Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Meitha Ria Rizkita
"Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk melangsungkan perkawinan, yang bersifat kekal, satu kali untuk selamanya. Namun mempertahankan perkawinan yang menyatukan dua pribadi berbeda dengan kepentingan yang berbeda pula itu sulit sehingga pada akhirnya banyak perkawinan berakhir dengan perceraian. Perceraian sendiri seringkali malah menimbulkan masalah baru yang akhirnya menyebabkan banyak pihak berinisiatif untuk membuat Perjanjian untuk mencegah masalah tersebut yaitu Perjanjian Akibat Perceraian. Seperti pada kasus Tuan A ? Nyonya B dan Tuan X ? Nyonya Y yang mengikat diri dalam Perjanjian Akibat Perceraian. Akan tetapi, baik dalam KUHPerdata maupun UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan belum ditemukan ketentuan yang mengatur secara jelas dan spesifik mengenai Perjanjian Akibat Perceraian secara satu kesatuan. Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Akibat Perceraian ini harus dilihat dari dua sisi, sisi materilnya yaitu pasal 41 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan sisi formilnya yaitu pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari Perjanjian Akibat Perceraian ini pun harus tetap mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata dan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Every human being must have desire to create an everlasting marriage, once and for all. But the retained the marriage uniting two different people with different interests si hard so that in the end a a lot of marriages ended in divorce. Divorce itself even cause problems that eventually led to the many people who take the initiative to make arrangements to prevent those problems, namely The Agreement Due to A Divorce. As in the case of Mr. A ? Mrs. B and Mr. X ? Mrs. Y which is binding themselves in the agreement due to a Divorce. However, both in The Code of Civil Law as well as Act No.1 of 1974 about Marriage is not found the provisions that regularry clearly and specially about The Agreement Due To A Divorce in one unit. So the legal basis of the enactment of The Agreement Due To A Divorce should be viewed from two sides, the material side based on Article 41 of Act. No.1 of 1974 about Mariage and The Formyl based on Article 1320 of The Code of Civil Law. The content of The Agreement Due to A Divorce must still follow the provisions in The Code of Civil Law and Act No.1 of 1974 about Marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Shabira Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis No. 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu 1/3 bagian untuk istri dan 2/3 bagian untuk suami. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama dan pembagiannya dalam hal terjadi perceraian?; 2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis Nomor 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyerahkan pengaturan mengenai pembagian harta bersama kepada hukumnya masing-masing, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kurang tepat karena istri juga telah berkontribusi dengan baik dalam usaha mendapatkan harta bersama sehingga berhak untuk mendapat bagian harta bersama yang sama dengan suami.

This thesis focuses on how joint assets are regulated, both in Law No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls gave a different portion from what has been determined in Compilation of Islamic Law, 1/3 for the wife and 2/3 for the husband. Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1. How Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law regulates the joint asset and its distribution as a result of divorce?; 2. Is the judge in the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls had a proper legal considerations based on Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law? This research is in the form of a normative juridical with the type of descriptive analytical research.
At the end, the Writer arrived at the conclusion that Law No. 1 of 1974 handed regulations regarding the joint assets division to the respective laws, while the Compilation of Islamic Law regulates that each husband and wife get half of the joint assets. The Writer also came to the conclusion that the judge?s legal considerations in the judgment discussed in this research are less proper because the wife has contributed well in the attempt to gain the joint assets so she is entitled to get a same portion of the joint assets with her husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilah Shafa
"Perceraian dari perkawinan di luar negeri dan perkawinan campuran internasional dapat dikatakan sebagai perceraian dengan unsur asing. Dalam perkara perceraian dengan unsur asing ini jika ditinjau dari segi HPI memiliki persoalan pokok yang menyangkut pada penentuan hukum yang berlaku serta kewenangan mengadili dari sebuah forum. Dalam prakteknya, ketika perkara perceraian yang melibatkan unsur asing diajukan di hadapan pengadilan Indonesia, maka hukum yang digunakan dalam perkara-perkara perceraian tersebut selama ini adalah lex fori, yakni hukum Indonesia. Sementara itu, dengan adanya perbedaan hukum yang mengatur perceraian serta forum tempat mengadili perceraian yang mungkin berbeda dengan hukum dan forum perkawinan menyebabkan permasalahan perceraian dengan unsur asing menjadi kompleks, Penelitian ini akan membahas serta menganalisis mengenai pertimbangan hakim terhadap forum yang berwenang dan lex fori sebagai hukum yang berlaku dalam perkara-perkara perceraian di Indonesia yakni Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 0304/Pdt.G/2014/PA.JP, Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor Register Perkara 1978/Pdt.G/2017/PA.Tng.Nomor, dan Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 449/Pdt.G/2015/PN.Sg. Penelitian ini akan mengaitkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dengan teori-teori HPI.

