalam keluarga yaitu (1) nilai-nilai intelektual yang dianut orangtua, (2) nilai-nilai non-intelektual yang dianut orangtua, (3) nilai-nilai kemandirian, (4) nilai keuletan, (5) cara pengasuhan otoriter, (6) cara pengasuhan yang permisif, dan (7) cara pengasuhan yang otoritatif, diterima untuk subvariabel nonintelektual, pola asuh otoriter dan pola asuh permisif.
Hipotesis Minor 5, yang berbunyi "Terdapat korelasi signifikan antara Variabel Pengikatan Diri Terhadap Tugas dengan Variabel Konsep Diri AB", diterima.
Hipotesis Minor 6, yang berbunyi "Terdapat korelasi signifikan antara Variabel Pengikatan Diri Terhadap Tugas dengan Persepsi AB Mengenai Sikap Orangtua", diterima.
Hipotesis Minor 7, yang berbunyi "Terdapat korelasi signifikan antara Variabel Pengikatan Diri Terhadap Tugas dengan Variabel Pola Asuh yang "Dipraktekkan Orangtua dalam Keluarga", diterima.
Hipotesis Minor 8, yang berbunyi "Terdapat korelasi signifikan antara Variabel Persepsi AB mengenai orangtuanya dengan Variabel Pola Asuh yang Diterapkan dalam Keluarga", diterima."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
D00003
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harefa, Meilany
"
ABSTRAK
Pada dasarnya setiap orang memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda-
beda, sehingga kebutuhan akan pendidikan berbeda-beda pula (Utami
Munandar, 1985). Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi
siswa sangat sulit untuk dipenuhi pada sekolah yang heterogen, yakni
sekolah yang memberikan pengajaran secara seragam bagi siswa-siswa
yang sesungguhnya memiliki bakat dan kemampuan yang berlainan. Cara
yang paling umum dllakukan untuk mengatasi heterogenitas itu adalah
dengan mengelompokkan siswa-siswa menurut kemampuannya masing-
masing (Slavin, 1994). Cara semacam ini umumnya dikenal sebagai sistem
ability grouping. Dengan kelas yang relatif homogen, guru menjadi lebih
mudah menyesuaikan pengajaran dengan kemampuan siswa yang
diajarnya, sehingga siswa pun akan belajar dengan Iebih baik (Kulik & Kulik,
1982; Urevick dalam Clarizio, Craig, dan Mehrens, 1970). Kendati
demikian, dampak ability grouping terhadap siswa tidak selamanya positif.
Ability grouping ternyata dapat membawa dampak negatif terutama bagi
siswa non-unggulan. Di antara dampak negatif tersabut adalah yang
berkaitan dengan rendahnya academic self-esteem (harga diri akademik)
dan motivasi berprestasi siswa. Dengan terbentuknya kelas unggulan dan
non-unggulan, siswa-siswa non-unggulan seringkali merasa bahwa dirinya
mendapat stigma sebagai seorang anak yang tidak pandai dan tidak dapat
meraih keberhasilan dengan kemampuannya (Slavin, 1994). Mereka juga
kehilangan model peran positif dari siswa unggulan yang biasanya
menampakkan kebiasaan belajar, motlvasi, dan ketekunan yang tinggi yang
dapat mendorong motivasi berprestasi siswa non-unggulan (Rosenbaum,
1980 dalam Slavin, 194).
Dengan dasar pemikiran dan masalah sebagaimana diuraikan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk mengungkap ada tidaknya perbedaan harga diri akademik dan motivasi berprestasi siswa non-unggulan di sekolah
bersistem ability grouping dengan siswa non-unggulan di sekolah non-
ability grouping. Untuk meneliti perbedaan tersebut, digunakan alat ukur
berupa Skala Harga Diri Akademik ?95 dan Skala Motivasi Berprestasi,
serta Standard Progressive Matrices untuk mengukur inteligensi sebagai
variabel yang dikontrol. Teknlk analisa data yang dlgunakan adalah
Analysis of Covariance (ANCOVA), dengan inteligensi sebagai kovariabel.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan dalam harga diri akademik maupun motivasi berprestasi pada
kedua kelompok yang diteliti. Teriihat pula bahwa harga diri akademik dan
motivasi berprestasi slswa non-unggulan di sekolah non-ability grouping
Iebih tinggi daripada di sekolah ability grouping.
