Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Pratomo Wibowo
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S3603
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Siddharta Agung
"Menjamurnya permainan video bertema kekerasan di kalangan anak-anak usia sekolah memunculkan kekhawatiran antara lain bahwa kegiatan tersebut akan menumbuhkan atau meningkatkan agresivitas para pemainnya. Peran bermain video games kekerasan terhadap gresivitas masih kontroversial. Suatu penelitian menemukan bahwa bermain video games kekerasan berpengaruh langsung terhadap peningkatan agresivitas, ada sejumlah penelitian yang tidak menemukan hubungan antara keduanya.
Pada penelitian ini diukur pengaruh frekuensi bermain video games terhadap agresi pada pemainnya. Digunakan Buss-Perry Aggression Scale BPAS untuk mengukur agresivitas pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi bermain video games kekerasan berpengaruh terhadap agresivitas anak usia sekolah. Mengingat besaran efek bermain video game yang tidak besar, dapat dikatakan bahwa terdapat berbagai faktor lain yang memengaruhi agresivitas pemain video game kekerasan.

The proliferation of violent video games and easy access to violent video games for children rise concern regarding its negative effects. The most common concern about video games is that will result in increased aggressive and violent behavior in those who are exposed to violent video games. Research regarding this effect of playing violent video games varies. Some research found that playing violent video games positively increase aggression, some others found no correlation.
In this study, aggression was measured by using Buss Perry Aggression Scale BPAS. Linear regression analysis yielded result that there was an effect of the frequency of playing violent video games on aggression. Given that the effect size was relatively small, there must be some others factors that influence aggression in those game player students.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Tiara Sakti
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas pada anak usia sekolah. Seratus enam belas anak berusia 9 hingga 11 tahun diminta untuk mengisi kuesioner guna memperoleh info tentang durasi bermain video games dan tingkat agresivitas nya dengan menggunakan alat ukur The Problem Behavior Frequency Scales (PBFS).
Sesuai dengan hipotesis, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas. Dengan kata lain, tingginya durasi bermain video games yang mengandung kekerasan berhubungan dengan tingginya agresivitas. Selain itu, durasi bermain video games yang mengandung kekerasan tidak hanya memiliki hubungan dengan agresi fisik, melainkan juga dengan agresi non-fisik dan agresi relasional.

The purpose of the study was to examine the relationship between duration of playing violent video games and the level of aggression displayed by middleschool children. A total of 116 children aged 9 to 11 years old were asked to fill out a questionaire related to their duration playing violent video games and the The Problem Behavior Frequency Scales (PBFS) to measure their level of aggression.
As hypothesized, this study found that there was a positive significant relationship between duration of playing violent video games and the level of aggression in middlechildhood. This study also found that duration of playing violent video games was not only related to physical aggression, but also to non-physical and relational aggression.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Septianti,author
"Kekerasan rumah tangga bukanlah isu yang baru lagi akan tetapi masalah ini jarang diangkat kepermukaan. Struktur sosial masyarakat Indonesia yang secara jelas meletakkan perempuan di bawah laki-laki sangat memungkinkan dan mendorong terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya. Kekerasan ini tidak hanya berdampak pada istri yang menjadi korban kekerasan akan tetapi juga berdampak pada anak-anak yang menyaksikannya. Secara umum anak-anak yang menyaksikan kekerasan di dalam keluarganya biasanya akan mengalami hambatan dalam mengembangkan kehidupan sosial, emosional, psikologis dan tingkah lakunya. Anak-anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berada pada masa perkembangan remaja akhir. Pada masa remaja ini, mereka mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri dan mereka juga mengalami kesulitan dengan orangtuanya dan situasi kekerasan yang terjadi di dalam keluarganya akan menambah kesulitan yang dihadapinya sehingga menimbulkan masalah bagi mereka. Peneliti menduganya bahwa remaja akhir dari keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga memiliki konsep diri yang lemah dan harga diri yang rendah bila dibandingkan dengan remaja akhir dari keluarga yang tidak mengalami kekerasan rumah tangga. Untuk mengetahui konsep diri tersebut peneliti menggunakan sebuah alat pengukur konsep diri yang disusun oleh William H. Fitts (1965) yang disebut sebagai Tennessee Self Concept Scale (TSCS). Skala ini terdiri atas 100 buah item pernyataan yang menggambarkan mengenai diri sendiri. Tiap pernyataan mempunyai 5 kemungkinan jawaban berupa skala dari angka 1 sampai 5. Angka 1 berarti pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan keadaan diri subyek, sedangkan angka 5 artinya pernyataan tersebut sangat sesuai dalam menggambarkan diri subyek. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek harga diri antara remaja akhir dari keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga dan remaja akhir dari keluarga yang tidak mengalami kekerasan rumah tangga."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PRAYOGI ANUGRAHADI
"Media seperti video games memiliki efek positif dan negatif. Jenis game yang tepat dapat membantu penggunanya meningkatkan kemampuan sosial dan memecahkan masalah, akan tetapi video games juga membawa dampak negatif terutama bagi remaja dan anak yang masih rentan. Pergeseran pola hidup anak dan remaja yang tidak lagi bermain bersama peer group diluar rumah dan menjadi ketergantungan terhadap gadget membuat mereka sulit untuk membedakan antara dunia maya dan nyata. Interaktivitas dalam game yang menuntut penggunanya untuk aktif menjalani perannya dapat merubah persepsi remaja yang masih rentan. Adegan kekerasan baik fisik dan verbal juga terdapat di dalam game, bahkan di game yang mendapat rating ā€œEā€ (everyone) yang seharusnya aman dimainkan oleh segala usia. Lantas apakah sistem rating yang diberikan badan Entertainment Software Rating Board (ESRB) dari Amerika Serikat cocok dengan Indonesia?

