Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aswinudin Fajar
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sapta Viva Wibowo
"Gangguan pendengaran pada pekerja minyak dan gas bumi merupakan penyakit akibat kerja utama sampai saat ini. Gangguan pendengaran antara lain disebabkan oleh pajanan bahaya fisik berupa bising. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pajanan bising dan fungsi pendengaran pada pekerja di Platform KE-5 Kodeco Energy. Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional yaitu meneliti sekaligus variabel independen, variabel dependen, dan vaiabel perancu pada waktu yang bersamaan. Analisis data adalah tabel dengan menggunakan analisis data univariat.
Didapatkan gambaran tingkat bising di platform KE-5 yang melebihi NAB yaitu pada rentang 81 dBA sampai dengan 103 dBA, dan tingkat pajanan bising di platform KE-5 melebihi NAB dengan dosis pajanan bising yang diterima pekerja terdapat di bawah NAB yaitu pada rentang 70,4 dBA sampai dengan 77,5 dBA, serta didapatkan tujuh pekerja dengan gangguan fungsi pendengaran.

Hearing impairment in oil and gas workers is the main occupational diseases. Hearing impairment, among others caused by exposure to physical hazards of noise. This study aims to know the description of noise exposure and hearing impairment in workers at KE-5 Kodeco Energy Platform. The type of research is observational with cross sectional design which examined as well as the independent variable, dependent variable, and confounding variable at the same time.
Obtained noise level at KE-5 Platform which exceeds the TLV is in the range of 81 dBA to 103 dBA, noise dose of exposure that received by workers are still under the TLV is still in range of 70.4 dBA to 77.5 dBA, the level of noise exposure in KE-5 Platform exceeds the TLV by noise dose exposure that received by workers less than the TLV and obtained seven workers with impaired hearing function.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T29467
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amelia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25027
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Surianti
"Kebisingan merupakan risiko dalam bidang kesehatan bagi pekerja yang kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja (work related desease). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pajanan kebisingan dengan keluhan pendengaran pada pekerja bagian produksi PT Sanggar Sarana Baja.
Penelitian ini merupakan Studi deskripftif yang bersifat analitik dengan pendekatan rancangan Studi yang digunakan cross sectional, yaitu melakukan pengamatan pada subyek penelitian sebanyak 195 sampel terpilih dari populasi pekerja pada bagian produksi dan diikuti dengan pengukuran intensitas kebisingan di lingkungan kerja dengan menggunakan sound level meter. Pengukuran kebisingan menunjukan intensitas bising pada 6 area kerja berkisar antara 81-89 decibel A (dBA).
Berdasarkan analisis menggunakan chi-square terdapat 116 pekerja dengan persentase (59,5%) mengalaini keluhan pendengaran akibat bising. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pajanan kebisingan dengan keluhan pendengaran pada pekerja PT Sanggar Sarana Baja. Beberapa variabel lainnya yang diteliti adalah karakteristik pekerja sepelti umur, masa kerja, pendidikan, riwayat penyakit telinga, riwayat minum obat, lama pajanan, pelatihan dan perilaku pekerja seperti kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung telinga (APT). Bedasarkan hasil penelitian perlunya peranan pihak perusahaan agar lebih mengefektikan penggunaan APT pada pekerja, serta memberikan penghargaan terhadap pekerja yang selalu menggunakan APT dan memberikan sanksi pada pekerja yang tidak menggunakan APT.
Noise is a health risk for Workers in the likelihood of occupational diseases (Work related Disease). The purpose of this study was to determine the noise exposure level relationships With the Workers' grievance hearing on the production of PT Sanggar Sarana Baja.
This research is a study that is analytic deskripftif design approach used cross sectional study, which observed a total of 195 subjects selected from a population sample of Workers in the production and was followed by measuring the intensity of noise in the Workplace by using a sound level meter. Noise measurements indicate the intensity noise in the Work area ranged from 6 81-89 decibel A (dBA).
Based on chi-square analysis using the 116 Workers there by the percentage (59.5%) experienced a loss due to noise complaints. The results showed a significant relationship between the level of noise exposure in Workers with hearing complaints PT Sanggar Sarana Baja. Some of the other variables studied were the characteristics of Workers such as age, tenure, education, history of ear disease, history of medicine, long exposure, training and employee behaviors such as smoking, use of ear protectors (PPE). Based on the results of the study the need for the role of the company to be more effective use ear protectors to Workers, as Well as pay tribute to Workers who are constantly using and impose sanctions on employees who are not using ear protectors.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Makmur Rozi
"ABSTRAK
Relasi sosial dalam bentuk integrasi dengan komunitas lokal merupakan solusi terkait
maraknya konflik sosial sebagai implikasi dari kegiatan operasi perusahaan ekstraktif.
