Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvina Suwasiswahyuni
"Perkawinan berbeda agama di Indonesia tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia, oleh sebab itu banyak pasangan berbeda agama yang hendak menikah melakukan pernikahannya di Luar Negeri lalu dicatatkan di Kantor Catatan Sipil Indonesia ketika mereka kembali ke Tanah Air. Undang-Undang Administrasi Kependudukan memberikan kemudahan bagi para pasangan berbeda agama ini dalam mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil. Pencatatan perkawinan beda agama ini hanya diakui oleh negara bahwa benar mereka adalah pasangan suami istri, tapi tidak sah menurut Agama.
Disini akan di bahas tentang bagaimana keabsahan perkawinan beda agama di Indonesia dan tentang pertimbangan hakim dalam memberikan putusan pengadilan sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan termasuk penelitian kepustakaan, data dan informasi diperoleh melalui dokumen-dokumen hukum dan juga dari hasil wawancara kepada Kepala Sub Dinas Kantor Catatan Sipil Jakarta.
Pada kasus yang akan di bahas disini, pencatatan perkawinan yang dilakukan di luar negeri hanya untuk memenuhi syarat pada pasal 56 Undang-Undang Administrasi Kependudukan, bukan menentukan sah atau tidaknya perkawinan tersebut. Undang-Undang Administrasi Kependudukan juga tidak mengatur mengenai tata cara melangsungkan perkawinan beda agama itu sehingga masih mengacu pada Undang-Undang Perkawinan yang berlaku. Undang-Undang Administrasi Kependudukan masih memerlukan penyempurnaan agar tidak bertentangan dengan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan.

Marriage of different religions in Indonesia are not regulated in the Marriage Law in force in Indonesia, so many couples of different religions who want to get married are held marriage in other State and listed in the Civil Indonesia when they returned to the country. Population Administration Act provides convenience for couples of different religions to register their marriages at the Registry Office. Recording of interfaith marriage is only recognized by the state that they are properly married couples, but not valid according to religion.
Here will be discussed about how the validity of the marriage of different religions in Indonesia and on consideration of the judge in giving the verdict the court before and after the enactment of Law number 23 year 2006 about Population Administration. This study is normative and juridical research including library research, data and information obtained through legal documents and also from interviews to the Head of Sub Office of Civil Registry Office in Jakarta.
In a case that will be discussed here, the recording of marriages conducted in foreign countries only to meet the requirements in article 56 of Law on Population Administration, instead of determining whether or not the marriage is legitimate. Population Administration Act does not establish ordinances regulating the marriage of different religions, so it still refers to the Marriage Law. Population Administration Act still requires refinement in order not to conflict with Article 2 of the Marriage Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21820
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Fitriana
"Perkawinan beda agama tidak diatur pelaksanaannya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Sementara dalam praktek, masyarakat berinteraksi membutuhkan suatu aturan untuk menjadi dasar hubungan perkawinan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menjadi sarana untuk mendapatkan penetapan agar perkawinan tersebut di catatkan. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah wewenang pengadilan negeri dalam memberi keputusan terhadap permohonan pengesahan perkawinan beda agama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Bogor dalam memberi keputusan dalam perkara Nomor 527/P/Pdt/2009/PN.Bgr. dan perkara Nomor 111/Pdt.P/2007/PN.Bgr.
Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan menggunakan analisis kualitatif, dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif-eksplanatoris, serta bentuk penelitian yang preskriptif. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa wewenang Pengadilan Negeri dalam memberi keputusan terhadap permohonan pengesahan perkawinan beda agama sesuai dengan pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 yang memungkinkan pencatatan perkawinan beda agama harus melalui penetapan Pengadilan Negeri.