Media like video games have positive and negative effects. Game that suitable for the users can help them to improve their social and solving problem skills, but some video games especially for adolescence and child that still on developing stage have more negative effects. Changing life style from playing with peer group outdoor to become gadget dependency make them hard to differenciate between real and cyber world. Interactivity on games which lead the user to have a full role to their character makes change their perception of life. Violence scene like physical and verbal violence, even in E-rated (Everyone) games which should be safe for every age. Then, is the rating system which given from Entertainment Software Rating Board (ESRB) from United States suitable for Indonesian?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
Jurnal-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jova Febrina
"[ABSTRAKbr
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kekerasan dalam pacaran
antara perempuan remaja akhir yang memiliki stereotip gender dan tidak memiliki
stereotip gender di JABODETABEK. Kekerasan dalam pacaran adalah
penyerangan fisik atau perilaku melukai tubuh, termasuk kekerasan psikologis
dan emosional, verbal atau tersirat, yang terjadi di situasi tertutup maupun umum,
dimana perbedaan utama dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah pada
pasangan berpacaran tersebut tidak adanya ikatan darah atau hukum (Ely,
Dulmus, & Wodarski; Burgess & Robert, dalam Schnurr & Lohman, 2008).
Sementara itu, stereotip gender merupakan kumpulan keyakinan dan budaya
mengenai karakteristik, perilaku, dan kepribadian perempuan dan laki-laki
(Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007). Pengukuran kekerasan dalam pacaran
menggunakan alat ukur The Conflict in Adolescent Dating Relationships
Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) dan pengukuran stereotip gender menggunakan
alat ukur Bem Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981) yang telah
diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 194 perempuan remaja akhir yang
berusia 15-22 tahun di JABODETABEK. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak
terdapat perbedaan kekerasan dalam pacaran yang signifikan antara perempuan
remaja akhir yang memiliki stereotip gender dan tidak memiliki stereotip gender.
Namun, ditemukan adanya rata-rata nilai kekerasan tertinggi pada responden yang
memiliki stereotip gender (feminine). Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakan
program-program intervensi dan edukasi kepada remaja agar mengenali dan dapat
terhindar dari kekerasan dalam pacaran.;This research conducted to find the differences of dating violence between
females in late adolescent with feminine, masculine, androgyny, and
undifferentiated gender stereotype in JABODETABEK. Dating violence
defined as physical assault or acts of bodily harm, including psychological and
emotional abuse, verbal or implied, that take place in private or in social
situations, which primarily differs from domestic violence in that the dating
couple is not bound by blood or law (Ely, Dulmus, & Wodarski; Burgess &
Robert in Schnurr & Lohman, 2008) and gender stereotype defined as a set of
beliefs and cultural characteristics, behavior, and personality in females and
males (Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007). Dating violence measured using an
adaptation instrument, The Conflict in Adolescent Dating Relationships
Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and gender stereotype measured using Bem
Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981). 194 females in late
adolescent in JABODETABEK aged 15-22 were assessed. The result shows
that dating violence and gender stereotype has no significant difference between
females with gender stereotype and without gender stereotype. But the highest
means score for dating violence found in females with stereotype gender
(feminine). Based on these result, an intervention and education program for
adolescent is necessary for any prevention against dating violence., This research conducted to find the differences of dating violence between
females in late adolescent with feminine, masculine, androgyny, and
undifferentiated gender stereotype in JABODETABEK. Dating violence
defined as physical assault or acts of bodily harm, including psychological and
emotional abuse, verbal or implied, that take place in private or in social
situations, which primarily differs from domestic violence in that the dating
couple is not bound by blood or law (Ely, Dulmus, & Wodarski; Burgess &
Robert in Schnurr & Lohman, 2008) and gender stereotype defined as a set of
beliefs and cultural characteristics, behavior, and personality in females and
males (Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007). Dating violence measured using an
adaptation instrument, The Conflict in Adolescent Dating Relationships
Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and gender stereotype measured using Bem
Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981). 194 females in late