Kedudukan komunitas lokal yang didalamnya melekat bentuk sense of localism atas
rasa memiliki sumber daya alam yang berada di lingkungannya yang kemudian
memicu tumbuhnya kesadaran kolektif atas hak dan kekuasan untuk menuntut keadilan
dalam hal perolehan manfaat. Beberapa studi telah membahas terkait praktik tanggung
jawab sosial perusahaan dapat membentuk integrasi yang kuat melalui pemenuhan
harapan sosial. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat performa
program tanggung jawab sosial terhadap tingkat relasi antara Star Energy Geothermal
(Wayang Windu) Limited dengan komunitas lokal. Untuk mengukur kinerja
(performance) program CSR/CD SEG WWL, maka dalam penelitian ini menggunakan
enam dimensi, antara lain dimensi manfaat, kesesuaian, keberlanjutan, dampak,
partisipasi serta pengembangan kapasitas masyarakat. Keenam dimensi tersebut
kemudian akan diterapkan pada lima bidang program yang menjadi fokus program
CSR/CD perusahaan, yaitu program ekonomi, kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan
lingkungan. Sedangkan pada variabel dependen, untuk mengukur tingkat relasi sosial
menggunakan beberapa indikator, antara lain kontak (interaksi) dan komunikasi,
keterlibatan komunitas, kepercayaan, keinginan untuk kerjasama, dukungan, kesan
terhadap sikap dan proteksi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dengan melakukan survey kepada 449 responden yang ditarik secara acak dengan
menggunakan teknik penarikan stratified proportional sampling di enam desa yang
masuk ring 1 di Kec. Pengalengan. Kab. Bandung. Hasil penelitian ini mengungkapkan
hubungan antara tingkat performa CSR/CD sebagai variabel independen dengan
tingkat relasi sosial sebagai variabel dependen memiliki kekuatan hubungan yang
cukup kuat (moderat). Tingkat performa program tanggung jawab sosial
menyumbangkan kontribusi sekitar 47% dalam kaitanya relasi yang terbentuk dengan
komunitas lokal. Sementara, faktor lain yang turut mempengaruhi tingkat relasi antara
perusahaan dengan komunitas salah satunya adalah keadilan prosedural (procedural
fairness).

ABSTRACT
Social relations in the form of integration with local communities is a solution related
to the rise of social conflict as an implication of extractive company operations. The
position of the local community in which the form of sense of localism inherent in the
sense of possessing natural resources in the environment which then trigger the growth
of collective awareness of the right and power to demand justice in terms of the
acquisition of benefits. Several studies have discussed related corporate social
responsibility practices to establish strong integration through the fulfillment of social
expectations. this study was conducted to see the relationship between the level of CSR
performance and the level of social relations which case study Star Energy Geothermal
(Wayang Windu) Limited and local communities. To measure the level of CSR
performance, in this study using six dimensions, including the dimensions of
affectivity, relevance, sustainability, impact, participation and capacity building. The
six dimensions will be applied to the five program areas that are the focus of the
company's CSR / CD program, namely economic, health, education, infrastructure and
environment programs.While on the dependent variable, to measure the level of social
relations use several indicators, such as contact (interaction) and communication,
community involvement, trust, desire for cooperation, support, impression of attitude
and protection (community based security). This study uses quantitative research
methods by conducting a survey to 449 respondents who were drawn randomly by
using the technique of stratified proportional sampling in six villages that entered ring
1 in District Pengalengan. The results of this study reveal the relationship between the
level of CSR / CD performance as an independent variable with the level of social
relations as the dependent variable has a strong enough (moderate) relationship
strength. The level of CSR performance contributes about 47% in establishing
relationships with local communities. Meanwhile, other factors that influence the level
of relationship between the company and the community one of them is procedural
fairness."
