Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henri Susanto
2004
S3464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumaryadi
"Sebagai seorang prajurit TNI AL khususnya Korps Marinir yang sedang mendapat tugas di daerah konflik di Nanggroe Aceh Darussalam, banyak sekali konsekuensi yang harus dihadapi. Konsekuensi negatif yang mereka hadapi selama bertugas di daerah konflik berpotensi menimbulkan stres, sehubungan dengan tugas mereka dalam menjaga stabilitas dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesi dari ancaman Gerombolan Sparatis Aceh. Tugas dan tanggungjawab mereka sebagai seorang prajurit dituntut untuk selalu sigap dan tanggap terhadap segala kemungkinan yang terjadi di lapangan. Tugas dan tanggungjawab yang berat di tambah lagi dengan medan tugas yang rawan dan cukup silit membuat para prajuri cukup rentan terhadap terjadinya stres, Penelitian ini lebih difokuskan pada kondisi yang dapat menimbulkan stres atau penyebab timbulnya stres (stressor).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres anggota prajurit Korps Marinir selama bertugas di daerah konflik di NAD. Penelitian ini dilakukan di Brigede 2 Marinir Cilandak dengan sampel anggota Maririr yang baru pulang dari penugasan di NAD. Pada penelitian ini jenis sumber stres yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan alat ukur adalah pembagian jenis sumber stres menurut Sarafino (1994). Sumber stres menurut Sarafino tersebut terbagi atas tigas jenis, yakni sumber stres yang berasal dari diri sendiri, keluarga dan komunitas dan masyarakat (lingkungan).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata sumber stres yang berasal dari diri sendiri dan keluarga yang potensial menimbulkan stres dibandingkan dengan sumber stres yang berasal lingkungan. Perbedaan yang signifikan terjadi pada l.o.s. 0.05 pada anggota Marinir yang sudah menikah dan pada mereka yang bertempat tinggal di luar kesatuan (kontrak) dan yang tinggal di rumah dinas. Sumber stres dari keluarga pada anggota yang sudah menikah lebih besar dibandingkan dengan anggota yang belum menikah. Hal ini disebabkan karena beban keluarga yang ditanggung oleh mereka yang sudah menikah lebih besar.
Dari penelitian ini juga ditemukan perbedaan yang signifikan pada anggota yang bertempat tinggal di rumah dinas dan yang tinggal di luar kesatuan (kontrak). Sumber stres yang terjadi pada kedua kelompok ini lebih potensial terjadi dibandingkan dengan anggota Marinir yang belum menikah (tidur dalam) dan anggota yang bertempat tinggal di rumah sendiri. Hal ini dikarenakan anggota yang tinggal di rumah dinas dan yang kontrak mempunyai beban yang lebih besar dibandingkan dengan anggota yang tidur dalam dan yang tinggal dirumah sendiri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmat Dartono
"Penugasan di daerah konflik mempunyai banyak konsekuensi yang harus dihadapi oleh anggota Brimob yang sedang mendapat tugas. Konsekuensi negatif yang dihadapi berpotensi menimbulkan stres pada anggota Brimob tersebut. Agar mereka bisa tetap survive selama bertugas maka mereka harus mengembangkan strategi coping untuk mengatasi stres yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres anggota Brimob selama bertugas di konflik Aceh dan strategi coping apa yang paling banyak digunakan. Penelitian ini dilakukan di Mako Korps Brimob Kelapa Dua dengan sampel anggota Brimob yang baru pulang dari penugasan di Aceh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber stres anggota Brimob selama bertugas di Aceh terdiri dari sumber stres fisiologis, psikologis, dari dalam diri, dari keluarga dan dari lingkungan. Keluarga dan lingkungan ternyata lebih potensial menjadi sumber stres. Diikuti kemudian sumber stres fisiologis, psikologis, dan dari dalam diri. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa sumber stres dari keluarga pada anggota Brimob yang sudah menikah lebih besar dibandingkan yang belum menikah. Hal ini disebabkan beban keluarga yang ditanggung oleh mereka yang sudah menikah lebih besar. Mengenai strategi coping, ternyata anggota Brimob menggunakan ketiga strategi coping yang ada yaitu Problem-Focnsed Coping, Emotion- Focused Coping, dan Maladaptive Coping.
Namun demikian Problem- Focnsed Coping lebih banyak digunakan oleh anggota Brimob selama bertugas di Aceh, kemudian diikuti Emotion-Focused Coping dan Maladaptive Coping. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa anggota Brimob yang berpangkat Perwira lebih banyak menggunakan Problem-Focnsed Coping dibandingkan yang berpangkat Bintara maupun Tamtama. Fenomena ini disebabkan karena fungsi, peran, dan tanggung jawab seorang Perwira yang dituntut untuk menyelesaikan setiap masalah secara efektif. Anggota Brimob yang pernah bertugas di daerah konflik juga lebih banyak menggunakan Problem-Focnsed Coping karena mereka sudah terbiasa dengan lingkungan penugasan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prasetio
"Berkembangnya dunia Kepolisian dari waktu-kewaktu baik secara organisasi maupun personil dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam kehidupan masyarakat (Rianto, 1999). Apalagi ditambah dengan berpisahnya Polri dari ABRI, membuat tugas dan tanggung jawab Polri semakin berat. Sehingga Polri harus mampu menjadi ujung tombak dalam menegakkan hukum (Djamin, 2001).
