Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Malka, Salomon
Franch: JC Latties, 2006
194 MAL e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Apriliyanti
"Emmanuel Levinas adalah seoorang fenomenolog eksistensialis. Levinas menolak totalitas dalam sejarah filsafat Barat dan mengarahkan kesadaran pada kehadiran yang lain. Yang lain adalah wajah. Penampakan wajha yang tanpa konteks senantiasa dalam ketelanjangan. Relasi etis intersubjektif terwujud dalam pertemuan wajah dengan wajaha. Wajah itu tak berhingga. Pendidikan multikultural merupakan konsep pendidikan yang berangkat dari fenomena sosial masyarakat yang heterogen yang memiliki keberagaman yang masing-masing memiliki keunikan. Dalam kondisi tersebut pendidikan multikultural diorientasi pada nilai-nilai. Pemikiran Levinas ini relevan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan multikultural yaitu demokrasi, humanisme, pluralisme, anti diskriminasi dan anti penindasan.

Emmanuel Levinas was a philosopher on existentialis phenomenology. The existence of the other is his way to refuse totality in the Western Philosophy. What he meant about the other is face. The face shows without any context and consistent in its nakedness. The ethical intersubjects relation happens when a face facing another. The face is always unlimited. Meanwhile, the multicultural education is a concept departed from hetero society phenomenon. Within that condition, the multicultural education is directed to values. Levainas' mentioned point of view is relevant with the values discussed in the said education, in example: democracy, humanity, pluralism, and anti-violance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S501
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Salsalina
"ABSTRAK
Peradaban modern di satu sisi menjadikan manusia berkembang dalam parameter progresif, namun di sisi lain efek negatif kedisiplinan menyembunyikan kekerasan. Hal ini menimbulkan permasalahan eksistensialisme. Skripsi ini membahas studi kasus Dave Pelzer dianalisis secara filosofis dengan pemikiran Emmanuel Levinas. Tidak hanya sebatas pada eksistensialisme, Levinas melampaui egosentris eksistensialisme dalam humanisme dengan eksistensialisme etis dalam humanitarianisme. Ini adalah pembuktian bahwa kedalaman eksistensialisme tidak hanya sekedar berhenti pada Ada melainkan melampaui dirinya menuju substitusi, yaitu kehadiran Yang Lain dalam keberagamannya (pluralitas). Ide atas totalitas (kepenuhan Ada) didobrak oleh ide atas infinitas (keberagaman) dalam bahasa. Humanitarianisme sebagai pergerakan pengakuan dan kepedulian terhadap Yang Lain membuka jalan keadilan dan kedamaian. Hal ini dapat kita implementasikan dalam keluarga dan tetangga yaitu perhatian dan etika di dalam keluarga.

ABSTRACT
In one side, modern civilization made human depelopment in progressive parameter, but in the other side there is negative effect from those dicipline system which hiding the violent character back of it. Consequently this sense made appeared existentialism problem. This graduate thesis discussing about studied a case of Dave Pelzer analized philosophically by Emmanuel Levinas thought. This wasn?t limited in existentialism, Levinas want to reached beyond existensialism?s egosentric on humanism with existensialism ethics on humanitarianism. He maked evidence that existensialism didn?t stop on Being but beyond him/her self through substitution, the presents of The Others in their diversity (plurality). The idea of totality (the completeness of Being) breached by the idea of infinity (diversity) through the language. Humanitarianism as a movement in recognitions and cares to The Others open the way of justice and peace. We can implementing this movement start from family and neighbourhood, such as attentions and ethics in family."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesiaa, 2011
S490
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Llewelyn, John
London: Routledge, 1999
128.3 LLE h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tennie Marlim
"Skripsi ini merupakan analisis tentang pemikiran etika Emmanuel Levinas, seorang tokoh yang memberikan pandangan berbeda tentang relasi antar manusia. Dasar dari konsep etika Levinas adalah pejumpaan dengan wajah Yang Lain. Wajah yang dimaksud oleh Levinas bukan merupakan bentuk fisik dimana terdapat mata, hidung, dan telinga, melainkan cara dimana Yang Lain menampakan dirinya melampaui kemampuan subjek untuk mentematisasinya. Penampakan akan wajah oleh Levinas disebut sebagai sebuah epifani, yaitu manifestasi tiba-tiba atas makna realitas tertentu. Wajah selalu menolak usaha penyerapan oleh pemikiran untuk dijadikan isi. Oleh karena itulah, wajah membawa kita melampaui Ada. Wajah adalah personifikasi sebagai yang miskin, janda, yatim piatu, dan orang asing. Semua figur itu menyiratkan fakta tentang suatu kejadian etis. Subjek menjadi pengganti untuk Yang Lain tanpa memikirkan dampak pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan sebuah tanggung jawab murni yang lahir dari perjumpaan dengan wajah Yang Lain. Pemikiran Levinas ini mendobrak relasi subjek-objek, menjadi subjek-subjek.

