Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85741 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Septian
"ABSTRAK
Duralumin yang merupakan paduan aluminium-tembaga banyak diterapkan pada industri pesawat terbang karena performan yang baik seperti ringan, kekuatan tinggi, ketahanan korosi yang tinggi, konduktivitas listrik yang baik, ketangguhan dan ketahanan fatik yang tinggi, dan mampu diberi perlakuan panas. Akan tetapi pemaduan aluminium dengan tembaga menyebabkan turunnya mampu alir duralumin yang menyebabkan material ini menjadi rentan akan porositas gas dan porositas penyusutan. Pada Penelitian ini, tungku pengecoran sistem vakum dengan cetakan permanen yang dipanaskan hingga mencapai 300oC digunakan untuk mencetak spesimen berbentuk roda yang mempunyai ketebalan 5, 7.5, 10, 10.5, 12.5, 15 mm. Dari beberapa percobaan pengecoran, tembaga ditambahkan dengan variasi kadar 2.5, 3, 3.5, 4, 4.5 wt% dengan pemvakuman yang memiliki tekanan peleburan sebesar 40 cmHg dan tekanan solidifikasi sebesar 30 cmHg. Karakterisasi untuk meneliti distribusi, jenis, bentuk, dan kuantitas dari porositas penyusutan dilakukan dengan software simulasi ZCast, uji mikrostruktur, dan uji densitas. Hasil pengujian mikrostruktur menggunakan mikroskop optik dan software simulasi Z-Cast menunjukkan porositas penyusutan terkonsentrasi pada bagian dalam tengah produk. Hasil uji kuantitas memperlihatkan seiring dengan peningkatan tebal spesimen dan penurunan kadar tembaga, maka porositas (gas dan penyusutan) cenderung semakin sedikit.

ABSTRACT
Duralumin as an aluminium-copper alloys have been applied mostly in the aircraft industry due to the light, high strength, high corrosion resistance, decent electrical conductivity, high toughness and fatigue resistance, and heat-treatable. However, by alloying aluminium with copper caused the material becomes vulnerable to gas and shrinkage porosity. On this research, vacuum casting system with permanent mold which heated to 300o C was used to cast round-shape specimens with 5, 7.5, 10, 10.5, 12.5, 15 mm in thickness. For a several of experiments, copper was added in variations of 2.5, 3, 3.5, 4, 4.5 wt% and vacuuming process was adjusted continuously under the melting pressure by 40 cmHg and solidification pressure by 30 cmHg. Several tests to observe distribution, type, shape, and quantity of shrinkage porosity were conducted by simulation software Z-Cast, microstructure test, and density test. The results of microstructure test which conducted by using optical microscope showed that shrinkage porosity were concentrated on the inner-centre of the specimen. Moreover, the results of quantity test showed that by the increased of the specimen?s thickness and by the decreased of the Cu wt%, then the porosity (gas and shrinkage) tends to be more slightly."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S799
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurahman Alatas
"Logam duralumin yang merupakan paduan aluminium dengan tembaga maksimal 5.5% memiliki properti dan karakteristik yang sangat baik untuk digunakan sebagai komponen otomotif maupun pesawat terbang. Tetapi pada proses fabrikasinya, terutama dalam proses pengecoran, duralumin memiliki kendala berupa fluiditas yang buruk sehingga rentan terjadi cacat berupa porositas gas dan porositas penyusutan. Dalam penelitian kali ini, digunakan permodelan berupa perhitungan faktor-faktor yang menjadi penyebab porositas gas dan di komparasi dengan hasil eksperimen , sehingga proses pengecoran dapat dibuat seefektif mungkin untuk menghasilkan produk hasil pengecoran yang memiliki porositas rendah. Analisa teoritis yang digunakan adalah perhitungan kecepatan tuang, jenis aliran, waktu solidifikasi total, serta laju pendinginan. Pengecoran dilakukan dengan proses pemvakuman dengan tekanan peleburan sebesar 40cmHg dan tekanan solidifikasi sebesar 30cmHg, cetakan yang digunakan terbuat dari baja karbon rendah dan dikondisikan dengan temperatur 300oC, variasi produk pengecoran yang digunakan adalah duralumin dengan kandungan Cu 2,5-4,5% dengan variasi ketebalan produk 5-15mm. Hasil eksperimen menunjukan paduan duralumin dengan kandungan tembaga 4.5% memiliki jumlah kandungan porositas gas paling tinggi sebesar 12.5% dibanding duralumin dengan tembaga 2.5% yang memiliki porositas gas sebesar 10%, dan kuantitas porositas gas terjadi paling kecil pada produk dengan ketebalan 15mm dengan rata-rata porositas gas sebesar 8.5% dibanding duralumin dengan ketebalan 5mm dengan porositas gas sebesar 13%.

