Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galih Nurlaela Kustiawati
"Ruang publik mencerminkan identitas suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia menganut demokrasi sehingga seharusnya nilai-nilai demokrasi tercermin dalam ruang publiknya. Ruang publik yang demokratis mencerminkan identitas masyarakat karena fisiknya mampu berperan dalam mengupayakan pengembangan sikap demokratis. Masyarakat mengalami pembangunan karakter dengan adanya interaksi sosial di ruang publik sehingga dimensi fisik ruang publik sangatlah penting dalam menanamkan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip¬prinsip demokrasi yaitu persamaan, kebebasan, dan pluralisme (Abdillah, 1999; dalam Rosyada, dkk, 2005). Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui seperti apakah wujud fisik ruang publik demokratis yang bisa berperan mengupayakan pengembangan sikap demokratis.
Skripsi ini mengambil studi kasusnya di ruang publik RUSUNA Harum Tebet Barat dan ruang publik RUSUNA Bidaracina dengan kelas sosial ekonomi yang berbeda. Dengan perbedaan kelas sosial ekonomi masyarakat tersebut, maka bisa diketahui juga kaitan antara wujud fisik ruang publik yang demokratis dengan kelas sosial ekonomi masyarakat. Lingkungan rumah tinggal memiliki potensi menumbuhkan nilai-nilai demokrasi secara alami dalam kesehariannya.
Berdasarkan hasil tinjauan teori dan analisis studi kasus, wujud fisik ruang publik yang demokratis difokuskan pada dimensi keterbukaan dan dimensi kepemilikan. Dimensi keterbukaan menekankan pada aksesibilitas yang tinggi sedangkan dimensi kepemilikan menekankan pada batas teritorial fisiknya. Setelah dianalisis, penulis menemukan ruang pada perpotongan jalan memiliki potensi besar dalam penciptaan ruang publik yang demokratis sebagai upaya pengembangan sikap demokratis.

Public space is reflecting the community identity. Indonesian community is embracing democracy so that democracy values should be reflected into public space. Democratic public space is reflecting community identity because of it's physics have a role to strive democratic attitude development. Community have been develop their character with social interaction in public space so that physical public space is being important to develop democracy principles. Democracy principles are equation, freedom, and pruralism (Abdillah, 1999; into Rosyada, dkk, 2005). The aim of this writing is to find what kind of the physical public space which have a role as an effort for developing of democratic attitude.
The case studies are RUSUNA Harun Tebet Barat's public space and RUSUNA Bidaracina's public space. Both of them have different level of social conomic so can find the relationship between physical public space and community's social economic level. Housing environment have potency to develop democracy values naturally.
Based on the theory and it's application on case studies, it can be concluded that physical democratic public space focused on two dimension. There are openness and ownership. Openness dimension is emphasizing high accessibility and ownership dimension is emphasizing physical territory. The writer found space in street intersection have big potency to create democratic public space as a democratic attitude development.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S821
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry F. Sukarno
"Internet merupakan media komunikasi yang memanfaatkan jaringan komputer global. Usenet adalah salah satu fasilitas Internet yang merupakan forum untuk menyampaikan pendapat para pengguna komputer yang tersebar di seluruh dunia. Usenet dapat berupa forum global, maupun lokal. Yang diperlukan untuk bergabung hanyalah alamat e-mail dan kata kunci, yang dibuat sendiri, sebagai identifikasi diri agar bisa memasuki jaringan Usenet. Salah satu situs web yang memiliki akses ke jaringan diskusi Usenet ialah Google.
Selain akses yang mudah, semua peserta Usenet juga mempunyai kesempatan yang sama dalam memberikan pendapat dan tanggapan terhadap pendapat lain yang terdapat dalam forum tersebut. Inilah unsur kedua, selain akses mudah, yang dikatakan Jurgen Habermas sebagai syarat ideal dari sebuah ruang publik.
