Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Orion Cornellia
"Peperangan antara TNI dan GAM sudah terjadi belasan bahkan puluhan tahun, dan hingga kini belum juga menemukan titik terang penyelesaian. Walaupun sudah menj alani beberapa perundingan, namun pelanggaran-pelanggaran selalu terjadi sehingga kata "perdamaian" antara TNI dan GAM terdengar begitu jauh. Masingmasing pihak saling menuding bahwa bukan pihaknyalah yang melakukan pelanggaran, sehingga perundingan pun menemui kebuntuan. Kontak senjata pun dianggap sebagai alternatif terakhir untuk menyelesaikan konflik Aceh. Hal ini tidak luput dari pengamatan pers. Pemberitaan mengenai konflik Aceh telah menjadi berita rutin di dalam surat kabar. Selama darurat militer yang diberlakukan selama enam bukan di Aceh, 19 Mei-19 November 2003, fotoberita tentang konflik Aceh ramai menghiasi surat kabar di Indonesia, tak terkecuali Kompas dan Republika. Dengan Tatar belakang, ideologi dan segmen khalayak yang berbeda, Kompas dan Republika mencoba merepresentasikan konflik Aceh melalui teks berita dan foto di dalam medianya. Konstruksi konflik Aceh dalam foto menjadi hal yang sangat menarik, karena foto memiliki daya tarik yang lebih besar dibandingkan dengan teks berita. Setiap bidikan foto bersifat lebih alami, apa adanya dan lebih nyata, sehingga memiliki peranan yang luar biasa besar untuk membentuk opini masyarakat mengenai TNI, GAM dan rakyat Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara Kompas dan Republika mengkonstruksikan Konflik Aceh di foto medianya, serta memaparkan pertimbanganpertimbangan yang dimiliki kedua media cetak itu dalam konstruksi tersebut. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini akan melakukan analisis semiotika terhadap fotofoto konflik Aceh selama darurat militer 2003, dengan mencari makna di balik tandatanda dalam foto-foto tersebut, diantaranya dengan memperhatikan ide secara keseluruhan, caption, teknik pengambilan foto dan objek di dalam foto. Untuk memperoleh gambaran mengenai pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki Kompas dan Republika pada konstruksi konflik Aceh tersebut, peneliti menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur. Pemahaman situasi yang mendukung konstruksi berita tersebut, penelitian ini juga menyertakan studi literatur mengenai kondisi pemberitaan pers selama pemberlakuan darurat militer di Aceh. Dari hasil analisis terhadap foto-foto konflik Aceh selama darurat militer, peneliti menemukan bahwa pemberitaan Kompas dan Republika cenderung melakukan pemihakan terhadap TNI, dengan penggambaran TNI sebagai pahlawan atau pembela bangsa. Hal ini dapat ditemukan dari komposisi foto yang bertemakan mengenai TNI sangat banyak, selain juga pemilihan teknik pengambilan foto, dan caption yang semakin memperkuat posisi TNI. Sedangkan dari wawancara mendalam dan studi literatur, ditemukan bahwa adanya situasi embedded journalism dalam pemberitaan konflik Aceh. Kepentingan TNI untuk memiliki citra positif di masyarakat adalah dasar diberlakukannya situasi ini. Darurat militer telah memberikan Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) kekuasaan penuh untuk mengatur segala hal di Aceh, termasuk pers. Selain itu, ditemukan adanya stereotip terhadap TNI dan GAM dalam mengkonstruksikan peperangan diantara keduanya. Artinya, wartawan, sadar atau tidak, telah memposisikan diri di dalam menentukan siapa kawan, siapa lawan. Dengan demikian, pemberitaan foto yang dilakukan Kompas dan Republika mengenai konflik antara TNI dan GAM, walau dengan pemilihan kata, teknik pengambilan foto, dan objek yang tidak persis sama, merupakan refleksi dari beberapa keadaaan, yaitu sikap media terhadap konflik Aceh, stereotip wartawan terhadap TNI dan GAM, serta pemberlakuan embedded journalism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D.P. Henny Puspawati
"Framing menekankan diri pada dua dimensi besar yakni, seleksi isu dan penonjolan aspek-aspek realitas. Dalam prakteknya, framing dijalankan media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain; serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana-penempatan yang mencolok (menempatkan di headline, halaman depan atau badan belakang), pengurangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan.
