Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Ayu Setya Utami
"Invasi Plasmodium vivax (Grassi & Filetti, 1889) ke dalam retikulosit ditentukan oleh adanya interaksi antara ligan PvDBP II dan reseptor Duffy Antigen Receptor for Chemokines (DARC) pada permukaan sel darah merah. Penelitian bertujuan mengkarakterisasi polimorfisme pada gen pengkode PvDBP II dari isolat P. vivax di Kabupaten Mimika, Papua dan menentukan asam amino yang conserved. Gen pengkode PvDBP II diamplifikasi dari 12. Hasil amplifikasi gen pengkode PvDBP II kemudian diklona dan dilakukan sequencing pada 43 klona yang positif. Mutasi synonymous ditemukan pada 15 kodon asam amino (20%), sedangkan mutasi nonsynonymous terjadi pada 58 kodon asam amino (77,3%). Sebagian besar mutasi (78,6%) terletak pada critical binding motif PvDBP II. Rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Bayesian, memperlihatkan adanya hubungan kekerabatan antara isolat Indonesia dan isolat dari negara lain. Kesimpulan dari penelitian adalah polimorfisme pada isolat Indonesia sangat tinggi (81,4%) dan asam amino sistein adalah asam amino yang conserved (83,3%).

The interaction between PvDBP II and its receptor, the Duffy antigen receptor for chemokines (DARC) is essential for the merozoite invasion into the reticulocytes. This study aimed to characterize the genetic polymorphisms of the gene encoding the PvDBP II in isolates from Mimika district, Papua. The gene encoding the PvDBP II from 12 isolates was subjected to PCR amplification and the patterns of polymorphisms were characterized using DNA cloning. Fourty three clones were further examined by sequencing. Fifteen synonymous (20%) and 58 nonsynonymous (77,3%) mutations were identified. The highest frequency of polymorphisms (78,6%) was found in critical binding motif of PvDBP II. Phylogenetic analysis of DNA sequences using Bayesian methods demonstrated that P. vivax (Grassi & Filetti, 1889) isolates from Indonesia were related with other isolates from different geographical regions. The conclusions of this study are the level of polymorphisms in Indonesian isolates is high (81,4%) and cysteine residues are conserved (83,3%)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farahana Kresno Dewayanti
"Artemisinin-based Combination Theraphy (ACT) telah digunakan sebagai terapi utama untuk mengobati malaria falciparum tanpa komplikasi di Indonesia sejak 2004. Dihydroartemisinin-piperaquine (DHP) diangkat sebagai terapi utama untuk semua kasus malaria tanpa komplikasi sejak tahun 2016, termasuk kasus malaria vivax.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi polimorfisme nukleotida tunggal pada class domain propeller gen diantara kasus malaria tanpa komplikasi yang disebabkan Plasmodium vivax dari Provinsi Jambi dan Papua, Indonesia. IsolatP. vivax diambil dari April 2016 hingga April 2018. Melalui deteksi kasus aktif dan pasif malaria vivax tanpa komplikasi, sebanyak 41 isolat dari Provinsi Jambi dan 55 isolat dari Provinsi Papua terekrut pada penelitian ini. Domain propeller gen pvk12 diamplifikasi dengan metode nested PCR lalu disekuensing untuk mengevaluasi polimorfisme nukleotida tunggal.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ditemukan polimorfisme domain propeller pada kodon M448, T517, F519, I568, D605, D691, dan I708 dari seluruh isolat yang diteliti. Polimorfisme pada kodon S578Y dari domain propeller gen pvk12 ditemukan pada satu isolat dari Provinsi Jambi.

Artemisinin-based combination therapy (ACT) has been adopted as first line therapy for uncomplicated falciparum malaria in Indonesia since 2004. Dihydroartemisininpiperaquine (DHP) has been adopted as first line therapy for all uncomplicated malaria cases in Indonesia since 2016.
The present study aims is to evaluate the single nucleotide polymorphisms in propeller domain gene among uncomplicated of Plasmodium in Jambi and Papua Provinces, Indonesia. The P. vivax isolates were collected from April 2016 to April 2018. A total of 41 P. vivax isolates from Jambi and 55 isolates from Papua were collected from uncomplicated vivax malaria cases enrolled through active and passive case detections. Amplification by nested PCR used to amplify gene propeller domain and sequencing is used to evaluate single nucleotide polymorphism.