Syarat ketiga yang disampaikan Jurgen Habermas agar terbentuknya sebuah ruang publik ialah mereka yang terlibat dalam forum diskusi harus mengunakan pemikiran kritis rasional sebagai dasar pembicaraan dalam ruang publik tersebut.
Tujuan penulisan tesis ini ialah untuk melihat bagaimana potensi dan karakter Usenet sebagai ruang publik yang dapat digunakan sebagai alat untuk memajukan komunitas masyarakat. Howard Rheingold, seorang yang melihat potensi besar internet dalam pengembangan ruang publik, menjelaskan bahwa forum diskusi interaktif, seperti halnya Usenet, berpotensi menjadi wadah demokratis dan menjalankan kehidupan berpolitik yang mendorong partisipasi aktif warga negara.
Internet, setidaknya secara teoritis, nenciptakan kesempatan untuk memperbaiki komunikasi dan menghubungkan warga masyarakat dengan wakil-wakilnya di parlemen atau para elit penguasa negara, dan juga menghubungkan dengan warga masyarakat lain. Internet menawarkan tingkat interaktif yang lebih tinggi, kemudahan akses terhadap informasi dan kemudahan komunikasi dalam kelompok.
Akan tetapi, masalah yang lebih fundamental ialah apakah Usenet mengembangkan proses musyawarah atau diskusi antara warga masyarakat dan pihak penguasa? Pada kenyataannya, proses diskusi yang terjadi dalam ruang diskusi Usenet, yang membicarakan situasi Indonesia, didominasi oleh beberapa orang saja. Dan pembicaraan tidak memperlihatkan musyawarah dan pertukaran ide secara substantial mengenai permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut dan setelah melihat tiga kondisi ideal ruang publik yakni kemudahan akses, tidak adanya keistimewaan bagi siapapun dan tersedianya ruang untuk memberikan pendapat sesuai minat, apakah Usenet bisa menjadi ruang publik, yang mengarah pada pembentukan opini masyarakat?
Ada beberapa karakter Usenet yang tidak mendukung pembentukan ruang publik. Banyak peserta yang menggunakan Usenet sebagai wadah penyebarluasan pesan, tanpa menanti reaksi dari peserta lainnya. Usenet tak banyak dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan perbincangan rasional yang akhirnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Ternyata, rantai perbincangan yang panjang di Usenet `diwarnai' perbincangan antar beberapa orang saja. Selain itu, pesan-pesan tanggapan yang disampaikan ialah berupa satu kalimat. Bagaimana mungkin sebuah ruang publik mengenai masalah kepentingan umum berkembang apabila pendapat yang diutarakan hanya berupa jawaban satu kalimat?
Namun, sejalan dengan meningkatnya penggunaan Internet, komunitas virtual internet sebaiknya didorong agar menjadi komunitas yang menyebarkan informasi dan melakukan forum diskusi seperti halnya ruang publik di abad ke-18 yang terjadi antara kaum saudagar di Inggris. Sebaiknya keberadaan komunitas virtual ini dipertahankan agar dapat memberikan pilihan kepada masyarakat luas untuk mencari dan menyebarkan informasi dan wawasan mengenai masalah kehidupan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi R. Mosmarth
"Indonesia tidak berkembang sedemokratis yang digembar-gemborkan oleh reformasi. Sebuah pertanyaan, yang sudah saatnya menjadi pemyataan karena terlalu sering muncul tanpa ada jawabannya muncuI, apa yang salah dengan bangsa ini? Pertanyaan ini pula yang menjadi titik berangkat penulis untuk mengangkat masalah ini. Inilah heuristic tool yang sangat awal untuk tulisan ini: Ada yang salah dengan bangsa ini, dimana salahnya? Reforrnasi yang dimaksudkan menggantikan orde baru ternyata hanya meneruskan orde baru, artinya, masih ada pola anomaly yang sama pada demokrasi di era reformasi. Lingkaran kuasa/pengetahuan sudah terlanjur eksklusif, sudah terbiasa meletakkan masyarakat sebagai penonton, penggembira, atau pemandu sorak. Sejarah tidak memperbaiki dirinya sendiri, selama diskursus yang beredar masih tidak berimbang, masih didominasi, maka kejadian yang sama akan terulang, dan memang demikian adanya. Hanya saja, pada masa reformasi, krisis identitas, ideology, dan komunikasi ini diperparah dengan instabilitas politik dan ketidakpercayaan publik. Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pengusung doktrin-doktrin komprehensif untuk menguasai diksursus dalam masyarakat sekaligus menguasai kursi politik. Sejak awal, permasalahan demokrasi Indonesia dapat penulis rangkum dalam Identitas, Ideologi, dan Komunikasi di ruang publik Indonesia adalah akar permasalahan yang mengerucut dalam relasi-relasi diantara ketiganya. Masalah-masalah inilah yang kemudian kita lihat terwujud dalam sejarah politik Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Sesilia C. Monalisa F.