Duralumin alloys which contain of aluminium and copper less than 5.5%, have a great material properties and characteristic which is very good to be applied to automotive parts and aeroplane industries. Duralumin alloys beside it great properties have a few problem, especially when it produce with casting process, it have less fluidity which make it very susceptible to gas and shrinkage porosity. This experiment using modeling to calculate the factors of gas porosity causes and makes comparison with actual result, so the casting process will be effective to produce best product with low contain of gas porosity. Theoritical analysis that been used is calculation of pouring velocity, flow type, total solidification time, and cooling rate. Casting process will be using vacuum with 40cmHg melt pressure and 30cmHg solidification pressure, the mold will be made of low carbon steel with 300oC preheating, Variation that been used is duralumin alloys with 2.5-4.5% contain of copper addition, with thickness variation from 5-15 mm. The result of this experiment shows that duralumin alloys with copper contain of 4.5 wt% have the highest quantity of gas porosity with 12.5% , compared to duralumin alloys with copper contain of 2.5 wt% with 10% gas porosity, and duralumin alloys with 15mm thickness have less quantity of gas porosity with 8.5%, compared to duralumin alloys with 5mm thickness which have 13% of gas porosity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S50
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyono Suprapto
"Porositas merupakan cacat yang sering terjadi dalam pengecoran paduan aluminium yang sulit dihindari, tetapi porositas dalam produk cor harus dibuat sekecil mungkin. Ketidaksesuaian proses pengecoran sering menimbulkan porositas yang mengakibatkan kualitas produk turun atau produk harus di daur ulang. Umumnya, porositas dalam paduan aluminium disebabkan oleh hidrogen larut dan terjebak, atau feeding yang kurang. Selama ini porositas dicegah dengan proses degassing konvensional seperti; fluxing, injecting, pressing, dan partial vacuuming tetapi belum memberikan hasil yang optimal. Pengecoran duralumin dengan vacuuming tekanan rendah yang terintegrasi, yang disebut pengecoran sistem vakum, sampai sekarang belum pernah dilakukan dan diteliti oleh praktisi dan ilmuwan. Penelitian porositas pada paduan Al-Cu (duralumin) dilakukan dengan membuat ingot duralumin dari aluminium dan tembaga dalam tungku reveberatory. Selanjutnya dilakukan pembuatan spesimen dengan melebur ulang ingot duralumin, menuang, dan membekukannya dalam tungku pengecoran sistem vakum. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kontrol parameter proses pengecoran dengan variasi penambahan tembaga 2,5%Cu sampai 4,5%Cu dan variasi tekanan vakum melting 0,789 kg/cm2 sampai 0,263 kg/cm2. Suhu peleburan dan penuangan duralumin (700°C), waktu holding duralumin melt (15 menit), tekanan solidifikasi 10 cmHg lebih kecil dari tekanan melting, dan preheating cetakan (300°C) merupakan parameter kontrol pengecoran. Sebagai variabel terikatnya adalah kualitas duralumin cor yang terdiri dari; berat jenis, kuantitas dan morfologi porositas, dan senyawa dalam duralumin. Instrumen uji yang digunakan adalah optical emission spectrometry, Picnometer, optic dan scanning electron microscope, X-ray diffraction. Hasil penelitian menunjukan bahwa bertambahnya kandungan tembaga dan tingkat kevakuman menyebabkan berat jenis duralumin meningkat. Kenaikan paduan tembaga menyebabkan porositas bertambah dari 16,67% sampai 21,20%. Hasil penelitian pengecoran tekanan vakum menyebabkan porositas turun dari 20,35% sampai 15,56%, dan jenis porositas yang terjadi adalah porositas gas. Dalam duralumin terjadi fasa metalik; Al2Cu, Al8Si6Mg3Fe dan fasa inklusi non-metalic; Al2O3, Al4C3. Pengecoran duralumin yang optimal dicapai pada penambahan tembaga 3,35%Cu dan tekanan vakum 0,566kg/cm2 dengan jumlah porositas 17,5%.

