Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ningrum Puspitasari
"Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 ayat (7) huruf c adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dilunasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) setiap bulannya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari peredaran bruto/omzet. Dalam pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 menggunakan prinsip self assessment system, dengan sistem ini Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung kewajiban perpajakannya yang harus disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan. Maka skripsi ini membahas bagaimana implementasi pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, bagaimana pendapat WP OPPT mengenai kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, dan apakah hambatanhambatan yang dihadapi oleh KPP dan WP OPPT dalam melaksanakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c di KPP Pratama Klaten. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan teknik pengumpulan data wawancara dan literatur.
Hasil penelitian ini adalah kesadaran dan pemahaman WP dalam pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 25 ayat (7) huurf c masih kurang, serta adanya penurunan kontribusi penerimaan PPh Pasal 25/29 OPPT di KPP Pratama Klaten. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c bagi WP OPPT di KPP Pratama Klaten belum optimal dikarenakan kurang optimalnya komunikasi yang dilakukan fiskus dengan WP, sumber daya manusia dari segi kuantitas kurang proposional dengan jumlah Wajib Pajak, sikap patuh WP OPPT belum konsisten/masih kurang, pendapat yang diberikan WP OPPT terhadap kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c kurang baik., hambatan-hambatan yang dihadapi petugas pajak dalam melaksanakan kebijakan ini adalah masyarakat kurang antusias, WP pindah tempat usaha, sumber daya manusia (petugas pajak) tidak proposional dengan jumlah WP, belum adanya law inforcement yang tegas, sedangkan hambatan yang dihadapi WP merasa kesulitan dalam menghitung PPh terutang pada akhir tahun, WP merasa kesulitan dalam melakukan pengisian pada SSP dan SPT Tahunan, dan kemudahan pengadaan fomulir pajak (seperti: SSP).

Income Tax (VAT) of Article 25 paragraph (7) letter c is the income tax installment must be paid in individual taxpayer Specific Employers (WP OPPT) per month calculated on a percentage of gross income / turnover. Tax collection in the implementation of Article 25 uses the principle of self assessment system, with this system Taxpayer (WP) is given full trust for calculating taxation liabilities that must be paid and reported to the Tax Office through the Notice of Income Tax (SPT). So this paper discusses how the implementation of collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, how do individual taxpayer Entrepreneur Specific policies regarding the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, and whether the barriers faced by the Office of Services Tax and Individual Tax Payer Specific Employers in executing the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c in Klaten Tax Office. This study used a qualitative approach is descriptive, with interview data collection techniques and literature.
The results of this research is the awareness and understanding of Taxpayers Income Tax liability in the implementation of Article 25 paragraph (7) huurf c is still lacking, as well as a decrease in contribution receipts of Income Tax Article 25/29 of Certain Persons in Private Employers Tax Office Primary Klaten. So that the conclusions of this study is that for collection of income tax under Article 25 paragraph (7) letter c for individual taxpayer Certain Employers at the Tax Office Primary Klaten not optimal due to less optimal fiskus communications made by the taxpayer, in terms of human resources less quantity proportional to the number of taxpayers, the attitude of submissive individual taxpayer has not been consistent Specific Entrepreneur / still less, given the opinion that individual taxpayer Employers of Certain Income Tax collection policies of Article 25 paragraph (7) letter c is less good., barrier- obstacles encountered in implementing the tax policy is less enthusiastic public, taxpayer moved the place of business, human resources (the tax) is not proportional to the number of taxpayers, the lack of strict law inforcement, while the barriers faced by taxpayers find it difficult to calculating income tax payable at the end of the year, taxpayers find it difficult to perform charging at the Tax Payment (SSP) and the Notice of Income Tax (SPT) Annual, and ease of procurement fomulir taxes (such as: SSP).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ningrum Puspitasari
"ABSTRAK
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 ayat (7) huruf c adalah angsuran Pajak Penghasilan
yang harus dilunasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) setiap
bulannya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari peredaran bruto/omzet. Dalam
pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 menggunakan prinsip self assessment system, dengan
sistem ini Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung kewajiban
perpajakannya yang harus disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui
Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan. Maka skripsi ini membahas bagaimana
implementasi pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, bagaimana pendapat WP OPPT
mengenai kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, dan apakah hambatanhambatan
yang dihadapi oleh KPP dan WP OPPT dalam melaksanakan pemungutan PPh
Pasal 25 ayat (7) huruf c di KPP Pratama Klaten. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan teknik pengumpulan data wawancara dan literatur.