"Arsitektur hadir dalam realitas hidup sehari-hari sehingga tidak dapat dilepaskan dari pola perilaku manusia yang hidup dan mendiami ruang. Manusia sendiri terbagi menjadi dua, yakni pria dan wanita. Perbincangan mengenai keduanya akan berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai gender dan seks. Perbedaan antara pria dan wanita tersebut menghantarkan kita pada suatu pertanyaan mengenai karakter keduanya dalam menempati suatu ruang sebagai produk arsitektural. Beberapa kritikan yang berasal dari kaum feminis menyatakan ketidakpuasan dan keresahan para wanita akan lingkungan sekitar yang membatasi aktivitas mereka. Lingkungan sekitar yang dimaksud disini yaitu ruang publik, dimana pria dan wanita bebas mengakses ruang tersebut. Apakah benar wanita menemui rintangan-rintangan untuk beraktifitas dalam ruang publik.
Penulis mencoba mengamati rintangan-rintangan yang terdapat pada ruang publik dengan memperhatikan hubungan karakteristik gender dan arsitektur. Hal-hal yang diamati antara lain gender dalam kaitannya dengan budaya dan kepercayaan, karakteristik gender, akses, keamanan, ruang personal, privasi, teritori dan power. Menurut hasil pengamatan, wanita memang menemui beberapa rintangan untuk beraktifitas ketika berada dalam ruang publik.

Architecture emerges in our daily life reality so that it can not be separated from the human's behavior. The human itself is divided into men and women. The discussion about them directly refers to the discussion about gender and sex. The differences between men and women bring us to a question about their characteristics in living a space as an architectural product. Some critics which come from feminist show that women are not satisfy and worry about the environment which limits their activities. The environment here means the public space where men and women can be free to access that space. Is it true that the women may face the obstacles to do their activities in a public space'.
The writer has tried to take a look at the obstacle that may be found in a public space by using the relationship between characteristic of gender and architecture. There are several things that must be paid for attention such as culture and belief, characteristic of gender, access, security, personal space, privacy, territory and power. Based on this discussion, indeed, the women face some obstacles to do their activities when they are in public space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51584
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Garin Nugroho
Jakarta: Sains Estetika dan Teknologi, 2002,
338.55 Tel
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Yunita
"Keterbatasan lahan kosong di DKI Jakarta mendorong pemerintah membangun Rumah Susun Sederhana (RUSUNA) bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah dan rendah. Beragamnya penghuni RUSUNA berpengaruh terhadap banyaknya kegiatan penghuni yang berpotensi menimbulkan kebakaran. Penghuni lebih banyak menggunakan waktunya di RUSUNA untuk beristirahat atau tidur sehingga dapat mempengaruhi upaya penyelamatan penghuni. Koridor merupakan bagian RUSUNA yang pertama kali diakses penghuni, haruslah bebas hambatan dan didukung sistem proteksi untuk mengakomodasi penyelamatan penghuni saat terjadi kebakaran.