Porosity is a defect that often happens in aluminum casting that is difficult to avoid, but porosity on casting product must be minimized as much as possible. Improper casting process often creates porosity which decreases product quality, or the product must be recycled. Generally porosity in aluminum mixture caused by dissolved and trapped hydrogen, or inadequate feeding. Until now, porosity is avoided by using conventional degassing process such as: fluxing, injecting, pressing, and partial vacuuming, but those have not been giving optimal result. Duralumin casting with integrated low pressure vacuuming which called vacuum system casting have never been done by practitioners and scientists. Porosity research on Al-Cu mixture (duralumin) is done by making duralumin ingot from aluminum and copper in reveberatory furnace. Next, specimen creation is done by remelting ingot duralumin, pouring, and solidifiying it in the vacuum system casting furnace. Independent variable in this research is parameter control of casting process with copper additional variation from 2,5%Cu up to 4,5%Cu and variation of vacuum pressure melting 0,789 kg/cm2 up to 0,263 kg/cm2. Melting temperature and duralumin pouring (700°C), holding time of duralumin melt (15 minutes), solidification pressure 10 cmHg smaller than melting pressure, and preheating print (300°C) are casting parameter controls. As the dependent variable is cast duralumin quality which consists of: density, quantity, and porosity morphology, and compound in duralumin. Testing instrument used are optical emission spectrometry, Picnometer, optic and scanning electron microscope, and X-ray diffraction. Research result shows that the increment of copper content and vacuum level cause duralumin density increases. However, the increment of copper mixture cause porosity increases from 16,67% until 21,20%. Result of vacuum pressure casting cause porosity decrease from 20,35% until 15,56% and porosity that happens is gas porosity. Metallic phase; Al2Cu, Al8Si6Mg3Fe and inclusion phase non-metallic; Al2O3, Al4C3 is heppen in the duralumin. An optimum duralumin casting is reahed at copper addition of 3,35%Cu and vacuum pressure 0,566kg/cm2, with porosity level at 17,5%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
D1297
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Munthoha
"Dalam membuat pipa baja lasan untuk aplikasi sour gas dibutuhkan bahan plat baja yang selain harus memiliki persyaratan sifat mekanis juga harus memiliki ketahanan terhadap Hydrogen Induced Cracking (HIC) yang tinggi. Ketahanan terhadap HIC diketahui setelah dilakukan uji HIC sesuai standart NACE TM0284-96, diukur panjang dan lebar retak yang terjadi dan kemudian dihitung parameter HIC ; Crack Length Ratio (CLR), Crack Thickness Ratio (CTR) dan Crack Sensibility Ratio (CSR). Pada pembuatan plat baja hasil Proses Pengerolan Panas untuk bahan pipa aplikasi sour gas, contoh: grade APl5L-X52, kadang kala dihasilkan produk yang tidak memenuhi persyaratan HIC, yaitu CLR lebih besar dari 10% dan/atau CTR lebih besar dari 1,5%.