Hasil penelitian ini adalah kesadaran dan pemahaman WP dalam pelaksanaan
kewajiban PPh Pasal 25 ayat (7) huurf c masih kurang, serta adanya penurunan kontribusi
penerimaan PPh Pasal 25/29 OPPT di KPP Pratama Klaten. Sehingga kesimpulan dari
penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c bagi WP
OPPT di KPP Pratama Klaten belum optimal dikarenakan kurang optimalnya komunikasi
yang dilakukan fiskus dengan WP, sumber daya manusia dari segi kuantitas kurang
proposional dengan jumlah Wajib Pajak, sikap patuh WP OPPT belum konsisten/masih
kurang, pendapat yang diberikan WP OPPT terhadap kebijakan pemungutan PPh Pasal 25
ayat (7) huruf c kurang baik., hambatan-hambatan yang dihadapi petugas pajak dalam
melaksanakan kebijakan ini adalah masyarakat kurang antusias, WP pindah tempat usaha,
sumber daya manusia (petugas pajak) tidak proposional dengan jumlah WP, belum adanya
law inforcement yang tegas, sedangkan hambatan yang dihadapi WP merasa kesulitan dalam
menghitung PPh terutang pada akhir tahun, WP merasa kesulitan dalam melakukan pengisian
pada SSP dan SPT Tahunan, dan kemudahan pengadaan fomulir pajak (seperti: SSP).

ABSTRACT
Income Tax (VAT) of Article 25 paragraph (7) letter c is the income tax installment
must be paid in individual taxpayer Specific Employers (WP OPPT) per month calculated on
a percentage of gross income / turnover. Tax collection in the implementation of Article 25
uses the principle of self assessment system, with this system Taxpayer (WP) is given full
trust for calculating taxation liabilities that must be paid and reported to the Tax Office
through the Notice of Income Tax (SPT). So this paper discusses how the implementation of
collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, how do individual taxpayer
Entrepreneur Specific policies regarding the collection of Income Tax Article 25 paragraph
(7) letter c, and whether the barriers faced by the Office of Services Tax and Individual Tax
Payer Specific Employers in executing the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7)
letter c in Klaten Tax Office. This study used a qualitative approach is descriptive, with
interview data collection techniques and literature.
The results of this research is the awareness and understanding of Taxpayers Income
Tax liability in the implementation of Article 25 paragraph (7) huurf c is still lacking, as well
as a decrease in contribution receipts of Income Tax Article 25/29 of Certain Persons in
Private Employers Tax Office Primary Klaten. So that the conclusions of this study is that for
collection of income tax under Article 25 paragraph (7) letter c for individual taxpayer
Certain Employers at the Tax Office Primary Klaten not optimal due to less optimal fiskus
communications made by the taxpayer, in terms of human resources less quantity
proportional to the number of taxpayers, the attitude of submissive individual taxpayer has
not been consistent Specific Entrepreneur / still less, given the opinion that individual
taxpayer Employers of Certain Income Tax collection policies of Article 25 paragraph (7)
letter c is less good., barrier- obstacles encountered in implementing the tax policy is less
enthusiastic public, taxpayer moved the place of business, human resources (the tax) is not
proportional to the number of taxpayers, the lack of strict law inforcement, while the barriers
faced by taxpayers find it difficult to calculating income tax payable at the end of the year,
taxpayers find it difficult to perform charging at the Tax Payment (SSP) and the Notice of
Income Tax (SPT) Annual, and ease of procurement fomulir taxes (such as: SSP).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adrianus Petrus Setuso
"Ketentuan baru dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan adanya perhitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam Pasal 25 ayat (7) yang perhitungannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan Nomor 8/KMK/03./2002 tanggal 8 Maret 2002 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002. Dalam ketentuan terakhir tersebut diatur mengenai klasifikasi yang tergolong Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tarif pajak yang berlaku, perlakuan atas pembayaran PPh Pasal 25, perlakuan kompensasi kerugian dan tindakan pengawasannya.