Dalam skripsi ini, mengambil studi kasus RUSUNA Bendungan Hilir 2 dan RUSUNA Berlian untuk melihat dan menganalisis serta mengevaluasi kefektifan koridor sebagai sarana jalan keluar atau sarana evakuasi. Kedua RUSUNA memiliki tipe koridor berbeda yaitu double loaded pada RUSUNA Bendungan Hilir 2 dan single loaded untuk RUSUNA Berlian. Penggunaan koridor oleh penghuni sebagai tempat berinteraksi sosial berpengaruh terhadap kefektifitasan koridor sebagai sarana jalan keluar yang diharuskan bebas hambatan. Sistem proteksi yang harusnya mendukung koridor sebagai sarana jalan keluar, tidak dapat mengakomodasi upaya penyelamatan penghuni saat terjadi kebakaran.
Di akhir penulisan, didapatkan koridor dan sistem proteksi kedua RUSUNA dapat dikatakan tidak efektif untuk digunakan sebagai sarana jalan keluar penghuni dalam melakukan evakuasi saat terjadi bahaya kebakaran. Walupun begitu, RUSUNA Berlian memiliki koridor dan sistem proteksi kebakaran yang lebih baik dan efektif dibandingkan RUSUNA Bendungan Hilir 2.

The limitations of vacant land in Jakarta are prompting the government to build simple flats (RUSUNA) for the lower middle and low income society. The diversity of RUSUNA occupants affects their activities that could potentially cause a fire. Occupants use more of their time in RUSUNA to rest or sleep, this can affect the efforts to rescue them. Corridor is the first part of RUSUNA that will be accessed by occupants, it should be barrier-free and supported by protection systems to accommodate the occupants during a fire rescue.
In this thesis, taking case studies on RUSUNA Bendungan Hilir 2 and RUSUNA Berlian to view, analyze and evaluate the effectiveness of corridors as a evacuation facility or means of escape. Both RUSUNA have different types of double-loaded corridor on RUSUNA Bendungan Hilir 2 and single loaded on RUSUNA Berlian. The use of corridors by residents as a place of social interaction influence the effectiveness of corridors as a means of escape is required to be barrier-free. Protection system which should support the corridor as a means of escape cannot accommodate the rescue of occupants during a fire.
At the end of writing, found both corridor and RUSUNA protection system can be said to be ineffective as a means of escape to evacuate the occupants in the event of a fire hazard. Even though way, RUSUNA Berlian has more effective corridor and fire protection system than RUSUNA Bendungan Hilir 2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1054
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Ambarwati
"Penelitian ini membahas tentang fungsi ruang publik pada stasiun televisi swasta Rajawali Citra Televisi Indonesia. Ruang publik merupakan suatu konsep yang digagas oleh Jurgen Habermas. Ruang publik merupakan suatu celah yang terletak antara komunitas ekonomi dan negara, di mana publik melakukan diskusi yang rasional, membentuk opini mereka, serta menjalankan pengawasan terhadap pemerintah. Konsepsi public sphere pada intinya juga menunjuk kepada suatu kawasan atau ruang yang "netral" di mana publik memiliki akses yang sama dan berpartisipasi dalam wacana publik dalam kedudukan yang sejajar pula, bebas dari dominasi negara ataupun pasar. Dalam konsep ruang publik terdapat tiga kondisi ideal, yakni pertama ialah akses yang sama terhadap informasi; kedua, tidak ada perlakuan istimewa terhadap peserta diskusi dan prinsip ketiga, mengemukakan alasan-alasan yang rasional dalam berdiskusi dan juga dalam mencari konsensus. Usaha-usaha untuk mencari norma bersama tersebut dilakukan dengan partisipasi bebas dalam diskusi. Memang validitas historis empirik keberadaan ruang publik ataupun kelayakannya masih banyak dipertanyakan namun setidaknya konsep ruang publik amat relevan ditempatkan sebagai sebuah konsepsi normatif yang bisa dijadikan acuan sejauh mana suatu masyarakat telah mampu memenuhi salah satu dimensi kehidupan bernegara yang demokratis.
