Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157917 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hastin Melur Maharti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan, komitmen beragama, dan komitmen pernikahan secara global dan menurut tipenya, komitmen personal, moral, dan struktural. Partisipan penelitian ini adalah berjumlah 315 orang, berusia 20 hingga 58 tahun. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan, komitmen beragama dan komitmen pernikahan, kepuasan pernikahan bersama dengan komitmen beragama dan komitmen pernikahan. Juga diketahui bahwa kepuasan pernikahan memiliki pengaruh terhadap komitmen personal dan komitmen moral. Sementara komitmen beragama memiliki pengaruh terhadap komitmen personal, komitmen moral, dan komitmen struktural.

This research is aimed to discover the interrelation between marital satisfaction, religious commitment and marital commitment globally and based on its types, personal, moral, and structural. The sampling of the research is 315 persons, with age 20 until 58 years old. The result of the research shows there is a significant correlation between marital satisfaction and marital commitment, religious commitment and marital commitment, marital satisfaction together with religious commitment and marital commitment. It is also discovers that marital commitment influences personal commitment and moral commitment, while religious commitment influences personal commitment, moral commitment, and structural commitment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnita Chairunnisa
"ABSTRAK
Studi sebelumnya menemukan bahwa karakteristik perkawinan pada individu yang menikah terbukti berkorelasi dengan kepuasan perkawinan. Terdapat karakteristik perkawinan yang lebih dianggap penting oleh individu terhadap kepuasan perkawinannya. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara karakteristik perkawinan dengan kepuasan perkawinan pada pernikahan berdasarkan agama (ta aruf). Partisipan pada penelitian merupakan 200 individu yang menikah melalui pernikahan berdasarkan agama (ta aruf) dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring melalui google forms. Karakteristik perkawinan diukur dengan CHARISMA dan kepuasan perkawinan diukur dengan CSI yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara karakteristik perkawinan dengan kepuasan perkawinan (r = 0,381, p<0.01, 2-tailed) pada individu yang menikah melalui ta aruf dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Hasil penelitian ini memberikan temuan baru mengenai karakteristik perkawinan apa yang berhubungan dengan kepuasan perkawinan pada individu yang menikah, khususnya perkawinan melalui perjodohan (taaruf) di Indonesia.

ABSTRACT
Previous study has found that the marita characteristics has correlation with marital satisfaction. There is a characteristics of marriage which is considered more important by married individual on their marriage life. This research is aiming to see the correlation between characteristics and satisfaction of a marriage that has occurred based on religion (ta aruf). Respondents are 200 persons who have been married through an arranged based marriage process (ta aruf) with age of marriage between 1 to 5 years. Data collection was done by distributing questionnaire online with google forms. The characteristics is measured by CHARISMA and marital satisfaction with CSI which have been translated into Indonesian. The result is showing there is a significant positive correlation between marital characteristics and marital satisfaction (r=0,381, p<0.01, 2-tailed) on a person who is married through an arranged-based marriage, aged from 1 to 5 years old. This also bringing new point related to marital satisfaction on an individual that is doing marriage, especially on a marriage through an arranged-based marriage in Indonesia (ta aruf)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina M. Indrawati
"Adanya kesesuaian peran suami isteri dalam perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan. Secara uiaum, kepuasah perkawinan lebih bergantung pada kesesuaian antara harapan suami terhadap perilaku isterinya dibandingkan dengan kesesuaian antara harapan isteri terhadap perilaku suaminya. Hal ini disebabkan oleh pengertian budaya yang mengatakan bahwa wanita lebih toleran dan memiliki tingkat penyesuaian diri yang lebih tinggi daripada pria. Namun, pengertian ini kemungkinan tidak berlaku lagi seiring dengan adanya perubahan-perubahan peran wanita.
Fenomena isteri yang bekerja diduga akan membawa dampak bagi aspirasi dan harapan mereka, termasuk harapan terhadap peran suami isteri dalam kehidupan perkawinan yang dijalaninya. Penelitian ini hendak melihat apakah ada perbedaan harapan terhadap peran suami, perbedaan kesesuaian antara harapan dan perilaku peran suami, serta perbedaan kepuasan perkawinan antara isteri yang bekerja dan isteri yang tidak bekerja. Selain itu, hendak ditelaah bagaimanakah pengaruh kesesuaian antara harapan dan perilaku peran suami terhadap kepuasan perkawinan pada isteri yang bekerja dan isteri yang tidak bekerja. Subyek dari penelitian ini adalah 38 isteri yang bekerja dan 33 isteri yang tidak bekerja dengan usia perkawinan maksimal 2 tahun, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dengan pengambilan sampel secara accidental sampling.