The overall results indicated that no polymorphisms of propeller domain pvk12 gene at codon M448, T517, F519, I568, D605, D691, and I708 were observed in all isolates. Polymorphism at codon S578Y of propeller domain gene was found in one isolate from Jambi Province.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Magdalena Alexandra Djuang
"Latar belakang: Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, dapat menyebabkan kematian dan secara langsung menyebabkan anemia. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, insiden malaria di Indonesia1,9 . Upaya menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan antara lain melalui penegakan diagnosis dini. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah 2 spesies penyebab utama penyakit malaria yang ditemukan di Indonesia. Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus dengan metode imunokromatografi mendeteksi antigen kedua spesies Plasmodium, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai sarana diagnostik alternatif untuk mendiagnosis malaria. Penelitian ini bertujuan melakukan uji diagnostik Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus dan mencari korelasi hemolisis dengan derajat parasitemia.Metode: Desain penelitian adalah uji diagnostik menggunakan baku emas pemeriksaan mikroskopik pada 79 orang. Uji korelasi dilakukan pada 32 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Hasil: Pada penelitian ini, didapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, NPP, NPN Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus masing-masing sebagai berikut 69 /75 , 100 /100 , 100 /100 , dan 92 /97 . Uji korelasi tidak dapat dilakukan karena hanya 1 pasien yang mengalami hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler dengan derajat parasitemia sedang dan 2 pasien hemolisis ekstravaskuler dengan derajat parasitemia ringan.Kesimpulan:Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus dapat digunakan untuk membantu diagnosis malaria pada daerah yang tidak memiliki teknisi laboratorium yang trampil. Secara deskriptif terlihat bahwa hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler mulai terjadi pada derajat parasitemia sedang. Kata kunci: Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus ; hemolisis intravaskuler; hemolisis ekstravaskuler; derajat parasitemia.

Background. Malaria is one of the public health problems that can cause death and directly cause anemia. Based on the results of Riskesdas 2013, the incidence of malaria in Indonesia is 1.9 . Attempts to reduce morbidity and mortality are among others through early diagnosis. Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax are the two main causes of malarial disease found in Indonesia. Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus with imunochromatography method detects both antigen of Plasmodium species so that it can be considered as an alternative diagnostic tool for diagnosing malaria. This study aims to perform diagnostic test Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus and lookes for correlation between the degree of parasitemia and hemolysis.Methods. The study design was a diagnostic test using a gold standard microscopic examination in 79 people. Correlation test done on 32 people who meet the inclusion and exclusion criteria. Results. In this study, the values of the sensitivity, specificity, NPP, NPN Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus were 69 75 , 100 100 , 100 100 , and 92 97 respectively. Correlation test can not be done because only one patient undergo intravascular and extravascular hemolysis with moderate degree of parasitemia and 2 patients have extravascular hemolysis with mild degree of parasitemia.Conclusion. Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus can be used to support the diagnosis of malaria in areas that do not have a skilled laboratory technicians. Descriptively seen that intravascular and extravascular hemolysis begin to occur in the degree of moderate parasitemia. Keywords Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus , intravascular hemolysis, extravascular hemolysis, degree of parasitemia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di daerah tropis. Plasmodium vivax merupakan spesies penyebab malaria setelah P. falcifarum dan menyebabkan angka kesakitan yang tinggi. Akhir-akhir ini telah banyak laporan tentang parasit yang muncul kembali di dalam darah (rekurens) setelah diobati dengan klorokuin, sewaktu kadar klorokuin diperkirakan masih efektif, sehingga perlu dilakukan evaluasi efikasi klorokuin. Adanya variasi yang besar pada farmakokinetik klorokuin perlu dilakukan pengukuran kadar klorokuin dalam darah untuk membuktikan apakah rekurens disebabkan oleh parasit resisten. Oleh karena itu, telah dilakukan penelitian prospektif secara in vivo di daerah hiperendemik malaria, Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur terhadap 32 orang penderita malaria vivax yang diobati dengan kiorokuin dosis standar (25 mg/kg, selama 3 hari). Pasien tersebut diamati selama 28 hari terhadap parasitemia dan gejala klinis, kemudian dikonfirmasikan dengan kadar klorokuin dalam darah mereka.
