Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Wahyuningsih Rahmawati
"Banyak orang berpendapat bahwa profesi paling tua yang ada dalam masyarakat manusia adalah prostitusi atau pelacuran. Akan tetapi untuk mengungkapkan kapan pelacuran mulai ada dalam masyarakat tidak ada jawaban yang cukup jelas. Pada agama yang yang diakui secara resmi di Indonesia, pelacuran dianggap sebagai suatu penyimpangan tercela dan harus dihindari. Disamping faktor agama, pandangan negatif masyarakat terhadap pelacuran juga dipengaruhi oleh alasan-alasan praktis seperti masalah kesehatan dan kesejeahteraan rumah tangga. Melihat pertimbangan di atas, sudah sewajarnya jika pemerintah berusaha mengurangi, bahkan kalau mungkin melenyapkan pelacuran.
Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan mendirikan Panti Rehabilitasi untuk para wanita tuna susila. Di dalam panti, mereka menerima bimbingan, pembinaan dan penyuluhan agar dapat kembali ke masyarakat. Namun demikian apakah masyarakat juga akan menerima mereka yang ingin kembali? Pada kenyataannya, kesediaan masyarakat untuk menerima para wanita tuna susila yang ingin kembali inilah yang jarang ditemui. Karakteristik yang pernah dipilih oleh seseorang akan menjadi suatu pola yang dikenali secara khusus. Dan karakteristik sebagai wanita tuna susila akan menjadi suatu faktor yang kelak akan diperhitungkan orang dalam berinteraksi.
Dalam penelitian ini ingin diketahui apakah penolakan dari masyarakat dan pandangan negatif mereka dirasakan pula oleh para wanita tuna susila yang berada dalam pembinaan Panti Rehabilitasi Wanita Mulya Jaya (siswa PRW-MJ). Selain itu ingin diketahui pula seberapa besar intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dan apakah persepsi mereka terhadap penolakan lingkungan sosial mempengaruhi intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal lain yang juga ingin diketahui melalui penelitian ini adalah, apakah ada perbedaan persepsi siswa PRW MJ terhadap aspek-aspek dalam penolakan lingkungan sosial (aspek keluarga, tetangga dan teman), serta manakah diantara ketiga aspek tersebut yang berpengaruh terhadap intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sekeluarnya dari PRW-MJ.
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner yang terdiri dari dua bagian:
1. Kuesioner tentang persepsi siswa PRW-MJ mengenai penolakan lingkungan sosial.
2. Kuesioner tentang intensi siswa PRW-MJ untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.
Dari hasil penelitian ini (dengan 34 responden) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan pada l.o.s 0.05 antara persepsi terhadap penolakan lingkungan sosial dengan intensi siswa untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sekeluarnya dari Panti Rehabilitasi Wanita Mulya Jaya. Semakin tinggi skor persepsi responden terhadap penolakan lingkungan sosial, maka intensinya untuk berhenti menjadi WTS akan semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan, bahwa siswa PRW-MJ memiliki skor persepsi yang rendah terpenolakan lingkungan sosial, hal ini berarti secara umum mereka tidak merasakan adanya penolakan dari lingkungan sosial terhadap diri mereka. Selanjutnya, penelitian terhadap intensi siswa PRW-MJ untuk berhenti dari pekerjaannya semula sebagai WTS menunjukkan adanya tingkat intensitas yang tinggi.
Dari ketiga aspek yang dipersepsi oleh responden, terlihat bahwa skor persepsi responden terhadap aspek keluarga dan tetangga relatif rendah, sedangkan skor pada aspek teman relatif tinggi. Hal ini berarti secara umum mereka tidak merasakan adanya penolakan baik dari keluarga maupun tetangga terhadap diri mereka. Akan tetapi mereka cenderung merasakan adanya penolakan dari teman. Jika ditilik dari pekerjaan mereka sebelumnya sebagai WTS, dimana untuk memperoleh keberhasilan terkadang mereka harus bersaing dengan teman, dapat dimaklumi bila hubungan mereka dengan teman tidak begitu hangat, dan hal ini tentu mempengaruhi persepsi mereka terhadap aspek teman.