Dari penelitian ini ditemukan hubungan yang signifikan antara kepuasan perkawinan dengan kesesuaian antara harapan dan perilaku peran suami pada kelompok isteri. Masing-masing aspek kesesuaian antara harapan dan perilaku peran suami ternyata juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan perkawinan. Aspek-aspek tersebut adalah aspek pengurus rumah tangga, pencari nafkah, hubungan seksual, hubungan kekerabatan, pelaksanaan rekreasi, diikungan emosional, pengambilan keputusan, hubungan interpersonal, komunikasi, dan partisipasi dalam bidang keagamaan.
Dari penelitian ini diketahui pula bahwa status pekerjaan, yaitu bekerja dan tidak bekerja, tidak berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan, kesesuaian antara harapan dan perilaku peran suami, serta harapan terhadap peran suami. Hasil lain dari penelitian ini adalah bila ditinjau dari aspek-aspek kesesuaian antara harapan dan perilaku peran suami, aspek dukungan emosional merupakan faktor yang memberikan pengaruh terbesar bagi kepuasan perkawinem, baik pada isteri yang bekerja maupxin isteri yang tidak bekerja. Meski demikian, isteri yang bekerja juga beranggapan bahwa aspek pencari nafkah adalah juga faktor yang paling tinggi memberikan pengaruh terhadap kepuasan perkawinan dibandingkan aspek-aspek lainnya.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya metode kuesioner ditunjang dengan wawancara untuk mendapat hasil yang lebih kaya dan mendalam. Selain itu, disarankan pula untixk diadakan penelitian pada kelompok usia perkawinan dari beberapa tahapan daur kehidupan berkeluarga, serta melibatkan keloiapok isteri dengan posisi manajerial di pekerjaannya atau yang memiliki penghasilan lebih tinggi daripada suaminya- Untuk melengkapi hasil penelitian ini, dapat pula dilakukan penelitian mengenai pengaruh kesesuaian antara harapan dan perilaku peran isteri terhadap kelompok suami yang memiliki isteri yang bekerja dan kelompok suami yang memiliki isteri yang tidak bekerja.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fath Fatheya
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh status pencari nafkah dalam keluarga tunggal atau ganda dan tipe pasangan traditional, independent, separated, dan mixed terhadap kepuasan pernikahan pasangan yang tinggal serumah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 224 individu. Pada penelitian ini, ditemukan adanya pengaruh utama yang signifikan antara tipe pasangan dan kepuasan pernikahan F 1,3 = 10,425; nilai p < 0,05; ? 2=0,117 . Sedangkan, untuk tipe pencari nafkah tidak ditemukan adanya pengaruh utama yang dignifikan terhadap kepuasan pernikahan F 3,1 = 0,231; nilai p > 0,05; ? 2=0,001 . Untuk efek interaksi atas tiga variabel yang digunakan, tidak ditemukan adanya efek interaksi yang siginifikan antara status pencari nafkah dan tipe pasangan terhadap kepuasan pernikahan F 1,3 =1,050; p > 0,05; ? 2=0,013 . Skor rata-rata pasangan pencari nafkah tunggal dan ganda tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa status pencari nafkah tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan pernikahan. Dari keempat tipe pasangan, ditemukan bahwa tipe pasangan traditional memiliki skor rata-rata kepuasan pernikahan yang paling tinggi dibandingkan tipe lainnya. Di sisi lain, tipe pasangan separated ditemukan memiliki skor rata-rata kepuasan pernikahan yang paling rendah diantara tipe pasangan lainnya. Interdependensi antara suami-istri dan komunikasi penyelesaian konflik menjadi aspek yang penting dalam menentukan tingkat kepuasan pernikahan.