Tesis ini disusun berdasarkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading. Pengumpulan data untuk keperluan analisis diperoleh melalui penelitian dokumen meliputi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang meliputi wawancara dengan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yaitu Kepala Seksi PPh Orang Pribadi KPP Jakarta Kelapa Gading, Kepala Seksi PPh Orang Pribadi I Direktorat Pajak Penghasilan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak serta kuisioner bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kerangka teori yang digunakan adalah azas-azas dalam pemungutan pajak, prinsip keadilan horizontal dan vertikal dalam perpajakan dan global taxation. Dari penelitian ini diperoleh data yaitu terdapat kendala dalam menetapkan klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang masih rendah, kontribusi penerimaannya yang masih rendah, tindakan pengawasan yang masih menghadapi kendala karena kurangnya koordinasi, dan bagi Wajib Pajak ketentuan ini tidak mencerminkan keadilan karena adanya pengecualian jenis usaha, besarnya tarif, perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan.
Analisis terhadap data-data tersebut di atas menghasilkan kesimpulan bahwa ada ketidakadilan horizontal maupun vertikal dalam ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Pembedaan jenis usaha dalam klasif kasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak sesuai dengan azas globality. Pengenaan tarif sebesar 2 % dan peredaran bruto sebagai dasar pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip progression dan net income. Perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 25 UU Pajak Penghasilan yaitu sebagai angsuran pajak. Untuk itu, diharapkan agar ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dapat ditinjau kembali. Klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu hendaknya tidak membedakan suatu jenis usaha tertentu, perlakuan PPh Pasal 25 ayat (7) sebagai pelunasan hendaknya ditiadakan. Perlu diterbitkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas dan tugas berkaitan dengan definisi "Penghasilan Lain" dalam pasal perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 dan prosedur dalam tindakan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

One of the new provisions in The Law Number 7 of 1983 concerning Income Tax, as been amended finally to Law Number 17 of 2000 namely concerning calculation of tax installment for any Particular Individual Entrepreneur in Article 25 paragraph (7) whose calculations is further regulated through The Decree of The Minister of Finance, finally into Number: 8/KMK/03. /2002 dated March 8, 2002 in conjunction with The Decree of Director General of Tax number: 171/PJ/2002 dated March 28. 2002. In such final provision, it is regulated on classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, the prevailing tax tariff, application on payment of income tax Article 25, loss compensation application and its control action.
This thesis is drawn up pursuant to research by using policy research with analyzes descriptive method. The Research was made at Kelapa Gading Jakarta Tax Service Office. Data collection for the purpose of analyzes was obtained through document evaluation comprising bibliography study and site research that shall cover interview with officials in vicinity of Directorate General of Tax and questioner distributed to Particular Individual Entrepreneur Taxpayer.
Theoretical reference applied is the principles in tax collection, horizontal and vertical justice principle within general taxation and global taxation. In this research, data obtained comprises hindrance in stipulating classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, compliance rate of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer which is still low, control action still face hindrances due to poor coordination, and for Taxpayer, this provision does not reflects justice aspects due to exception of business type, rate, application of Article 25 Income Tax payment as the settlement.
Analyzes against such aforementioned data has resulted in conclusion that there is vertical and horizontal injustice in provision concerning Particular Individual Entrepreneur Taxpayer. Unequal treatment of business type of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer Classifications is not in accordance with global principles, rate of 2% and gross circulation as the base of tax impose is not in accordance with the principle of unequal treatment for the unequal and net income. Payment treatment of Tax Income Article 25 as the settlement is not conforming to basic principles set forth in Article 25 Law of Income Tax namely as the tax installment. Therefore it is advisable that provision on Tax Income Article 25 for Particular Individual Entrepreneur Taxpayer is to be re-evaluated. Classifications of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer shall not treat unequally on the particular type of business, application of Income Tax Article 25 paragraph (7) as the settlement shall be revoked, more transparent and confirmed implemental regulation is to be applied concerning other income definition in treatment of Article 25 Income Tax payment and procedure in controlling the compliance aspect of Tax Payer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Nidyartha
"Skripsi ini menganalisis efektivitas penerapan peraturan 208/PMK.03/2009 dan PER- 32/PJ/2010 mengenai angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu di KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading yang mencakup efektivitas bagi Kantor Pelayanan Pajak yang diukur dari pencapaian ekstensifikasi dan intensifikasi dan Bagi Wajib Pajak yang diukur dari pencapaian asas keadilan dan kemudahan. Hasil yang ditemukan adalah sudah tercapainya pelaksanaan ekstensifikasi karena pengaruh perluasan definisi WP OPPT, tetapi peraturan ini tidak berhasil untuk meningkatkan jumlah WP OPPT baru secara rill dan signifikan, karena penambahan rill WP OPPT baru lebih dipengaruhi oleh kegiatan penyisiran, bukan karena adanya peraturan baru. Selain itu, didapatkan hasil bahwa peraturan ini akan menaikan total penerimaan pajak dari WP OPPT, walaupun penerimaan angsuran bulannya akan mengalami penurunan karena adanya penurunan tarif dari 2% menjadi 0.75%. Sedangkan pencapaian asas keadilan dan kemudahan bagi Wajib Pajak sudah tercapai dari adanya perluasan definisi, akan tetapi, perubahan besar tarif akan menyebabkan kurang bayar yang sangat tinggi yang akan memberatkan Wajib Pajak di akhir tahun yang mencerminkan ketidakadillan bagi wajib pajak dan perubahan sifat tarif tidak mengambarkan kemudahan administrasi pajak karena Wajib Pajak harus melakukan perhitungan kembali diakhir tahun. Disisi lain, ketidakwajaran besar angsuran PPh Pasal 25 dengan SPT terutang dikarenakan penetapan tarif yang bersifat flat terhadap seluruh tingkat pendapatan Wajib Pajak. Ketidakadilan ini akan meningkatkan ketidakpatuhan Wajib Pajak.