Divorce from marriage abroad and international mixed marriage in Indonesia can be considered as divorce with foreign elements. In the case of divorce with foreign elements, if viewed from the Private International Law (PIL) point of view, has the main problem concerning the determination of the applicable law and the competent to adjudicate from a forum. In practice, when cases such as divorce with foreign elements are presented before an Indonesian court, then the law used in divorce cases so far is lex fori, specifically Indonesian law. In fact, due to the differences of the laws governing divorce as well as forums where the divorce proceedings may be different from the law and marriage forums, the problem of divorce with foreign elements becomes complex. This research will discuss and analyze the judges' consideration of the authorized forum and lex fori as the applicable law in the case of Central Jakarta Religious Court Decision Number 0304 / Pdt.G / 2014 / PA.JP, Tangerang Religious Court Decision Case Registration Number 1978 / Pdt.G / 2017 / PA.Tng, and Singaraja District Court Decision Number 449 / Pdt.G / 2015 / PN.Sg. This research will correlate these considerations with PIL theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Taris
"[ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
;ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
, ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce’s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
]
"
2015
S58998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyanti Amalia Sappali
"Warga Negara Indonesia pelaku perkawinan campuran tidak boleh memegang Hak Milik, atau Hak Guna Bangunan (HGB), atau Hak Guna Usaha (HGU), kecuali yang bersangkutan mempunyai perjanjian perkawinan sebelum menikah, yang mengatur mengenai pemisahan harta kekayaan. Larangan Pemindahan Hak Milik Atas Tanah Kepada Warga Negara Asing yaitu, Pasal 21 ayat (3) UUPA mengamanatkan bahwa bagi Warga negara Asing yang memiliki hak milik diwajibkan melepaskan hak tersebut dalam jangka waktu 1(satu) tahun. Apabila terjadi perceraian dalam suatu perkawinan campuran dimana pihak yang cenderung akan dirugikan adalah pihak perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) yang melangsungkan perkawinan dengan laki-laki Warga Negara Asing (WNA), hal ini kemudian yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis saya yakni bagaimanakah akibat hukum perceraian pada perkawinan campuran beda kewarganegaraan terhadap harta benda serta Bagaimanakah analisa hukum terhadap harta benda bersama setelah perceraian dalam perkawinan campuran Beda Kewarganegaraan (Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 316/K/Ag/2015) tentang putusan kasasi mengenai harta bersama akibat perceraian terhadap perkawinan campuran , penulis kemudian meneliti permasalahan ini dengan metode penelitian yuridis normatif dimana penulis dalam meneliti mengacu kepada aturan ?aturan hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan. Dalam kesimpulannya hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik, Warga Negara Asing sama sekali tidak terbuka kemungkinan untuk mendapatkan hak atas tanah dalam Sistem hukum pertanhan kecuali Hak Pakai.

Indonesian citizen actors mixed marriages can not hold Right to Land, or Right to The Building (HGB), or The Right to the Business (HGU), unless the person concerned has a marriage contract before marriage, which regulates the separation of assets. Prohibition of Transfer of Ownership of Land to Foreigners namely, Article 21 paragraph (3) of the Basic Agrarian Law mandates (UUPA)that foreign nationals who have the right of ownership is required to dispose of them in a period of 1 (one) year. When divorce occurs in a mixed marriage where the parties are likely to be harmed is the female citizen of Indonesia (Indonesian) that a marriage with male foreigners (WNA), it is then an issue of concern in my thesis that is what the legal consequences divorce on marriage mixture of different nationalities to property and how the legal analysis of the property together after divorce in mixed marriages different nationalities (the Supreme court of the Republic of Indonesia Number 316 / K / Ag / 2015) concerning the decision on the common property consequences of divorce on marriage mixture, the author then examines these issues with normative juridical research method in which the author refers to the rules examine existing law to be able to answer the question. In conclusion only Indonesian citizens who can have Ownership, foreign citizens did not open the possibility for land rights in the legal system of land except for Right to Use."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudita Trisnanda
"Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin.