Hasil dan Kesimpulan: Klorokuin efektif terhadap P. vivax pada 34, 4% (11/32) penderita. Sebanyak 65, 6% (21/32) mengalami kegagalan pengobatan dalam 28 hari. Tujuh belas orang mengalami kegagalan pengobatan sewaktu kadar klorokuin melebihi atau sama dengan kadar terapeutik minimal (100 ng/ml), sehingga parasit P. vivax terbukti resisten, sedangkan pada 4 orang kadar klorokuin dalam darah tidak terukur dan tidak terbukti resisten. Dan 17 orang tersebut, 5 orang mengalami kegagalan pengobatan pada hari ke-7 atau sebelumnya. Disimpulkan bahwa angka kegagalan pengobatan klorokuin terhadap P. vivax di Nusa tenggara Timur ialah 65, 6% dan angka resistensi 53,1%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T10971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Chandra Putra
"Latar Belakang: Faktor transkripsi Hypoxia inducible factor-1 (HIF-1 merupakanpengatur utama hipoksia, termasuk menyebabkan penekanan sistem perbaikan deoxyribose nucleic acid (DNA), sehingga menghasilkan instabilitas genetik pada sel kanker. Varian genetik HIF-1α C1772T (P582S) dan G1790A (A588T) dipercaya mempunyai aktivitas transkripsi yang lebih tinggi.Peranan polimorfisme HIF-1α ini sudah diteliti pada beberapa jenis kanker seperti kanker ginjal, payudara, ovarium, tetapi belum ada penelitian pada kanker paru.
Metode: Polimorfisme HIF-1α diperiksa dengan menggunakan direct sequencing dengan total sampel 83 pasien kanker paru (42 adenokarsinoma, 30 skuamous sel karsinoma, empat adenoskuamous sel karsinoma dan tujuh kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan 110 subjek sehat sebagai kontrol. Hubungan polimorfisme HIF-1α dengan kelainan genetik/epigentik loss of heterozygot (LOH) TP53, LOH 1p34, LOH retinoblastoma-1 (RB1), inaktivasi p16 dan kelainan epidermal growth factor receptor (EGFR) kemudian diperiksa.
Hasil: Frekuensi polimorfisme HIF-1α pada kanker paru dan kontrol telah sesuai dengan keseimbangan Hardy-Weinberg. Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan frekuensi genotipe C1772T atau G1790A antara kanker paru dengan kontrol sehat. Tetapi, frekuensi varian HIF1A C1772T ditemukan tinggi bermakna di pasien kanker paru dengan LOH TP53 (p=0,015). Pada pasien adenokarsinoma, individu dengan varian alel memiliki frekuensi tinggi LOH TP53 (p=0,047), LOH 1p34 (p=0,009) atau keduanya (LOH TP53 dan LOH 1p34) (p=0,008). Aktivitas transkripsi juga diperiksa secara in vitro dan ditemukan HIF1A varian pada sel kanker paru A549 mempunyai aktivitas yang meningkat secara bermakna dibanding wild type HI1F1A baik di kondisi normoksia atau hipoksia, terutama P582A di sel dengan mutan p53 (p< 0,0005 dan p< 0,005).
Kesimpulan: Penelitian ini mengindikasikan polimorfisme gen HIF-1α mempunyai peranan penting dalam karsinogenesis paru terutama pada adenokarsinoma, diduga melalui peningkatan instabilitas genetik.

Background and objective: The transcription factor, hypoxia-inducible factor-1 (HIF-1), is a master regulator of hypoxia, including repression of DNA repair systems, resulting in genomic instability in cancer cells. The roles of the polymorphic HIF-1a variants, C1772T (P582S) and G1790A (A588T), which are known to enhance transcriptional activity, were evaluated in lung cancers.
Methods: HIF-1a polymorphisms were assessed by direct sequencing in a total of 83 lung cancer patients (42 adenocarcinomas, 30 squamous cell, four adenosquamous cell and seven small cell lung carcinomas) and in 110 healthy control subjects. The relationship between these polymorphisms and the frequently observed genetic and/or epigenetic aberrations, TP53 loss of heterozygosity (LOH), 1p34 LOH, retinoblastoma-1 (RB1) LOH, p16 inactivation and epidermal growth factor receptor aberrations, was then assessed.