Saran yang dlsampaikan berdasarkan diskusi mengenal hasil penelitian,
Iebih ditujukan pada penggunaaan alat ukur dan sampel yang diikutsertakan
dalam penelitian ini, agar pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji
coba tehadap alat, mengurangi efek social desirability pada alat ukur, dan
penggunaan sampel yang jumlahnya Iebih besar dan diambil dengan teknik
non-incidental sampling.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anies Syafitri
"Peneliti tertarik untuk melakukan identifikasi aspek yang mempengaruhi prestasi belajar pada siswa remaja berprestasi akademik rendah, karena berdasar data yang ada pada SMUN 106 Jakarta Timur bahwa hasil prestasi yang rendah dari siswa dapat menimbulkan masalah antara lain menurunkan peringkat sekolah karena output nilai yang dihasilkan siswa lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Selain itu beberapa siswa yang berprestasi rendah memilih mengundurkan diri dari sekolah atau juga memang dikeluarkan oleh pihak sekolah sehingga menambah jumlah siswa yang drop out dari sekolah. Di sisi lain, beberapa siswa yang berprestasi rendah melakukan kompensasi ketidakmampuannya dalam bidang akademik dengan sikap apatis dan kenakalan misalnya mencontek atau membolos sekolah untuk menarik perhatian para guru.
Penelitian deskriptif ini mengambil sampel pada remaja usia 15-18 tahun dengan pertimbangan di rentang usia ini remaja mulai mengembangkan identity achievement (Hurlock, 1994). Inventor yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu tes SPM dan alat ukur kuesioner aspek-aspek yang mempengaruhi prestasi belajar yang telah disusun oleh peneliti sendiri. Dari hasil uji reliabilitas kuesioner dengan SPSS 11.0 diperoleh alpha sebesar 0, 9154 (total item yang dipakai berjumlah 139).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari 50 siswa SMUN 106 Jakarta yang berprestasi akademik rendah, hanya 6 % subjek yang memiliki potensi kecerdasan yang tergolong kurang dan 2 % subyek yang memiliki potensi kecerdasan yang tergolong rendah. Selebihnya, 92 % subyek potensi kecerclasannya tergolong baik, cukup dan tinggi. Jadi ditemukan subyek yang memiliki kecerdasan tinggi namun berprestasi akademik rendah. Terlihat bahwa sebagian besar subyek memiliki jenis motivasi ekstrinsik, dimana 76 % subjek belajar di sekolah karena selalu ingin memperoleh bekal ijazah untuk bekerja Didukung dengan 92 % subjek mengaku orang tua mereka selalu beranggapan bahwa pendidikan sekolah sebagai bekal subyek untuk bekerja Menurut Mc Clelland (1987), harapan orang tua yang dikomunikasikan kepada subyek dapat mempengaruhi motivasi anak.
Dalam hal ak value, sebanyak 66 % subyek terkadang merasa tidak mendapat kepuasan batin dalam belajar. Sedangkan dalam hal perceived cost, 44 % subjek mengaku selalu menyediakan waktu belajar tanpa harus mengganggu jadwal bermain mereka. Dari aspek minat juga tampak 76 % subyek terkadang lebih berminat pergi bermain bersama teman-temannya dibanding belajar. Hal ini dapat dimaklumi mengingat subyek berada pada usia remaja yang memiliki kebutuhan psikologis untuk menjalin persahabatan, maka mereka belajar tanpa harus mengorbankan waktu bermainnya (Samah, dalam Rianiwulan, 1989).
Dari aspek terlihat 62 % subyek selalu hanya akan terlibat pada tugas sekolah dimana ia benar-benar yakin mampu mengerjakannya. Sifat tugas yang dihadapi memberi pengaruh pada subjek, dimana 54 % subjek mengaku terkadang jilza tugas yang dihadapinya semakin sukar, maka subyek semakin merasa tidak mampu untuk mengerjakannya Dari kinerja yang dicapai sebagai Salah satu sumber informasi self efficacy, sebanyak 50 % subjek terkadang merasa keyakinan dirinya dalam menghadapi tugas akan menurun jika sering gagal dalam mengerjakan tugas. Menurut Pajares (1996), siswa yang memiliki persepsi yang rendah dapat mengakibatkan siswa menghindari tugas yang dinilainya sukar untuk dikerjakan, karena subyek takut gagal.