2017
T48571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Nuraini
"Kebisingan merupakan suatu bahaya fisik yang masih menjadi masalah di dunia industri. Pajanan bising intensitas tinggi dapat mempengaruhi fungsi pendengaran dan non pendengaran pekerja. PT. X merupakan suatu industri semen yang memiliki bahaya bising di area produksi, khususnya area raw mill, pembakaran, dan finish mill. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pajanan bising, serta melihat gambaran fungsi pendengaran dan keluhan subjektif non pendengaran yang dirasakan oleh pekerja. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional, dengan subjek penelitian adalah seluruh pekerja patrol untuk area raw mill, pembakaran, dan finish mill sebanyak 20 orang.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kebisingan area produksi (raw mill, pembakaran, dan finish mill) secara keseluruhan berkisar antara 75,4-108,2 dBA, pajanan bising yang diterima pekerja berkisar antara 81,5 ? 92,8 dBA. Terdapat 2 orang (10%) pekerja mengalami tuli ringan berdasarkan Permenakertrans No. 25 Tahun 2008 dari hasil rata-rata frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz, dan terdapat 2 orang (10%) mengalami NIHL berdasarkan frekuensi 4000 Hz. Faktor yang berkontribusi pada kejadian gangguan pendengaran pada pekerja antara lain, usia, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga yang tidak disiplin dan penggunaannya tidak tepat, riwayat pekerjaan dan perilaku merokok. Keluhan subjektif non pendengaran terkait bising yang paling banyak dirasakan oleh pekerja yaitu, perasaan tidak nyaman (85%).

Noise is a physical hazard which still a problem in the industrialized world. Exposure to high intensity of noise can affect hearing function and non-hearing function. PT. X is a cement industry possessing the noise hazard in the production area, especially at raw mill, kiln and finish mill area. The purpose of this study is to provide an overview of the noise exposure, as well as the auditory function and subjective complaints of non auditory perceived by workers. This study was conducted by cross sectional method, and the subjects of this study were all patroler workers for raw mill, kiln and mill finish area, which all 20 subjects participated in the study.
The results showed that overall noise level at production area (raw mill, kiln and mill finish) ranged from 75.4 to 108.2 dBA, noise exposure to workers ranged from 81,5 ? 92,8 dBA. There are 2 workers (10%) suffering mild deafness from the calculation of the average frequency of 500, 1000, 2000 and 4000 Hz based on Permenakertrans No. 25 Tahun 2008, and there are two workers (10%) suffering NIHL based on frequency of 4000 Hz. Factors contributing to the incidence of hearing loss in workers are age, working period, undisciplined and improper use of ear protection, work history and smoking behavior. The majority subjective complaints of non auditory related noise perceived by workers is annoyance (85%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Fildza Rafiza
"Kebisingan merupakan risiko kerja yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen, salah satu nya adalah kebisingan dari kegiatan konstruksi di galangan kapal. Galangan kapal memiliki kegiatan perbaikan dan pembuatan kapal yang dapat menimbulkan kebisingan tinggi dan terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan pendengaran pada pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran yang terjadi pada pekerja lapangan di galangan kapal Tanjung Priok tahun 2019. Desain studi yang digunakan adalah desain studi dengan subjek pekerja lapangan PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari galangan II terdiri dari bagian produksi, fasilitas galangan, dan QHSE. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 70 responden dan 31 titik kebisingan. Hasil analisa bivariat menghasilkan hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran dengan p value 0,02, OR=5,44, dan CI 95%=1,263-23,464. Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa pekerja yang terpajan kebisingan memiliki risiko 21 kali terkena gangguan pendengaran dibandingkan yang tidak terpajan setelah di kontrol variabel riwayat penyakit telinga dan usia. Temuan ini menyarankan untuk adanya pengendalian kebisingan dengan eliminasi alat kerja yang menimbulkan bising, melakukan penanaman pohon untuk mereduksi kebisingan, kontrol administrasi dengan melakukan rotasi kerja dan kegiatan edukasi pada pekerja bahaya kebisingan. 

