Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Hikmat S. Tanuwijaya
"Sejak peristiwa Trisakti 13 Mei 1998 disusul dengan kerusuhan Mei 14 - 15 Mei 1998 perlawanan mahasiswa dan rakyat semakin menguat dan seakan tidak terbendung lagi. Hal ini bersamaan dengan perubahan arus politik, dimana kekuatan-kekuatan politik seperti DPR / MPR dan partai-partai yang tadinya mendukung Soeharto, berbalik mendukung tuntutan mahasiswa dan rakyat agar Soeharto mengundurkan Sementara kekuatan politik lain, yaitu militer yang menjadi kekuatan politik orde baru yang berada di garis depan dalam menghadapi gerakan mahasiswa, pada massa itu memilih diam dan seolah bersikap netral. Perubahan arah politik ini bersamaan dengan berkurangnya represi yang selama ini dilakukan penguasa terhadap media massa. Secara umum dapat terlihat perbedaan pola pemberitaan di media massa, sebelum dan sesudah terjadinya momentum ini. Dengan menggunakan metode framing analysis terhadap pemberitaan mengenai gerakan mahasiswa menuntut pengunduran diri Soeharto Seputar Indonesia di RCTI, penulis mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan : Apakah memang ada perbedaan dalam penyajian teks berita di media massa Indonesia, pada saat reformasi itu bergulir, sebelum dan sesudah berubahnya situasi politik. Lalu apakah perubahan struktur berita itu disebabkan karena wartawan (pekerja pers) telah berhasil memperjuangkan kebebasan persnya lewat perlawanan yang dilakukannya, atau ada hal lain seperti situasi ekonomi politik negara yang memungkinkan perubahan itu terjadi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa memang ada perbedaan pola pemberitaan mengenai gerakan mahasiswa di Seputar Indonesia RCTI, sebelum dan sesudah peristiwa kerusuhan, selain pada framing pemberitaan, juga dapat terlihat pada pengambilan angle berita, Bahasa, visual, dan lain-lain. Penyebab utamanya adalah perubahan situasi politik Indonesia saat itu. Saat itu pekerja pers mendapat kesempatan besar karena tekanan dari penguasa dan pemilik modal yang selama ini berlangsung, seperti hilang begitu saja. Masa itu sama sekali tidak ada camper tangan maupun represi yang dilakukan penguasa dan pemilik modal, terhadap pemberitaan aksi-aksi mahasiswa yang menuntut pengunduran diri Soeharto. Penyebabnya adalah karena besarnya desakan arus bawah serta kondisi sosial politik Indonesia yang memang searah dengan desakan arus bawah itu. Meminjam istilah Teguh Juwarno, seorang pekerja RCTI, tekanan itu seperti 'tabu diri' untuk tidak melawan desakan arus yang sedemikian besar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarto
"Tesis ini mengkaji pemberitaan RCTI pada menjelang kejatuhan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998. Krisis ekonomi sejak awal tahun 1997 memicu gelombang aksi mahasiswa yang kemudian diikuti oleh berbagai unsur dari kalangan kelas menengah serta massa akar rumput di perkotaan. Aksi-aksi protes yang dimotori mahasiswa sendiri menjadi semakin besar, sebagian karena pemberitaan media baik di dalam maupun di luar negeri yang memblow-up aksi-aksi tersebut, sehingga mampu menekan institusi-institusi politik formal seperti DPR/MPR untuk menuntut Soeharto mundur dari jabatan Presiden. Selain itu, pemberitaan media tentang krisis ekonomi dan kerusuhan massal dengan berbagai dampaknya terhadap kehidupan masyarakat mampu membangun image tentang situasi chaos dan ketidak-berdayaan negara mengendalikan situasi yang ada, dengan demikian mendelegitimasi penguasa negara.
RCTI sebagai media yang sebagian besar sahamnya dimiliki Bambang Trihatmojo yang tidak lain dari anak Presiden Soeharto ternyata juga menunjukkan resistensinya terhadap kekuasaan negara. Fakta tersebut membuktikan bahwa media sebenarnya tidak pernah bersifat monolit menampilkan ideologi tunggal. Sebaliknya, media sebenarnya senantiasa menampakkan pluralitas ideologi dan kepentingan. Bahkan di negara-negara totalitarian, wajah media tidak semata-mata mewakili kepentingan negara, melainkan juga kepentingan berbagai pihak yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan negara.
