Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187230 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nindya Anggarini
"ABSTRAK
Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan beraneka ragam suku bangsa dengan berbagai
macam adat-istiadatnya, dan tidak hanya suku bangsa Pribumi saja, namun banyak pula kaum
pendatang dari luar (non pribumi) yang kemudian menetap di Indonesia. Salah satu kaum
pendatang yang jumlahnya cukup besar adalah golongan Cina, yang kemudian menjadi Warga
negara Indonesia Keturunan Cina. Masyarakat golongan Cina ini hidup bersama-sama dengan
masyarakat pribumi. Adanya perbedaan latar belakang budaya menyebabkan timbulnya masalah
dalam penyesuaian satu sama lain. Golongan Pribumi, dimana leluhurnya merupakan
masyarakat agraris, lebih bersifat feodal dan idealis, mereka memiliki rasa gotong-royong dan
kebersamaan serta rasa toleransi yang tinggi dan juga memiliki sifat yang kurang ulet dan
kurang pandai berdagang. Sedangkan golongan Non pribumi (Cina) adalah orang yang ulet dan
tekun, lebih suka menyatu dengan golongannya dan menganggap dirinya superior dibandmg
orang di luar golongannya. Perbedaan inilah yang kemudian menimbulkan konflik-konflik
diantara kedua golongan. Kesenjangan sosial mulai tampak, dimana golongan Non pribumi
lebih menguasai bidang perekonomian negara dibandingkan golongan pribumi. Konflik-konflik
yang timbul ini kemudian juga mengarah pada adanya prasangka yang negatif dimana akan
menjadi penghambat untuk proses pembauran. Beberapa cara untuk dapat mengurangi konflikkonflik
tersebut adalah diadakannya kontak dan kerjasama antara kedua golongan. Pandangan
atau penilaian individu terhadap kontak dan kerjasama dapat mempengaruhi kecenderungan
tingkah laku individu tersebut. Sikap individu terhadap kontak-kkerjasama dapat dipengaruhi
adanya latar belakang budaya yang berbeda atau adanya prasangka. Berdasarkan latar belakang
ini maka permasalahan yang akan diteliti adalah: Bagaimanakah prasangka dan sikap terhadap
kontak-kerjasama antara golongan pribumi dan golongan non pribumi yang memiliki latar
belakang budaya berbeda.Prasangka adalah sikap dari seseorang atau sekolompok orang tentang kelompok lain
yang berupa peniiaian yang bersifat negatif (Watson, 1984). Beberapa cara untuk dapat mengurangi
konflik atau prasangka adalah dengan mengadakan kontak dan kerjasama antara kedua
golongan (Myers, 1991). Kontak sosial oleh Suwarsih Warnaen (1979) didefinisikan sebagai
kontak sosial antar kelompok etnik yang bisa melalui pertemuan langsung, melalui berita dan
bisa juga melalui kehadiran di tempat. Sedangkan Kerjasama menurut Worchel (1988) adalah
suatu bentuk kerjasama dimana kelompok akan memberikan perhatian yang lebih pada penyelesaian
masalah daripada terhadap konflik yang ada. Baron (1994) mengatakan dalam kondisi
kerjasama, kelompok mempunyai tujuan yang sama dan memiliki harapan dapat membagi basil
secara adil. Kontak yang terjadi antara dua kelompok akan menjadi lebih menguntungkan
apabila diantara mereka juga terjadi kerjasama untuk mencapai suatu tujuan (Myers, 1991).
Sikap terhadap kontak-kerjasama adalah bagaimana peniiaian individu terhadap kontak dan
kerjasama dengan golongan lain. Menurut Feldman (1985), obyek sikap tidak hanya ditujukan
pada benda atau kelompok, tetapi juga tingkah laku.
Subyek dari penelitian ini adalah siswa SMU golongan Pribumi dan golongan Cina.
