Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60469 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Dwi Urip Premono
"Dalam usaha untuk mengkategorikan kebudayaan-kebudayaan berdasarkan komunikasi, seorang ahli komunikasi dan kebudayaan bernama Edward T. Hall membuat perbedaan antara kebudayaan yang berkonteks tinggi dan kebudayaan yang berkonteks rendah. Menurutnya, kebudayaan-kebudayaan yang ada di dunia serta praktek-praktek komunikasi para anggotanya berkisar dari konteks tinggi dan konteks rendah. Komunikasi konteks tinggi adalah komunikasi di mana kebanyakan informasi yang menyangkut pesan-pesan sudah ada di dalam diri individu, sedangkan sangat sedikit yang berada dalam bagian-bagian pesan yang dikodekan. Pesan-pesan dalam komunikasi konteks tinggi sangat sedikit menggunakan kodekode pesan yang eksplisit dan terperinci. Sebaliknya, komunikasi konteks rendah adalah komunikasi di mana informasi tentang pesan-pesan sangat sedikit yang berada di dalam diri individu. Informasi dalam pesan-pesan konteks rendah lebih banyak disertakan dalam kodekode pesan itu sendiri sehingga pesan-pesan dalam komunikaSi konteks rendah harus disampaikan secara eksplisit, jelas, dan terperinci. Skripsi ini membahas tingkat konteks komunikasi kebudayaan masyarakat Jaton dalam situasi interaksi yang tidak harmonis. Masyarakat Jaton adalah sebuah komunitas kecil di Minahasa Sulawesi Utara. Komunitas ini bersifat unik karena sejarah keberadaan mereka yang berasal dari Jawa serta identitas agama dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat di sekitarnya. Pendekatan terhadap masalah dalam skripsi ini menggunakan metode etnografi komunikasi, yaitu metode yang dipakai untuk memahami perilakuperilaku komunikasi dalam sebuah kelompok masyarakat. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Data dianalisis secara kualitatif, difokuskan pada deskripsi, penjelasan, dan pemberian makna terhadap data-data tersebut. Dengan cara demikian diperolehsuatu pemahaman dan pengertian yang mendalam tentang tingkat konteks komunikasi kebudayaan masyarakat Jaton dalam situasi interaksi yang tidak harmonis. Penemuan di lapangan menunjukkan bahwa berbagai bentuk interaksi dan perilaku komunikasi masyarakat Jaton berkonteks tinggi. Dalam interaksi yang tidak harmonis dilakukan secara konteks tinggi tetapi dengan tingkat yang rendah. Namun bila interaksi yang tidak harmonis terjadi dengan mitratutur yang bukan anggota komunitas Jaton, maka komunikasi yang digunakan adalah konteks tinggi dengan tingkat yang tinggi. Ada perkecualian, yaitu bila pesan-pesan yang dibicarakan adalah tentang ketidaksepakatan, sekalipun mitratuturnya bukan anggota komunitas Jaton, maka komunikasi dilakukan secara konteks tinggi dengan tingkat yang rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 1994
S4136
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lull, James
Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997
302.23 LUL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lull, James
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
302.23 LUL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nainggolan, Yossa Agung Permana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S7608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oemar Madri Bafadhal
"Pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, banyak beredar pesan disinformasi yang isinya bersinggungan antara isu sosial, politik, dan SARA. Salah satu isu yang ramai tersebar adalah migrasi 10 juta penduduk Cina ke Indonesia dan Jakarta Bersyariah. Isu ini kemudian berkembang menjadi wacana publik. Presiden Joko Widodo beserta jajaran kementerian telah berulang kali mengklarifikasi isu tersebut. Namun, masih ada orang yang menganggap bahwa informasi ini benar. Artikel ini mencoba memberikan penjelasan atas fenomena ini dari lensa Encoding/Decoding dan Komunitas Interpretif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap lima informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa khalayak menggunakan posisi budaya, sejarah kehidupan, dan komunitas interaktif yang terdiri dari komunitas sosial dan komunitas interpretif sebagai strategi untuk menginterpretasi suatu pesan. Interaksi dengan komunitas interpretif dan komunitas sosial mereka yang terbatas juga menguatkan pemaknaan mereka terhadap isu ini. Hal ini menandakan bahwa teks dalam komunitas virtual tidak lagi dipandang sebagai perpanjangan pesan atau penambahan informasi, namun ditujukan untuk memelihara suatu komunitas di masyarkat dalam waktu yang relatif sementara.

Around the campaign season of Jakarta Governor 2017 election, several disinformation messages related to social issues, politics, and ethnicity are circulating among communities. One of the most widespread rumor is about the migration of 10 million Chinese citizens to Indonesia and Jakarta Shariah law. This issue then developed into public discourse. President Joko Widodo, as well as well any other related to that disinformation, has repeatedly clarified the issue. However, some group in society assume that this information is correct. This research attempts to provide an explanation for this phenomenon using Encode Decode and Interpretive Communities as conceptual lens. Data collection was done by using in depth interview technique on five informants.
