Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi
"ABSTRAK
Harga diri akademis memainkan peran penting di dalam
prestasi akademis. Hubungan antara harga diri akademis
dengan prestasi akadamis bersifat resiprok. Artinya anak
yang berprastasi di sekolah akan mengembangkan harga diri
akademis yang tinggi dan anak yang memiliki harga diri
akademis yang tinggi memiliki kepercayaan diri untuk menca-
pai kesuksesan. Sebagai akibatnya harga diri akademis yang
tinggi akan menghasilkan prestasi akademis yang baik. Harga
diri akademis berkembang sebagai hasil interaksi dengan
orang-orang yang bermakna di dalam kehidupan individu.
Setelah memasuki usia sekolah guru dan taman sebaya mempan-
garuhi persepsi anak terhadap dirinya. Di dalam kelas tradi-
sional, guru berperan sebagai otoritas tunggal dalam hal
menentukan hegiatan belajar dan penyampaian pengetahuan. Hal
ini menyebabkan anak didik menjadi pasif dan kurang mendapat
pengalaman belajar yang menarik. Untuk itu perlu diadakan
perubahan metode mengajar agar siswa tertantang untuk bela-
jar dan memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan.
Banyak ahli yang menawarkan Metode Belajar Kolaboratif
sebagai satu metode belajar yang akan memberi dampak positif
pada pembelajaran siswa. Metode Belajar Kolaboratif memberi
siswa kesempatan untuk saling berbagi pengetahuan, keteram-
pilan dan tanggung jawab di antara siswa sendiri maupun
dengan guru. Situasi belajar kolaboratif memungkinkan siswa
untuk terlibat aktif di dalam pengkonstruksian pengetahuan
dan mempeouleh pengalaman berhasil mengerjakan suatu tugas.
Dengan demikian siswa akan termotivasi untuk belajar dan
mengembangkan rasa kompeten di dalam dirinya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Metode
Belajar Kolaboratif terhadap harga diri akademis anak usia
15-18 tahun. Subyek penelitian adalah 15 anak usia 15-18
tahun yang berada pada tahap perkembangan formal operasio-
nal. Mereka adalah siswa kelas I SMU Islam Dian Ilmu. Untuk
mengetahui apakah metode belajar kolaboratif mempengaruhi
harga diri akademis subyek, sebelum dan sesudah mengikuti
kegiatan belajar kolaboratif subyek diminta untuk mengisi
Skala Harga Diri Akademis. Gain Scare diolah dengan teknik
statistik non parametrik.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa Metode Belajar
Kolaboratif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
harga diri akademis subyak. Secara keseluruhan tidak ada
peningkatan skor karena pengaruh metode belajar kolaboratif
tetapi dengan melihat skor harga diri akademis masing-masing
subyek terlihat adanya peningkatan skor yang dihubungkan
dengan jumlah sessi kehadiran subyek. Subyek yang selalu
hadir memperoleh kesempatan untuk mengkunstruksi pengetahuan
dan saling memberi penjelasan. Hal ini berpengaruh terhadap
peningkatan harga diriakademis. Sedangkan subyek yang tidak
mengikuti keseluruhan kegiatan belajar kolaboratif tidak
memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan menimbulkan
perasaan kpmpeten di bidang akademis. Selain itu diperoleh
hasil bahwa kehadiran subyek di dalam kegiatan belajar
kolaboratif tidak akan meningkatkan harga diri akademis bila
subyek tidak terlibat aktif di dalamnya misalnya hanya
memainkan peran sebagai pencatat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan sumbangan-sumbangan teoritis bagi peneliti lain
yang ingin melakukan penelitian mengenai harga diri akademis
terutama di dalam situasi belajar yang menggunakan Metode
Belajar Kolaboratif. Dari segi praktis, diharapkan hasil
penelitian ini memberikan informasi khususnya bagi guru
mengenai Metode Belajar Kolaboratif agar guru dapat
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan anak akan
termotivasi untuk belajar. Dengan demikian mereka menunjuk-
kan prestasinya secara optimal."
1998
S2513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Dwiyanti
"ABSTRAK
Collaborative learning/CL sebagai suatu metode pengajaran alternatif, diyakini bisa
membawa perubahan bagi falsafah pengajaran tradisional yang masih dianut di
Indonesia saat ini. Ciri pengajaran tradisional yang bertumpu pada pusat otoritas guru
dalam kelas, banyak mengakibatkan situasi berharga yang bisa dipetik siswa di kelas,
menjadi begitu saja terlewatkan dan bahkan pada akhirnya hanya menjadikan siswa
bersikap pasif pada proses pembelajaran dirinya sendiri (Harris & Graham, 1994;
Hewitt & Scardamalia, 1995).