Dimana yang diperoleh dari SMU yang memiliki siswa mayoritas golongan Pribumi dan
minoritas golongan Cina serta dari SMU yang memiliki siswa mayoritas golongan Cina dan
minoritas golongan Pribumi. Golongan pribumi ini diwakilik oleh 4 suku bangsa terbesar di
Indonesia yaitu suku bangsa Jawa, Sunda, Batak dan Minang.
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian Deskriptif, dimana peneliti ingin melihat
bagaimana gambaran individu tentang obyek/gejala tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan
dua kuesioner untuk mengumpulkan data yaitu yaitu Skala jarak sosial dari Bogardus untuk
mengukur Prasangka dan Skala Sikap terhadap Kontak-Kerjasama. Untuk menghindari anggapan-
anggapan tertentu, maka penamaan golongan pribumi dan golongan non pribumi pada
kuesioner ditiadakan dan diganti dengan suku bangsa Jawa, Batak, Sunda dan Minang sebagai
golongan pribumi dan Cina sebagai golongan non pribumi. Perhitungan analisis dari data yang
diperoleh menggunakan Koefisen Konkordansi Kendal untuk mengukur keseragaman prasangka
dan analisis kualitatif untuk mengukur prasangka serta perhitungan mean dan .t-test untuk
mengukur sikap terhadap Kontak dan kerjasama.
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah pada siswa pribumi secara
keseluruhan memiliki prasangka tinggi dan lebih menolak golongan Cina. Begitupula jika
dalam kondisi mayoritas dan minoritas. Siswa pribumi secara keseluruhan juga memiliki sikap
terhadap kontak-kerjasama yang negatif dengan golongan Cina, namun jika dalam kondisimayoritas-minoritas, siswa minoritas pribumi memiliki sikap yang lebih positif pada golongan
Cina dibandingkan siswa mayoritas pribumi. Sedangkan subyek siswa golongan Cina secara
keseiuruhan memiliki prasangka tinggi dan lebih menolak suku bangsa Batak dan suku bangsa
Minang, begitupula jika dalam kondisi mayoritas-minoritas. Siswa Cina secara keseiuruhan
memiliki sikap terhadap kontak-kerjasama dengan suku bangsa Jawa yang negatif, namun jika
dalam kondisi mayoritas-minoritas, terdapat perbedaan yang sigiiifikan pada sikap terhadap
kontak-kerjasama dengan suku bangsa Minang, dimana siswa minoritas Cina lebih bersikap
negatif dibandingkan siswa mayoritas Cina.
Dari hasil yang tampaknya tidak menguntungkan bagi usaha integrasi bangsa, maka
diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut seperti meningkatkan kualitas dan kuantitas
kontak, memberikan kesempatan pada kedua golongan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
yang bersifat kerjasama, serta keterbukaan pada bidang pendidikan dan bidang pekerjaan di
masyarakat untuk semua golongan."
1996
S2687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dilia Tri Rahayu Setyaningrum
"Praduga mempakan dugaan awal terhadap seseorang atau sesuatu, baik yang bersifat positif, maupun negatif. Praduga yang bersifat negatif biasanya disebut prasangka atau prejudice. Praduga dapat terjadi pada siapa saja, dalam skripsi ini penulis membahas praduga petugas polisi, khususnya pemeriksa tersangka dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polri. Penelitian ini mengangkat masalah bagaimana dan mengapa praduga tersebut dapat terjadi di kalangan pemeriksa.
Untuk itu, penelitian berfokus pada pemeriksa tersangka yang telah berpengalaman menangani kasus kejahatan yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya, dengan harapan dapat diperolah gambaran mengenai proses yang terjadi sebelum dan ketika pemeriksaan dilakukan. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang proses praduga, dengan demikian dapat diketahui secara jelas penyebab praduga di kalangan pemeriksa BAP. Pemeriksa di Polda Metro Jaya merupakan subyek yang tepat untuk diambil datanya sebab di sana merupakan pusat pemeriksaan segala kasus, termasuk kasus yang tidak dapat ditangani oleh Polres atau Polsek.
