Ditemukan 1994 dokumen yang sesuai dengan query
Nickles, Steve H.
St. Paul, Minn : West Publishing, 1989
346.077 NIC c
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Pardamean Octavianus
"Terdapat beberapa kreditor yang memiliki hak mendahulu dalam kepailitan Batavia Air. Akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam perundangundangan di Indonesia sehingga mengaburkan kedudukan dari hak mendahulu.Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai hak mendahulu yang dimiliki oleh negara melalui utang pajak, pekerja/buruh melalui utang pajak, dan utang terhadap kreditor separatis berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, pokok permasalahan lainnya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai urutan kreditor dalam kepailitan Batavia Air.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak, utang terhadap kreditor separatis, dan utang upah terhadap pekerja/buruh dalam suatu kepailitan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan juga untuk mengetahui bagaimana urutan kreditor dalam kepailitan Batavia Air.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundangundangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder dan data primer berupa wawancara. Berdasarkan hasil penelitian terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Hak Tanggungan diketahui bahwa utang terhadap kreditor separatis harus didahulukan pelunasannya dibandingkan dengan utang pajak dan utang upah terhadap pekerja/buruh dan diantara utang pajak dan utang upah, utang upah harus didahulukan karena adanya asas-asas dalam ketenagakerjaan dan juga asas dalam menarik pajak.
There are precedent creditors in Batavia Air Bankruptcy. However, there is inconsistency in regulations making the regulation about the precedent right seems unclear. What discussed within this thesis is the “right to precede” based on Indonesia regulation owned by State through taxation, worker/labour through the woker/labour’s wage, and separated creditor. Next is about the sequence of creditors in Batavia Air Bankruptcy. The aim of this thesis is to reveal the position of each creditor in bankruptcy based on Indonesia regulation and this thesis also aims to reveal the sequence of creditors in Batavia Air Bankruptcy. The research method used in this thesis is juridical normative which this research is vary depending to the regulation research and library research. This thesis is using secondary data and primary data which means the data collected by doing interview. Based on the research of Indonesian Civil Code, Taxation Act, Bankruptcy Act, Laboring Act, and Mortgage Act, this thesis reveals that, the debt to the separated creditor should be paid before the state’s or the worker/labour’s, and the debt to the labour/worker’s should be paid before to the state’s since there are some existing principles both in the law of labour/worker and in taxation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54425
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fairus Harris
"Tesis ini membahas mengenai upaya yang dilakukan kreditor separatis melakukan eksekusi atas jaminan hak kebendaan yang dimilikinya dalam jangka waktu yang ditentukan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Permasalahan dalam penulisan ini mengenai kedudukan kreditor separatis dalam proses kepailitan dan proses eksekusi jaminan yang dilakukan kreditor separatis dengan adanya pembatasan jangka waktu.
Penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian normatif, dengan metode pengolahan data yang bersifat kualitatif. Dalam proses kepailitan terdapat batasan-batasan terkait hak yang dimiliki kreditor separatis untuk mengeksekusi sendiri jaminan hak kebedaan. Pembatasan yang utama mengenai jangka waktu untuk memulai melaksanakan haknya dalam melakukan eksekusi jaminan tersebut.