This study aims to see the influence of the earner status in the family single or dual and the couple types traditional, independent, separated, and mixed to marital satisfaction of married couples who live together in Indonesia. In this study, there was found a significant main effect between couple type and marital satisfaction F 1,3 10,425 p value 0.05 2 0.001 . There was no significant interaction effect between earner status and couple types to marital satisfaction F 1,3 1,050 p 0,05 2 0,013 . The average score between single and dual earners did not have a significant difference. Among the four couple types, it was found that the traditional type had the highest average score of marital satisfaction compared to other types. On the contrary, separated couple found to have the lowest average marital satisfaction score among the others. These results are in accordance with previous studies about couple types. Interdependence and communication of conflict resolution between couples becomes an important aspect in determining the level of marital satisfaction of couples in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teresa Indira Andani
"Setiap orang memiliki nilai-nilai yang berperan sebagai panduan dalam menjalani hidup yang mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang termasuk caranya mengevaluasi hubungan perkawinannya. Kepuasan perkawinan merupakan konstruk yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan perkawinan yang mana semakin rendah kepuasan perkawinan seseorang maka cenderung memicu pilihan untuk bercerai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai-nilai dasar pada higher order values yang dikemukakan oleh Schwartz (1992) dengan kepuasan perkawinan dengan melihat perbedaan antara generasi X dan generasi Y. Uji pearson correlation, sequential (hierarchical) multiple regression dan independent sample t-test dilakukan kepada 764 partisipan (217 generasi X dan 547 generasi Y) menggunakan kuesioner berisi 40 item PVQ (Portrait Values Questionnaire) untuk mengukur prioritas nilai dan 6 item QMI (Quality of Marriage Index) untuk mengukur kepuasan perkawinan. Hasilnya, hanya prioritas nilai pada dimensi self – transcendence yang benar-benar terbukti berkontribusi terhadap peningkatan kepuasan perkawinan seseorang. Generasi X memprioritaskan nilai-nilai yang ada pada dimensi conservation sedangkan generasi Y memprioritaskan nilai-nilai yang ada pada dimensi self-transcendence. Kepuasaan perkawinan generasi X ditemukan lebih tinggi dibandingkan generasi Y.

Every person has values that serve as a guide in living life that affects a person's perceptions, attitudes and behavior including how to evaluate they marital relationship. Marital satisfaction is a construct used to evaluate marital relationships where low marriage satisfaction tends to trigger the choice of divorce. This study aims to determine the relationship between the basic values of the higher order values proposed by Schwartz (1992) with marital satisfaction by looking at the differences between generation X and generation Y. Pearson correlation, sequential (hierarchical) multiple regression tests and independent sample t-test were performed on 764 participants (generation X totaling 217 participants and generation Y totaling 547 participants) using a questionnaire containing 40 items of PVQ (Portrait Values Questionnaire) to measure values priority and 6 QMI (Quality of Marriage Index) items to measure marital satisfaction. This research indicates only priority values on the dimension of self-transcendence that shows a significant contribution to the increasing of one’s marriage satisfaction. Generation X prioritizes the values that exist in the conservation dimension while Generation Y prioritizes the values that exist in the dimension of self-transcendence. Generation X's marriage satisfaction is found to be higher than Generation Y."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Nur Fatihah
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara gaya resolusi konflik dan kepuasan perkawinan pada keluarga single-earner (hanya suami yang bekerja) dan dual-earner (suami dan istri sama-sama bekerja). Gaya resolusi konflik, menurut Kurdek (1994) terbagi menjadi empat gaya yaitu positive problem solving, compliance, conflict engagement, dan withdrawal. Sebanyak 672 partisipan (82 laki-laki, 590 perempuan) diminta untuk mengisi kuesioner (terdiri dari alat ukur kepuasan perkawinan, gaya resolusi konflik, human value, dan marital characteristics) secara tatap muka dan online (via Google Form). Hasil menunjukkan bahwa positive problem solving berkorelasi secara positif dengan kepuasan perkawinan pada kedua kelompok. Sebaliknya, compliance, conflict engagement, dan withdrawal berkorelasi secara negatif dengan kepuasan perkawinan pada kedua kelompok. Hanya gaya positive problem solving, conflict engagement, dan withdrawal yang dapat memprediksi kepuasan perkawinan partisipan pada kedua kelompok. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan di antara keluarga single-earner dan dual-earner.