Dalam penelitian ini dipilih pendekatan kualitatif, agar gambaran dan dinamika serta proses yang diceritakan subyek terlihat jelas dan unik sehingga dapat dipahami Iebih baik, sesuai makna yang diberikan dari sudut pandang individu yang bersangkutan. Dapat dikatakan pula bahwa penelitian ini bersifat deskriptif, karena berusaha menggambarkan gejala, keadaan, dan proses yang terjadi pada diri individu. Data untuk penelitian ini didapat dari wawancara mendalam terhadap beberapa pemeriksa tersangka di Polda Metro Jaya. Wawancara dilakukan di rumah kediaman mereka.
Pembahasan dimuiai dengan pemberian contoh praduga positif dan negatif pada pemeriksaan terhadap tersangka. Selanjutnya pembahasan kasus yang dialami subyek pertama. Bagian kedua membahas kasus subyek kedua. Kedua bagian tersebut membahas 4 proses yang masing-masing adalah: Pengaruh kontekstual, impression formation, attribution, dan faktor penyebab praduga pada setiap subyek. Bagian ketiga, berisi pembahasan antar subyek yang membandingkan antara hasil yang diperoleh pada subyek 1 dan 2. Bagian keempat merupakan rangkuman pembahasan, berisi proses-proses kognisi sosial yang terjadi sehingga menghasilkan praduga, baik positif maupun negatif. Proses-proses tersebut antara Iain schema dan prototypes, heuristic, dan automatic vigilance.
Penelitian ini menemukan bahwa praduga terjadi karena manusia memiliki proses berpikir yang dilandasi oleh berbagai faktor, antara lain pengaruh kontekstual yang termasuk di dalamnya kehidupan masa lalu, pembentukan impresi saat pertama kali pemeriksa bertemu tersangka dan proses selama pemeriksaan, atribusi yang merupakan sikap pemeriksa untuk dapat mengerti penyebab sikap dari tersangka, dan faktor penyebab praduga Iain seperti stereotypes, Iingkungan kerja, desakan tugas dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut melandasi proses terjadinya praduga yang dapat diterangkan melalui proses skema dan prototip dimana telah terbentuk suatu framework dalam kognisi pemeriksa saat bertemu tersangka, proses heuristik yaitu jalan pintas yang diambil dalam praduga negatif atau positif, proses yang menimbulkan kesalahan kognisi seseorang yang disebut automatic vigilance dimana seseorang lebih memperhatikan informasi negatif dari tersangka dibanding informasi lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan dalam menarik kesimpulan, dan faktor afektif yang dapat mempengaruhi praduga pemeriksa terhadap tersangka.
Praduga yang terjadi pada tersangka tidak selamanya merupakan hal yang buruk, karena berguna agar proses pemeriksaan berjalan Iebih lancar tanpa mengesampingkan asas praduga tidak bersalah. Tentunya harus terdapat toleransi pada diri masing-masing pemeriksa agar praduga yang terjadi tetap pada batas-batas yang diperkenankan. Semoga skripsi ini berguna."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kemal Nouval Hamzani
"Penulisan ini mengangkat permasalahan diskriminasi yang dialami minoritas di ranah politik dengan studi kasus ujaran kebencian yang dialami Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjelang Pilkada Jakarta 2017. Melalui penulisan ini, penulis bertujuan untuk menjelaskan apa yang menjadi sebab ujaran kebencian terhadap Ahok, seorang Tionghoa dan Kristen, di Indonesia menjelang Pilkada Jakarta 2017. Metode penulisan ini menggunakan analisis konten berupa tweet yang mengandung unsur kebencian terhadap Basuki Tjahaja Purnama dalam periode September 2016-April 2017 dan publikasi jurnal dari beberapa ahli, dengan landasan teori group threat. Hasil analisis menunjukkan bahwa ujaran kebencian ke Basuki Tjahaja Purnama didorong oleh empat perasaan yang menjurus pada prasangka rasial, yakni (1) perasaan superioritas; (2) perasaan bahwa kelompok minoritas secara intrinsik berbeda dan asing; (3) perasaan kepemilikan atas bidang, hak istimewa, dan keuntungan tertentu; serta (4) ketakutan dan kecurigaan terhadap kelompok minoritas akan mengusik hak prerogatif mereka. Kebaruan penulisan ini adalah menggunakan analisis naratif untuk melihat keterkaitan antara satu kejadian dengan kejadian lainnya untuk mengetahui sebab sebuah fenomena