Kepolisian merupakan suatu lembaga yang bertugas menjaga keamanan negara dan menegakkan hukum yang terdiri dari lima fungsi teknis kepolisisan, diantaranya adalah fungsi Sabhara (Samapta Bhayangkara), fungsi Lantas (Lalu Lintas), fungsi Bimmas (Bimbingan Masyarakat), fungsi Reserse dan fungsi Inteligen. Kelima fungsi ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu kesatuan yang sangat diperlukan untuk membangun polisi yang ideal. (Wangsa, 1994).
Yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah fungsi Sabhara, karena tugas Sabhara adalah melaksanakan fungsi kepolisian yang bersifat preventif atau pencegahan, menangkal segala bentuk pelanggaran dan tindak kriminalitas serta melaksanakan tindakan represif tahap pertama terhadap segala bentuk pelanggaran dan tindak kejahatan dan ketertiban masyarakat, melindungi keselamatan orang, benda dan masyarakat serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat (Wangsa, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber stres fisiologis merupakan sumber stres yang paling menonjol dan paling potensial sebagai penyebab timbulnya stres pada anggota Sabhara Polda Metro Jaya dalam menangani aksi unjuk rasa di Jakarta. Sumber stres psikologis merupakan faktor yang mempunyai banyak peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan stres, tetapi potensi untuk menyebabkan stres tidak saekuat sumber stres fisiologis. Namun demikian sumber stres psikologis tetap lebih potensial menimbulkan stres dibandingkan sumber stres dari keluarga, stresor lingkungan, dalam diri serta komunitas dan pekerjaan.
Menurut Carver (1989), sebagian besar stresor individu dapat menampilkan lebih dari satu strategi coping. Namun demikian, dalam keadaan tertentu salah satu strategi cenderung mendominasi, baik itu Problem-Focused Coping, Emotion-Fokused Coping, atau Maladaptive Coping. Keadaan ini juga berlaku pada anggota Sabhara Polda Metro Jaya dalam menengani aksi unjuk rasa di Jakarta. Anggota Sabhara yang bertugas di Polda Metro Jaya menggunakan ketiga strategi coping yang ada untuk mengatasi stres, namun Emotion-Focused Coping yang lebihbanyak digunakan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James H.D.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinzi Mulamawitri
"ABSTRAK
Masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia adalah suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi apalagi dengan semakin maraknya globalisasi. Namun bertugas di luar negeri apalagi jika negara tersebut memiliki latar belakang budaya berbeda adalah hal yang tidak mudah. Selama tinggal di luar negeri, TKA akan mengalami akulturasi psikologis yaitu perubahan yang terjadi pada diri individu akibat kontak dengan budaya lain yang berlangsung secara terus menerus (Graves dalam Berry & Kim, 1988). Selama proses akulturasi inilah acap kali muncul berbagai sumber stres yang diakibatkan adanya perubahan tersebut (Berry, 1994). Adanya nilai-nilai budaya yang bertentangan antara negara asal dan negara yang didatanginya juga meningkatkan stres akulturatif yang dihadapinya (Adler, 1991). Penelitian ini akan melihat gambaran sumber stres akulturatif serta strategi coping yang dilakukan TKA Amerika ketika bekerja di Indonesia. Negara asal Amerika dipilih sebab jumlah ekspatriat terbanyak dari negara Barat berasal dari negara ini (Depnaker, 2002).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui wawancara dan observasi. Subyek yang diperoleh adalah 3 orang manajer Amerika yang telah tinggal di Indonesia selama 1,5 tahun hingga 2,8 tahun. Berbagai masalah dalam pekerjaan yang diakibatkan perbedaan budaya yang dikemukakan oleh Shuetzendorf (1989 dalam Ruky, 2000) serta permasalahan lainnya ternyata dialami oleh semua subyek. Sumber stres utama yang ditemukan pada ketiga subyek adalah adanya penekanan pada hubungan baik dan harmonitas kelompok saat bekerja daripada kinerja individu. Sumber stres lain adalah masalah kurangnya keterbukaan karyawan dalam berkomunikasi, kurangnya inisiatif karyawan dan kurangnya rasa tanggung jawab personal karyawan.