Results: There were no significant differences in genotype frequencies for either C1772T or G1790A between lung cancer patients and healthy controls. However, the frequency of the HIF1A C1772T variant allele was significantly higher in lung cancer patients with TP53 LOH (P = 0.015). Among adenocarcinoma patients, individuals with variant alleles of either polymorphism showed significantly higher frequencies of TP53 LOH (P = 0.047), 1p34 LOH (P = 0.009), or either of these (P = 0.008) in the tumours. The in vitro transcriptional activity of these HIF1A variants in A549 lung cancer cells was significantly greater than that of the wild type under either normoxic or hypoxic conditions, especially for P582S in cells containing mutant p53 (P < 0.0005 and P < 0.005, respectively).
Conclusions: These findings indicate that functional polymorphisms in the HIF-1a gene may have an important impact on lung carcinogenesis, especially in adenocarcinomas, possibly by increasing genomic instability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"Latar belakang: Intervensi epidemiologi malaria bertujuan mendeteksi dan mengobati reservoir parasit di daerah endemik untuk mengurangi penularan lokal. Gametosit merupakan satu-satunya stadium penular sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan gametosit sebelum dan sesudah intervensi skrining dan pengobatan massal (mass screening and treatment/MST) yang dilakukan selama tahun 2013 di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Metode: RT-qPCR pada transkrip pfs25 dan pvs25 - penanda molekuler gametosit untuk Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, dilakukan untuk mendeteksi dan mengukur gametosit dalam sampel darah subjek yang terinfeksi P. falciparum dan P. vivax selama studi MST. Keberadaan parasit aseksual dan seksual secara mikroskopis dan submikroskopik pada awal dan akhir MST dibandingkan dengan menggunakan uji proporsi serta uji parametrik dan non-parametrik.
Hasil: Prevalensi parasitemia pada P. falciparum tidak menunjukkan perubahan (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0,838), namun sedikit menurun untuk P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0,035) antara awal dan akhir MST. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada prevalensi gametosit baik untuk P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0,353; OR=1,34; 95%CI=0,69-2,63), atau P. vivax ( 7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0,442; OR=0,83; 95%CI=0.52-1.31). Meskipun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, sebagian besar subjek positif parasit pada akhir MST memiliki hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134) . Hal ini juga ditunjukkan untuk stadium infektif - dimana mayoritas subjek positif gametosit pada akhir MST menunjukkan hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). Hasil ini tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan selama kegiatan MST. Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan dalam kepadatan parasit dan gametosit antara awal dan akhir MST baik di P. falciparum atau P. vivax.
Kesimpulan: Di daerah penelitian ini, tingkat prevalensi parasit dan gametosit P. falciparum dan P. vivax yang sama sebelum dan sesudah MST, meskipun pada individu yang berbeda, menunjukkan tidak adanya dampak pada reservoir parasit. Pemberian pengobatan berdasarkan parasitemia positif yang diterapkan di MST perlu dievaluasi kembali untuk strategi eliminasi di masyarakat.

Background
A goal of malaria epidemiological interventions is the detection and treatment of parasite reservoirs in endemic areas – an activity that is expected to reduce local transmission. Since the gametocyte is the only transmissible stage from human host to mosquito vector, this study evaluated the pre and post presence of gametocytes during a mass screening and treatment (MST) intervention conducted during 2013 in East Nusa Tenggara, Indonesia.
Methods
RT-qPCR targeting pfs25 and pvs25 transcripts - gametocyte molecular markers for Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax, respectively, was performed to detect and quantify gametocytes in blood samples of P. falciparum and P. vivax-infected subjects over the course of the MST study. The presence of both asexual and sexual parasites in microscopic and submicroscopic infections was compared from the start and end of the MST, using proportion tests as well as parametric and non-parametric tests.
Results
Parasite prevalence remained unchanged for P. falciparum (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0.838), and decreased slightly for P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0.035) between the MST baseline and endpoint. No significant difference was observed in gametocyte prevalence for either P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0.353, OR=1.34, 95%CI=0.69-2.63), or P. vivax (7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0.442, OR=0.83, 95%CI=0.52-1.31). Even though there was an insignificant difference between the two time points, the majority of parasite positive subjects at the endpoint had been negative at baseline (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134). This was similarly demonstrated for the transmissible stage - where the majority of gametocyte positive subjects at the endpoint were negative at baseline (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). These results were independent of treatment provided during MST activities. No difference was demonstrated in parasite and gametocyte density between both time points either in P. falciparum or P. vivax.