This thesis discusses the efforts made by separatist creditors in order to execute their security right of goods in the prescribed period by law of Bankruptcy and Suspension Of Obligation For Payment Of Debts. Problems are regarding the separatist creditor in a process of bankruptcy and the process of execution by separatist creditor in restriction period. The legal research was carried out through normative research with qualitative data processing. In a process of bankruptcy, there are limitations imposed related to the separatist creditor's rights, to execute by himself the security right of goods that his owned. The main limitation is the defined time period for separatist creditor to begin exercising his rights to execute that security right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42682
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Putri Sekar Langit
"Tesis dengan judul Tinjauan Hukum Terhadap Hak PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk yang Belum Terpenuhi Selaku Kreditor Pasca Pembagian Boedel Pailit PT. UE ASSA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 410 k/Pdt.Sus-Pailit/2013) dilatar belakangi oleh PT. Wijaya Karya yang mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 08/PLW.Pailit/2013/PN.Niaga Sby jo Nomor. 07/PKPU/2011/PN Sby tanggal 22 April 2013 karena PT. Wijaya Karya menganggap, bahwa putusan Pengadilan Niaga Surabaya tersebut sangat tidak adil oleh karena dalam putusan pailit PT. Wijaya Karya hanya menerima bagian 0,28% dari boedel pailit PT. UE ASSA atau sebesar Rp. 2.149.802.062,47 dari seluruh piutang sebesar Rp. 112.835.211.143,00. Yang menjadi pokok permasalahan adalah: 1. Bagaimanakah kedudukan tanggungjawab perusahaan beserta seluruh jajaran pengurus PT. UE ASSA dalam melunasi seluruh hutangnya terhadap PT. Wijaya Karya ditinjau dari UU Perseroan Terbatas dan UU Kepailitan? 2. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT. Wijaya Karya dalam memperoleh seluruh hak yang belum terpenuhi pasca putusan MA Nomor. 410.K/Pdt-Sus.Pailit/2013? Dengan dinyatakan pailit, pengurusan harta kekayaan PT. UE ASSA beralih kepada kurator. Kepailitan PT. UE ASSA pada prinsipnya tidak mengakibatkan PT. UE ASSA kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya dan tidak mengakibatkan terhentinya aktivitas PT. UE ASSA, oleh karena dalam kepailitan PT. UE ASSA kewenangan Direksi beralih kepada kurator yang kemudian dapat bertindak sebagai Direksi untuk mengelola PT. UE ASSA. Pertanggungjawaban PT. UE ASSA merupakan pertanggungjawaban secara timbal balik, sehingga yang dijatuhi putusan pailit adalah perseroannya dan bukan Direksi sepanjang Direksi tidak bertindak melawan hukum. Ada beberapa Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk memperoleh seluruh haknya, yaitu PT. Wijaya Karya dapat melakukan upaya: a. Melakukan upaya Peninjauan Kembali dan b. Melakukan upaya actio pauliana. Bentuk penelitian tesis ini adalah yuridis normatif, dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis, jenis data berupa data sekunder, alat pengumpulan data berupa studi dokumen, sedangkan pengolahan dan analisis data berdasarkan pendekatan yuridis normatif.
Thesis with the title of the Legal Overview of the Rights PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk As Remaining Bankruptcy Creditors Post Boedel division of PT. UE ASSA (Case Study Supreme Court Decision No. 410 k / Pdt.Sus - Bankrupt / 2013 ) against the background by PT. Wijaya Karya who has filed an appeal to the Supreme Court against the decision of Surabaya Commercial Court No. 08 / PLW.Pailit / 2013 / PN.Niaga SBY jo No. 07 / PKPU / 2011 / PN SBY April 22 of 2013 as PT. Wijaya Karya assume , that the Surabaya Commercial Court decision is very unfair because of the bankruptcy decision PT . Wijaya Karya only receive a portion of 0.28 % of boedel bankrupt PT. UE ASSA or Rp. 2149802062,47 of all receivables amounting to Rp . 112,835,211,143.00. The main issue are : 1. What is the status of the responsibilities of the company and the whole range of the board of PT.UE ASSA to repay the entire debt to PT . Wijaya Karya based on the Limited Liability Company Law and Bankruptcy Law? 2. What is the remedy which can be done by PT. Wijaya Karya in obtaining all the rights that have not been fulfilled after the Supreme Court decision number. 