Kekuatan media antara lain melalui proses pembingkaian (framing), teknik pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan sudut pandang (angle), penambahan atau pengurangan foto dan gambar dan lain-lain, berpeluang untuk jadi peredam atau pendorong. Di sinilah media kerap dituduh sebagai conflict intensifier (memperuncing konflik). Di sisi lain, media dihadapkan pada tuntutan berbagai pihak untuk turut menciptakan kondisi yang kondusif untuk menyelesaikan konflik (conflict diminisher). Memenuhi harapan ini mengandung resiko media harus menyeleksi --bahkan menutupi--fakta-fakta yang dianggap sensitif bagi kelompok-kelompok tertentu. Dengan gaya penyajian yang hiperbolis, media dianggap memprovokasi pihak yang bertikai untuk segera memulai peperangan. Media juga dituduh mengondisikan publik untuk menerima perang sebagai satu-satunya opsi yang realitas.
Terlepas dari tuduhan tersebut, banyak aspek yang harus dikaji dari pemberitaan media tentang konflik Aceh. Media bagaimanapun adalah variabel determinan dalam sebuah konflik. Pihak-pihak yang bertikai sangat berambisi untuk menggunakan media sebagai alat propaganda. Di sisi lain, publik sangat tergantung pada ekspos media untuk mengetahui perkembangan konflik. Dengan kata lain, wacana media tentang kasus Aceh menunjukkan bahwa keterlibatan media dalam sebuah konflik menjadi suatu keniscayaan jurnalistik konflik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis, dengan pendekatan ini ingin melihat dan memahami bagaimana praktik pembingkaian (framing) jurnalisme damai dan jurnalisme perang dalam berita mengenai konflik Aceh antara TNI dan GAM di harian Kompas dan Republika selama pemberlakuan Darurat Militer pertama di Aceh selama periode 18 Mei sampai 16 Nopember 2003. Alasan utama pemilihan periode pertama pemberlakuan darurat militer itu adalah meningkatnya frekuensi pemberitaan media terhadap konflik (perang) di Aceh.
Hasil penelitian ini menunjukkan, penggambaran dan penonjolan berita yang cenderung lebih berpihak kepada TNI daripada GAM cukup banyak ditemui selama periode penelitian ini dilakukan. Umumnya, kedua media justru lebih menonjolkan aspek-aspek berita yang bernilai jurnalisme perang ketimbang jurnalisme damai.
Bagaimana prasangka itu diwujudkan dalam presentasi jumalisme perang oleh media? Kita dapat merunutnya dari evaluasi-evaluasi yang diberikan media terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perang yang menjadi obyek liputan. Juga dari penggunaan istilah-istilah kunci yang bersifat konotatif, metafor dan hiperbola, serta simbol-simbol visual (foto) yang digunakan untuk merekonstruksi fakta perang. Prasangka itu juga terpancar dari prioritas yang diberikan media kepada sumber-sumber berita tertentu dan bagaimana pernyataan sumber berita ditonjolkan atau sebaiknya ditenggelamkan (proses-proses framing).
Secara singkat, kajian ini berimplikasi kepada pengembangan praktik jurnalisme damai yang seharusnya dikedepankan oleh media. Dari masa diberlakukannya darurat militer di Aceh yang berdampak pada derasnya arus pemberitaan media bernuansa peperangan, terdapat implikasi konseptual atas praktik jurnalisme yang tidak kondusif dan kompatibel dalam proses demokratisasi informasi. Terdapat 2 (dua) implikasi teoretis yang sekaligus dapat dibaca sebagai kelemahan mendasar implementasi jumalisme perang dalam proses demokratisasi.