Kajian ini merupakan kajian yang menggunakan pendekatan kritis, sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Untuk pengumpulan data digunakan tiga metode, yakni wawancara mendalam, analisis isi, dan studi pustaka. Sebagai konsekuensi,penelitian yang bercorak kritis, penelitian ini melakukan analisis pada tiga level, yakni level mikro atau level teks, level meso, dan level makro. Pada level teks, analisis dilakukan dengan menggunakan sebuah kerangka evaluasi. Kerangka evaluasi tersebut disusun berdasarkan konsep ruang publik Habermas. Keseluruhan analisis dilakukan dengan berpedoman pada konsep ruang publik yang diajukan oleh Habermas.
Temuan pada level mikro menunjukkan bahwa keberadaan ruang publik di RCTI masih sangat minim, hal itu antara lain tercermin dari adanya ketimpangan akses yang diberikan kepada publik cut dan publik yang mewakili masyarakat umum, serta tidak ditayangkannya acara-acara diskusi yang memungkinkan terselenggaranya diskusi publik yang rasional dan kritis, padahal esensi ruang publik terletak pada penyelenggaraan diskusi rasional dan kritis yang melibatkan publik serta membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kepentingan publik. Hasil analisis pada level meso menunjukkan bahwa sebagai sebuah institusi yang menggunakan benda publik, yakni gelombang elektromagnetik, RCTI masih belum menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas antara lain karena adanya motif-motif ekonomi. Pada tataran makro, hasil penelitian memperlihatkan bahwa liberalisasi yang muncul dalam industri media selain menimbulkan dampak positif juga memunculkan fundamentalisme pasar. Fundamentalisme pasar ini membuat tayangan-tayangan di layar kaca televisi swasta Indonesia nampak lebih menyiratkan "selera konsumen" dan tuntutan para pengiklan, ketimbang mengakomodasikan apa yang menjadi kepentingan publik.
Sebagai sebuah institusi bisnis memang merupakan hal yang wajar apabila akumulasi modal menjadi tujuan utama televisi swasta, namun karena dalam kegiatan operasionalnya televisi swasta menggunakan public goods, yakni gelombang elektromagnetik, sehingga televisi swasta tetap diharapkan untuk dapat menjadi ruang publik yang sesungguhnya, yang memungkinkan publik menyelenggarakan diskusi yang rasional dan kritis, terbebas dari tekanan pasar maupun penguasa. Sebagai implikasi teoretis dari penelitian ini, apabila melakukan kajian tentang ruang publik pada media televisi hendaknya program-program acara yang akan diteliti merupakan program acara yang memang memungkinkan publik untuk dapat berpartisipasi dan terlibat dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Darmawan
"Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini dilakukan guna menjawab pertanyaan teoritis bagaimana peran ruang publik dalam mendukung keistimewaan DIY. Dalam penelitian ini ditemukan bentuk bentuk ruang publik di DIY seperti Angkringan, Media Massa, Aula Pasar, dan lain-lain. Kelompok masyarakat penolak keistimewaan DIY dalam ruang publik di DIY bergerak secara tertutup. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang mendukung keistimewaan DIY bergerak secara terbuka. Keberadaan ruang publik sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan yang aspiratif, dimana hukum dibuat melalui proses diskursus publik. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa eberadaan ruang publik berperan dalam merubah sikap fraksi DPRD di DIY yang sebelumnya menolak, menjadi mendukung keistimewaan DIY.