Selama pemerintahan Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto, media diposisikan sebagai aparat ideologi negara, sebagai bagian dari instrumen politik hegemoni negara. Namun negara sebenarnya tidak pernah mampu sepenuhnya mengontrol media. Sekecil apapun selalu ada ruang yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan resistensi. Realitas masyarakat dan negara Orde Baru sebenarnya sangat kompleks. Struktur ekonomi-politik Orde Baru tidak bersifat kaku, monolit dan tidak tergoyahkan. Sebaliknya struktur ekonomi-politik Orde Baru mengandung kontradiksi-kontradiksi, baik yang bersifat internal maupun yang berasal dari faktor-faktor eksternal seperti kondisi ekonomi-politik global. Berbagai kontradiksi itulah yang memungkinkan lahirnya peluang bagi resistensi terhadap negara. Studi yang dilakukan dalam tesis ini menunjukkan bahwa media sebenarnya lebih sebagai "the battle ground for competing ideologies" daripada sebagai apparatus ideologi yang senantiasa tunduk dan takluk kepada negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishadi SK
"Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kritis terhadap proses produksi teks berita di ruang berita tiga stasiun televisi: RCTI, SCTV dan Indosiar dalam konteks menjelang berakhirnya pemerintahan Soeharto bulan Mei 1998. Pada periode tersebut terdapat suatu perubahan di dalam proses produksi berita yang tampak jelas pada perubahan teks berita di tiga stasiun televisi tersebut. Dari yang semula menjaga jarak dengan mahasiswa dan gerakan reformasi menjadi mendukung gerakan reformasi dan mahasiswa, khususnya setelah tragedi Trisakti, 12 Mei 1998.
News room tidak lagi sebuah"black box" yang steril, karena ada kepentingan bisnis dan politik, yang menentukan berita yang diungkap oleh sebuah ruang pemberitaan stasiun televisi (Murdock and Golding: 1974, Graham: 1990, MC.Chesney: 1992, Gandy Jr: 1992, serta Fuller: 1996). Kegiatan membuat berita menurut Tuchman (1978) telah menjadi kegiatan mengkonstruksi realitas ketimbang menggambarkan sebuah realitas. Ketika melakukan kegiatan mengkonstruksi realitas itu terjadi banyak konflik kepentingan khususnya dengan kalangan industri di luar media. Paling besar adalah dari "Publisher" (Warren Breed:1955) dan pemilik modal (Mc Quail: 2002).
Dengan gambaran seperti itu, pada akhirnya jurnalis sekarang ini harus bekerja dalam dua tekanan yang saling bertentangan antara idealisme dan bisnis. Pada konteks media di Indonesia, berbagai literatur menunjukkan situasinya lebih sulit karena terdapat praktek-praktek hegemoni yang sejak awal didesain oleh penguasa yang dalam beberapa situasi mengalahkan kepentingan-kepentingan pasar. Diantaranya monopoli kertas koran, monopoli pemberian izin televisi swasta untuk kepentingan politik dan ekonomi sepihak. (Dhakidae: 1991, Romano:1999, Hill:2000, Kitley: 2000)
Penghapusan iklan di TVRI tahun 1981 adalah contoh lain yang jelas mengedepankan kontrol terhadap televisi daripada kepentingan pasar. Langkah pemerintahan Presiden Soeharto untuk memperkuat hegemoni di media khususnya televisi menimbulkan gerakan-gerakan kontra hegemoni yang terasa didalam ruang berita tiga stasiun televisi swasta yang diteliti.
Berdasarkan pemaparan hal tersebut diatas, penelitian ini selanjutnya akan menitik beratkan pada upaya penggarnbaran bagaimana sesungguhnya bentuk wacana media menjelang Presiden Soeharto mengundurkan diri terutama dikaitkan dengan proses produksi berita dan tarik menarik kepentingan dari berbagai pihak yang mempengaruhi sistim kerja di pemberitaan.