HIC merupakan suatu bentuk kerusakan internal yang disebabkab oleh menjalarnya retak paralel dengan permukaan baja walaupun tanpa diberi tegangan eksternal. Atom hidrogen yang dihasilkan oleh reaksi korosi Fe dengan H2S masuk kedalam baja dan terakumulasi pada tempat awal HIC; void-void, non metallic inclusion (paling sering inklusi MnS), slag particle, dislokasi, dan retak mikro. Atom hidrogen membentuk gas hidrogen yang menimbulkan tekanan yang cukup tinggi untuk memulai terjadinya penjafaran retak. Salah satu sumber penyebab terjadinya HIC pada lingkungan sour gas adalah karena terbentuknya mikro void pada batas antarmuka inklusi-matrix selama proses pengerolan panas (Hot Rolling). Dalam penelitian disini akan diteliti Pengaruh lnklusi nonmetal terhadap Ketahanan Hydrogen Induced Cracking Plat Baja Bahan Pipa Aplikasi Sour Gas dengan menggunakan bahan uji Plat Baja hasif produksi Pabrik Pengerolan Panas PT. Krakatau Steel dengan Internal Grade 1K0811AN atau spesifikasi APl5L-X52.
Uji HIC dilakukan pada 35 buah sample ukuran 25 cm x 100 cm dengan tebal plat 6,35 mm dan 7,92mm. Setelah 96 jam dilakukan pengamatan metallography pada 3 buah permukaan transversal masing-masing sample untuk mengetahui dan mengukur panjang dan lebar retak yang terjadi, sedang untuk mengetahui kebersihan baja dilakukan pemeriksaan inklusi dengan menggunakan mikroskup optik dan juga dilakukan pengamatan dengan SEM/EDS untuk mengetahui komposisi mikro dari inklusi tersebut. Dari hasil penelitian ditunjukan bahwa CLR mempunyai korelasi eksponensial dengan lebar retak Y = 1, 175 Exp (0,0024 x) dimana Y = CLR (%) dan x = Lebar retak (μm), ditemukan lebar retak minimal 5μm yang mengindikasikan bahwa untuk ukuran inklusi dibawah 5 μm tahan terhadap HIC; efek penyebaran inklusi kearah garis sumbu maupun kearah tebal plat menurunkan ketahanan plat terhadap HIC ; efek reduksi plat juga menurunkan ketahanan plat terhadap HIC, semakin besar reduksi plat semakin rentan terhadap HIC; jenis inklusi paling banyak ditemukan adalah inklusi oksida, dan sedikit inklusi slag dan inklusi (Ti,Nb)xCy, dan inklusi oksida juga merupakan inklusi yang berbahaya dalam menurunkan ketahanan plat terhadap HIC.

Producing pipe weld steel for sour gas application is required plate steel not only must meet with mechanical properties required but also meet with Hydrogen Induced Cracking (HIC) resistance. HIC resistance is known after testing HIC with reference to NACE standard TM0284-96, measured crack length and crack width caused Hydrogen Induced, then calculated HIC parameters; Crack Length Ratio (CLR), Crack Thickness Ratio (CTR) and Crack Sensibility Ratio (CSR). In producing steel plate as hot rolling product used as pipe material for sour gas application, example : grade APl5L-X52, after HIC test some time is still founded CLR and CTR higher than customer needed, namely CLR higher than 10% and CTR higher than 1.5%.
HIC is a form of internal defect caused by crack propagated in parallel with steel surface without external stress. Hydrogen atom as a result from Fe corrosion reaction wit H2S adsorbed into the steel structure and accumulated at initial site of HIC; voids, non metallic inclusions (often MnS inclusion), slag particles, dislocations, and micro cracks. At the site, atom Hydrogen combines to produ9e Hydrogen Gas, which have strong enough to start crack propagation. One of the s initial sites of HIC because of micro voids formed at the matrix-inclusion interface as long as Hot Rolled Process. In the experiment here will be observed The Influent of nonmetallic inclusion to Hydrogen Induced Crackling Resistance of steel plate as pipe Material for sour Gas Application which material steel test use plate product of PT. Krakatau Steel Hot Rolling Plant with internal 1 K0811AN or external grade APl5L-X52.