This paper analyzes the effectiveness of the application of regulation regarding installment PER-32/PJ/2010 208/PMK.03/2009 about PPh Article 25 Employers individual taxpayer in KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading that comprises the effectiveness for the tax office measured from the achievement of extensification and intensification and for taxpayers who measured by achievement of fairness and easiness. The results found are already achieving the implementation of the extension due to influence of the expanded definition of WP OPPT, but its inefective in increasing the number of WP OPPT, because the increasing figures of WP OPPT more affected by combing activities, not because of the new regulations. In addition, the results showed that this regulation would raise the total tax revenue from WP OPPT, although monthly installment receipts will decline due to lower rates from 2% to 0.75%. While the achievement of pronciples of fairness and easiness for taxpayers have been achieved from the extension of definition, however, major changes in tarrifs will raise number of underpayment rate which will burden the taxpayer at the end of the year, thus also reflects unfairness for the taxpayer. The changing nature of the tariff does not reflects easiness of tax administration because the taxpayer must do re-calculate their tax at the end of the year. On the other hand, there is a primness difference between PPh Article 25 installments with SPT payable amount due to flat tariffs on all levels of income taxpayers. This unfairness will increase taxpayer noncompliance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dikdik Suwardi
"Tesis ini membahas estimasi kapasitas Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 25 Orang Pribadi untuk seluruh provinsi di Indonesia. Penelitian ini membahas penerapan metode incremental dalam perencanaan penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 25 Orang Pribadi per provinsi (Kantor Wilayah Ditjen Pajak) dan evaluasinya dengan menggunakan analisis regresi dalam mengukur kesesuaian dengan kapasitas pajak provinsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas pajak seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2007 dipengaruhi oleh variabel PDRB per kapita, peran pertambangan pada PDRB, peran keuangan pada PDRB, rasio jumlah tenaga kerja seluruh lapangan usaha dengan jumlah penduduk dan rasio jumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan jumlah penduduk (kapasitas Pajak Penghasilan Pasal 21), dan variabel PDRB per kapita, peran perdagangan pada PDRB, peran jasa pada PDRB, dan rasio jumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan jumlah penduduk (kapasitas Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi).
Hasil Penelitian juga menunjukkan rencana penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 25 Orang Pribadi seluruh provinsi belum mencerminkan kapasitas pajak provinsi yang bersangkutan. Pembenahan administrasi administrasi perpajakan menjadi salah satu kunci untuk melakukan perencanaan penerimaan pajak sesuai kapasitas pajak.

The focus of this study is estimation of tax capacity of Income Tax Article 21 and Income Tax Article Tax Article 25 (Personal Income Tax) of Indonesia based on regional?s data. The purpose of this study is to analyse the planning of Income Tax Article 21 and Income Tax Article 25 (Personal Income Tax) revenue by incremental method and it's evaluation in regression analytic to match with the regional tax capacity.
The result of this study is significant effect for GRDP per capita, the economy activities, the total number of employees and the total number of tax office in Income Tax Article 21 Capacity, and GRDP per capita, the economy activities, the total number of employees and the total number of tax office in Income Tax Article 25 (Personal Income Tax) Capacity.