This paper raises the problem of discrimination experienced by minorities in the political sphere with a case study of hate speech experienced by Basuki Tjahaja Purnama or Ahok ahead of the 2017 Jakarta Regional Election. Through this writing, the author aims to explain what is the cause of hate speech against Ahok, a Chinese and Christian, in Indonesia ahead of the 2017 Jakarta regional election. This writing method uses content analysis in the form of tweets containing elements of hatred against Basuki Tjahaja Purnama in the period September 2016 - April 2017 and journal publications from several experts, based on group threat theory. The results of the analysis showed that hate speech to Basuki Tjahaja Purnama was driven by four feelings that lead to racial prejudice, namely (1) feelings of superiority; (2) a feeling that minority groups are intrinsically distinct and foreign; (3) a feeling of ownership over certain fields, privileges, and advantages; and (4) fear and suspicion of minority groups will undermine their prerogatives. The novelty of this writing is to use narrative analysis to see the relationship between one event and another to find out the cause of a phenomenon."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Radista
"Indonesia merupakan sebuah negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Sebagai negara yang majemuk, hal ini memunculkan individu yang terlahir sebagai bagian dari satu suku bangsa dan juga yang terlahir sebagai bagian dari dua dua suku bangsa yang berbeda, atau biasa disebut sebagai dual identity. Namun, terkadang Indonesia masih menyimpan permasalahan berupa adanya prasangka buruk terhadap etnis minoritas yang dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari etnis mayoritas di Indonesia. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Shi, Dang, Zheng, dan Liu, (2017) mengatakan bahwa individu yang tergolong sebagai dual identity lebih memberikan prasangka yang rendah terhadap kelompok luarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan pada penurunan tingkat prasangka terhadap etnis minoritas dengan dual identification pada masyarakat Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode korelasional yang dilakukan pada partisipan berusia 18 hingga 28 tahun yang tergolong sebagai bagian dari dua suku bangsa. Hasil menunjukkan bahwa identifikasi sosial dua suku bangsa tidak berhubungan secara signifikan dengan prasangka terhadap etnis minoritas. Penjelasan mengenai hasil penelitian dibahasan pada bagian diskusi

Indonesia is a plural country consisting of many different ethnic groups. As a pluralistic country, this results in individuals born as part of one ethnicity and also two different ethnicities or commonly referred to as dual identities. However, Indonesia still has problems in the form of prejudice against ethnic minorities committed by people who come from the majority ethnicity in Indonesia. A study conducted by Shi, Dang, Zheng, and Liu, (2017) states that individuals who are classified as dual identities are more likely to give lower prejudice to outer groups. This study aims to determine whether there is a significant relationship in reducing the level of prejudice against ethnic minorities with dual identification in Indonesian society. The study was conducted using a correlational method that was conducted on participants aged 18 to 28 years who were classified as part of two ethnicities. The results show that dual ethnic social identifications are not significantly associated with prejudice towards ethnic minority. Explanations of the research results is discussed in the discussion section"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Faustanisa Nursyah Wibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami mekanisme psikologis yang mendasari pengaruh kepribadian neuroticism pada tingkat kepuasan hidup dalam fase perkembangan emerging adulthood. Tingkat neuroticism yang tinggi mendorong individu mengalami afek negatif yang lebih kuat, serta memicu bias atensi terhadap informasi negatif yang kemudian mempengaruhi kepuasan hidup secara negatif. Penelitian ini menganalisis data 153 emerging adults menggunakan kuesioner BFI-44, PANAS, SWLS, dan mengerjakan tugas kognitif yakni Emotional Stroop Task. Hasil analisis PROCESS simple mediation (Model 4) dan moderated mediation (Model 14) menunjukkan bahwa neuroticism berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan tingkat kepuasan hidup, dan hubungan ini dimediasi secara parsial oleh afek negatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa efek mediasi dari afek negatif pada kepuasan hidup secara signifikan dimoderasi oleh bias negatif.  Secara spesifik, semakin kuat bias negatif, semakin kuat pula peran afek negatif sebagai mediator dalam memprediksi tingkat kepuasan hidup. Penelitian ini berhasil menunjukkan secara empirik bahwa peran atensi sangatlah penting dalam memperkuat pengaruh afek negatif pada tingkat kepuasan hidup individu, terutama di kalangan emerging adults dengan kepribadian neuroticism yang dominan.  