Noise is a work risk that can cause permanent hearing loss, one of the noise is noise from construction activity in shipyard. The shipyard has repairs and shipbuilding activities that can cause high noise and are proven to have a significant relationship with hearing loss in workers. This study aimed to examine the relationship between the level of noise with a hearing impairment that occurs on field workers in the shipyard of Tanjung Priok in 2019. The study design used was a cross sectional study with a population of 164 field workers at PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari Galangan II consists of production parts, shipyard facilities, and QHSE. The number of samples is 70 respondents and 31 noise points. The result of bivariate analysis is that there is a significant relationship between noise level and hearing loss with p value 0,02, OR = 5,44, and 95% CI = 1,263-23,464. The results of multivariate analysis showed that workers exposed to noise had a 21 times risk of hearing loss compared to those who were not exposed after being controlled by age and history of ear disease. This finding suggests to control noise by eliminating work tools that cause noise, planting trees to reduce noise, control administration by carrying out work rotations and educational activities for noise hazard. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Primadona
"Penurunan pendengaran merupakan salah satu gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat pajanan kebisingan di tempat kerja. Terdapat banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan penurunan pendengaran pekerja, selain itu dampak yang ditimbulkannya pun dapat merugikan banyak pihak. PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang merupakan salah satu perusahaan yang mana kegiatan produksinya juga tidak terlepas dari bahaya kebisingan. Data yang ada menunjukkan terdapat beberapa pekerja di sana mengalami penurunan pendengaran.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antara faktor risiko dan kejadian penurunan pendengaran pada pekerja di PT. PGE Area Kamojang Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Terdapat enam variabel yang digunakan dalam penelitian ini : kejadian penurunan pendengaran sebagai variabel dependen, tingkat pajanan bising per hari dan lama pajanan bising per hari sebagai variabel independen dan masa kerja, usia pekerja dan pemakaian APT sebagai variabel counfounding. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis hasil pemeriksaan audiometri tahun 2011 yang dimiliki perusahaan, mengukur tingkat kebisingan area kerja menggunakan sound level meter (SLM) dan pengisian kuesioner oleh para pekerja. Pekerja yang menjadi sampel penelitian ini ada sebanyak 60 orang.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 pekerja yang mengalami penurunan pendengaran. Area kerja yang memiliki tingkat kebisingan lebih dari NAB adalah WPS Cikaro, area sumur dan area lokal PLTP Unit IV. Variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian penurunan pendengaran adalah variabel usia pekerja. Faktor risiko utama yang kemungkinan besar menyebabkan penurunan pendengaran pada pekerja yang terpajan kebisingan adalah tingkat kebisingan yang sangat tinggi yang berasal dari kegiatan uji produksi sumur, khususnya uji tegak, yaitu maksimal hingga mencapai 129,5 dBA (dosis=2.818.382,9%). Saran yang diberikan peneliti untuk mencegah atau mengurangi kejadian penurunan pendengaran adalah pihak perusahaan meningkatkan pelaksanaan program konservasi pendengaran yang telah dilakukan. Selain itu, sebaiknya lakukan pengendalian secara engineering untuk meredam kebisingan pada pipa uji tegak dan area ejector PLTP Unit IV.

Hearing loss is one of the health problems that may occur due to noise exposure in the workplace. There are many risk factors that could cause hearing loss of workers, its impact can also be detrimental to many parties. PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang is one of the companies in which the production activities can not be separated from the noise hazard. The data shows that there are some workers who suffered hearing loss.
The objectives of this study are to identify and explain the relationship between risk factors of hearing loss and the incidence of hearing loss in workers at PT. PGE Area Kamojang in 2012. This study uses cross sectional study design. There are six variables that are used in this study: the incidence of hearing loss as a dependent variable, the level of noise exposure per day and the time of noise exposure per day as independent variables, while the years of employment, age of workers and the use of hearing protection device as confounding variables. The methods of data collecting are done by analizing the results of company's audiometric examination in 2011, measuring the noise level at working area by using sound level meter (SLM) and filling out the questionnaire by the workers. There are 60 workers taken as samples in this study.
The results of this study show that there are 5 workers who suffered hearing loss. Working areas where the noise level greater than threshold value are WPS Cikaro, production well areas and the local area of PLTP Unit IV. Variable that has significant relationship with the incidence of hearing loss is the age of workers. The main risk factor that is likely to cause hearing loss in workers exposed to noise is the very high noise level from the well production test activities, especially vertical test (uji tegak) which the maximum noise level is up to 129,5 dBA (dose=2.818.382,9%). Advice that could be given to prevent or reduce the incidence of hearing loss is the company should enhance the implementation of hearing conservation program. In addition, company should do engineering control to reduce noise level in the pipe of vertical test and ejector area of PLTP Unit IV.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizuli Akbar
"Bising merupakan bahaya yang sulit dipisahkan dari dunia industri. Keberadaannya dalam dunia industri memberikan suatu ancaman bagi pekerja berupa penurunan daya dengar. CDC menyatakan bahwa 14% penyakit akibat kerja adalah penurunan pendengaran atau NIHL (CDC, 2007). Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan bahaya bising dengan penurunan pendengaran.