410.K / Pdt - Sus.Pailit / 2013 ? By declared bankrupt, the maintenance of the assets of PT. UE ASSA switch to the curator. PT. UE ASSA's bankruptcyin principle does not result in PT. UE ASSA loses its right to administer and control of its assets and did not effect in the cessation of the activity of PT. UE ASSA, since in the bankruptcy of PT. UE ASSA authority of the Board of Directors switch to the curator who can then act as the Board of Directors to manage PT. UE ASSA. Responsibility PT. UE ASSA is a reciprocal responsibility, so the company sentenced for bankruptcy, not the Directors as long as the Directors did not act unlawfully. There are several legal remedies that can be done to obtain the rights, PT Wijaya Karya can: a. Conducting a Judicial Review and b. Conducting an actio pauliana. The form of this thesis research is normative juridical, with typology analytical descriptive study, the type of data in the form of secondary data, data collection tools such as the study of documents, while the processing and analysis of data based on a normative juridical approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43033
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Albert Yahya
"Dengan dijatuhkan putusan pailit, maka Debitur Pailit kehilangan hak nya dalam menguasai harta bendanya yang termasuk dalam Boedel Pailit tersebut, dan secara hukum diberikan tugas pemberesan tersebut kepada Kurator. Akan tetapi melakukan tugas pemberesannya, seringkali Kurator menemukan hambatan seperti dengan diletakannya penyitaan pidana terhadap harta pailit tersebut yang berakibat akan terhambatnya upaya pemberesan yang dilakukan serta menimbulkan ketidakpastian bagi Kreditur Pailit dalam mendapatkan pelunasan piutangnya. Dalam skripsi ini akan dijelaskan terkait peran dan kewenangan Kurator dalam mengatasi penyelesaian sengketa harta pailit yang diletakan sita pidana tersebut serta pertimbangan hakim dalam memutus sengketa tersebut. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode kepustakaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwasannya penerapan sita umum kepailitan serta sita pidana memiliki esensi dan tujuannya masing-masing sehingga dalam memutus, hakim tidak dapat mencampur adukan terkait kedudukan penyitaan tersebut melainkan haruslah diputus secara satu per satu. Selain itu dalam mengatasi sengketa harta pailit yang diletakan sita pidana, Kurator berwenang untuk mengajukan Gugatan Lain-Lain kepada Pengadilan Niaga agar hakim memisahkan harta pailit yang benar-benar memiliki keterkaitan dengan tindak pidana untuk dikedepankan penyitaan pidananya dan selanjutnya, terhadap Putusan Pidana tersebut Kurator juga berwenang untuk mengajukan upaya keberatan bilamana Hakim Pengadilan Pidana melakukan perampasan terhadap Harta Pailit tersebut.
With the imposition of bankruptcy judgment, the Insolvent Debtor loses its right to control its property which is included in the Bankruptcy Boedel, and is legally given the task of settlement to the Curator. However, carrying out its settlement duties, often the Curator finds obstacles such as the placement of criminal confiscation of the bankrupt assets which results in hampering the settlement efforts made and creates uncertainty for the Insolvent Creditor in obtaining repayment of its receivables. In this thesis, it will be explained regarding the role and authority of the Curator in overcoming the settlement of bankruptcy property disputes placed by the criminal seizure and the judge's consideration in deciding the dispute. In conducting this research, the author used a form of normative juridical research with literature methods. From the results of the research conducted, it was found that the application of general bankruptcy and criminal confiscation has its own essence and purpose so that in deciding, judges cannot mix complaints related to the position of confiscation but must be decided one by one. In addition, in resolving disputes over bankruptcy assets placed under criminal confiscation, the Curator is authorized to file a Miscellaneous Claim to the Commercial Court so that the judge separates the bankruptcy assets that are truly related to the criminal act to put forward criminal confiscation and furthermore, against the Criminal Judgment the Curator is also authorized to file an objection if the Criminal Court Judge confiscates the Bankruptcy Property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gati Ayu Hapsari
"