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teori Hofstede (1995), Ruky (2000) dan Koentjaraningrat (1997 dalam Ruky, 2000) maka memang terbukti bahwa masalah-masalah tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dimensi nilai dalam budaya kerja Amerika dan Indonesia yang mengganggu TK A saat melaksanakan pekerjaannya. Perbedaan utama terlihat dari dimensi individualisme dan kolektivisme antara dua negara yang saling bertentangan. Kemudian adanya kesenjangan power distance juga kerap menimbulkan berbagai masalah. Dalam penelitian ini berdasarkan strategi coping yang dikemukakan oleh Carver, Scheier & Weintraub (1989) ditemukan bahwa strategi coping yang sering digunakan semua subyek untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah strategi active coping.- Strategi emotion focused coping berbentuk acceptance juga sering digunakan secara bersamasama dengan active coping.
Adanya kesamaan latar belakang budaya Amerika dan budaya perusahaan asing tempat mereka bekerja kemungkinan mempengaruhi stressor akulturatif yang dihadapi. Untuk mendapatkan gambaran stressor akulturatif yang lebih kaya maka penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan subyek yang berasal dari berbagai negara dan bekerja untuk perusahaan dalam negeri. Saran terutama diberikan pada perusahaan agar memberikan informasi lebih lanjut tentang budaya kerja Indonesia pada TKA untuk mendorong keterbukaan terhadap budaya lain. Kegiatan konseling bagi TKA untuk mengatasi stres akulturatif juga akan sangat bermanfaat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Wasono
"ABSTRAK
Polri merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang memiliki
tugas dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak
hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat masyarakat (ps. 2 UU RI No.2,
2002 tentang Polri). Oleh karena itu tugas Polri tidaklah mudah karena harus
selalu berhubungan dengan masyarakat sehingga menuntut setiap anggota Polri
untuk memiliki kemampuan dan profesional yang tinggi (Kunarto,1997).
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme Polri yaitu dengan
membagi tugas Polri dalam 5 fungsi teknis kepolisian, diantaranya adalah fungsi
Reserse dan fungsi Sabhara yang memiliki tugas dan peranan yang berbeda.
Reserse dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari lebih cenderung bersifat Represif
(penindakan) sedangkan Sabhara, lebih menjurus pada tindakan yang bersifat
pencegahan (Kunarto, 1997).
Walaupun terdapat adanya perbedaan dalam peran maupun tugas, pada
dasarnya setiap anggota polisi memiliki tugas untuk memberikan pelayanan pada
masyarakat, sehingga bisa dikatakan profesi ini memiliki tugas yang kompleks
karena profesi ini mengurusi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
(Adlow, dalam Tabah 2001). Untuk itu profesi ini dinilai memiliki derajat
tingkatan stres yang cukup tinggi (Donzinger, dalam Tabah 2001)
Stres merupakan suatu keadaan yang timbul karena adanya suatu tuntutan
atau kebutuhan pada individu yang menuntut adanya sumber daya atau
kemampuan individu tersebut untuk memenuhinya (Lazarus, 1976) dan Lazarus
juga mengatakan bahwa ada 2 kelompok sumber stresor yaitu Physical stressor
dan Psychological atau psychosocia/ stressor.
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimanakah
perbedaan rating (urutan) stres dari anggota Polri pada fungsi Reserse dan
Sabhara terhadap kejadian sehari-hari yang bisa menimbulkan stres pada diri
mereka. Intrument penelitian yang digunakan adalah Law Enforcement Critical
Life Events Scale dari Sewell (dalam Yarmey, 1990) yang telah diadaptasikan
pada anggota polisi di Indonesia.
Penelitiaan ini dilakukan pada anggota Polri fungsi Reserse dan Sabhara di
wilayah Polda Metro Jaya. Sampel diambil mulai dari jenjang tamtama hingga
bintara yang berjumlah 100 orang, dengan gambaran 50 orang dari fungsi Reserse
dan 50 orangdari fungsi Sabhara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara anggota Polri pada fungsi
Reserse dengan Sabhara terdapat perbedaan dalam rating stresnya. Pada fungsi
Reserse, kejadian yang menempati urutan tertinggi dalam rating stres adalah ikut
berpartisipasi dalam korupsi di kepolisian, diskors, penyalahgunaan obat-obatan
terlarang secara pribadi, mengkonsumsi alkohol saat bertugas dan terlibat secara
pribadi dalam peristiwa penembakan, sedangkan pada fungsi Sabhara yaitu
pemecatan, diskors, penggunaan obat-obatan terlarang, pengurangan gaji dan ikut
berpartisipasi dalam korupsi di kepolisian. Kemudian kejadian yang menempati
urutan stres terendah pada fungsi Reserse adalah menerima surat pengahargaan
dari masyarakat, liburan, penghargaan administrasi, menerima penghargaan dari
kelompok masyarakat dan kenaikan gaji, sedangkan pada fungsi Sabhara yaitu
promosi kenaikan jabatan dengan ditugaskan di unit lain, menerima penghargaan
dari kelompok masyarakat, penghargaan administrasi, kenaikan gaji serta liburan."
2003
S3216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Wardono
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
TA3660
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>