Penetapan hakim yang menolak permohonan pencatatan perkawinan beda agama dalam kasus No. 527/P/Pdt/2009/PN.Bgr., hakim tetap mendasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 Tahun 1975. Jadi ketentuan pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang memungkinkan pencatatan perkawinan beda agama, tidak mempengaruhi majelis hakim untuk mengabulkan permohonan para pemohon dalam kasus ini. Tetapi dalam kasus No. 111/Pdt./P/2007/PN.Bgr., hakim telah menjadikan ketentuan pasal 35 huruf a sebagai acuan dikabulkannya permohonan pencatatan perkawinan beda agama, disamping para pemohon dianggap sudah tidak lagi mengindahkan prosesi perkawinan menurut agama mereka.

Interfaith marriages are not arranged in the implementation of Law No. 1 of 1974. While in practice, people interact requires a rule to be the basis of marital relationships. With the existence of Law Number 23 Year 2006 be a means to get a determination that the marriage is in please register. As for which are at issue in this study is given authority in the state court decision against interfaith marriage legalization petition after the enactment of Law No. 23 of 2006 and legal considerations in the Bogor District Court judge gave the decision in case Number 527/P/Pdt/2009 / PN.Bgr. and case Number 111/Pdt.P/2007/PN.Bgr.
In this thesis the author uses the juridical-normative research methods and the use of qualitative analysis, with the type of research that is descriptive-explanatory, and prescriptive forms of research. From these results it can be concluded that the authority of the District Court in giving a decision on the application for approval of marriage of different religions in accordance with article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 which allows the recording of marriages of different religions must go through the determination of the District Court.
Determination of the judge who rejected the registration of marriages of different religions in the case of No.. 527/P/Pdt/2009/PN.Bgr., Judges continue to rely on the Act No. 1 of 1974 and Government Regulation No. 9 of 1975. So the provisions of Article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 which allows the recording of marriages of different religions, did not affect the panel of judges to grant the petition of the petitioner in this case. No. But in the case. 111/Pdt./P/2007/PN.Bgr., The judge has made provisions of section 35 as a reference point a petition is granted registration of marriages of different religions, as well as the applicants are considered no longer heed the marriage procession according to their religion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29445
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Rista Ismah
"Skripsi ini membahas mengenai perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu tata cara pengumpulan data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan dan peraturan perundang-undangan terkait. Penelitian didasarkan pada Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kedua Undang-Undang tersebut. Undang-Undang Perkawinan menyerahkan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda pada agama masing-masing calon mempelai sedangkan Undang-Undang Administrasi Kependudukan mengakui perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda melalui putusan pengadilan. Hasil penelitian menyarankan bahwa harus terdapat kejelasan mengenai pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia dengan mengamandemen undang-undang yang telah ada.

This thesis discusses on interfaith marriages in Indonesia. The research for this thesis is normative juridicial, which involves the collection of data from literary sources and associated legal ordinances. This research is based on Marriage Laws and Population Administration Laws. Based on the findings of the research, it is discovered that there exists certain inconsistencies between both Laws. The Marriage Laws provides that interfaith marriages are subject to the religion of each partner, while the Population Administration Laws states that interfaith marriages have to obtain an affirmative decision of the court. The results of the research propose further clarification of the regulations relating to interfaith marriages by amending the existing laws.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Fauziah
"Negara asing yang terlibat perkawinan campuran yang terdapat dalam Undang-undang No.6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian), dilihat dari aspek ekonomi. Oleh karena itulah dalam penelitian ini akan dirumuskan beberapa masalah tentang pengaturan WNA yang terlibat Perkawinan Campuran sebelum dan sesudah lahirnya UU Keimigrasian. Serta akan dipaparkan juga peluang dan tantangan dalam penerapan UU Keimigrasian, khususnya mengenai ketentuan Izin Tinggal dan melakukan pekerjaan dan/atau usaha bagi WNA yang terlibat Perkawinan Campuran, dilihat dari aspek hukum ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum adanya UU Keimigrasian, keberadaan warga negara asing yang terlibat perkawinan campuran hampir tidak pernah diatur sama sekali dalam undang-undang manapun, kecuali Undang-undang Perkawinan. Dengan adanya UU Keimigrasian ini, selain diakui keberadaannya, WNA perkawinan campuran juga diberi kemudahan dalam hal izin tinggal dan izin melakukan pekerjaan/usaha. Hal ini menimbulkan peluang dibidang usaha dan investasi, namun sekaligus juga tantangan terhadap persaingan tenaga kerja di Indonesia.