Dari berbagai penelitian tersebut didapatkan bahwa prevalenssi kejadian penurunan pendengaran pada pekerja akibat pajanan bising sangat tinggi, yaitu mencapai 31.81%. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara pajanan bising dengan penurunan pendengaran pada pekerja divisi produksi PT. Master Wavenindo Label.
Disain penelitian yang digunakan adalah metoda analitik cross sectional. Uji statistic yang digunakan untuk melihat hubungan variabel ini adalah uji chi square. Penelitian di PT. Master Wavenindo Label divisi produksi ini dilakukan pada bulan Desember 2011.
Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 63.1% pekerja mengalami penurunan pendengaran. Dosis pajanan bising yang diterima pekerja berkisar antara 64.5 ? 95.6 dBA. Dalam penelitian ini, tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara pajanan bising pada pekerja dengan penurunan pendengaran.

Noise is a danger that hard to separate from the industry. Its presence in the industry as a threat hearing loss to workers. CDC stated that 14% of the occupational disease is NIHL (2007). Many studies are conducted to see the connection with a hearing loss of noise hazards.
From various studies it was found that the prevalence hearing loss in workers due to exposure to noise is very high, reaching 31.81%. This study was conducted to examine the relationship between noise exposures with hearing loss in workers' production division of PT. Wavenindo Master Label.
The design of the study is a cross sectional analytic method. Statistical test used to look at the relationship of this variable is the chi square test. This research had conducted in December 2011.
The result is hearing loss in workers is very high, reaching 63.1%. Dose of noise in workers between 64.5 - 95.6 dBA. Noise exposure has no significant association with hearing loss of workers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Wahyuni
"Abortus merupakan pengakhiran kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu untuk bertahan hidup di luar rahim (kehamilan kurang dari 22 minggu). Abortus merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Pendekatan etiologi merupakan cara terbaik dalam upaya menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat abortus yang kejadiannya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian abortus di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat tahun 2011. Sampel kasus sebesar 40 ibu abortus sedangkan kontrol sebesar 40 ibu yang sudah melahirkan aterm yang diambil berdasarkan dengan matching umur kemudian mengukur besarnya risiko pada kedua kelompok tersebut. Dengan demikian keseluruhan sampel berjumlah 80 orang. Desain penelitian menggunakan ?studi kasus kontrol?.
Hasil analisis menunjukkan bahwa umur ibu (p value 0,0l8), pekerjaan (p value 0,025), Riwayat abortus (p value 0,043), perilaku merokok (p value 0,002), Indeks Massa Tubuh/IMT (p value 0,001) dan asupan nutrisi/pola makan (p value 0,054) merupakan faktor risiko dan mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian abortus.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar petugas kesehatan khususnya bidan untuk dapat meningkatkan pelaksanaaan ANC (ante natal care) dan deteksi dini risiko pada kehamilan trimester I untuk mengetahui kelainan-kelainan yang timbul akibat kehamilan tersebut.

Abortion is defined as the termination of pregnancy by the removal or expulsion from the uterus of a fetus prior to viability outside the womb (less than 22 weeks gestation). Abortus is one of the causes of maternal death. Aetiological approach is the best way in order to reduce mortality and morbidity due to the incidence of abortion that influenced by several risk factors.
This study aims to determine risk factors associated with the incidence of abortion in the working area of Sungai Kakap clinic sub-district, Kakap Kubu Raya regency of West Kalimantan in 2011. The case sample is 40 mothers, and control is given to 40 mothers who had given aterm birth, and taken in accordance with matching age, and then measured the magnitude of risk in both groups. Thus the overall sample is 80 people. The study design is used the "Case Control Study".
The result of analysis showed that maternal age (p value 0.0l8), employment (p value 0.025), history of abortion (p value 0.043), smoking (p value 0.002), body mass index / BMI (p value 0.00l) and nutrient intake / diet (p value 0.054) were the risk factors and have a significant relationship to the incidence of abortion.
From these results, it is recommended that health workers, especially midwives to improve the practice of ANC (ante natal care) and the early detection of risk in the first trimester of pregnancy to know abnormalities that maybe appear from the pregnancy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>