Pendekatan yang dilakukan dalam penefitian ini adalah ekonomi politik kritikal seperti dikembangkan oleh Graham dan Murdock (1992). Pendekatan ekonomi politik kritikal mempunyai beberapa sikap dasar, yakni : (1) holistik, (2) historikal (3) Peduli terhadap perimbangan antara enterprise kapitalis dengan intervensi publik, (4) Terikat pada permasalahan keadilan, kesetaraan dan "public good".
TUJUAN PENELITIAN.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengindentifikasi faktor-faktor "socio cultural" Indonesia yang mempengaruhi proses pendirian televisi di Indonesia, mengindentifikasi proses produksi dan konsumsi wacana media di tiga stasiun televisi swasta: RCT1, SCTV dan Indosiar, membongkar nilai ideologi yang melekat dalam wacana media berita pada proses legitimasi dan de-legitimasi Presiden Soeharto.
KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini menggunakan perspektif teori kritis dengan pertimbangan perspektif ini bisa lebih dalam membongkar permasalahan yang terjadi di "news room" dengan cara: (1) memahami pengalaman langsung dari orang yang terlibat secara langsung dalam masalah yang diteliti; (2) berusaha untuk menyelidiki kondisi-kondisi sosial untuk mengungkap peraturan yang merugikan yang biasanya tidak tampak dan tersembunyi dibalik peristiwa sehari-hari; (3) senantiasa melakukan upaya untuk memadukan teori dan tindakan.
METEDOLOGI PENELITIAN
Sebagai konsekwensi dari penggunaan perspektif kritis, metedologi penelitian yang akan dilakukan juga akan menggunakan paradigma kritis yang terdapat dalam dimensi ontologis, epistimologis, aksiologis dan metedologis. Selanjutnya dengan metode penelitian kualitatif akan diteliti tiga subyek satuan analisis yaitu: (1) struktur ekonomi politik Indonesia; (2) organisasi perusahaan televisi swasta; (3) teks berita televisi.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penelitian diantaranya: (1) proses hegemoni media televisi di Indonesia telah dimulai sejak didirikannya TVRI tahun 1962 dengan menempatkan TVRI dibawah Yayasan yang langsung dimpimpin oleh Presiden Sukarno. Dibawah pemerintahan Presiden Soeharto, hegemoni televisi dilakukan dengan memberikan hak pendirian televisi swasta hanya kepada keluarga dan orang-orang terdekatnya.; (2) proses penguatan hegemoni ini menimbulkan gerakan kontra hegemoni yang didalam ruang berita diwakili oleh para jurnalis yang berfikiran idealis; (3) Perlawanan terhadap hegemoni pemerintah yang dilakukan oleh para jurnalis menempatkan mereka pada posisi "spoiler" dan "supporter? pada situasi dan kurun waktu yang berbeda; (4) penelitian ini menemukan paling tidak ada enam belas titik waktu sejarah yang menunjukkan terjadinya tarik menarik antara jurnalis dengan pemilik yang terlihat pada proses produksi maupun konsumsi berita; (5) proses tarik menarik ini yang menunjukkan meningkat dan menurunnya kekuatan agen dan struktur sangat dipengaruhi oleh situasi pada tatanan makro (socio cultural) yang melingkupi media televisi yang bersangkutan; (6) kontestasi antara pemilik dan jurnalis mencapai puncaknya setelah terjadi tragedi Trisakti 12 Mei 1998 yang ditunjukkan dalam berbagai kegiatan yang berlangsung di ruang berita RCTI, SCTV dan Indosiar sampai dengan 21 Mei 1998 ketika saat jatuhnya kekuasan Presiden Soeharto; (7) dalam tataran teks khususnya setelah 12 Mei 1998, pertarungan kepentingan muncul dalam beberapa issue yang dikembangkan antara lain issue demoktratisasi, HAM, KKN, kerusuhan dan demonstrasi mahasiswa.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI TEORITIS