This thesis discusses the opportunities and challenges in implementation of provisions regarding the legal status of foreign citizens in a mixed marriage as explicitly written on law no.6/2011 on immigration (The Immigration Law), from the economic point of view. Therefore, the research will emphasize on problems arose in the regulation of foreign citizens in a mixed marriage before and after the enactment of immigration law. It will also discloses the opportunities and challenges in the implementation of the law, particularly on provisions of residential permit and laws should the foreigners have jobs or running bussiness in Indonesia, from the economic point of view.
This researh indicates that before the enactment of the law was implemented, the legal status of foreign citizens have hardly been regulated at all in any laws, except in the marriage law. By the enactment of immigration law, not only their rights lawfully recognized, the foreign citizens in a mixed marriage are also provided more comfortable condition on residential permit and the permit for having a job or running business. This new development, eventually will create the better opportunities and challenges in the investment, business and labor affairs in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29437
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ayudiatri
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap pencegahan perkawinan di bawah umur serta untuk mengetahui latar belakang dari kaidah dispensasi kawin dalam mengadili pemberian izin dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok. Penelitian ini menggunakan yuridis empiris dan yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan hasil data dari jumlah pengajuan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok dan 2 (dua) contoh penetapan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok. Dari penelitian ini, Penulis mendapatkan hasil bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak sepenuhnya berjalan efektif dalam mencegah perkawinan di bawah umur di Indonesia. 

This thesis discourse the Effectiveness of The Law Number 16 Year 2019 Regarding to Amendment on The Law Number 1 Year 1974 on Marriage in the Prevention of Underage Marriage and to examine the background of the rules of marriage dispensation in adjudicating the granting of a marriage dispensation permit in the Depok Religious Court. This study uses empirical juridical and normative juridical with qualitative approaches. The results conferred from the number of marriage dispensation submissions in the Depok Religious Court and examples of Court Decision regarding to marriage dispensations permits in Depok Religious Court serve as the basis of this study. The result from this study shows the implementation of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 Year 1974 concerning marriage is not effectively prevents the underage marriages in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2 Pasal tersebut jo Pasal 10 ayat 3 PP Nomor 9 Tahun 1975. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, maka administrasi kependudukan yang di dalamnya mengatur mengenai pencatatan sipil diharapkan dapat memberikan pemenuhan hak administratif seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berhubungan dengan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin siri, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.
Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan. Banyak perdebatan mengenai hal tersebut karena mengakibatkan disahkan atau tidak perkawinan oleh Para Pihal yang melakukan perkawinan beda agama. Dalam kasus yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Bogor, terdapat dua penetapan yang berbeda mengenai permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.
Berdasarkan penelitian dari kedua putusan hakim, diperoleh hasil bahwa Penulis lebih menyetujui Penetapan Hakim Nomor 111/Pdt.P/PN.Bgr, karena UU 1/1974 tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama, Pasal 35 huruf a dapat dijadikan sebagai pemenuhan secara administratif dalam hal pencatatan perkawinan.

Marriage not registered is marriage has materially complied with in accordance with the intent of Article 2 paragraph 1 of Marriage Act, but does not meet the provisions of paragraph 2 of that Article in conjunction with Article 10, paragraph 3 PP No. 9 of 1975. With the enactment of Law No. 23 of 2006, the population administration in which governs the civil registry is expected to provide the fulfillment of administrative rights as well as the protection of public services related to civil documents without discrimination. In the context of the registration of marriages, many terms used to designate a marriage that is not listed, there is a mention under the hand marriage, marriage siri, married muezzin, and often also called marriage Kyai.