ABSTRAKDebitor dan kreditor merupakan pihak-pihak yang terdapat dalam hukum kepaililitan. Permohonan pernyataan pailit merupakan upaya penyelesaian pelunasan utang kreditur yang tidak dapat dibayar oleh debitor. Dalam hal penyelesaian utang pajak, yang mempunyai kedudukan istimewa baik dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maupun kepailitan. Negara dalam hal ini mempunyai hak penyelesaian utang pajak tersebut sebagai kreditur preferen. Permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan hak mendahului negara sebagai kreditur preferen dalam peraturan perundang-undangan dan bagaimana penerapan hak mendahului tersebut pada putusan hakim dalam perkara kepailitan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan studi kepustakaan.Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang mempunyai peranan yang signifikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan negara. Dalam kepailitan potensi kehilangan pendapatan negara melalui penyelesaian utang pajak besar karena dalam kepailitan dikenal dengan kreditur konkuren yang mempunyai hak atas pelunasan piutang berdasarkan pembagian secara proporsional oleh kurator. Hakim dalam perkara kepailitan harus mengedepankan asas keadilan dan keseimbangan, baik kepada debitor maupun kreditor sehingga pelaksanaan eksekusi terhadap harta pailit tidak dilakukan secara semena-mena. Oleh karena itu diperlukan pengaturan yang tegas dalam penyelesaian piutang pajak negara, namun dibalik kepentingan negara tersebut tidak dapat diabaikan hak-hak dari kreditor lainnya yang harus dipenuhi, sehingga asas keadilian dan keseimbangan menjadi asas yang sangat penting dalam penyelesaian perkara kepalitan.
ABSTRACTDebtors and creditors are parties contained in bankruptcy law. Petition for a declaration of bankruptcy is the efforts to resolve the creditors debt settlement that can not be paid by the debtor. In the case of tax debt settlement, which has a special position in both the legislation in the field of taxation and bankruptcy. A country has the right in this case the tax debt settlement as a preferred creditor. The problem in this paper is how the arrangements of country?s preceded rights as a preferred creditor in the legislation and how the application of these precede rights to the judge's ruling in the case of bankruptcy. The method used in this study is a normative method referring to legislation and library research. Tax is one of national income has a significant role in the state budget to finance state activities. In bankruptcy, the potential loss of state revenue through tax debt settlement because the bankruptcy is known as concurrent creditors who have the right to settlement of accounts receivable based apportionment by the curator. The judge in the bankruptcy case should prioritize the principles of fairness and balance, both debtors and creditors so that execution against the bankruptcy estate is not done arbitrarily. Therefore we need tight regulation in the settlement of state tax receivables, but behind the interests of the country can not ignore the rights of other creditors that must be met, so that the justice and balance principle become a very important principle in the bankruptcy settlement"
2016
T46126
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Epstein, David G.
ST. Paul, Minn: West Publishing, 1993
346.078 EPS b
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sinaga, Efraint Pangondian
"Pembebanan gadai saham yang dilakukan oleh pemilik saham atas kepemilikan saham pada suatu perseroan saat ini dijadikan objek perjanjian accesoir dalam perjanjian hutang piutang. Salah satu permasalahan yang dapat timbul dari pembebanan gadai saham ini adalah mengenai kedudukan kreditur selaku pemegang saham apabila perseroan yang mengeluarkan saham tersebut dinyatakan pailit oleh pengadilan. Selain itu, hak eksekusi yang dimiliki oleh pemegang objek jaminan selaku kreditur preferen dalam hal ini menjadi ditangguhkan dan tidak dapat dilaksanakan ketika perseroan dinyatakan pailit. Oleh karena itu, perlu dianalisis mengenai kedudukan kreditur selaku pemegang objek jaminan gadai saham serta upaya hukum yang dapat dilakukan kreditur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Studi kepustakaan digunakan untuk mendapatkan bahan-yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kreditur pemegang jaminan gadai saham merupakan kreditur dengan kedudukan didahulukan (preferen) dalam pembayaran piutang. Ketika perseroan dinyatakan pailit hak kreditur untuk melakukan eksekusinya menjadi ditangguhkan dan kreditur pemegang hak gadai saham tidak dapat melakukan eksekusi. Namun, atas hal ini kreditur dapat melakukan permohonan penangguhan untuk melakukan eksekusi jaminan. Apabila terhadap penjualan saham yang menjadi objek jaminan tersebut telah dieksekusi dan hasil penjualan tersebut belum dapat melunasi besar utang debitur, maka terhadap sisa kekurangan utang tersebut seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan utangnya. Dalam hal ini, guna mencegah risiko permasalahan tersebut terdapat upaya hukum yang dapat ditempuh kreditur untuk melindungi hak dan kedudukannya baik melalui upaya secara preventif dan represif.