Dari komponen harga diri akademik terlihat 54 % subyek terkadang kurang merasakan manfaat dari belajar. Untuk karakteristik siswa dengan harga diri akademik rendah terlihat bahwa 68 % subyek terkadang merasa pasif dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Sebanyak 64 % subjek terkadang memandang kemampuan dirinya tidak selera dibanding kemampuan orang lain, dan 60 % subyek mengaku selalu menghindari situasi yang dapat membuat mereka malu atau cemas. Memang siswa dengan harga diri akademik yang rendah menampilkan perilaku yang kurang matang. la mudah menyerah dan merasa tidak berdaya serta mudah terpenga.rul1 oleh kegagalan dan kritik dari orang lain. Oleh karena itu, ia cenderung menghindari situasi yang menimbulkan rasa cemas, malu, dan terhina, akibat melakukan kesalahan (Clemes & Bean, dalam Dewi, 1999; Maslow, dalam Frey & Carlock, 1937).
Dari aspek kebiasaan belajar, 66 % subyek terkadang merasa susah berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran di kelas. Sebanyak 66 % subyek juga terkadang tidak membuat rangkuman dari materi yang dibacanya Ada 52 % subjek yang mengaku terkadang tidak memiliki jadwal belajar secara teratur dan hanya belajar menjelang ulangan atau ujian. Subjek tampaknya kurang memiliki kemauan untuk berlatih disiplin belajar. Sesuai dengan pendapat Gie (dalam Sugema, 1997) bahwa belajar secara teratur, disiplin dengan konsentrasi membutuhkan latihan tersendiri. Tidak ada kendala dari aspek Etik, 60 % subjek selalu melakukan aktivitas olahraga untuk memperkuat Fisik mereka. Namun dari kondisi mental, SD % subyek selalu merasa cemas dengan hasil prestasi sekolah mereka yang tidak bagus.
Dari aspek lingkungan sekolah, 53 % subyek menilai terkadang guru di sekolah-mya memberi beban pelajaran terlalu banyak melebihi batas kemampuan siswa. Banyaknya beban pelajaran yang diberikan kepada siswa tanpa memandang kemampuan mereka., dan memberi sanksi karena mereka tidak bisa memenuhinya memiliki pengaruh besar terhadap ketertinggalan anak dalam belajar (Asy-syakhs, 2001). Walaupun 92 % subjek mengaku bahwa pihak sekolah akan memberi sanksi kepada siswa yang melanggar peraturan sekolah, namun 84 % subyek mengaku terkadang mencontek ketika ulangan- Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999) menunjukkan semakin rendah motivasi berprestasi siswa, maka semakin tinggi perilaku menyontek siswa muncul.
Selanjutnya saran untuk perbaikan penelitian adalah melengkapi dengan metode wawancara, melihat gambaran kemampuan pada tiap-tiap subyek agar dapat menggambarkan populasi secara lebih akurat, Serta melihat kontribusi aspek yang paling berpengaruh pada prestasi belajar Disamakan pula menambah jumlah item pada setiap aspek kuesioner, dan melakukan uji korelasional. Untuk data prestasi belajar, disarankan menggunakan tes prestasi yang baku sesuai kurikulum yang berlaku.
Akhirnya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para siswa untuk memperbaiki prestasi akademik mereka Juga sebagai langkah awal bagi pihak sekolah dan orang tua untuk lebih memahami siswa sehingga dapat membantu mengatasi berbagai masalah yang bed kaitan dengan prestasi akademik siswa. Semoga hasil penelitian ini dapat mendorong timbulnya ide-ide baru untuk melaksanakan penelitian lain lebih lanjut, misalnya dengan menyusun suatu program pelatihan peningkatan prestasi bagi para siswa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyanti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Dewi
"ABSTRAK
Prestasi belajar digunakan oleh pendidik sebagai tolok ukur untuk mengetahui
sampai seberapa jauh pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan pendidik telah
diterima seorang siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
seorang siswa, salah satunya adalah motivasi berprestasi. Menurut para ahli motivasi
berprestasi dapat meramalkan berhasil atau tidaknya seseorang dalam mencapai suatu
prestasi. Masa kritis pertumbuhan motivasi berprestasi tinggi pada usia sekolah, dimana
anak membentuk kebiasaan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Oleh
karenanya, motivasi berprestasi hendaknya dipupuk sejak anak mulai sekolah.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa, diantaranya
adalah lingkungan keluarga yang didalamnya mencakup pola pengasuhan dan
dukungan sosial orang tua. Ada tiga jenis pola pengasuhan yang biasa diterapkan
orang tua pada anak, yaitu: authoritative, authoritarian, dan permissive. Ketiga pola
pengasuhan tersebut di atas akan mempengaruhi perkembangan anak secara berbeda,
yang tentunya akan berpengaruh pada proses penyesuaian diri anak terhadap
Iingkungannya termasuk lingkungan sekolah dimana ia memperoleh pendidikan dan
belajar untuk mencapai prestasinya secara optimal.