Metode CL dibangun melalui pendekatan belajar yang mendefinisikan belajar sebagai
proses konstruksi pengetahuan, penggunaan pengetahuan terdahulu dan selalu terkait
dengan situasi (Resnick, 1989), sehingga implikasinya adalah harus ada kegiatan aktif
dalam proses belajar. Dengan demikian dalam kelas CL guru diminta untuk berbagi
otoritas dengan siswa, saling memberikan pengalaman dan pengetahuan bersama
menetapkan pilihan tugas dan menyelesaikannya secara bersama (Tinzmann, dkk.,
1990)
Aktivitas kelas yang demikian, didominasi oleh keadaan saling berbagi, yang akan
berimplikasi pada penggunaan alat dan kegiatan bersama. Kenyataan ini hanya bisa
sampai pada tujuan yang ditetapkan hanya bila ada pemahaman bersama (shared
understanding) mengenai tugas (Traum, 1996). Tercapainya pemahaman bersama
dalam CL dapat terlihat dari mekanisme social grounding/ SG (Dillenbourg &
Schneider, 1993). SG adalah proses dimana dua orang yang berdiskusi berusaha
mengelaborasi keyakinan bersarna (mutual belief) bahwa salah satu rekan diskusinya
telah memahami apa yang disampaikan pembicara SG terlihat dalam setiap unit
percakapan dimana masing-masing pembicara secara terus menerus berkoordinasi
untuk tetap ?terhubung? dengan ini pembicaraan, dengan cara menunjukkan bukti-
bukti yang dapat memandu pembicara mengetahui bahwa lawan bicaranya telah
memahami ucapannya.

Dalam aktivitas CL, komunikasi yang terjadi adalah hasil aktivitas kolektif yang
memerlukan tindakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu grounding menjadi penting
artinya untuk melihat bahwa tiap anggota tetap berada di jalur yang sama. Selain itu,
shared understanding ini adalah kondisi yang dibutuhkan agar aktivitas CL berjalan,
karena kita tidak mungkin berasumsi bahwa kelompok rnemang berkolaborasi, bila
setiap anggota tidak mengerti apa yang dikolaborasikan. Dari pemikiran ini, maka
peneliti ingin memperoleh gambaran bagaimana social grounding yang terjadi pada
sekelompok siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan collaborative learning.
Grounding dalam percakapan dapat dilihat melalui model kontribusi yang
dikemukakan oleh Clark dan Schaefer (dalam Clark & Brennan, 1991). Dalam model
ini, setiap kalirnat dianalisa dengan melihat bukti-bukti grounding, seperti relevant
next turn, continued attention, gelengan kepala atau dari teknik yang digunakan,
seperti menunjuk sesuatu, memberikan deskripsi alternatif dan sebagainya. Analisis
yang dilakukan dari tiap kalimat yang ada, dikenal dengan analisis percakapan
(conversation analysis) yang dikemukakan Schegloff (1991).
Untuk melihat gambaran social grounding, maka satu kelompok (terdiri dari 5 orang
siswa) berdiskusi mengenai suatu tugas (materi AIDS), dan direkam secara audio-
video selama kegiatan berlangsung. Penelitian yang dilakukan selama 8 kali sesi
diskusi, menghasilkan 8 buah transkrip percakapan, dengan total kalimat/giliran
bicara sebanyak 6452 buah. Selain itu penelitian ini menunjukkan juga bahwa dalam
kelompok terjadi grounding dengan persentase yang cukup tinggi (88,8%). Hal ini
dikuatkan dengan bukti-bukti positif bahwa siswa memiliki pemahaman dengan isi
diskusi.
Beberapa saran bisa diberikan untuk penelitian ini, bila guru ingin menerapkan CL
dalam kegiatan belajarnya, maka ia harus memainkan peran sebagai mediator yang
terus memantau jalannya diskusi yang rnemastikan siswa tetap terkoordinasi. Saran
lain yang dapat diberikan antara lain perumusan tujuan yang lebih jelas, pengaturan
jadwal kegiatan yang lebih lama namun dalarn frekuensi 1 kali saja dalam seminggu.