The other results is the target of Income Tax Article 21 and Income Tax Article 25 (Personal Income Tax) revenue is not suitable to regional tax capacity yet. The enhancement of tax administration is key to planning tax revenue based on tax capacity.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28744
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triyani Yuningsih
"Pembangunan nasional yang dilakukan Bangsa Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, apalagi adanya dampak krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 masih dirasakan sampai sekarang. Pada tahun-tahun yang lalu, di mana sumber daya alam saat itu masih berlimpah, penerimaan negara masih dominan berasal dari sumber daya tersebut. Seiring dengan pemanfaatan sumber daya alam secara terus-menerus, Bangsa Indonesia tidak dapat lagi hanya bergantung dari sumber daya alam yang makin lama makin berkurang.
Pada saat ini, akibat penerimaan dari sumber daya alam semakin berkurang maka penerimaan negara dari sektor pajak sudah menjadi primadona. Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan maka pemerintah terus menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terus dilakukan pemerintah, demikian Pula perbaikan dan perubahan Undang-Undang Perpajakan terus dilakukan seperti amandemen Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000 lalu, termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun arah dan tujuan penyempurnaan Undang - Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 adalah :
Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan Subjek Pajak dan Objek Pajak. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, system.self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus di perbaiki . Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Namun demikian, perlu perhatian pemerintah bahwa fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu, seperti tercantum dalam Pasal 31A Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000,belum ada implementasinya sampai saat ini.
Mengenai sistem perpajakan harus diakui bahwa usaha Direktorat Jenderal Pajak untuk mengembangkan dan menegakkan sistem yang baik secara konsekuen dan konsisten tidaklah mudah, kendala yang dihadapi sangat dipengaruhi situasi umum dan sangat banyak.
Peranan pajak yang dominan saat ini karena pajak merupakan sumber yang pasti bagi pembiayaan Negara. Dari data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1981/1982 sampai dengan tahun 2003, perkembangan peranan pajak dalam APBN sangat fenomenal. APBN yang sejak 1981/1982 lebih bertumpu pada penerimaan sektor minyak dan gas (migas)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Widiharsanti
"Masalah keadilan bagi wajib pajak dalam sistem perpajakan yang baik adalah hal yang tidak dapat ditawar lagi. Tetapi untuk tercapainya keadilan tersebut akan berhadapan dengan kepentingan pemerintah yaitu kecukupan penerimaan. Tarik menarik antara dua kepentingan tersebut mewarnai kebijakan perpajakan tentang penetapan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yaitu suatu biaya hidup minimum untuk diri wajib pajak dan anggota keluarga wajib pajak.
Pokok permasalahan dari penelitian ini adalah ukuran apa yang sebaiknya digunakan untuk penentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak, sehingga Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah suatu jumlah standar minimum yang diperlukan untuk biaya hidup wajib pajak dan keluarganya, agar wajib pajak dan keluarganya dapat mencari penghasilan yang dapat dikenakan pajak.
Metode penelitian dilakukan berdasarkan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitan deskriptif analistis, dengan metode pengumpulan data dilakukan melalui penelitian dokumen yang terkait dan data lapangan dengan cara wawancara. Sesudah menguraikan data-data yang diperoleh dari penelitian kemudian mengadakan analisis sehingga dapat ditarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu.
Kebijakan perpajakan tentang besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku sekarang ini tidak didasarkan pada kriteria yang jelas dan penentuan jangka waktu penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak juga tidak didasarkan pada ukuran yang objektif. Menetapkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sama pada semua daerah tidak tepat karena tidak memperhitungkan perbedaan biaya kebutuhan hidup minimum di masing-masing daerah. Kebijakan tentang penghasilan sampai dengan upah minimum Propinsi ditanggung pemerintah tidak sesuai dengan maksud semula yaitu melindungi golongan wajib pajak tertentu dan hal tersebut memberi ketidak adilan bagi golongan wajib pajak yang lain.
Dari hasil penelitian, disarankan seyogyanya pemerintah menetapkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak didasarkan pada kebutuhan hidup minimum yang besarnya berbeda pada setiap daerah dan pemerintah membuat aturan yang objektif agar dapat dijadikan patokan tentang waktu perubahan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Aturan yang berpihak pada golongan wajib pajak tertentu disarankan untuk dihapuskan karena tidak tepat sasaran dan menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>