This study aims to understand the psychological mechanisms underlying the effect of the neuroticism trait on life satisfaction in the developmental phase of emerging adulthood. High neuroticism encourages individuals to experience more negative affect and triggers attentional bias toward negative information that negatively affects life satisfaction. This study collected data on 153 emerging adults using the BFI-44, PANAS, SWLS questionnaires, and a cognitive task, namely the Emotional Stroop Task. The results of the PROCESS analysis of simple mediation (Model 4) and moderated mediation (Model 14) showed that neuroticism was negatively and significantly correlated with life satisfaction, and this relationship was partially mediated by negative affect. The study also found that the mediating effect of negative affect on life satisfaction was significantly moderated by negative bias. Specifically, the stronger the negative bias, the stronger the role of negative affect as the mediator in predicting the level of life satisfaction. Thus, this study provides empirical evidence that the role of attention is very important in strengthening the effect of negative affect on life satisfaction, especially among emerging adults with a dominant neuroticism personality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulaiman
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini efektivitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam melakukan
pembinaan terhadap narapidana dipertanyakan sehubungan dengan adanya laporan mengenai
perlakuan negatif petugas di dalam Lapas. Dilaporkan pula tentang adanya diskriminasi dalam
memperlakukan narapidana berdasarkan jenis tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana.
Diskriminasi perlakuan ini dapat disebabkan oleh perbedaan prasangka petugas terhadap
beberapa kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana tertentu. Penelitian ini mencoba
membuktikan ada tidaknya perbedaan prasangka pada petugas Lapas terhadap tiga kelompok
narapidana dengan jenis tindak pidana tertentu.
Untuk mengukur prasangka petugas digunakan skala sikap yang dikembangkan Likert.
Pengambilan data dilakukan dengan teknik incidental sampling. Subyek penelitian dibagi
dalam tiga kelompok berdasarkan kelompok narapidana yang ditentukan, kelompok narapidana
dengan jenis tindak pidana pencurian/penodongan, kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana perampokan/pembunuhan, dan kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana
korupsi.
Hasil penelitian menunjukkan nilai F test sebesar 7,366 dengan level of significant
0,001. Dengan demikian terdapat perbedaan prasangka pada petugas Lapas Cipinang Jakarta
Timur terhadap kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana pencurian/penodongan,
kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana perampokan/pembunuhan, dan kelompok
narapidana dengan jenis tindak pidana korupsi.
Hasil lainnya menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara prasangka pada
petugas Lapas Cipinang terhadap kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana
perampokan/pembunuhan dan prasangka terhadap kelompok narapidana dengan jenis tindak
pidana korupsi. Petugas cenderung lebih berprasangka terhadap kelompok narapidana dengan
jenis tindak pidana perampokan/pembunuhan daripada kelompok narapidana dengan jenis
tindak pidana pencurian/penodongan dan kelompok narapidana dengan jenis tindak pidana
korupsi.