Selain itu, penulisan transkrip harus lebih mengikuti kaidah penulisan yang baku, dan
perlu untuk menonton kembali rekaman video nntuk melihat kalimat-kalimat yang
tidak bisa diidentifikasi dan sekaligus untuk mernperkaya observasi."
1998
S2756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasiatun Israini
"Individu harus memiliki keterampilan melakukan pemecahan masalah untuk mengatasi masalahnya sehari-hari. Agar dapat melakukan pemecahan masalah secara efektif dan efisien seseorang hams menguasai tingkahlaku-tingkahlaku tertentu yang disebut sebagai tingkah laku inteligetL Pendidikan bertujuan akhir mengajarkan siswa untuk mampu melakukan pemecahan masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Namun saat ini, hasil pendidikan belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan tersebut.
Selama ini metode pengajaran yang paling sering diterapkan adalah metode ceramah Metode ini teibukti kurang efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa memecahkan masalaL Oleh karena itu perlu diterapkan metode pengajaran lain yang lebih efektif. Belajar dalam kelompok (belajar secara kolaboratit) yang mengajak siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses belajar diyakim dapat memberikan hasil yang lebih baik. Dalam kegiatan belajar kolaboratif mi tingkah laku inteligen, yang menentukan keterampilan seseorang memecahkan masalah, dapat berkembang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kegiatan belajar kolaboratif dengan keterampilan siswa melakukan pemecahan masalah melalui gambaran tingkah laku inteUgen yang tampil selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif. Selain itu, ingin dilihat pula hal-hal yang kiranya beipengamh pada tingkah laku inteligen yang ditampilkan siswa selama berlangsungnya proses kegiatan belajar kolaboratif.
Untuk itu satu kelompok siswa diminta melakukan kolaborasi untuk memecahkan masalah Selama berlangsungnya proses tersebut dilakukan perekaman terhadap percakapan-percakapan yang teijadi antar siswa, Percakapan yang terekam itu kemudian dikategorisasi ke dalam indikator tingkah laku inteligen yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif, tingkah laku inteligen yang paling sering tampil adalah tingkah laku bertanya, mendengar, dan keinginan imtuk mencapai hasil keija yang akurat. Sementara itu, kreativitas siswa hampir tidak muncul selama berlangsungnya kegiatan tersebut Situasi tertentu, yaitu kehadiran pakar, guru, dan jangka waktu pelaksanaan sesi kegiatan belajar kolaboratif tampak memepengaruhi pola tampilnya tingkah laku inteligen siswa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda I. Sumayku
"Sekolah belum berhasil mempersiapkan siswa untuk terjun ke masyarakat (dunia kerja/kehidupan sehari-hari). Ini disebabkan karena sebagian besar aktivitas sekolah masih dijiwai plinsip surface conception of learning. Prinsip ini mengandung pemahaman bahwa belajar (learning) adalah sekedar proses merekam pengetahuan baru untuk ditambahkan kepada kumpulan pengetahuan yang sudah ada, bukan upaya aktif pelakunya mengkonstruksi pemahaman bagi dirinya seperti terkandung dalam prinsip deep conception of learning. Konteks belajar dapat mempengaruhi conception of learning siswa, yang akan menentukan pendekatan mereka dalam belajar. Pendekatan dalam belajar dapat dilihat dari strategi-strategi self-reguIated learning siswa ketika berhadapan dengan tugas belajar. Metode belajar kolaboratif; yang dirancang berdasarkan prinsip deep conception of learning, memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi munculnya strategi-strategi self-regulated learning.
Masalah-masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana conception of learning siswa SMU? (2) Bagaimana conception of learning mereka setelah mengikuti kegiatan belajar kolaboratif? Dan (3) Bagaimana hubungan conception of learning yang ditampilkan para siswa tersebut dengan penggunaan strategi strategi self-regulated learning mereka dalam kegiatan belajar kolaboratif?
Penelitian ini adalah penelitian N kecil (N=15). Subyek adalah siswa SMU Islam Dian Ilmu Cinere. Data conception of learning siswa diperoleh lewai wawancara (sebelum dan sesudah kegiatan belajar kolaboratif), sedangkan data strategi sirategi self-regulated learning siswa diperoleh lewat penyelenggaraan kegiatan belajar kolaboratif. Analisis data bertujuan melihat proses/dinamika perubahan yang terjadi, dan pola hubungan dalam proses tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek ternyata memiliki surface conception of learning, namun setelah kegiatan belajar kolaboratif, terjadi perubahan positif. Penelitian ini juga mencatat antara lain ciri-ciri subyek yang memiliki deep learning conception dalam penggunaan self-regulated learning strategies, dan mereka yang mengalami perubahan positif dalam learning conception."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Meilina Sari
"ABSTRAK
Kemampuan untuk memahami apa yang disampaikan oleh
orang lain dan kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran kepada orang
lain adalah penting. Petty dan Jensen (1980) menyatakan bahwa
kemampuan berbahasa berkorelasi positif dengan keberhasilan belajar anak.