This study aims to examine the relationship between conflict resolution style and marital satisfaction in the context of single-earner (only the husband work) and dual-earner family (both husband and wife work). According to Kurdek (1994), conflict resolution style is divided into four styles, which are positive problem solving, compliance, conflict engagement, and withdrawal. A total of 672 participants (82 male, 590 female) filled out offline and online questionnaires (via Google Form). The questionnaire consisted of marital satisfaction, conflict resolution styles, human value, and marital characteristics measuring instrument. Result shows that positive problem solving is positively correlated with marital satisfaction in both groups. On the contrary, compliance, conflict engagement, and withdrawal are negatively correlated with marital satisfaction on both group. Only positive problem solving, conflict engagement, and withdrawal that could predict marital satisfaction of the two groups. Furthermore, this study found that there are no difference in marital satisfaction between single-earner and dual-earner."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Orchidita D.
"Berdasarkan penelitian para ahli diketahui bahwa usia tengah baya adalah masa krisis yang penuh tekanan dan sering disamakan dengan gejolak masa pubertas. Bahkan masa krisis ini dapat mengganggu hubungan suami istri, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan. Khusus bagi wanita atau istri usia tengah baya, tampaknya tekanan yang mereka hadapi lebih berat dibandingkan para suami. Selain harus menghadapi penurunan fisik mereka sendiri (dimana hal ini seringkali dipersulit dengan adanya standar ganda terhadap ciri-ciri ketuaan pada pria dan wanita), para istri usia tengah baya juga harus menghadapi rasa kehilangan karena anak-anak sudah mulai remaja (dan juga sedang mengalami masa pubertas) dan mencoba melepaskan diri dari ketergantungan ibunya. Hal ini merupakan tekanan psikologis tersendiri bagi seorang ibu, yang tidak terjadi pada para ayah atau suami. Selain itu, istri usia tengah baya juga disibukkan dengan tanggung jawab mengurus orangtua atau mertua yang mungkin sudah membutuhkan perawatan. Hal ini juga jarang terjadi pada pria, karena aturan sosial menetapkan bahwa tanggung jawab memelihara hubungan kekeluargaan terletak pada istri atau menantu perempuan. Bila seorang istri juga bekerja, dapat dibayangkan beban berlebih yang mereka hadapi yaitu mengatur berbagai peran sekaligus dalam waktu bersamaan. Keadaan penuh tekanan ini dapat menjadi lebih berat bila tidak ada dukungan sosial dari suami dalam menjalani perkawinan. Menurut penelitian, para istri memang lebih sering merasa tertekan dalam perkawinan dibandingkan suami karena mereka lebih sedikit memperoleh dukungan sosial dari pasangannya. Padahal peran dukungan sosial sangat beaar artinya dalam meringankan tekanan-tekanan yang dihadapi dan dapat menghindarkan seseorang dari tekanan yang lebih parah. Untuk itu penelitian dilakukan dalam rangka melihat gambaran persepsi dukungan sosial yang diterima istri dari suami mereka, mencari hubungan antara
persepsi dukungan sosial dan kepuasan perkawinan istri usia tengah baya serta melihat perbedaan persepsi dukungan sosial suami pada istri yang tidak bekerja maupun yang bekerja. Sebagai tambahan, dilihat pula peran komponen persepsi dukungan sosial yang paling berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Penelitian dilakukan pada istri usia tengah baya yang berusia 40-50 tahun di Jakarta dengan menggunakan teknik accidental sampling. Penulis menyusun sendiri alat untuk mengukur persepsi dukungan sosial suami, sedangkan untuk mengukur kepuasan perkawinan digunakan Dyadic Adjustment Scale dari Spanier. Hasil pengolahan data dengan menggunakan teknik korelasi menemukan hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan sosial suami dan kepuasan perkawinan istri
usia tengah baya, namun tidak ada perbedaan persepsi dukungan sosial suami antara istri usia tengah baya yang tidak bekerja maupun yang bekerja. Hasil tambahan menemukan bahwa komponen Intimacy merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Hasil tambahan lain yang memperkuat hasil utama adalah ditemukannya kontribusi persepsi dukungan sosial suami terhadap kepuasan perkawinan istri usia tengah baya yang cukup besar yaitu sebesar 45,3%. Untuk lebih menyempurnakan penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan teknik probability sampling atau menambahkan metode wawancara untuk memperoleh hasil yang lebih mendalam. Selain itu, membandingkan subyek pria dan wanita dapat dilakukan untuk lebih membuktikan apakah benar ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal penerimaan dukungan sosial. Masalah istri usia tengah baya dalam menghadapi masa pensiun juga merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Maghfirah Faisal