The result of this research shows that audiences use cultural positions, life histories, and interactive communities consisting of social communities and interpretive communities as a strategy to interpreting a message. Interaction with their interpretive communities and their limited social community could also strengthen their meaning on this issue. The result of this research also implies that the act of sharing disinformation text is not purely for projecting information but an act of maintaining society in time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T47557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvia Hermawan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S4703
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zamris Habib
"ABSTRAK
Dalam rangka pemerataan mutu pendidikan, Pemerintah memanfaatkan media radio untuk menatar guru sekolah dasar terutama di daerah terpencil, program tersebut dinamakan Pendidikan dan Pelatihan Guru sekolah Dasar Melalui Siaran Radio Pendidikan (Diktat SRP). Kenyataan di lapangan program tersebut kurang menarik bagi pendengarnya. Oleh karena itu penulis meneliti bagaimana cara pengemasannya dengan mengadakan studi terhadap naskah program tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan dalarn mengemas pesan pendidikan melalui media radio.
Metodologi yang digunakan adalah deskriptif. Data yang telah terkumpul secara kuantitatif berdasarkan hasil evaluasi dianalisis dengan melihat kecenderungan (central tendency), frekuensi terbanyak (modus) dan lain-lain. Tinjauan penelitian ini dari dua aspek, yaitu aspek pembelajaran dan aspek komunikasi massa. Tinjauan aspek pembelajaran karena pesan yang disampaikan adalah pesan pendidikan (pembelajaran), sedangkan tinjauan dari aspek komunikasi massa disebabkan media yang digunakan adalah media komunikasi massa.
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa penggunaan prinsip pembelajaran dalam mengemas pesan pendidikan sudah banyak dipertimbangkan. Tetapi prinsip-prinsip komunikasi hanya sebahagian kecil dari naskah siaran yang telah menggunakan prinsip-prinsip tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pengemasan pesan pendidikan melalui radio selain mempertimbangan prinsip-prinsip pembelajaran, seyogyanya mempertimbangkan prinsisip-prinsip komunikasi massa, karena media yang digunakan adalah media komunikasi massa. Pengemasan pesan dari aspek komunikasi sangat penting agar program-program yang disiarkan lebih menarik."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Teti Rusmiati
"Pemikiran kebudayaan Sutan Takdir Alisjahbana diawali dengan penarikan garis yang membedakan dengan jelas antara kebudayaan tradisional Indonesia dengan kebudayaan modern Barat. Perbedaan terutama ditekankan pada konfigurasi nilai dari masing-masing kebudayaan itu; nilai-nilai mana yang lebih dominan. Dengan mengelompokkannya kepada enam nilai (mengikuti Eduard Spranger: nilai teori, ekonomi, agama, seni, kuasa dan solidaritas), Takdir menyebut bahwa dalam kebudayaan tradisional Indonesia berlaku nilai-nilai ekspresif yang menyebabkan kebudayaan itu states, sedangkan di negara-negara Barat, di mana gugus ilmu pengetahuan itu unggul, berlaku nilai-nilai progresif yang mengantarkan negara itu menjadi negara yang modern. Indonesia, hemat Takdir, harus mengadopsi nilai-nilai dari Barat itu yang bercirikan: intelektualisme, individualisme dan materialisme. Dengan kata lain, untuk membina kebudayaan Indonesia itu diperlukan upaya modernisasi mutlak guna meraih kemajuan sebagaimana yang telah diperoleh negara-negara Barat. Gerakan modernisasi seperti ini mendapat banyak tentangan karena dianggap mengancam hilangnya kepribadian bangsa.
Modernisasi yang terjadi di Barat, dalam pandangan Takdir berawal dari peristiwa Renaissans Itali yang aspek dasamya merupakan gerakan humanisme, menempatkan manusia pada posisi sentral. "Manusia", merupakan tema sentral dalam konsep kebudayaan Takdir. Dalam upaya mendefinisikan konsep kebudayaan, Takdir menekankan pada proses budi manusia; budilah yang melahirkan budidaya atau kebudayaan. Melalui kebudayaan, manusia mengubah alam agar menjadi lebih manusiawi. Nilai yang merupakan kekuatan integral dalam pembentukan pribadi, masyarakat dan kebudayaan, berada dalam proses budi manusia. Karena nilai itu juga berada dalam proses budi manusia maka kebudayaan oleh Takdir tidak diukur dengan teori empiris melainkan lebih berdasarkan teori nilai; nilai mana yang paling diutamakannya. Dengan demikian, kebudayaan akan lahir dengan penuh tanggung jawab.
Ketika terjadi akulturasi budaya ada sisi-sisi yang tidak bisa dihindari: ketidakberdayaan meraih nilai-nilai baru sementara yang lama pun sudah telanjur ditinggalkan. Untuk masalah ini, Takdir mengedepankan sisi-sisi manusianya: kreativitas (seperti judul buku yang ia tulis) dan kebebasan. Disamping itu, dalam usaha manusia rasional pada proses modernisasi itu, berkecenderungan untuk semakin irrasional, tetapi Takdir tetap optimis. Takdir juga menganggap ilmu-ilmu sosial telah terjebak - positivisme karena mengenyampingkan masalah nilai, ia lalu mengajukan sebuah konsep yang menyeluruh tentang ilmu manusia sebagai sintesa antara ilmu-ilmu positif dengan teori nilai.
Tidak bisa dihindari bahwa pemikiran-pemikiran Takdir mengenai humanisme dalam kebudayaannya terpengaruh oleh ideologi dari Barat, baik mengenai konsep individualisme, naturalisme, liberalisme maupun rasionalisme dan pemikirannya ini masih relevan untuk masa sekarang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>