adolescent in JABODETABEK aged 15-22 were assessed. The result shows
that dating violence and gender stereotype has no significant difference between
females with gender stereotype and without gender stereotype. But the highest
means score for dating violence found in females with stereotype gender
(feminine). Based on these result, an intervention and education program for
adolescent is necessary for any prevention against dating violence.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research was aimed to know the difference inachievement motivation between students who were video game player and those were not video game player...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996
370.19 MAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Nayaka
"Narasi populer terlepas dari berbagai tema yang berusaha dibawa cenderung menempatkan unsur-unsur kekerasan dalam proses penceritaannya. Fenomena ini lebih lagi terlihat dalam cerita yang menampilkan manusia sebagai karakter utamanya. Bagi Rene Girard, agaknya kejadian tersebut niscaya karena manusia pada dasarnya tidak memiliki desire atau keinginan bawaan. Girard melihat adanya suatu mimetic desire dimana manusia saling meniru keinginan satu dengan yang lain hingga menimbulkan konflik. Pemikiran Girard tersebut tercermin dalam video game The Last Of Us Part II yang mengemas cerita humanisnya melalui kacamata kekerasan. Game keluaran Naughty Dog pada tahun 2020 tersebut memantik berbagai macam diskusi atas pembuatan karakter dan cerita yang begitu nyata kendati berlatar begitu jauh dari keseharian kita. Maka dari itu, saya disini mengidentifikasi mimetic desire dari berbagai fitur yang disediakan oleh game tersebut, seperti pilihan bebas yang diberikan pada pemain untuk membunuh tawanan, dan lain sebagainya. Lebih lanjut lagi, saya melihat bagaimana sejatinya hadir sebuah paradoks dalam cerita humanis yang dibentuk melalui kacamata kekerasan. Paradoks tersebut memiliki peranan penting dalam kritik akan kekerasan yang berusaha disampaikan oleh video game dan Rene Girard.
Popular narratives, regardless of the various themes they try to convey, tend to place elements of violence in the storytelling process. This phenomenon is even more visible in stories that feature humans as the main characters. For Rene Girard, it seems that this incident was inevitable because humans basically do not have innate desires or desires. Girard saw the existence of a mimetic desire where humans imitate each other's desires to cause conflict. Girard's thoughts are reflected in the video game The Last Of Us Part II which presents a humanist story through the lens of violence. This game released by Naughty Dog in 2020 sparked a lot of discussion regarding the creation of characters and stories that are so real even though the setting is so far from our daily lives. Therefore, here I identify mimetic desire from the various features provided by the game, such as the free choice given to the player to kill prisoners, and so on. Furthermore, I see how a paradox actually exists in humanist stories that are formed through the lens of violence. This paradox has an important role in the critique of violence that video games and Rene Girard try to convey."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Sekar Melati
"Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk menguji adanya pengaruh bermain puzzle video game terhadap kemampuan penalaran induktif pada tiga kelompok yang berbeda. Sebanyak 45 siswa kelas 3 SD dibagi menjadi tiga kelompok dengan perlakuan: (1) bermain puzzle video game selama 30 menit; (2) bermain puzzle video game selama 1 jam; dan (3) kelompok kontrol. Kemampuan penalaran induktif diukur melalui post-test menggunakan Raven's Coloured Progressive Matrices.
Dengan membandingkan skor rata-rata tes menggunakan teknik independent sample t-test, didapatkan hasil bahwa bermain puzzle video game berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan penalaran induktif jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (t(43) = 2,113, p = 0,04), sedangkan bermain puzzle video game selama 1 jam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan penalaran induktif jika dibandingkan dengan kelompok yang bermain puzzle video game selama 30 menit (t(28) = -0,599, p = 0,554).

This experimental study aimed to examine the influence of playing puzzle video game on inductive reasoning ability in three different groups. Forty five third-graders divided into three treatment groups: (1) playing puzzle video game in 30 minutes; (2) playing puzzle video games in 1 hour; and (3) control group. Inductive reasoning ability was measured by post-test using Raven's Coloured Progressive Matrices.
By comparing the mean scores with independent sample t-test, the results showed that playing puzzle video games significantly affect inductive reasoning ability compared to control group (t(43) = 2.113, p = .04), while playing puzzle video games for 1 hour does not significantly affect inductive reasoning ability compared to playing puzzle video game in 30 minutes (t(28) = -.599, p = 0.554).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>