Hasil lain menunjukkan, bahwa aspek persepsi terhadap keluarga merupakan aspek yang paling menentukan (signifikan pada 1.o.s 0.05) dalam hubungannya dengan intensi untuk berhenti menjadi Wanita Tuna Susila. Hal ini dapat dimengerti karena bila seseorang merasa ditolak oleh keluarganya, maka ia akan merasa tak berarti lagi, karena tak dapat dicari pengganti kehangatan seperti dalam keluarga. Tetapi sebaliknya bila keluarga dipersepsi responden tetap akan menerima kehadiran dirinya, tentulah keinginan responden untuk berhenti menjadi WTS akan semakin meningkat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imma Hapsari Putri
"Pelacuran tergolong masalah sosial yang sudah lama terjadi. Di dunia pelacuran kita juga mengenal istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). PSK yang terjaring oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kemudian dimasukkan kedalam panti rehabilitasi. Dalam masa rehabilitasi mereka diberikan berbagai kegiatan bertujuan agar tidak kembali menjadi PSK. Dalam hal ini ada proses pencarian makna hidup saat menjalani masa rehabilitasi. Makna hidup ini berkaitan dengan konsistensi akan pencapaian tujuan yang diinginkan, sehingga dapat dikatakan keinginan untuk hidup bermakna menjadikan motivasi utama bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang positif.

Prostitution is considered as social problem that has occured for long time. The prostitution is also familiar with the term of Commercial Sex Workers (CSWs). CSW arrested by the municipal police are sent into rehabilitation centre. During the rehabilitation they obtain good knowladge in order not to go back into the prostitution world. In this case there is a process of finding the meaning of life while undergoing a period of rehabilitation. The meaning of life is related to the consistency of meeting the desired objectives. The desire to make life meaningful is primarily a motivation for them to do something positive.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony
"Prostitusi merupakan salah satu lahan ekonomi yang memberikan banyak keuntungan materi. Prostitusi semakin marak di Indonesia, sebut saja Doly di Surabaya, Saritem di Bandung atau Sarkem (Pasar Kembang) di Yogyakarta. Namun ironisnya, Kompas.com menyatakan bahwa 75% pekerja seks komersial yang berada di Saritem, Bandung didatangkan dari Indramayu. Maraknya prostitusi di Indonesia dapat disebabkan oleh ketersediaan wanita-wanita pekerja seks komersial (PSK) yang bersedia untuk melakukan pekerjaan tersebut. Banyak orang berpendapat bahwa alasan wanita-wanita ini melakukan pekerjaan tersebut dikarenakan kesulitan ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja. Namun, jika dikaji dari segi Ilmu Komunikasi, ada faktor psikologi komunikasi yakni faktor personal dan faktor-faktor sosial dan budaya yang bersifat situasional yang menjadi pendorong utama mereka melakukan pekerjaan ini. Dari segi teori komunikasi, Teori konformitas dapat menjelaskan bagaimana pengaruh sosial dapat mendukung adanya konformitas terhadap kelompok sehingga mereka terlibat dalam dunia prostitusi, kekuasaan yang dimiliki orang tua juga dapat menjadi pendorong keterlibatan wanita-wanita Indramayu ke dalam prostitusi. Jadi, penjelasan terhadap keterlibatan wanita-wanita Indramayu dalam dunia prostitusi dapat dijelaskan melalui teori dalam Ilmu Komunikasi, yakni faktor personal dan situasional pendukung perilaku manusia, dan Teori Konformitas. Hal inilah yang menjadi fokus utama dalam penulisan makalah ini. Metode penelitian yang digunakan adalah document research.

Prostitution is a choice that people choose nowadays because it generates quite much money. Prostitution is getting more numerous these days, as we can see in these places: Doly in Surabaya, Saritem in Bandung, and Sarkem (Pasar Kembang) in Yogyakarta. Ironically, Kompas.com stated that 75% of the prostitutes are occupied from Indramayu. The unstoppable growing number of prostitution is because of the supply of the women that has consented to do the job. People said that the reason why these women chose to do this job was because nothing other than economical reason and the limited job vacancy. However, if we use Communication Science point of view, there are Communication Psychology theory to explain why; which is personal element and situational element that were the cause of their choice of doing this job. Communication theory could explain the fenomena too, with Conformity Theory. Conformity Theory explains how social influence could support confirmity in the group, whereas the power of parents could be a strong part of the consent of the women to work as a prostitute. As a conclusion, the phenomena of these women being prostitutes could be elaborated with theory from Communication Science, which are personal and situational elements, and Confomity Theory. This will be the main focus of the writing. The method being used will be document research.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebijakan sosial pemerintah daerah dalam menghapus perilaku asusila dengan menghapus lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) ternyata tidak dapat mencapai tujuan yang di harapkan....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fat`hul Achmadi Abby
"Kecuali germo dan mucikari, sementara ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum posit if di Indonesia, tidak terdapat satu pasal pun yang secara tegas mengancamkan pidana terhadap pelacur maupun orang yang melakukan hubungan seksual dengan pelacur. Keterbatasan hukum pidana (KUHP) ini menjangkau masalah pelacuran, telah memungkinkan daerah-daerah tertentu di Indonesia mengeluarkan kebijakan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) melalui produk hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) untuk menanggulanginya.