This thesis analyses the ethics thinking of Emmanuel Levinas, a philosopher who gave a different view about human relationship. The base of Levinas’ ethics is the encounter with The Other’s face. The meaning of The Other’s face is not the physical forms of eyes, nose, and ears, but a way in which The Other shows itself beyond the capability of a subject to characterize it. The discovery of the face, by Levinas is called an epiphany, that is the sudden manifestation of a particular meaning of reality. The face always rejects the attempt of absorptution by thought to become content. Because of that, the face brings us to go beyond being. The face is the personification of the poor, widows, orphans and strangers. All those figures hint us to an ethical occurrence. Subject becomes the substitution for The Others without thingking of the consequences onto itself. This is a responsibility that comes from encounter with The Other’s face. Levinas thought broke the subject-object relation, to become subject-subject relation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinchevski, Amit
Pittsburgh: Duquesne University Pres, 2006
175 PIN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurul Annisa Hamudy
"ABSTRACT
Identity politics promoted by the 212 Movement has led to increased intolerance in society. This study captured this problem through the perspective of Emmanuel Levinas Ethics. According to Levinas, the act of intolerance occurs because we see the Other, not with ideas, ideologies, teachings, doctrines, interests, and religion that should be upheld above all things. Our attachment to the ideas we has about others often makes us fail to treat them as humans because we are prevented from encountering them directly. For this reason, this study aims to find out the negative consequences caused by the 212 Movement through the philosophical perspective of Emmanuel Levinas ethics. With descriptive methods, literature study, and a qualitative approach, the results of the study showed that identity politics carried out by the 212 Movement could not be justified in ethical relations. The 212 Movement saw other human beings as objects that can be used to achieve their personal or group goals. The movement has controlled and exploited their fellow believers, and not reluctant to carry out hateful propaganda to people outside their group. Levinas ethical relations open a new type of relations that are different from idea-based relations. Encountering others makes us realize that they are not merely skin, flesh, and blood that can be destroyed just like that."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri, 2019
351 JBP 11:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Doren, Kamilus Pati
""Apakah aku oenjaga adikku?" Pertanyaan ini menjadi refleksi individu sebagai makhluk bermasyarakat yang setiap hari bertemu dengan oorang lain dalam keberlainannya. Pertanyaan ini mengunggah nurani setiap pribadi untuk mengambil sikap yang tepat saat berhadapan dengan orang lain. Dan sikap yang dimaksud di sini adalah tanggung jawab dalam konsep Levinas yang berbeda dengan pemahaman sehari-hari. Pemikiran ini kemudian coba dibenturkan dengan keberagaman di Indonesia terutama sikap yang diambil penganut agama ketika berhadapan dengan penganut agama lain. Agar momen bertemu dengan yang lain benar-benar menjadi8 momen etis menuju perjumpaan, dilandasi oleh sikap tanggung jawab tadi. Dengan berbasi pada data pustaka, penulis mencoba menjabarkan konsep tanggung jawab Levinas sehingga pada akhirnya setiap perbedaan dapat dilihat sebagai anugerah dan kekayaan bersama. Melalui refleksi atas konsep tanggung jawab Levinas yang unik tersebut, penulis meletakkannya sebagai pondasi bagi relasi kehidupan beragama dan bermasyarakat Indonesia, yang sering mengalami benturan oleh karena alasan-alasan kemajemukan. Sangat tepat, jika tanggung jawab ala Lev9ina diimplikasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat kita karena juga intisari pemikiran Levinas sebetulnya sudah mendapat dasr yang kuat dalam falsafah negara kita."
Jakarta: Reformed Center for Religion and Masyarakat (RCRS), 2018
200 SODE
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Lutfi
"Ketidakhadiran orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga menjadi alasan seseorang melakukan relasi dengan orang asing. Hal ini karena kehadiran orang lain sebagai pendengar yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan dalam diri seseorang, seperti pada fenomena Quarter Life Crisis dimana kehadiran orang lain menjadi sangat berarti. Namun, relasi seperti ini justru menunjukan egoisme eksistensialis subjek dilihat dari adanya sifat diri yang mengabaikan hakikat dari orang lain sebagai yang Liyan. Melalui metode studi pustaka pemikiran Emmanuel Levinas, tulisan ini menunjukan bahwa relasi dengan orang asing dapat menghadirkan relasi etis (the Ethical) melalui ‘Aku’ yang memberi tanggapan terhadap ‘wajah’ orang lain dan bertanggung jawab dengan menjadi pendengar (Being for the Others). Metode etik fenomenologi juga digunakan sebagai upaya pendekatan berbasis lived experience yaitu studi tentang makna akan realitas kehidupan yang dialami oleh subjek dengan berfokus pada orang lain sebagai yang Liyan (the Others).

The absence of friends and family is the reason why someone has relationships with strangers. This is because the presence of other people as good listeners can improve a person's well-being, such as in the Quarter Life Crisis phenomenon where the presence of other becomes very meaningful. However, a relationship like this shows existentialist egoism seen from the nature of the self which ignores the essence of other people as the Other. Using the literature study method of Emmanuel Levinas's thoughts, this article shows that relationships with strangers can present the Ethical relationship through the 'I' which responds to the 'face' of other people and takes responsibility by being a listener (Being for the Others). The phenomenological ethical method is also used as an approach based on lived experience, as the study of the meaning of the reality of life experienced by the subject by focusing on other people as the Others."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>