Unclear status prenuptial agreement arise in catholic marriage if the divorce is not registered in civil registrar. In Indonesia, divorce will be legalized if the couple register their divorce in the civil registrar after the judge grant their request on court proceeding. However, complex situation arise whenever the couple want to do remarriage since catholic does not allow divorce. Furthermore, the notary as the one who create the prenuptial agreement should give clear understanding on legal consequences after creating prenuptial agreement in relation to catholic and Indonesian marriage.A critical question posed in this scene is, does the remarriage process legal under Indonesian law? Does the prenuptial agreement still valid? To answer those questions The research will based on primer sources of law which are indonesia marriage law and catholic marriage law; and secondary sources of law which are books & interview with Churchmans and judges. In addition to that. The research method will based on qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Buniarto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai status waris dari suami non Islam yang
menikah dengan almarhumah istrinya secara Islam dan perkawinannya
didaftarkan di KUA. Pada saat istri meninggal terjadi sengketa perebutan warisan
antara suami dan saudara-saudara kandung sang istri. Suami merasa berhak atas
harta bersama mereka selama perkawinan sedangkan saudara-saudara sang istri
menganggap perkawinan mereka tidak sah sehingga si suami tidak berhak sama
sekali atas harta sang istri, yang berujung kepada pembatalan perkawinan dari
suami dan istri tersebut dikarenakan adanya peralihan agama yang dilakukan
suami dan istri tersebut karena pada dasarnya mereka tidak beragama Islam.
Meskipun menurut Pasal 72 HOCL peralihan agama tidak menyebabkan
batalnya/gugurnya perkawinan dan Pasal 28 UU Perkawinan menyatakan
pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap harta bersama. Sehingga
timbul pertanyaan bagaimana status kewarisan suami dari kasus diatas dan
bagaimanakah pembagian harta bersama terkait dengan perkawinan diatas.
Penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan mempelajari Putusan
Mahkamah Agung dan mencari referensi dari bahan hukum lainnya. Dari hasil
penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa perkawinan yang tidak memenuhi
syarat materiil dapat dibatalkan meskipun salah satu pasangannya sudah
meninggal untuk kepentingan waris. Peralihan Agama dalam perkawinan yang
disertai dengan itikad tidak baik dapat menjadi alasan pembatalan perkawinan
tersebut dan harta bersama tidak dapat dibagikan sama rata apabila salah satu
pihak mempunyai itikad tidak baik atau pihak yang satu suami/istri lebih kaya dari
pihak yang lainnya suami/istrinya.

ABSTRACT
This thesis describes the inheritance status of non-Muslim husband whom
married to his late wife in Islam which marriage registered at KUA (Office of
religious affairs). When wife passed away, dispute arose between the husband and
wife’s legacy siblings. Husband was entitled to the matrimonial property during
the marriage while the wife's siblings consider their marriage is not valid so the
husband is not entitled at all to the property of his wife, which led to the marriage
annulment of husband and wife due to the conversion of religion whom husband
did when they were married because basically they are not Muslims. Although
according to Article 72 HOCl conversion does not lead to the marriage annulment
and Article 28 of UU 1/1974 matrimonial property is not retroactive by the
marriage annulment. Thus the question arises how the husband inheritance status
of the above case and how the division of matrimonial property from the above
marriage. The author uses the method of normative research to study the Supreme
Court and seek references from other legal materials. From the research, authors
conclude that marriage is not eligible material can be annulled even though one
partner had died for the sake of inheritance. Conversion of Religion in marital
transition is accompanied by bad faith can be a reason for the marriage annulment
and matrimonial property shall not be distributed equally, if one of other party has
a bad faith of the others or husband / wife is richer than the other party / sp"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Namun, tujuan itu
tidak selamanya sesuai dengan yang diharapkan, sehingga
terbuka kemungkinan terjadinya perceraian. Dalam skripsi ini
yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah yang menjadi
motivasi terjadinya perkara perceraian yang diajukan ke
Pengadilan Agama Cibinong pada tahun 2004, upaya-upaya apakah
yang dapat ditempuh oleh pihak suami isteri maupun Pengadilan
Agama sebelum putusnya hubungan perkawinan, akibat-akibat
apakah yang dapat ditimbulkan dengan adanya perceraian
berkaitan dengan hubungan suami isteri, anak-anak yang lahir
dalam perkawinan, juga bagaimana terhadap pengaturan tentang
harta yang diperoleh selama perkawinan dimana isteri
mempunyai hak yang sama dengan suami, ditinjau dari UU No. 1
Tahun 1974. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini adalah menggunakan penelitian
deskriptif. Ada berbagai macam motivasi yang menimbulkan
terjadinya perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan
Agama Cibinong (penulis menyebutkan ada tujuh motivasi).