The method used is empirical juridical, is a study in addition to seeing the positive aspects of the law also look at the implementation or practice in the field. A lot of debate about that because lead was passed or not marriage by the pihal who perform interfaith marriage. In cases that have been set by District Court Judge Bogor, there are two different determination regarding listing application interfaith marriage.
The data analysis technique used is descriptive qualitative, ie after the data collected is then poured in the form of a logical and systematic description, then analyzed to obtain clarity problem solving, then the conclusions drawn deductively, from things that are common to the things that are special.
Based on the research of both the judge's ruling, the result that the author is approved Determination Judge No. 111 / Pdt.P / PN.Bgr, because the Law 1/1974 does not expressly regulate interfaith marriage, Article 35 letter a can be used as an administrative compliance in terms of registration of marriages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuwanda Chairunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana hukum Islam serta perundangundangan yang bersifat nasional dan internasional memandang mengenai perkawinan di bawah umur, faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur dan dampak yang ditimbulkan dari perkawinan di bawah umur serta bagaimana ketepatan hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi perkawinan melalui studi penetapan Pengadilan Agama No. 023/Pdt.P/2013/PA.Cbd. Bentuk penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan kepustakaan berupa buku dan peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pada prinsipnya Hukum Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 35 Tahun 2014 tidak menghendaki adanya perkawinan di bawah umur kecuali ada cukup alasan dan alasan tersebut sifatnya mendesak serta menghindari kerugian yang lebih besar (2) Perkawinan di bawah umur melanggar hak-hak dasar anak yang jaminan pemenuhan haknya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan (3) Majelis Hakim dalam memberikan penetapan dispensasi perkawinan dalam penetapan No. 023/Pdt.P/PA.Cbd tidak mengedepankan hak-hak anak karena hanya bersandar pada prosedur formal hukum acara.
This thesis discusses the regulation, causes, and the impact of underage marriage under Islamic Law as well as national and international law. Further, it discusses the implementation of the law in determining marriage dispensation in Islamic Court Stipulation No. 023/Pdt.P/PA/Cbd. This thesis is a normative juridical research, based on literature such as books and related regulations. The result of the research showed that (1) Principally, Islamic Law, Law No. 1 of 1974 and Law No. 35 o 2014 does not recognize underage marriage, except supported by strong reason and there exists an urgent situation or to avoid a bigger loss (2) underage marriage violated fundamental human rights of the child guarenteed under the Law (3) Judges in marriage dispensation stipulation No. 023/Pdt.P/PA.Cbd did not prioritize the rights of the child but only relied on formal procedural law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Abidasari
"Indonesia selalu menjadi negara transit bagi para pencari suaka dan pengungsi yang ingin menuju negara Australia dan Selandia Baru. Salah satu permasalahan sosial dan hukum yang muncul atas keberadaan pencari suaka dan pengungsi selama menunggu di Indonesia adalah terjadinya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dan pencari suaka atau pengungsi. Perkawinan semacam ini mengalami permasalahan dihadapan hukum Indonesia. Dalam praktiknya, perkawinan antara pengungsi asing dan WNI dilakukan sah secara agama saja atau perkawinan dibawah tangan karena tidak dapat dipenuhinya syarat formal sahnya perkawinan yaitu mengenai pencatatan perkawinan. Hal ini membawa konsekuensi tidak diperolehnya akta nikah yang merupakan satu-satunya alat bukti otentik atas peristiwa perkawinan tersebut. Dari perkawinan yang hanya sah secara agama ini tidak hanya berdampak negatif terhadap anak yang dilahirkan tetapi berdampak
negatif pula terhadap perempuan (isteri). Dengan status perkawinan yang sah secara agama ini maka seorang perempuan tidak dapat menuntut atas pemenuhan hak haknya sebagai selayaknya seorang isteri sah. Tesis ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana status hukum akibat hukum perkawinan yang dilakukan antara WNI dengan orang asing berstatus Pengungsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan antara WNI dengan pengungsi asing seharusnya diatur lebih jelas dalam peraturan nasional Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengaturan khusus untuk perkawinan tersebut sehingga perkawinan itu hanya sah secara agama dan tidak dimungkinkan diterbitkannya akta nikah yang merupakan akta otentik suatu perkawinan.