Topik kajian dalam tesis yang mengetengahkan tema tentang PENANGGULANGAN MASALAH PELACURAN DENGAN MENGGUNAKAN SARANA PENAL ini, dilatarbelakangi oleh suatu premise bahwa tidak semua daerah di Indonesia mempunyai Peraturan Daerah (Perda) yang melarang pelacuran dengan segala macam bentuknya. Hal yang demikian tentunya tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang ada dan hidup dalam pandangan masyarakat pada setiap daerah tersebut.
Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai sepuluh (10) wilayah Daerah Tingkat II, yang terdiri dari sembilan (9) wilayah Kabupaten dan satu (1) wilayah Kotamadya. Dengan menggunakan metode purposive sampling, Daerah Tingkat II Kabupaten Banjar dipilih sebagai sampel lokasi penelitian atas dasar pertimbangan bahwa daerah ini merupakan satusatunya Daerah Tingkat II di Propinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Pelacuran/Tuna Susila, sedangkan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan observasi (wawancara). Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa disatu sisi terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pembenaran untuk menetapkan pelacuran sebagai tindak pidana, namun disisi lain juga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan masalah pelacuran dengan menggunakan sarana penal (Perda) tidak berjalan efektif. Sedangkan di masa datang, selain digunakannya upaya penal melalui pengaturan hukum pidana (positif) mengenai masalah pelacuran, juga disertai upaya non penal melalui kebijakan sosial, yakni berupa upaya menghapuskan atau setidaktidaknya meminimalisasikan berbagai faktor kondusif yang dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya pelacuran, termasuk kebijakan lokalisasi pelacuran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bagong Suyanto
"Studi ini mencoba mengkaji dan memahami eksploitasi yang dialami anak-anak perempuan yang dilacurkan di industri seksual komersial dari perspektif teori kritis. Penelitian dilakukan di Kota Surabaya dan di daerah wisata Tretes, Kabupaten Pasuruan. Secara keseluruhan, dalam penelitian ini telah dilakukan wawancara yang mendalam terhadap 45 informan, yakni anak-anak perempuan yang dilacurkan, mantan anak yang dilacurkan, germo, mucikari dan lelaki pelanggan prostitusi. Studi ini menemukan bahwa pelacuran terjadi bukan saja akibat tekanan kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan tidak dimilikinya akses yang memadai ke dunia pasar kerja, keterlibatan dan terjerumusnya anak-anak perempuan dalam industri seksual komersial juga terjadi karena perkembangan gaya hidup dan akibat dari terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak perempun. Sebagai anak yang mengalami proses komodifikasi dalam industri seksual komersial, anak-anak perempuan yang dilacurkan umumnya mengalami proses eksploitasi dan alienasi sosial.

This study attempts to assess and understand the exploitations of girls who are forced into prostitution in the sex industry through critical theory perspective. The study was conducted in Surabaya and in a touristic area Tretes, Pasuruan. Overall, the in-depth interviews were conducted to 45 informants, girls who are forced into prostitution, former young prostitutes, pimps, and also male customers. The study found that it takes more than just pressures of poverty, lack of education, and inadequate access to the labor market for young girls to be involved in the prostitution. In fact, their involvements is the impact of the life style and permissive behavior in dating, victims of dating rape, child abuse, broken home family, as well as victims of fraudulent practices and mode of recruitments that related to the increased market demand for new and young prostitutes, and also the peer groups? influences which offer shortcuts to overcome problems and life pressures. As children who experienced commodifications in the commercial sex industry, the girls who are forced into prostitution generally undergo exploitation and social alienation process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mudjijono
"Makan, tidur, dan berak (kandhorak) merupakan kondisi yang berusaha dihindari oleh masyarakat di daerah Gedongtengen. Kampung-kampung Sosrowijayan, Gandekan, Jlagran, dan Badaran yang berada di area Gedongtengen tersebut mendapat stigma sebagai daerah hitam yang akrab dengan perkelahian, perjudian, minuman keras, dan pelacuran. Oleh karenanya masyarakat selalu berusaha mencari pekerjaan agar mempunyai status jaker. Pekerjaan sebagai tenaga keamanan di berbagai bidang banyak dijalani warga kampung tersebut mengingat telah melekat modal sosial yang menyertainya. Metode observasi, wawancara, pustaka, dan pengamatan mendalam dilakukan dalam kajian ini. Laporan disusun atas perspektif jaringan dari Castill dan penegasan konsep habitus yang diutarakan Bordeu. Masyarakat yang diberi stigma negatif ternyata malah menjadikannya memiliki modal sosial dan jaringan sebagai modal kerja atau kegiatan ekonomi"
Yogyakarta: BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA D.I. YOGYAKARTA, 2018
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>