HIC test is done to thirty fife of sample with dimension of 25 cm x 100 cm and plate thickness 6,35 mm and 7,92mm. After 96 hours sample is observed used microscope optic on three transversal surface section of each sample to find out and measure crack length and crack width. In the longitudinal section of sample is observed used microscope optic to found out and to measure length of inclusion to determine steel cleanness, and than used SEM/EDS to observe inclusion more closer to find out micro composition.
The conclusion based on this observation and discussion are CLR correlated to crack width Y = 1, 175 Exp. (0,0024x) where Y is CLR and x is Crack width, minimum crack width is found 5 μm which indicate that inclusion smaller than 5 μm resist to HIC; effect inclusions distribution either around center line of plate or around to plat thickness can cause reducing in HIC resistance; effect plat reduction can cause decreasing HIC resistance, more higher plat reduction more higher HIC sensibility of plate; ; Inclusions found out are most oxide, and little bit slag and (Ti,Nb)xCy inclusion, and oxide inclusion became nonmetallic inclusion whose most influent in reducing HIC resistance of Plate came from Hot Rolling Products.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Dewandaru
"Pada downlink LTE, scheduler merupakan elemen penting yang bertugas untuk mengatur pembagian RB untuk user yang berbeda dalam satu cell. RB adalah elemen terkecil yang bisa diatur oleh scheduler. Pengajuan Algoritma baru dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan tradeoff antara nilai throughput dan fairness antaruser serta optimalisasi fairness. Algoritma diajukan dengan menggabungkan kelebihan dari scheduler round robin dan best CQI pada setiap time slot dengan optimalisasi fairness pada Best CQI. Algoritma round robin diletakkan pada time slot pertama dengan kontinuitas urutan user pada seluruh subframe. Algoritma best CQI ditempatkan pada time slot kedua dengan peningkatan nilai fairness. Pada pengambilan sampel pada titik SNR 15dB nilai throughput yang dihasilkan masing-masing scheduler adalah 61.2Mbps pada Best CQI, 48Mbps pada new scheduler, dan 32.3Mbps pada Round Robin. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa nilai throughput scheduler yang diajukan berada diantara nilai throughput best CQI dan round Robin. Dalam hal fairness, nilai fairness dihitung berdasarkan Jain?s fairness Index, yang menghasilkan nilai index 0.97 untuk index fairness pada scheduler baru yang diajukan pada SNR 15dB. Average queuing delay pada kondisi penggunaan oleh 20 user pada bandwidth 5MHz menunjukkan nilai 0.5ms untuk scheduler Round Robin, 0.94 ms untuk new scheduler, dan 29.38ms untuk scheduler Best CQI.

In downlink LTE, scheduler is an important element which assigns RB allocation for different users in a cell. RB is the smallest element which can be assigned by scheduler. This work proposes a new scheduler algorithm by considering the tradeoff balance between throughput and fairness among users. The proposed scheduler combines the benefit from the best CQI and Round Robin Scheduler. The first time slot applies a round robin algorithm in the basis of a continuity in user sequence at the entire subframes. The second time slot applies the best CQI algorithm with a fairness enhancement. At 15dB SNR, the throughput of each scheduler is 61.2Mbps for best CQI scheduler, 32.3Mbps for Round Robin scheduler, and 48Mbps for the proposed scheduler. Based on Jain's Fairness Index, the proposed scheduler has a fairness index of 0.97. For 20 users at 5MHz bandwidth, the average queuing delay gives the value of 5ms for Round Robin scheduler, 29.38ms for best CQI scheduler, and 0.94ms for the proposed scheduler.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S36013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Affandi
"ABSTRAK
Sistem struktur flat plate telah berkembang dan banyak digunakan dalam konstruksi suatu bangunan. Khusus untuk wilayah gempa tinggi, struktur ini masih jarang untuk digunakan, karena memang sifat dari struktur ini sangat lemah terhadap geser. Dalam skripsi ini, penulis akan melakukan analisa perilaku sistem struktur flat plate dengan diberikan dua lapis plat baja (sisi atas dan sisi bawah) sebagai material pendetilan khusus pada daerah sekitar kolom sehingga menjadi struktur composite flat plate steel-concrete-steel dan diharapkan dapat menambah kekakuan flat plate dalam menahan beban lateral. Struktur tersebut dianalisa statik non linier (pushover analysis) akibat beban lateral gempa dengan program komputer SAP2000 v14. Pada analisa tersebut yang akan ditinjau yaitu daktilitas struktur tersebut dan lokasi sendi plastis.