Peluang para jurnalis untuk mempengaruhi proses produksi sehingga terjadi perubahan isi teks terjadi pada suatu konteks historis yang spesifik yang berawal pada krisis moneter tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tragedi Trisakti 12 Mei 1998. Setelah berakhirnya hegemoni terhadap media oleh penguasa Orde Baru, ancaman hegemoni terhadap media beralih ke tarik menarik kepentingan pasar yang ditimbulkan oleh semangat "neoliberalisme" dan kapitalisme global (dari "state regulation" ke "market regulation") maka itu diperlukan perbaikan "rules and resources" antara lain melalui sebuah lembaga "arbitrase" yang independen. Diperlukan juga suatu perangkat kode etik yang dapat menghidarkan terjadinya ketidakadilan yang diakibatkan oleh tarik menarik kepentingan idealisme dan bisnis. Memperkuat basis para jurnalis dengan peningkatan pengetahuan (knowledge is power) sehingga sadar akan upaya-upaya membangun "false consciousness"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D515
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luhulima, James
Jakarta: Kompas, 2006
320.959 8 JAM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Luhulima, James
Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2005
959.803 7 JAM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Natanelya Anindita
"ABSTRAK
Diantara sekian banyak alat media massa yang menyebarkan berbagai bentuk pendidikan, informasi, hiburan televisi adalah salah satu yang sangat serta iklan kepada masyarakat luas, populer dan menjangkau sasaran yang begitu luas. Penyajiannya yang bersifat audio-visual memiliki daya tarik tersendiri. terhadap fungsi dan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), televisi swasta pertama di Indonesia. Banyak pihak menaruh perhatian besar peranan media massa ini, satu diantaranya adalah RCTI menyiarkan program dari seluruh pelosok dunia, khususnya pertandingan-pertandingan olahraga Internasional melalui satelit. Acara-acara olahraga termasuk acara yang benyak menarik minat pemirsa, terlebih pada saat diadakan tayangan langsung. Objek penelitian ini difokuskan pada satu jenis tayangan olahraga yaitu Marlboro World of Sports (mata acara yang khusus disponsori oleh perusahaan rokok Marlboro). Jenis olahraga yang mendominasi acara ini adalah olahraga otomotif, terutama balap mobil Grand Prix Formula 1 dan balap motor Grand Prix 500cc dan 2 5 Occ. Sesekali ditayangkan pula reli mobil, tenis dan sepakbola. Melihat arus informasi yang begitu deras dimana porsi penayangan acara olahraga cukup besar, maka penulis mencoba mengukur pendapat di kalangan mahasiswa FISIP-UI mengenai program siaran Marlboro World of Sports. Teori yang dipergunakan sebagai acuan dalam pembuatan daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah proses penyebaran informasi dari Paul Lazarsfeld, dengan tahap-tahap: kesadaran, perhatian dan minat, serta penerimaan informasi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah sampel survai dengan teknik penarikan sampel secara sengaja (purposive sampling). Besarnya sampel adalah 100 orang mahasiswa pria yang masih duduk di semester ke-3 (angkatan tahun 1990) dan semester ke-5 (angkatan tahun 1989), dan menonton acara olahraga di RCTI, khususnya Marlboro World of Sports. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya responden mengetahui olahraga yang paling sering ditayangkan, yaitu balap mobil dan motor. Sebagian responden berpendapat acara tersebut menarik, karena mereka memang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan otomotif. Secara umum responden tampahnya cukup sadar tahu tentang penayangan acara Marlboro World of Motivasi menonton Marlboro World of Sports adalah untuk Perhatian responden Sports. hiburan dan sekedar iseng saja, terhadap unsur-unsur yang mendukung acara olahraga ini cukup ada, tetapi minat untuk menyaksikan acara ini kurang besar, karena sekedar sebagai hiburan, disamping mereka juga tidak berkonsentrasi untuk menyaksikannya. Pada umumnya responden berpendapat bahwa keseluruhan penyelenggaraan acara ini cukup baik. Mereka menyukai acara ini karena atraksinya menarik, seru dan menegangkan. Hanya sebagian kecil responden berpendapat perihal informasi yang berhubungan, dengan otomotif sebagai alasan mereka menonton. Informasi yang diterima responden mengenai tayangan siaran ini sebenarnya hanya terbatas pada hal-hal yang umum, ton bukan untuk memperoleh informasi lebih jauh tentang olahraga otomotif, melainkan sekedar untuk hiburan."