The encumbrance of share pledges made by shareholders for share ownership in a company is currently the object of the accessoir agreement in the debt agreement. One of the problems that can arise from the imposition of guaranteed shares is regarding the position of creditors as shareholders if the company that issued the shares is declared bankrupt by the court. In addition, the right of execution owned by the holder of the collateral object as the preferred creditor in this case becomes suspended and cannot be executed when the company is declared bankrupt. Therefore, it is necessary to analyze the position of the creditor as the holder of the guarantee for the guaranteed shares and the legal remedies that the creditor can take. This research was conducted using a normative juridical approach with analytical descriptive specifications. Literature study is used to obtain material which is then analyzed using qualitative data analysis methods with legal and conceptual approaches. The results of this study indicate that the creditor holding the share pawn is preferred creditors with a priority position in the payment of receivables. If the company is declared bankrupt, the creditors right to carry out the execution is suspended so that the creditor cannot enforce his rights. However, in this case the creditor can apply for a suspension to carry out the implementation of the guarantee. If the sale of shares that are the object of collateral has been carried out and the proceeds of the sale have not been able to pay off the debtors debt, then for the remaining debt, all of the debtors assets will be used as collateral for debt repayment. In this case, to prevent the risk of such problems, there are legal remedies that can be taken by creditors to protect their rights and positions both through preventive and repressive measures."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siregar, Nien Rafles
"
ABSTRAKTesis ini membahas hak kreditor dalam mengajukan permohonan pailit terhadap Persero. Hukum kepailitan mengatur bahwa Persero dapat dimohonkan pailit oleh kreditor, namun terdapat beberapa putusan pengadilian yang bertolak belakang. Sebagian putusan mengabulkan permohonan pailit dan sebagian putusan menolak dengan menyatakan bahwa Persero hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri keuangan. Penelitian ini bersifat deskriptif normatif dengan metode penelitian kepustakaan yang bermaksud untuk mencermati bagaimana hak kreditor dalam mengajukan permohonan pailit terhadap Persero dan dualisme putusan pengadilan mengenai hak kreditor mengajukan permohonan pailit. Dalam tesis ini terlihat bahwa pemahaman hakim yang berbeda-beda atas hukum kepailitan mengenai hak kreditor mengajukan pailit.
ABSTRACTTesis ini membahas hak kreditor dalam mengajukan permohonan pailit terhadap Persero. Hukum kepailitan mengatur bahwa Persero dapat dimohonkan pailit oleh kreditor, namun terdapat beberapa putusan pengadilian yang bertolak belakang. Sebagian putusan mengabulkan permohonan pailit dan sebagian putusan menolak dengan menyatakan bahwa Persero hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri keuangan. Penelitian ini bersifat deskriptif normatif dengan metode penelitian kepustakaan yang bermaksud untuk mencermati bagaimana hak kreditor dalam mengajukan permohonan pailit terhadap Persero dan dualisme putusan pengadilan mengenai hak kreditor mengajukan permohonan pailit. Dalam tesis ini terlihat bahwa pemahaman hakim yang berbeda-beda atas hukum kepailitan mengenai hak kreditor mengajukan pailit."