Dari hasil studi ini variasi pemasangan lebar pelat baja sejarak ½y dan sepanjang y dari muka kolom memberikan pengaruh peningkatan daktilitas aktual yang cukup signifikan dibandingkan dengan sistem struktur flat plate tanpa pendetailan khusus.

ABSTRACT
Flat plate has been developed and widely used structural systems in the construction of buildings. Especially, in zone of high seismic, this structure is rarely used because the behavior of its under lateral loads is very weak. In this paper, the author analyzed the behavior of flat plate structural system with given two layers of steel plates (the upper and the lower side of concrete) as special detailing materials in the area of plates around the column, so that a composite flat plate steel-concrete-steel structure and its expected to increase the stiffness of flat slab structural system due to lateral loads. This structure was analyzed using static non-linier analysis (pushover analysis) due to earthquake lateral loads on structural analysis computer program, SAP2000v14. In the analysis, the ductility of the structure and the locations of plastic hinges were reviewed.
From the result of this study, variations installation of steel plate from ½y and along y from face of columns gives the significant impact that increase actual ductility than flat plate structure without special detailing materials."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42606
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soejono Tjitro
"Arah pembekuan yang tidak mengarah ke arah riser dapat menyebabkan cacat penyusutan (shrinkage). Cacat ini dapat diprediksi dengan mengamati distribusi temperatur di riser atau produk cor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan distribusi temperatur dengan bantuan piranti lunak Finite Element Method (ANSYS) dan eksperimen khusus dilakukan untuk memvalidasi hasil simulasi terutama ada tidaknya cacat penyusutan (shrinkage).
Simulasi dilakukan pada pengecoran cetakan pasir dengan bahan aluminium murni. Penelitian ini menggunakan metoda enthalpi untuk mendapatkan distribusi temperatur. Sifat logam cair yang dipakai dalam simulasi adalah enthalpy H(T) dan konduktivitas thermal k(T). Pengecoran cetakan pasir untuk eksperimen menggunakan bahan aluminium murni dan aluminium eutektik. Hasil cor aluminium eutektik dipakai sebagai data pendukung untuk mendukung terhadap hasil cor aluminium mumi.
Hipotesis hasil simulasi terhadap cacat penyusutan (shrinkage) sesuai dengan hasil yang dicapai melalui eksperimen.

The directional solidification which is not toward to riser causes the shrinkage defect. This defect can be predicted by investigating the temperature distribution in riser or castings. The goal of this research is to examine the temperature distribution using Finite Element Software (ANSYS) and then an ad hoc experiment has been performed to verify the result of the simulation, especially the existences of shrinkage.
The simulation is carried out by sand casting process using pure aluminum. This research uses enthalpy method to examine the distribution of temperature. The properties of melted metal that being used for the simulation are enthalpy H (T) and thermal conductivity k (T). For experiment, the sand casting process uses pure aluminum and eutectic aluminum. The eutectic aluminum castings are used to support the pure aluminum castings.