Indonesia has always been a transit country for asylum seekers and refugees who wish to travel to Australia and New Zealand. One of the social and legal problems that arise with the existence of asylum seekers and refugees while waiting in Indonesia is the occurrence of marriages between Indonesian citizens (WNI) and asylum seekers or refugees. Such marriages run into problems before Indonesian law. In practice, marriages between refugees and WNI are only legally valid or marriage under hand because the formal requirements for validity of marriage, namely regarding the registration of marriage, cannot be fulfilled. This has the consequence of not obtaining a marriage certificate which is the only authentic evidence for the marriage incident. From this religious marriage not only has a negative impact on the child born but also has a negative impact on the woman (wife). With such marriage status, a woman cannot claim the fulfillment of her rights as a legal wife. This thesis tries to answer the question of how the legal status and the legal consequences of marriage between Indonesian citizens and foreigners with refugee status according to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. Marriages between Indonesian citizens and foreign refugees should be regulated more clearly in Indonesian national regulations. This is because there is no special provision for such marriage so that the marriage becomes valid only on religiousbased thus it is impossible to issue a marriage certificate which is an authentic marriage certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Olviani Shahnara
"Masyarakat Indonesia terdiri dari masyarakat adat yang memiliki kepercayaan asli dari nenek moyang. Hingga dewasa ini, masih banyak masyarakat yang tetap memegang teguh kepercayaan asli tersebut dan mereka disebut Penghayat Kepercayaan. Namun, kepercayaan yang mereka yakini masih dipandang sebelah mata karena dianggap bukanlah suatu agama. Oleh karena itu, banyak kendala yang dihadapi oleh para Penghayat Kepercayaan terkait kedudukan status hukum mereka di mata negara, terutama mengenai masalah pencatatan perkawinan. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur tentang perkawinan Penghayat Kepercayaan. Akibatnya, pada saat itu para Penghayat Kepercayaan kerap mendapatkan penolakan pencatatan perkawinan dari Kantor Catatan Sipil setempat. Demi memenuhi rasa keadilan dan hak asasi setiap manusia, pemerintah Negara Republik Indonesia pada tahun 2006 kemudian memberlakukan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Undang-undang Administrasi Kependudukan tersebut yang kemudian dapat dijadikan landasan hukum mengenai pencatatan perkawinan Penghayat Kepercayaan. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, Penghayat Kepercayaan kini telah dapat mencatatkan perkawinan mereka pada Kantor Catatan Sipil. Adapun metodologi yang digunakan dalam melakukan penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif melalui bahan-bahan kepustakaan, dokumen dan literatur.

Indonesian society comprises of a traditional society (with adat cultures and values) who preserves their ancestors? beliefs. Until recently, few people still maintain to deem these traditional beliefs and classified as 'Penghayat Kepercayaan'. Their beliefs, however, are still underestimated since these beliefs are not classified as religions. Obstacles are familiar to the people of "Penghayat Kepercayaan", in regards to the legal status according to Indonesian Law, especially relating to issues of marriage's registration. Indonesian Law No. 1 Year 1974 regarding Marriage does not regulate the marriage of "Penghayat Kepercayaan" people. As a result, people of "Penghayat Kepercayaan" received several rejections of marriage records from the local Civil Registry Office. In order to fulfill values of justice and human rights of the people, Government of Republic of Indonesia enacted Law No. 23 Year 2006 regarding Population Administration. That law could be used as the legal basis in regards to the marriage records for the 'Penghayat Kepercayaan 'people where they are able to file their marriage in the Civil Registry Office. As for the methodology used in conducting this study is a normative juridical research through literature materials, documents and literature."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1189
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>