Research methods used in this study are primarily those qualitative approaches. This research is conducted to analyze the role of Public Sphere in supporting DIY idiosyncrasy. There are many forms Public Sphere in DIY such as Angkringan, Mass Media, Market Auditorium, and others. Some of them secretly reject that idiosyncrasy while others frankly accept it. It's critical to build Public Sphere in realizing good governance which enacted a law solely from public discourse. In this research we found that Public Sphere has a significant role in changing DPRD?s political stance to accept/support the idiosyncrasy DIY."
2009
T26183
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prillia Indranila
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai affordance pada taman yang merupakan ruang
terbuka publik sebagai ruang untuk aktivitas bermain anak-anak. Selain sebagai
ruang hijau, taman digunakan oleh anak-anak untuk bermain. Penelitian dilakukan
dengan mengkaji elemen fisik taman dan melihat bentuk aktivitas bermain anak
yang terjadi. Berdasarkan studi kasus pada Taman Tebet-Honda, karakteristik
elemen-elemen taman memiliki affordance yang dapat memberikan keberagaman
pengalaman bermain bagi anak-anak. Keberagaman tidak selalu tergantung dari
jumlah alat permainan yang tersedia, tetapi lebih berkaitan dengan kemungkinankemungkinan
untuk melakukan berbagai macam hal. Dalam bermain, anak-anak
menggunakan tubuh mereka untuk memanfaatkan elemen yang ada. Selain itu,
taman yang merupakan ruang publik juga berperan sebagai penunjang kegiatan
bermain yang bersifat sosial.

ABSTRACT
The focus of this study is to analyze the affordance in the park which is an urban
open space as a space for children's play activities. Besides its function as a green
space, park is also used by children to play. The study is done by by analyzing
physical elements of the park and forms of children's play activities happened.
Based on the case study in Tebet-Honda Park, its elements' characteristics have
affordances that give the children various play experiences. The variety of
activities doesn't always depend on the amount of play equipments available, but
it's related to the possibility of doing many things. Children use their body while
using the elements when they play. Park as an urban open space also has a role to
support social play.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Izzatunnisa
"Fenomena privatisasi ruang publik merupakan topik yang banyak menimbulkan diskusi dan perdebatan dalam literatur. Melalui kajian literatur dan pengamatan, tulisan bertujuan untuk menemukan titik temu dalam mengidentifikasi privatisasi ruang publik dari sudut pandang/persepsi pengguna sebagai aktor terpenting. Aksesibilitas sebagai fitur utama dari ruang publik memiliki keterhubungan dengan elemen pembatas, baik fisik maupun non fisik. Tulisan ini mempertanyakan lebih jauh mengenai apa peran elemen pembatas fisik pada persepsi privatisasi pengguna terhadap ruang publik? Dari hasil studi, ditemukan kesimpulan bahwa penggunaan elemen pembatas fisik menyebabkan penurunan terhadap aksesibilitas fisik ruang publik namun kurang signifikan terhadap penurunan aksesibilitas secara persepsi. Selain itu, keberadaan elemen pembatas fisik didukung oleh penerapan elemen pembatas non fisik dalam menjaga keamanan/membatasi ruang publik. Melalui temuan ini, diharapkan pandangan negatif mengenai penggunaan elemen pembatas fisik pada ruang publik di perkotaan dapat dikaji kembali dalam diskursus di bidang perancangan perkotaan.

The phenomenon of privatization of public space is a topic that creates a lot of discussion and debate in literature. Through literature study and observation, this writing aims to find the middle ground in order to identify privatization from the user's perception as the most important actor in public space. Accessibility as the main feature of public space related to boundary elements, physical or non physical. This writing asks further about what is the role of physical boundary elements in user’s perception of the privatization of public space? From this study, it finds that the use of physical boundary elements causes degradation of physical accessibility but less significance in perception of accessibility. Also, the existence of physical boundary elements is usually supported by non physical boundary elements. From these findings, it is hoped that negative views towards the use of physical boundary elements in urban public spaces can be explored again in urban design discourses."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>