Untuk dapat dipahami oleh orang dewasa, anak-anak yang menguasai
kebanyakan konsep spontan dapat saja menguasai konsep ilmiah dengan
bantuan guru di sekolah atau melalui interaksi dengan orang dewasa yang
lebih ahli di lingkungannya.
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti apakah
ada pengaruh lingkungan belajar terhadap kemampuan bahasa anak usia 8 -
10 tahun yang diukur melalui kompetensi komunikatif. Lingkungan belajar
dalam penelitian ini dibatasi pada lingkungan belajar di rumah dan di
sekolah. Sedangkan aspek-aspek yang terdapat di dalam lingkungan belajar
dibatasi pada aspek : Orang-orang di sekitar anak dan interaksinya,
Aktivitas anak, Fasilitas fisik , dan Komunikasi dan nilai-nilai yang dianut,
seperti yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner (dalam Myers, 1992).
Subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah siswa-
siswi sekolah dasar berusia 8 - 10 tahun dengan tingkat inteligensi umum
rata-rata. Subyek-subyek penelitian diambil dari 2 lingkungan belajar yang berbeda, yaitu sebanyak 30 subyek berasal dari lingkungan belajar yang
banyak menyediakan stimulus secara kualitatif dan kuantitatif dalam
merangsang kompetensi komunikatif anak (lingkungan belajar A) dan
sebanyak 30 subyek lainnya berasal dari lingkungan belajar yang kurang
dalam menyediakan stimulus secara kualitatif dan kuantitatif dalam
merangsang kompetensi komunikatif anak (lingkungan belajar B). Untuk
mengukur kompetensi komunikatif subyek, subyek diminta untuk
menjabarkan/menjelaskan 9 kata benda target.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang
berada di lingkungan belajar yang banyak menyediakan stimulus-stimulus
secara kualitatif maupun kuantitatif dalam merangsang kompetensi
komunikatif anak memiliki nilai kompetensi komunikatif yang Iebih tinggi
secara signifikan daripada anak-anak yang berada di lingkungan belajar
yang kurang dalam menyediakan stimulus. Di samping itu, penelitian ini
juga menunjukkan bahwa walaupun semua aspek-aspek lingkungan belajar
memberikan pengaruh dan berkorelasi positif terhadap kemampuan bahasa
anak yang dalam penelitian ini dikaitkan dengan penguasaan konsep yang
diukur melalui kompetensi komunikatif anak, namun aspek 1 yaitu orang-
orang di sekitar anak dan interaksinya memberikan sumbangan yang paling
besar terhadap kompetensi komunikatif anak. Begitu pula halnya dengan
kata-kata benda target yang dapat dengan sangat mudah dijelaskan/
dijabarkan oleh anak adalah kata-kata benda target yang berada di dunianya
terutama dunia bermain. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya
indikasi bahwa faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi seberapa dekat
dan sering anak berinteraksi atau memiliki pengalaman terhadap benda-
benda tersebut sehingga mempengaruhi hasil kompetensi komunikatif.
Sementara itu juga didapatkan hasil bahwa pada anak usai 8 -10 tahun, usia
tidak mempengaruhi kompetensi komunikatif anak secara signifikan.
Sedangkan untuk jenis kelamin didapatkan hasil yang berbeda antara
lingkungan belajar A, di mana jenis kelamin mempengaruhi kompetensi
komunikatif anak secara signifikan, dengan lingkungan belajar B, di mana
jenis kelamin tidak mempengaruhi kompetensi komunikatif anak.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melihat juga
peranan orang-orang di sekitar anak selain orang tua dan guru. Kemudian
dapat juga dilihat hubungan kompetensi komunikatif dengan prestasi siswa,
mengingat kemampuan berbahasa anak berkorelasi positif dengan
keberhasilan belajar anak."