Upaya-upaya yang dapat ditempuh oleh suami isteri maupun
Pengadilan Agama sebelum putusnya hubungan perkawinan menurut
UU No. 1 Tahun 1974 dengan cara mempersulit terjadinya
perceraian. Pasal 39 UU No. 1 tahun 1974 menentukan
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah pengadilan sudah berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak dengan meminta bantuan kepada
Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP-
4). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yang
diatur secara limitatif dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975,
dan tata cara perceraian diatur dalam peraturan perundangan
tersendiri. Dengan adanya perceraian terdapat akibat-akibat
yang dapat ditimbulkan berkaitan dengan hubungan suami
isteri, anak-anak yang lahir dalam perkawinan dan juga
berkaitan dengan harta yang diperoleh selama perkawinan
dimana isteri mempunyai hak yang sama dengan suami."
[, Universitas Indonesia], 2005
S21169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoannita Mariani
"ABSTRAK
Dalam menjalin hidup bersama melalui pembentukan sebuah keluarga, setiap suami isteri menghendaki agar perkawinan yang dibangun berjalan dengan harmonis untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal. Namun dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, suami isteri seringkali dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul sehingga dapat menyebabkan sebuah perkawinan gagal dan berakhir pada pemutusan hubungan suami isteri melalui perceraian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian sedangkan pada Hukum Kanonik dalam agama Katolik tidak mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian, oleh karena perkawinan agama Katolik memiliki sifat hakiki unitas atau monogami dan indissolubilitas atau tak terceraikan. Namun terdapat pengecualian dalam agama Katolik yang mengatur mengenai putusnya perkawinan melalui prosedur kebatalan perkawinan anulasi , Putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri tidak dapat dipersamakan alasanalasannya dalam kebatalan perkawinan anulasi di Pengadilan Gereja Tribunal kecuali apabila terdapat keterkaitan dengan alasan-alasan karena unsur halangan perkawinan atau cacat kesepakatan perkawinan atau cacat tata formanica, seperti pada kedua kasus putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Samarinda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap secara hukum positif, akan tetapi secara hukum kanonik perkawinan tersebut tidak dapat diputuskan melalui kebatalan perkawinan anulasi.

ABSTRACT
In the case of two people starting a family, both husband and wife hopes that their marriage will run smoothly in order to achieve the goal of a happy marriage and long lasting union. However, in marriage life sometimes both husband and wife are faced with difficulties which cause the marriage to end in divorce. Law Number 1 of the Year 1974 on marriage governs the end of marriage due to divorce. The Catholic canon law however does not govern this because a marriage within the Catholic religion considered in having an intrinsic quality of a sacred union unitas , monogamy and indissolubility. Nevertheless, there is an exception in Catholic religion that rules the end of a marriage by what you called an annulment. The end of a marriage due to divorce in district court has different grounds compared to an annulment in church jurisdiction Tribunal unless in a case where there is an interconnection with the grounds caused by interruption within the marriage or defect in the marriage agreement or defect in rules of Formanica. Such condition took place on two divorce cases at District court of East Jakarta and District court of Samarinda which both received permanent legal entity and has positive standing in the eyes of law but when it was taken to Canon Catholic Law the marriage failed to be annulled. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>