The result of the simulation hypothesis against shrinkage defect is appropriate with the experiment result."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T9463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidauruk, Octavianus Jonathan
"ABSTRAK
Paduan biner Mg-Gd memiliki potensi sebagai material implan yang mudah larut dalam tubuh. Penambahan sedikit gadolinium dapat memperbaiki sifat mekanik dan laju korosi sehingga memenuhi syarat sebagai material implan yang sesuai kondisi tubuh. Pada penelitian ini paduan Mg-Gd diberikan perlakuan ekstrusi panas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi temperatur ekstrusi terhadap karakteristik dan mekanisme laju degradasi material Mg-1,6Gd. Karakterisasi dan mekanisme degradasi dari sampel Mg-1.6Gd didapatkan dengan dilakukan pengujian dengan beberapa metode. Karakterisasi material dianalisa menggunakan Optical Microscope , SEM, dan EDAX. Mekanisme degradasi diukur dalam larutan Kokubo Simulated Body Fluid (SBF) dengan metode EIS dan polarisasi. Sedangkan laju degradasi diuji menggunakan metode imersi dan evolusi hidrogen. Paduan Mg-1,6Gd membentuk senyawa intermetalik (Mg5Gd) menyebar di dalam dan dibatas butir untuk semua variasi temperatur ekstrusi. Penambahan temperatur ekstrusi menghasilkan ukuran butir yang lebih besar yaitu mencapai 20 untuk ekstrusi 550. Pada pengukuran laju degradasi didapatkan hasil laju degradasi terendah dimiliki sampel dengan temperatur ekstrusi 550 dengan laju degradasi mencapai 2,4 mm/year menggunakan metode imersi. Dari pengujian polarisasi dan evolusi hidrogen didapatkan seiring bertambahnya waktu perendaman laju korosi cenderung menurun dikarenakan telah terbentuk lapisan pasif. Hal ini dapat dilihat dengan adanya gerak garis anodik pada pengujian polarisasi. Penyataan ini juga didukung dengan besarnya nilai tahanan pada Rangkaian Ekuivalen berdasarkan hasil pengujian EIS.

ABSTRACT
Mg-Gd alloy has the potential as an implant material that dissolves easily in the body. The addition of a gadolinium can improve mechanical properties and reduce corrosion rate time so that it qualifies as an implant material that matches the body's condition. In this study the Mg-Gd alloy was given hot extrusion treatment. This study aims to examine the effect of extrusion temperature variations on the characteristics and mechanism of the degradation rate of Mg-1.6Gd material. The characterization and degradation mechanism of the Mg-1.6Gd sample was obtained by testing with several methods. Material characterization was analyzed using Optical Microscope, SEM, and EDAX. The degradation mechanism was measured in a Kokubo Simulated Body Fluid (SBF) solution by EIS and polarization methods. Whereas the degradation rate was tested using the immersion method and hydrogen evolution. Mg-1,6Gd alloys form intermetallic compounds (Mg5Gd) spread inside and on the grain boundaries for all variations of extrusion temperature. The higher extrusion temperature results in a larger grain size which reaches 20μm for extrusion of 550℃. In the degradation rate measurement, the lowest degradation rate is obtained by the sample with an extrusion temperature of 550 ℃ with a degradation rate of 2.4 mm/year using the immersion method. From the polarization testing and hydrogen evolution, it was found that with increasing immersion time the corrosion rate tended to decrease, because a passive layer had formed. This can be seen by the presence of anodic passive line in polarization testing. This statement is also supported by the value of the resistance in the Equivalent Circuit on the EIS test result."
[Depok;;;, ]: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini menyajikan hasil penelitian pembuatan desain pengecoran dengan simulasi Adstefan untuk menanggulangi cacat pada produk cor. Tujuannya untuk mengurangi resiko pemborosan dana karena kegagalan produksi. Dengan simulasi ini dapat divisualisasikan tahapan pengisian logam dan perubahan suhu selama proses pengecoran sehingga dapat diramalkan lokasi cacat akibat panas pada produk cor. Keunggulan perangkat lunak ini adalah menampilkan gambar 3 dimensi dalam bentuk stereolithography (STL) file, waktu analisis lebih cepat dan akurat sehingga menurunkan biaya proses produksi pengecoran. Untuk contoh kasus, diaplikasikan pada produk cylinder head dan crank shaft, dan mangkuk pengeruk, yang meliputi : (1) proses pengisian logam cair, (2) pola pembekuan, (3) prediksi terisinya logam cair pad a produk cor, (4) pola pembekuan. Hasil simulasi pengecoran pada produk engine cover, cylinder block dan mangkuk pengeruk, yaitu : (1) prediksi cacat cold shut dan udara terjebak, (2) posisi over flow dan kondisi cyclic steady cetakan."
661 JRI 5:3 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>