Terdapat kecenderungan efek interaksi antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel
kelompok narapidana dan variabel masa kerja. Dengan demikian perlu diadakan studi lanjutan
agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Untuk mengurangi perbedaan prasangka petugas perlu
dilakukan rotasi tempat tugas. Selain itu perlu juga melakukan evaluasi terhadap masa orientasi
tugas agar didapatkan bekal keterampilan yang memadai."
1998
S2686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahraz, Qaisra
"Desa Chiragpur yang tenang dan damai digemparkan oleh sebuah skandal. Sejak pertama kali bertemu Naghmana, seorang perempuan kota yang datang ke desa untuk berlibur, Shiraj Din, sang kepala desa, tahu bahwa dia akan menimbulkan masalah besar. Benar saja, sekarang perempuan itu tertangkap basah berada dalam pelukan seorang lelaki yang merupakan suami perempuan lain! Dibutakan oleh prasangka dan amarah, Shiraj Din mengadakan kacheri, sebuah pengadilan terbuka. Tanpa berusaha mendengarkan penjelasan Naghmana, dia mempermalukan perempuan itu di muka umum. Shiraj Din mengambil sebuah keputusan yang akan disesalinya seumur hidup."
Bandung: Qanita, 2017
823.01 SHA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Nuclea Ivana
"Tawuran pelajar merupakan fenomena yang telah berlangsung lama dan belum juga terselesaikan. Berbagai macam cara dan pendekatan telah dilakukan guna menangani masalah ini. Menurut Mansoer (1998) tawuran sebagai tingkah laku konflik dapat dijelaskan oleh Social Identity Theory (SIT).
Menurut SIT keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok tertentu akan berpengaruh terhadap identitas sosialnya, yang kemudian akan mempengaruhi sikap dan prilakunya kepada sesama anggota kelompok (ingroup) ataupun kepada anggota kelompok lain (outgroup) (Abram & Hogg, 1988). Identitas sosial yang positif dapat dipertahankan melalui perbandingan positif dengan kelompok lain, dimana kepada ingroup akan dilekatkan atribut yang positif, sementara pada outgroup akan dilekatkan atribut-atribut yang kurang menyenangkan dan negatif. (Brewer, 1979; Rosenbaum & Holtz, 1985). Pada saat pandangan negatif terhadap suatu kelompok tertentu menjadi sangat kuat, maka hal itu dapat mengarah pada prasangka terhadap kelompok tersebut. (Abram & Hogg, 1988).
Penelitian tentang hubungan identitas sosial dan prasangka antar kelompok memberikan hasil yang berbeda-beda. Secara implisit, SIT menyatakan adanya hubungan antara identitas sosial dan sikap yang positif terhadap ingroup dengan sikap yang negatif terhadap outgroup. (Brewer, 1979; Brown, 1995; Tajfel & Tumer, 1979; Vivian & Berkowitz, 1993; Wilder & Saphiro, 1991). Sementara beberapa penelitian lain menemukan bahwa identitas sosial dan sikap yang positif terhadap ingroup tidak selalu berhubungan dengan sikap yang negatif terhadap outgroup. (Brewer, 1979; Hinkle & Brown, 1990; Kosterman & Feshbach, 1989; Tajfel, Billig, Bundy & Flament, 1971).
Pada kasus tawuran antar sekolah, terdapat pandangan bahwa lokasi sekolah yang berdekatan menyebabkan kemungkinan yang lebih besar untuk munculnya konflik. (Mansoer, 1988). Maka, berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan penelitian untuk melihat hubungan identitas sosial dengan prasangka terhadap sekolah musuh dan bukan sekolah musuh pada sekolah tawuran dalam konteks sekolah yang berdekatan. Penelitian ini dilakukan dengan sampel penelitian siswa dari sekolah yang terlibat tawuran. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner identitas sosial, prasangka terhadap sekolah musuh dan prasangka terhadap bukan sekolah musuh. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara identitas sosial dengan prasangka terhadap sekolah musuh, dan tidak adanya hubungan yang signifikan antara identitas sosial dengan prasangka terhadap bukan sekolah musuh.