"Setiap tahun jumlah wanita yang bekerja terus meningkat sedangkan jumlah wanita yang mengurus rumah tangga semakin menurun. Hal ini membuat jumlah pasangan suami istri pencari nafkah ganda juga meningkat. Pada tahun 2014, jumlah pasangan pencari nafkah ganda di Indonesia ialah sebanyak 51,2%, sementara jumlah pasangan pencari nafkah tunggal ialah sebanyak 39,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kepuasan pernikahan antara suami/istri dari pasangan pencari nafkah ganda dan suami/istri dari pasangan pencari nafkah tunggal, serta perbandingan kepuasan pernikahan antara suami dan istri pada pasangan pencari nafkah ganda dan tunggal. Sebanyak 368 orang suami/istri berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara suami/istri dari pasangan pencari nafkah ganda dan pencari nafkah tunggal; dan tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara suami dan istri baik pada pasangan pencari nafkah ganda maupun tunggal. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa status pekerjaan istri tidak berdampak pada kepuasan pernikahan. Selain itu, secara umum skor rata-rata kepuasan pernikahan partisipan berada di level yang tinggi. Hal ini terjadi karena budaya kolektivis di Indonesia serta berbagai faktor yang menguntungkan kedua kelompok partisipan, seperti kesamaan latar belakang dengan pasangan, usia pernikahan, dan jumlah anak.

Every year, the number of working woman increases, meanwhile the number of housewife decreases. This condition caused the increase in the number of dual-earner couple. In 2014, the number of dual-earner couple in Indonesia is 51,2%, while the number of single-earner couple is 39,9%. This research is aimed to investigate the comparison of marital satisfaction between husband/wife from dual-earner and single-earner couples; as well as comparison of marital satisfaction between husband and wife from dual- and single-earner couples. There are 368 husbands/wives who participated in this research. The results show that there is no significant difference in marital satisfaction between husband/wife from dual-earner and single-earner couples; and there is no significant difference in marital satisfaction between husband and wife in dual-earner and single-earner couples. Hence, we can conclude that wife’s working status does not affect marital satisfaction. In general, mean score of marital satisfaction among all participants is high. This condition occurred because of collectivism in Indonesia as well as various factors that is beneficial for both groups of participant, such as background similarity with couple, length of marriage, and number of children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Nazhira
"Pasangan yang menikah antarbudaya rentan untuk mengalami konflik yang berasal dari perbedaan budaya. Konflik yang sering dan berkepanjangan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya penurunan tingkat kepuasan pernikahan. Common dyadic coping adalah upaya pasangan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama. Sebanyak 45 pasang suami dan istri (M usia pernikahan=19,44, SD=8,69) yang berasal dari suku yang berbeda dan berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Pekanbaru diminta untuk menjawab item dari Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). Penelitian menggunakan Actor-Partner Interdependence Model dan data yang diperoleh dianalisis menggunakan APIM_SEM. Hasil penelitian membuktikan bahwa skor Common Dyadic Coping memiliki interdependensi dengan skor Common Dyadic Coping pasangannya. Common Dyadic Coping yang dilaporkan oleh individu memengaruhi kepuasan pernikahan individu secara positif (p istri<0,001, p suami=0,025) namun tidak memengaruhi kepuasan pernikahan pasangannya
Couples that marry interculturally are prone to have conflicts that stemmed from their cultural differences. Frequent and long-lasting conflict may cause various negative effects, such as decreasing marital satisfaction. Common Dyadic Coping is a joint effort to solve their problems together. Forty-five pairs of husband and wife (M marriage duration=19,44, SD=8,69) that come from different ethnic groups and currently lives in Jabodetabek, Bandung, and Pekanbaru were asked to answer a series of items from Dyadic Coping Inventory (DCI) and Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). This study uses Actor-Partner Interdependence Model and the data that was collected is analyzed using APIM_SEM. The results shows that individual’s report of Common Dyadic Coping has interdependency with their partner’s Common Dyadic Coping. One’s report of Common Dyadic Coping has a positive effect on their own marital satisfaction (p wives<0,001, p husbands=0,025), but had no effect on their partner’s marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>