Conclusion
In this study area, similar prevalence rates of P. falciparum and P. vivax parasites and gametocytes before and after MST, although in different individuals, points to a negligible impact on the parasite reservoir. Treatment administration based on parasite positivity as implemented in the MST should be reevaluated for the elimination strategy in the community.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sorontou, Yohanna
"Protein EBA-175 (Erythrocyte binding antigen-175) plasmodium falciparum merupakan ligan yang memperantarai perlekatan merozoit pada residu asam sialat glikoforin A pada eritrosit manusia dan oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting pada invasi sel. Gen penyandi protein ini, eba-175 telah dibuktikan memiliki alel dimorfik, FCR (F) dan CAMP (C) yang dilaporkan berkaitan dengan manifestasi klinis malaria. Alel ini ditandai oleh adanya insersi nuleotida sebesar 423 pb pada alel F dan 342 pb pada alel C.
Suatu penelitian epidemiologi molekul yang bertujuan untuk menentukan frekuensi distribusi kedua alel tersebut serta kaitannya dengan manifestasi klinis malaria telah dilaksanakan pada isolat-isolat P. falciparum yang dikumpulkan dari pasien-pasien malaria asimptomatik dan simptomatik di Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua melalui survei malariometrik dan pengumpulan sampel di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Analisis dengan teknik penggadaan DNA (Polymerase chain reaction) 110 isolat dari pasien asimptomatik dan 100 isolat dari pasien simptomatik menunjukkan bahwa alel C merupakan alel yang dominan pada kedua kelompok tersebut, dengan frekuensi distribusi pada malaria asimp-tomatik; alel C: 62.7%, alel C/F: 8%. Uji statistik dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara alel-alel tersebut di atas dengan manifestasi klinis malaria.
Pengobatan kasus malaria dengan obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin (SP) menunjukkan adanya perubahan yang bermakna pada distribusi kedua alel tersebut dan dimana alel C ditemukan berkaitan dengan kegagalan pengobatan SP. Hasil-hasil yang diperoleh berbeda secara bermakna dengan frekuensi distribusi alel gen eba-175 yang dilaporkan di beberapa negara endemis malaria dimana alel F merupakan alel dominan. Dominasi alel C di Papua kemungkinan sebagian dapat dikaitkan dengan resistensi relatif alel tersebut terhadap obat SP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Yusrifar Kharisma Tirta
"Penelitian genotyping menggunakan teknik mikrosatelit dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik parasit Plasmodium vivax pada populasi penduduk di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur. Genotyping dilakukan menggunakan delapan marka mikrosatelit (Pv 3.27, MS10, MS16, MS8, MS1, MS5, MS12, dan MS20) dan satu gen penyandi protein permukaan merozoit (msp1F3). Rata-rata ekspektasi heterozigositas (HE) adalah 0,81 yang menunjukkan tingkat keragaman genetik parasit yang cukup tinggi. Infeksi multiklona terdeteksi pada 25 isolat Malaka dengan rentang infeksi 1-3 klona pada satu sampel pasien. Marka MS16 diketahui sebagai marka yang paling baik dalam mendeteksi polimorfisme pada isolat Malaka, sedangkan MS8 dan MS20 merupakan marka yang paling baik dalam mendeteksi infeksi multiklona pada isolat Malaka.

Genotyping using microsatellite technique was conducted to reveal genetic diversity of Plasmodium vivax parasites from Malaka, Nusa Tenggara Timur. Eight microsatellite markers (Pv 3.27, MS10, MS15, MS8, MS1, MS5, MS12, and MS20) and the merozoite surface protein encoding gene were used to genotype the P. vivax isolates. The mean of expected heterozigosity was 0.81 demonstrating a high genetic diversity. There were 25 samples detected harboring multiclonal infection with the range of 1 to 3 clones per sample. Microsatellite 16 (MS16) was the best marker to describe polymorphisms among Malaka isolates. Meanwhile, MS8 and MS20 were the best markers to describe the multiplicity of infection (MoI) among Malaka isolates."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Muhamad
"Telah dilakukan penelitian identifikasi polimorfisme gen DARC pada subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika, Papua. Metode yang digunakan antara lain PCR-RFLP dan direct sequencing. Hasil PCR-RFLP G1877A pada 302 sampel berhasil menemukan 2 tipe alel FY*A dan FY*B dengan frekuensi alel FY*A adalah 0,98 dan alel FY*B adalah 0,02. Hasil PCR-RFLP T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC pada 129 sampel tidak menemukan alel GATA-. Dominansi alel FY*A dan GATA+ pada sampel Kabupaten Mimika mirip dengan daerah Papua Nugini dan Asia Tenggara. Tingginya frekuensi alel GATA+ sesuai dengan kondisi di Asia dan Papua Nugini. Hasil direct sequencing berhasil menemukan 4 polimorfisme baru selain 2 polimorfisme di atas yang menunjukkan kesamaan sampel populasi Kabupaten Mimika dengan kontrol Duffy negatif dari Afrika serta membuktikan bahwa tidak ada polimorfisme yang ditemukan pada sekuen penyandi epitop Fy6 dan Fy3.