Pertama, dari konteks interaksi antara struktur-struktur sosial dan pelaku-pelaku sosial dalam mengkonstruksi realitas perang di satu pihak dipandang sebagai kemajuan mendasar dalam mengedepankan jumalisme patriotik atau jumalisme nasionalisme tanpa legitimasi dan kontrol sosial yang jelas, menjadi lebih maju. Di lain pihak, mengakui keberadaan media sebagai agen perubahan sekaligus kontrol sosial yang menjadi momentum bagi kembalinya hak-hak dasar warga negara dalam konteks memenuhi kebutuhan dan kepentingan mereka untuk menikmati jumalisme damai. Implikasinya adalah bahwa praktik jumalisme perang tidak kondusif bagi hak publik itu sendiri.
Implikasi teoretis kedua yang ditawarkan secara sederhana dalam penelitian ini adalah sebuah upaya memberanikan diri mengatakan "tidak" pada praktik jumalisme perang, terutama yang berkaitan dengan hak publik yang terbebas dari kekerasan oleh media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah Solihat
"ABSTRAK
Peneliti melihat sebuah teknik foto tidak hanya sebagai komposisi dalam
foto, tetapi merupakan sebagai bentuk tanda dalam memberika sebuah pesan.
Pesan disampaikan sebagai kritik dalam sebuah masalah sosial. Peniliti ingin
melihat bagaimana kritik sosial dibagun dalam Kompas, dan kepada siapa kritik
ditujukan. Penelitian menggunakan paradigma konstruktivis, pendekatan
kualitatif, strategi penelitian analisis semiotika, dan sifat penelitian deskriptif.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kebanyakan foto, dalam penelitian ini
menggunakan foto halaman utama Kompas, bermain dalam ranah sudut pandang,
lensa, dan juga jarak pengambilan. Ketiga teknik tersebut, memberikan tanda-
tanda tersendiri dalam foto yang ditampilkan untuk menunjukkan kritik sosial
yang ingin disampaikan. Masalah yang sering diangkat dalam foto headline
Kompas adalah masalah kurangnya perhatian kepada masyarakat menengah
kebawah.

ABSTRACT
I have seen that a technical photography is not only determined as the
composition inside it, but also as a sign to deliver a message. That message has
been delivered as a critical towards social issues. I would like to see further how
social critical has been built in KOMPAS daily newspaper, and to whom this
critical is dedicated. This research is using constructivist paradigm, a qualitative
approach, semiotic analyze as research strategy, and descriptive research
tendency. The final result shows that mostly photographs, which in this research
are using the headline photo of KOMPAS, have masquerade into point of view,
lens, and shooting distance. Those three techniques give certain signs inside its
photograph, which has been published to deliver a social critical instead. The
main issue or problem that recently becomes KOMPAS headline photograph is
the lake of attention towards middle low class society."
2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah Sholihat
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5285
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Beny Pramudyanto
"Tesis ini membahas mengenai representasi Repressive State Apparatus yakni KPK dan Polri terkait kasus korupsi simulator SIM di Surat Kabar Harian Kompas. Secara khusus, penelitian ini menganalisis foto jurnalistik SKH Kompas
yang terkait dengan kasus korupsi simulator SIM. Dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, diketahui bagaimana Repressive State Apparatus digambarkan oleh SKH Kompas. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa
dalam praktik representasi Repressive State Apparatus menghadirkan dua mitos yakni bahwa Kepolisian merupakan institusi yang rawan korupsi, di sisi lain terdapat pula mitos bahwa KPK merupakan institusi yang memiliki kredibilitas baik dalam memberantas korupsi. Ideologi yang mendominasi dalam praktik
representasi foto jurnalistik di SKH Kompas adalah ideologi demokratisasi terutama terlihat dalam upaya perwujudan pemerintahan yang bersih, kepedulian terhadap penegakan hukum, pemberdayaan civil society, serta keberanian dalam menyuarakan pendapat.