Selain pola pengasuhan orang tua, dukungan sosial yang diberikan orang tua
ternyata akan memberikan dampak positif bagi prestasi belajar seorang anak.
Dukungan sosial itu sendiri secara umum mengacu pada bantuan yang diberikan pada
seseorang oleh orang-orang yang berarti baginya seperti keluarga dan teman-teman.
Dukungan sosial yang diberikan orang tua kepada anak secara umum berfungsi untuk
memberikan perasaan diterima, diperhatikan, disayangi, dihargai dan dicintai. Dengan
adanya hal tersebut anak akan merasa bahagia dan tenang karena ia merasa ada orang
lain yang dapat diandalkan bantuannya bila mendapat kesulitan dalam mengikuti
pelajaran di sekolah. Dukungan sosial juga dapat berfungsi sebagai reward dan dapat
mengarahkan serta mendorong seseorang untuk berprestasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara pola
pengasuhan orang tua dan dukungan sosial orang tua dengan motivasi berprestasi
anak usia sekolah. Lebih jelasnya, penelitian ini ingin meiihat apakah ada hubungan
yang signifikan antara pola pengasuhan authoritative, authoritarian, dan permissive
dengan motivasi berprestasi anak usia sekolah, dan untuk mengetahui pula apakah ada
hubungan yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan motivasi berprestasi
anak usia sekolah.
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD (usia 9 - 10 tahun), karena masa
kritis pertumbuhan motivasi berprestasi tinggi pada usia sekolah dan pada usia tersebut,
motivasi berprestasi anak sudah mulai terbentuk dengan baik. Subyek penelitian ini
yang berjumlah 218 siswa diperoleh dari 8 SD yang ada di wilayah Jakarta Pusat.
Pengambilan sampel sekolah akan dilakukan secara accidental dan semua siswa kelas
V dari sekolah tersebut akan dijadikan subyek dalam penelitian ini. Alat yang digunakan
sebagai penjaring data ada tiga macam, yaitu (i) alat untuk mengukur motivasi
berprestasi; (ii) alat untuk mengukur pola pengasuhan orang tua yang dipersepsi anak;
(iii) alat untuk mengukur dukungan sosial orang tua berdasarkan pendapat anak. Ketiga
alat tersebut berupa kuesioner yang berbentuk skala. Pengolahan data penelitian
dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara pola pengasuhan authoritative dengan motivasi berprestasi; terdapat hubungan
negatif yang signifikan antara pola pengasuhan authoritarian dengan motivasi
berprestasi; dan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pola pengasuhan
permissive dengan motivasi berprestasi. Selain itu diketahui pula terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan motivasi berprestasi
anak usia sekolah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
sumbangan-sumbangan teoritis bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian di
bidang yang sama. Dari segi praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi, khususnya bagi orang tua, mengenai pola pengasuhan yang paling tepat
agar anak termotivasi unluk menunjukkan prestasinya secara optimal. Sehingga para
orang tua dapat mengurangi perilaku yang menggambarkan pola pengasuhan
autoritharian dan permissive, dan meningkatkan perilaku yang mencerminkan pola
pengasuhan authoritative. Seiain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat praktis dalam rangka mengoptimalkan fungsi orang tua sebagai sumber
dukungan sosial utama bagi anaknya yang berusia sekolah, sehingga memiliki motivasi
berprestasi yang baik."
1997
S2452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>