Research had been done to identify DARC gene polymorphisms from malaria subjects in Mimika district, Papua. The methods were PCR-RFLP and direct sequencing. PCR-RFLP result determining G1877A polymorphism from 302 samples found 2 types of allele that was FY*A allele with 0,98 allele frequency and FY*B allele with 0,02 allele frequency. PCR-RFLP result determining T(- 46)C polymorphism from 129 samples did not find any GATA- allele. The dominance of FY*A and GATA+ allele in Mimika district was similar to Papua New Guinea and Southeast Asia. Direct sequencing result found 4 new polymorphisms other than 2 polymorphisms mentioned above which have similarity to Duffy negative control in Africa, and also no polymorphism found in Fy6 and Fy3 epitope coding sequence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1070
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Permatasari
"Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia dengan angka kejadian setiap tahun mencapai 500 juta jiwa dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal dunia. Munculya, strain Plasmodium yang resisten menjadikan pengobatan kurang efektif sehingga dibutuhkan bahan alami sebagai alternatif antiplasmodium. Flamboyan diketahui telah digunakan untuk pengobatan malaria, namun masih sedikit penelitian mengenai aktivitas antiplasmodium tanaman ini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan ekstrak kulit batang dan ekstrak bunga Delonix regia yang dilakukan uji penapisan fitokimia dan uji aktivitas antiplasmodium secara in vivo pada mencit Swiss-webster yang diinfeksi Plasmodium berghei. Dari 24 sampel dibagi menjadi 8 kelompok perlakuan yang terdiri atas 3 kelompok ekstrak kulit batang dan bunga masing-masing dengan dosis 2,8 mg, 8,4 mg, dan 14 mg, serta 1 kelompok kontrol positif dan 1 kelompok kontrol negatif. Setiap kelompok perlakuan diamati densitas parasit dan dihitung persentase pertumbuhan dan persentase penghambatan yang terjadi. Data kemudian dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-wilk dan uji hipotesis menggunakan One Way Anova dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Hasil penelitian menunjukan kulit batang dosis 2,8 mg dan 8,4 mg menunjukan aktivitas antiplasmodium. Aktivitas antiplasmodium terbesar terjadi pada kulit batang dosis 8,4 mg sebesar 66,25% (p=0,314) diikuti kulit batang dosis 2,8 mg sebesar 38,88% (p=0,550).

Malaria is still a worldwide health problem, including Indonesia. Each year there are 500 million cases and more than one million people died. Resistant Plasmodium's strains makes the treatment less effective, therefore, discovery of natural substance as an alternative antiplasmodium treatment is necessary. Flamboyan is used to treat malaria, but only few research were done about it. This study is an experimental research using extract from Delonix regia's flower and bark. This study conducted phytochemical and antiplasmodium activity test using Swiss-Webster mice infected with Plasmodium berghei in vivo. From 24 samples, they were divided into 8 groups that consists of 3 groups of bark extracts and flowers, each with a dose of 2.8 mg, 8.4 mg, and 14 mg, 1 positive control and 1 negative control group. Each group were counted the percentage of growth and inhibition parasite density. The normality data is tested with Shapiro-Wilk and the hypothesis test using One Way ANOVA followed by Post Hoc test. The results showed extract of bark dose 2.8 mg and 8.4 mg have antiplasmodium activity. The greatest effect occured at dose of 8,4 mg with 66.25% (p=0,314) growth inhibition percentage, followed by bark dose's extract of 2,8 mg with 38,88% (p=0,550)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>