.This thesis discusses about representation of Repressive State Apparatus, that are KPK and Polri related to the corruption of driver's license simulator case in Kompas daily newspaper. Especially, this research analyses Kompas daily newspaper's photojournalistics related to the corruption of driver's license simulator case. Using Roland Barthes's semiotic analysis, this research discovers how Repressive State Apparatus are depicted by Kompas daily newspaper. The conclusion of this research shows that representation practice of Repressive State
Apparatus represents myths: Police institution is not free-corruption institution, whereas KPK institution has a good credibility in fighting against corruption. The ideology that dominates representation practice in Kompas daily newspaper is democatization ideology. This ideology is proven by the effort to create clean government, attention to the law enforcement, civil society empowerment, also
fearlessness in expressing the opinion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Dyah Wulandari
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roby Irsyad
"Surat kabar dalam menurunkan beritanya, baik berita tulis atau foto, selalu melakukan seleksi terlebih dahulu. Seleksi tersebut selain berdasarkan teknis juga berdasarkan ideologi media yang bersangkutan.
Penelitian ini berupaya meganalisis representasi tentara AS di surat kabar nasional. penelitian ini mengunakan pendekatan konstruktivis dengan mengunakan analisis semiotika foto yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Objek penelitian adalah foto berita tentang tentara AS di halaman satu surat kabar Republika selama 21 hari pertama perang Irak.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa representasi tentara AS tampil sejalan dengan kebijakan Republika yang anti AS dalam pemberitaan Perang Irak. Tentara AS direpresentasikan sebagai tentara penjajah, pihak yang ingin menguasai sumber daya minyak Irak, tentara yang tidak kompeten sehingga mengakibatkan rekannya sendiri menjadi korban, dan tentara yang bisa dikalahkan meskipun didukung dengan persenjataan yang cangih."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Mahmud
"Maraknya pemberitaan pers tentang keterlibatan Prabowo Subianto dalam kasus penculikan aktivis politik, berlangsung di masa transisi dari pemerintahan Orde Baru yang menerapkan pengawasan ketat terhadap pers ke era reformasi yang diwarnai oleh euforia kebebasan pers. Pers bebas menulis, melaporkan dan memberitakan apa saja, tanpa perlu takut terhadap intimidasi pemerintah, berupa pencabutan dan pembatalan Surat 1zin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).
Selain itu, keterlibatan Prabowo daiam kasus penculikan aktivis politik dinilai kalangan pers laku di jual karena memenuhi kriteria layak berita, yakni mencakup unsur Conflict (menunjukkan sesuatu yang antagonis), Magnitude (peristiwa besar dan melibatkan banyak orang), Proximity (dekat dengan khalayak), Prominience (menyangkut individu atau institusi terkenal), dan Significance (peristiwa yang memiliki dampak pada manusia).
Berdasarkan penilitian yang dilakukan, ditemukan persamaan dan perbedaan persepsi diantara tiga surat kabar yang diteliti, yakni Kompas, Media Indonesia, Republika. Perbedaan dan persamaan persepsi ditemukan pada lima fokus pemberitaan, yakni pernyataan Prabowo Subianto bahwa dirinya siap bertanggung jawab, pembentukan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), hasil temuan DKP bahwa Prabowo Subianto salah menganalisa Bawah Komando Operasi (BKO), sanksi administratif bagi Prabowo Subianto, dan kelanjutan pengusutan.
Penelitian tesis ini menggunakan kerangka berfikir kebebasan pers untuk mengamati cara pemberitaan oleh tiga surat kabar yang diteliti. Hasil temuan menunjukkan, tiga surat kabar yang diteliti tampil cukup santun dalam bahasa, independen dalam bersikap, dan cukup ketat menerapkan prinsip jurnalistik yang berlaku universal.
Ketiga surat kabar yang diteliti dinilai mampu menghindar dari jebakan euforia kebebasan pers, seperti menafikkan fakta atas hal-hal yang signifikan, mengelabui pembaca serta menyembunyikan bias dan emosi wartawan dibalik kalimat yang sifatnya merendahkan objek berita."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>