2013
T32167
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dinda Annisa Nur Asri
"Tesis ini membahas mengenai kajian perlindungan hukum terhadap hak-hak Pekerja dalam kepailitan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Kepailitan serta menganalisis implementasi perlindungan hukum hak-hak Pekerja dalam kepailitan (studi kasus: PT Omega Primawood (Dalam Pailit). Pokok permasalahan tesis ini adalah mengenai perlindungan hukum terhadap hak?hak Pekerja dalam kepailitan ditinjau dari UU Ketenagakerjaan dan UU Kepailitan dan implementasi perlindungan hukum terhadap hak?hak Pekerja dalam kepailitan (studi kasus: PT Omega Primawood (Dalam Pailit). Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif. Pekerja merupakan bagian dari suatu perusahaan dan juga merupakan salah satu stakeholder/pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan. Namun demikian, dalam hal terjadi kepailitan atas perusahaan tempat mereka bekerja, nasib Pekerja sering kali terabaikan. Perlindungan hukum terhadap hak-hak Pekerja dalam kepailitan perseroan adalah melindungi hak-hak dan kepentingan dari para Pekerja selaku stakeholder perseroan, harus memenuhi berbagai ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan Pekerja dalam hal kepailitan adalah sebagai Kreditur Preferen, dimana hak-haknya didahulukan. Perlindungan hak Pekerja dalam kepailitan terdapat dalam Pasal 95 ayat 4 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 39 ayat (2) UU Kepailitan. Namun demikian, kedudukan Pekerja sebagai Kreditur Preferen dalam hal kepailitan tidak dapat diartikan sebagai hak yang lebih tinggi dari hak Kreditor Separatis. Sebab, pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata juga telah secara tegas juga mengatur sebagai berikut; Gadai dan Hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam halhal dimana ditentukan oleh undang-undang sebaliknya. Artinya bahwa hak istimewa dari Pekerja adalah untuk mendapatkan pembayaran dari harta-harta Debitor Pailit yang belum dijaminkan. Diharapkan di masa yang akan datang, para pembuat undang-undang menerapkan kewajiban agar pemberi kerja (dalam hal ini adalah Perusahaan) untuk menyediakan suatu asuransi yang dapat melindungi hak-hak Pekerja dalam hal terjadinya kepailitan Perusahaan. Hal ini diperlukan mengingat adanya kemungkinan seluruh aset Perusahaan dijaminkan kepada Kreditur Separatis, dimana dalam hal demikian maka tidak ada lagi aset yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembayaran hak-hak Pekerja.
This thesis describes the study of legal protection of employee's rights in bankruptcy as stipulated under the Labor Law and Bankruptcy Law as well as to analyze the implementation of the legal protection of employee's rights in bankruptcy (case study: PT Omega Primawood (In Bankruptcy)). Main issues of this thesis are the legal protection of employee's rights in bankruptcy based on Labor Law and Bankruptcy Law and the implementation of the legal protection of employee's rights in bankruptcy (case study: PT Omega Primawood (in Bankruptcy)). The thesis used juridical norms approach as research method and also qualitative data analysis as the analysis method. Employees are part of a company as well as also one of the stakeholders in a company. However, in the event of bankruptcy of its company, the status of employees is often overlooked. Legal protection employees? rights in the company's bankruptcy is to protect the rights and interests of the employees as stakeholders of the company, which shall meet various provisions under the prevailing regulations. The position of workers in the event of bankruptcy is a Preferred Creditor, who has the right to receive preferential treatment among other creditors. Protection of employees? rights in bankruptcy are regulated under Article 95 paragraph (4) Labor Law jo. Article 39 paragraph (2) Bankruptcy Law. However, the position of employees as Preferred Creditor in the event of bankruptcy cannot be interpreted as a higher rank than the right of Secured Creditor. Since Article 1134 paragraph (2) of the Indonesian Civil Code has strongly stated as follows; lien and mortgages are higher than the privilege, with the exception of the circumstances in which the law expressly stipulates otherwise. This means that the privileges of the employees is to obtain payment from the assets of Bankrupt Debtor which have not been secured. It is expected that in the future, the legislators to implement the obligations of the employer (in this case is the Company) to provide an insurance to protect the rights of employees in the event of bankruptcy of the Company. It is necessary since there will always a possibility that the entire assets of the Company were pledged to Secured Creditor, in such case there will be no asset which can be used to carry out the payment of employees? rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42271
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library