1998
S2731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ranti Widiyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara harga diri akademik, kreativitas dengan prestasi belajar anak usia 10-12 tahun. Latar belakang peneliti melakukan penelitian ini berdasarkan rendahnya mutu pendidikan sekolah dasar di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari salah satu indikator yaitu rendahnya prestasi belajar siswa. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Windham (1990) antara lain adalah karakteristik siswa.
Menurut Ziller (1984), harga diri akademik sebagai salah satu aspek karakteristik siswa dapat mempengaruhi prestasi belajar, begitu pula yang dikemukakan Pujiyogyanti (1985) bahwa banyak siswa yang mengalami kegagalan dalam pelajaran bukan hanya disebabkan oleh tingkat inteligensi yang rendah atau keadaan fisik yang lemah, tetapi dapat disebabkan oleh adanya perasaan tidak mampu untuk melakukan tugas.
Aspek karakteristik siswa lainnya adalah kreativitas. Sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahli bahwa kreativitas merupakan faktor penting dalam kehidupan. Utami Munandar (1999) mengemukakan mengapa kreativitas begitu bermakna dalam hidup, antara lain karena kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan bare, dan teknologi baru.
Penelitian dilakukan kepada siswa SD kelas tinggi pada satu sekolah dasar di DKI dengan jumlah responden 47 siswa. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan yang signifikan antara harga diri akademik dengan prestasi belajar siswa usia 10-12 tahun.
2. Ada hubungan yang signifikan antara kreativitas dengan prestasi belajar anak usia 10-12 tahun.
3. Besarnya kontribusi antara harga diri akademik, kreativitas terhadap prestasi belajar pada anak usia 10-12 tahun
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tujuh instrumen, yaitu : 1) kuesioner harga akademik, 2) tes kreativitas verbal, 3) hasil raport cawu tiga, 4) tes intelegensi sebagai data pendukung, 5) format observasi Iingkungan sekolah, 6) format identitas siswa dan latar belakang keluarga, dan 7) format wawancara dengan orang tua siswa.
Untuk membuktikan hipotesis diatas, analisis data yang dilakukan menggunakan perhitungan secara statistik dengan teknik yang digunakan adalah product moment pearson, untuk menjawab hipotesis 1 dan 2. Sedangkan untuk menjawab hipotesis 3 yaitu besamya kontribusi variabel harga diri akademik dan kreativitas terhadap variabel prestasi belajar, peneliti menggunakan teknik analisis regresi linear ganda.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer, yaitu program SPSS. Dari hasil analisis tersebut dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara harga diri akademik dengan prestasi belajar anak usia 10-12 tahun. Nilai koefisien korelasi -0.007 (jauh lebih rendah dari batas toleransi 0.5) dengan tingkat probabilitas 0.951 (jauh diatas batas toleransi 0.05). Dengan demikian hipotesis altematif pertama (Ha 1) ditolak, dan hipotesis null pertama (Ho 1) diterima.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kreativitas anak dengan prestasi belajar anak usia 10-12 tahun, dengan nilai koefisien korelasi 0,579 (berada diatas batas toleransi 0.5) dan nilai probabilitas 0.000. Dengan demikian hipotesis altematif kedua (Ha 2) diterima dan hipotesis null kedua (Ho 2) ditolak.
3. Terdapat kontribusi antara harga diri akademik dan kreativitas terhadap prestasi belajar anak usia 10-12 tahun dengan diperolehnya besaran kontribusi 30.7% dari gabungan variabel harga diri akademik dan variabel kreativitas secara simultan terhadap prestasi belajar.
Dari hasil penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan bahwa : Ha 1 ditolak, Ha 2 diterima, dan Ha 3 diterima. Ditolaknya hipotesis alternatif satu, yaitu adanya hubungan yang signifikan antara harga diri akademik dengan prestasi belajar karena diperoleh hasil pada beberapa subyek yang memiliki skor nilai akademik tinggi justru cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah. Hal ini kemungkinan terjadi karena subyek dalam melakukan penilaian harga diri akademik, tidak mengisi berdasarkan keadaan diri yang sebenarnya melainkan berdasarkan, keadaan diri sebagaimana ia harapkan. Faktor penyebab terjadinya hal tersebut dapat disebabkan karena alat ukurnya yang masih memiliki kelemahan baik dalam bentuk, tata bahasa, atau pernyataan-pemyataan yang tidak relevan.
Pembahasan kesimpulan hasil penelitian akan diuraikan dalam diskusi dan diikuti dengan saran-saran yang terkait dengan variabel penelitian, saran praktis, dan saran kebijakan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T18527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>