Adapun saran berkaitan dengan masalah tawuran adalah untuk menurunkan ancaman antar sekolah yang bermusuhan, intervensi pada Basis, menurunkan prasangka antar sekolah dengan melakukan pertemuan damai yang berkesinambungan, serta melakukan penelitian sehubungan dengan intergroup threat guna mengetahui secara empiris pengaruh ancaman tersebut dalam hubungan antar kelompok.
Untuk penelitian mengenai identitas sosial dan prasangka selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel yang lebih besar, dan lebih bervariasi, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih baik. Hendaknya penyusunan alat ukur dilakukan dengan lebih hati-hati, dan hendaknya penelitian juga dilakukan secara kualitatif guna mendapatkan data yang lebih kaya dan lebih mendalam."
2001
S3039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilik Sujandi
"Prasangka in group-out group eksis dalam perilaku berkelompok. Terbentuknya sikap prasangka diawali oleh proses kognisi, yaitu penerimaan informasi yang menjadi penilaian negatif oleh satu kelompok tentang kelompok lain yang disebabkan karena hal-hal yang bersifat subyektif dan tidak berdasarkan fakta. Dalam situasi hubungan antar kelompok yang saling berkompetisi secara tidak sehat maka prasangka menyebabkan suasana hubungan antar kelompok menjadi tegang sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan konflik antar kelompok.
Prasangka in group-out group adalah fenomena sikap yang bersifat laten sehingga tidak mudah untuk diketahui. Penilaian dan sikap kelompok sangat terkait dengan proses dinamika kelompok, dimana penilaian dan sikap kelompok dipengaruhi oleh sikap-sikap individu anggota kelompok. Demikian sebaliknya, penilaian dan sikap individu anggota kelompok juga sangat dipengaruhi sikap kelompok. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh individu-individu sebagai anggota kelompok dalam membentuk sikap kelompok, dan kuatnya pengaruh sikap kelompok dalam membentuk sikap anggota kelompok. Sikap kelompok dianggap menjadi sesuatu yang bersifat konformitas.
Penguatan sikap prasangka oleh satu kelompok kepada kelompok lain juga dipengaruhi oleh proses identitifikasi kelompok. Identifikasi kelompok yang menjadi diterminasi anggota kelompok untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok lain, telah melahirkan ego kelompok yang berlebihan sehingga kelompoknya dianggap mempunyai status lebih tinggi dari kelompok lain. Sesuatu yang berasal dari kelompoknya dianggap paling benar. Demikian sebaliknya, sesuatu yang berasal dari luar kelompoknya dianggap tidak benar. Hal inilah yang memunculkan penilaian yang subyektif oleh satu kelompok terhadap kelompok lain.
Penilaian yang subyektif dan tidak berdasarkan fakta merupakan bukti adanya proses pemberian informasi yang tidak benar. Untuk merubahnya diperlukan proses komunikasi yang terarah dan berimbang. Terarah berarti, dialog dua kelompok dilakukan untuk tercapainyan tujuan yaitu tukar-menukar informasi untuk menumbuhkan sikap saling memahami. Berimbang berarti, kedua kelompok didudukkan dalam status yang sama sehingga akan saling menghargai.
Untuk melakukan komunikasi antar kelompok sebagai sarana kontak sosial antar kelompok, maka perlu dilakukan modifikasi format dan agenda pertemuan. Pertemuan antar kelompok preskriptif dipilih menjadi program intervensi dalam rangka mengurangi prasangka in group-out group karena merupakan proses komunikasi yang memodifikasi format dan agenda pertemuan. Pertemuan perwakilan kelompok yang menjadi format pertemuan diarahkan tidak saja untuk saling tukar informasi tetapi juga diagendakan kegiatan bersama."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18779
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>