1992
S3926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luhulima, James
Jakarta: Kompas, 2001
320.959 8 JAM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Lukita Sari
"ABSTRAK
Krisis moneter yang ditandai dengan meiemahnya mata uang rupiah pada pertengahan
tahun 1997 membawa Indonesia pada krisis ekonomi. Sejumlah masatah yakni
monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme, yang merasuk dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, semakin membuat Indonesia terpuruk pada krisis
kepercayaan, mengkristal menjadi krisis di bidang politik dan hukum. Hasii Sidang
Umum (SU) DPR / MPR, terutama pemilihan Presiden dan pembentukan Kabinet VII
diyakini oleh kalangan masyarakat luas sebagai indikasi kurangnya kemampuan
Pemerintah melakukan reformasi yang memadai untuk memperbaiki situasi yang kian
memburuk.
Di tengah kondisi semacam "rtu, pada pertengahan tahun 1997, gerakan protes
mahasiswa mulai marak di beberapa kampus di puiau Jawa. Dalam waktu yang relatif
pendek, gerakan protes mahasiswa "rtu meiuas ke luar pulau Jawa dan merata ke
kampus-kampus di seluruh Indonesia. Dari segi kuantitas, aksi-aksi protes mahasiswa
ini merupakan yang terbesar selama dua dasawarsa terakhir. Isu-isu reformasi ekonomi
dan politik yang diangkat pun bersifat nasional tidak seperti aksi-aksi protes yang terjadi
sebelumnya yang isunya bersifat iokal dan isu ini merata pada hampir semua aksi
protes mahasiswa.
Adanya dukungan pada gerakan protes mahasiswa tahun 1998 yang sedemikian besar
membuat mahasiswa salah tingkah dan kehilangan arah. Gerakan protes mahasiswa
mulai dipertanyakan orang mulai dari kemumian gerakan sampai kepada intelektual
gerakan. Apresiasi rakyat kian menurun menyusul aksi-aksi protes yang dipandang
cenderung anarkis, emosional dan terkesan kurang inteiek (Republika, 15 Januari
1998). Selain itu gerakan protes mahasiswa pasca pemerintahan Soeharto mulai
terpecah-belah dan memiliki penylkapan politik yang berbeda-beda.
Agar individu atau masyarakat dapat memahami gerakan protes mahasiswa, maka
diperlukan suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana mahasiswa mengorganisasikan
pengalaman masa lalu dan tingkah-takunya ke dalam satu pola atau bentuk tertentu. Hal
ini oleh Barlett (dalam Deaux, Dane dan Wrightsman, 1993) didefinisikan sebagai
Skema Sosiat {Social Schemata). Skema sosial merupakan pola dari tingkah-laku dan
juga pola untuk bertingkah-taku (Neisser, dalam Aldrin, 1995). Oleh karena itu. peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai skema sosia! mengenai gerakan protes mahasiswa tahun 1998. Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran teori
mahasiswa mengenai gerakan protes mahasiswa.
Penetitian in! menggunakan kriteria responden yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sariito W. Sarwono (1978). Kriteria responden tersebut adalah Aktivis
Pemimpin dan Aktivis Pengikut.
Penelitian ini menggunakan metode kuesioner, yaitu berupa item-item pertanyaan yang
terdiri dari beberapa aftematif jawaban. Tiap-tiap kelompok responden boleh memilih
lebih dari satu alternatif jawaban. Banyaknya respon dari tiap-tiap responden
dijumfahkan dan direlaslkan dengan jumlah respon yang tidak dijawab. Prosedur statistik
yang digunakan adalah prosedur aggregate (grouping) dan crosstabs. Setelah itu
dilakukan perhitungan dengan menggunakan teknik analisa chi square.
Ternyata dari 11 hipotesa yang dibangun, hanya ada 3 hipotesa yang diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skema antara kelompok aktivis pemimpin dan
pengikut.
Daiam diskusi dibahas mengapa tidak ada perbedaan skema antara kedua kelompok
aktivis. Selain itu juga diberikan saran-saran baik kepada responden, yaitu mengenai
perbaikan beberapa skema mengenai konsep tertentu seperti pengertian mahasiswa,
peran sebagai kekuatan politik dan pengertian inteiektual. Selain itu, saran-saran bagi
perbaikan penelitian ini juga diberikan."
1999
S2746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Jonar T. H., 1971-
Banguntapan, Yogyakarta: Palapa, 2016
923.159 8 SIT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>